0

Pengaturan Hukum Terhadap Pencemaran Laut Akibat Tumpahan Minyak

Author : Alfredo Joshua Bernando, Co-Author : Robby Malaheksa

Pencemaran lingkungan dewasa ini menjadi isu yang sangat hangat terutama lingkungan maritim atau lingkungan laut. Isu terbaru terkait tumpahnya minyak goreng sebanyak ribuan ton ke laut semakin memperburuk pencemaran lingkungan dilaut.[1] Sumber-sumber pencemaran di laut diantaranya disebabkan karena aktivitas perkapalan, dan tumpahan minyak dari kegiatan perkapalan itu sendiri disebabkan akibat kesalahan operasional dan kecelakaan.

Tumpahan akibat kesalahan operasional terjadi karena adanya aktivitas rutin pada suatu kegiatan atau instalasi dimana secara frekuensi tumpahan ini kerap terjadi tetapi dalam jumlah yang kecil, contohnya tumpahan ketika saat bongkar muat, pembuangan sisa hasil pencucian tangki. Sedangkan tumpahan akibat kecelakaan yaitu dengan adanya suatu hal yang tidak terduga dan dapat mengakibatkan korban harta benda bahkan korban jiwa.

Untuk pencemaran laut di kelompokan menjadi tiga, yaitu :

  1. Kategori Kecil dimana < 7 ton minyak yang dapat menyebabkan pencemaran
  2. Kategori Medium yaitu antara 7 ton sampai 700 ton minyak yang dapat menyebabkan pencemaran
  3. Kategori Luas yaitu antara > 700 ton minyak yang dapat menyebabkan pencemaran. [2]

Akibat dari tumpahnya ribuan ton minyak goreng ke lautan yang menyebabkan pencemaran, serta menimbulkan kerugian dalam bentuk uang dalam jumlah yang besa. Peristiwa tersebut bisa dikategorikan pencemaran laut sekala Luas, dari Peristiwa tersebut, maka ada beberapa masalah yang timbul di antaranya adalah :

  1. Adanya pencemaran minyak di laut akibat dari pengoperasian kapal dan berdampak pada lingkungan maritim yang lebih luas
  2. Pola penanganan keadaan darurat akibat dari kesalahan prosedur dalam pengoperasian kapal

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim, Perlindungan Lingkungan Maritim adalah:

Pasal 1

  1. Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait pelayaran.[3]

Sedangkan pengertian pencemaran laut berdasarkan Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah :

Pasal 1

  1. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuknya atau dimaksukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam laut oleh kegiatan manusia atau oleh alam sehingga kualitas air laut turun sehingga kualitas air laut turun sampai ke tingkat tidak berfungsi lagi sebagai peruntukanya.[4]

Dampak dari tumpahan minyak di laut tergantung pada banyak faktor, antara lain karakteristik fisik, kimia, dan toksisitas dari minyak, dan juga penyebarannya yang dipengaruhi oleh dinamika air laut: pasang surut, angin, gelombang dan arus. Dampak dari senyawa minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung dan menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit polutan pada pasir dan batuan-batuan di pantai.

Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, perilaku biota laut, terutama pada plankton. Akibatnya, dapat menurunkan produksi ikan, hingga kematian yang diakibatkan toksisitas sublethal hingga toksisitas lethal. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan terhadap lingkungan tercemar.[5]

Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak dengan susunan kimianya yang kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu kesuburan lumpur di dasar laut. Selain dapat menghalangi sinar matahari masuk ke lapisan air laut, lapisan minyak juga dapat menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung kehidupan laut aerob.

Tak hanya itu, pencemaran minyak di laut juga meluas pada kerusakan ekosistem mangrove. Seperti diketahui, minyak dapat berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, di mana akar tersebut akan tertutup minyak, sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Pengendapan minyak dalam waktu lama mampu menyebabkan pembusukan pada akar mangrove sehingga mengakibatkan kematian. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kelangsungan hidup biota yang hidup berasosiasi dengan hutan mangrove itu sendiri, seperti moluska, ikan, udang, kepiting, dan biota lainnya.

Penanggulangan Tumpahan Minyak Pasca terjadinya kecelakaan tumpahan minyak, pertama, yang perlu dilakukan adalah mengetahui secara cepat dan akurat wilayah perseb arannya, baik secara visual langsung, maupun hasil penginderaan jauh (remote sensing). Berbagai cara penanggulangan dilakukan seperti in-situ burning, penyisihan secara mekanis, teknik bioremediasi, penggunaan sorbent, dan penggunaan bahan kimia dispersan, serta metode lainnya tergantung kasus yang terjadi.

Untuk Teknik Bioremediasi, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam bioremediasi tumpahan minyak: (1) bioaugmentasi, di mana mikroorganisme pengurai ditambahkan untuk melengkapi populasi mikroba yang telah ada, dan (2) biostimulasi, di mana pertumbuhan bakteri pengurai hidrokarbon asli dirangsang dengan cara menambahkan nutrien dan atau mengubah habitatnya.

Hingga sekarang teknologi itu terus dikembangkan termasuk penggunaan bakteri. Indonesia perlu mengoptimalkan bidang ini menimbang laut Indonesia memiliki berbagai macam jenis bakteri yang dapat mendegradasi minyak, salah satunya bakteri hidrokarbonoklastik Pseudomonas Sp yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon.

Upaya yang lebih strategis adalah tindakan preventif untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan tumpahan minyak itu sendiri. Rendahnya kesadaran akan aspek lingkungan di Indonesia, baik secara individu, kelompok, maupun institusi, menjadi restriksi dari implementasi upaya pencegahan dini. Upaya penyadaran lingkungan ini bisa melalui pendidikan publik, hingga pemberian sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran atas pencemaran lingkungan.

Hal ini mengacu pada sistem existing bahwa Indonesia telah meratifikasi Civil Liability Convention for Oil Pollution Damage (CLC 1969), melalui Keppres No. 18 Tahun 1978.  Tujuan dari CLC 1969 adalah untuk menetapkan suatu sistem yang seragam terkait kompensasi karena tumpahan minyak di laut. Konvensi ini memungkinkan korban untuk menuntut kompensasi kepada pemilik kapal, sehingga sering disebut bahwa konvensi ini menganut chanelling of liability (kanalisasi pertanggung-jawaban), yaitu pertanggung-jawaban dibebankan kepada pihak tertentu, dalam hal ini pemilik kapal.[6]

Konvensi ini pun mencoba untuk menetapkan suatu keseimbangan antara kepentingan para korban dan kepentingan pemilik kapal yang telah menyebabkan kerugian.  Karena itulah, maka di satu pihak, hak para korban untuk menuntut kompensasi terjamin dengan diberlakukannya strict liability. Tapi di sisi lain, dengan adanya pengecualian-pengecualian tertentu, maka kepentingan para pemilik kapal pun terlindungi. Melalui konvensi inilah strict liability masuk ke Indonesia dan kemudian diadopsi dalam undang-undang lingkungan hidup Indonesia sejak tahun 1982.

Selain itu, dalam kaitannya dengan pencegahan dini, setiap perusahaan migas Indonesia juga harus mencanangkan program Zero Spill Operation, yaitu dengan menetapkan target khusus yang disepakati untuk mencapai zero spill operation. Untuk mencapai target tersebut, perusahaan perlu memiliki aturan wajib dan rigid untuk mencegah terjadinya kebocoran atau tumpahan minyak, dan konsisten menerapkan aturan tersebut.

Kedua, mengetahui luasnya lingkup peristiwa tumpahan minyak yang menyangkut multisektor, mulai dari pangan, sosial, habitat, pariwisata, kesehatan, dan bidang-bidang terkait. Maka diperlukan keterlibatan berbagai instansi, koordinasi di  antara instansi pemerintah, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, swasta, dan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaannya, diperlukan keterlibatan stakeholders terkait yang berada di bawah manajemen pemerintah untuk bersama-sama melakukan penanggulangan yang terpadu dan komprehensif. Tinjauan ulang konsesi atau kegiatan migas juga perlu diperketat untuk mengafirmasi tuntutan hukum atas pihak yang bertanggung-jawab dalam kecelakaan tumpahan minyak.[7]

Ketiga, perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk meneliti dan menanggulangi pencemaran minyak. Dampak pencemaran yang sedemikian luas, termasuk untuk organisme renik sudah semestinya dikalkulasi secara komprehensif, sehingga mampu memprediksikan dampaknya dalam jangka panjang. Terlebih, persoalan pencemaran minyak di laut dan pantai Indonesia, hingga kini belum menjadi persolan utama pencemaran lingkungan hidup. Barangkali, perlu dibuat specific executing agency sebagai satuan badan atau tim khusus yang secara spesifik mengatasi permasalahan ini di tiap-tiap pantai yang berpotensi terjadi tumpahan minyak.[8]

Terakhir, sebagai langkah tegas untuk menanggulangi pencemaran di laut akibat tumpahan minyak (oil spill), adalah dengan penerapan sanksi Administratif bagi pemilik atau operator Kapal, Badan Usaha yang melakukan kegiatan di Pelabuhan dan lainnya, sanksi tersebut dapat di lihat pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim, yakni:

Pasal 37

Pemilik atau operator kapal yang tidak melengkapi kapalnya dengan pola penanggulangan pencemaran minyak dari kapal dikenai sanksi administratif berupa:

  1. peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, untuk jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari;
  2. apabila sampai pada peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada huruf a berakhir tidak melaksanakan kewajibannya, dikenai sanksi berupa pembekuan izin usaha angkutan laut atau izin operasi angkutan laut khusus; dan
  3. apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b belum memenuhi kewajibannya, dikenai sanksi berupa pencabutan izin usaha angkutan laut atau izin operasi angkutan laut khusus.[9]

Pasal 38

Setiap Badan Usaha Pelabuhan, badan usaha yang melakukan kegiatan di pelabuhan, pengelola terminal khusus, atau pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang tidak melaksanakan kewajibannya dikenai sanksi

administratif berupa:

  1. peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, untuk jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari;
  2. apabila sampai pada peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada huruf a berakhir tidak melaksanakan kewajibannya, dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan usaha Badan Usaha Pelabuhan, badan usaha yang melakukan kegiatan di pelabuhan, kegiatan pengoperasian terminal khusus, atau pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri; dan
  3. apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b belum memenuhi kewajibannya, dikenai sanksi berupa pencabutan izin usaha Badan Usaha Pelabuhan, izin badan usaha yang melakukan kegiatan di pelabuhan, izin operasi terminal khusus, atau persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri.[10]

Pasal 39

  • Setiap Nakhoda yang tidak melaksanakan kewajibannya dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sertifikat keahlian pelaut selama 1 (satu) tahun.
  • Penanggung jawab unit kegiatan lain di perairan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a yang mengakibatkan pencemaran lingkungan di perairan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk melaporkan pembuangan limbah kepada intitusi yang tugas dan fungsi di bidang penjagaan laut dan pantai dikenai sanksi denda administratif sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).[11]

Selain Sanksi Administratif juga bisa di kenakan sanksi pidana yang di atur dalam Pasal 98 ayat (1) & Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengeolaan Lingkungan Hidup, yaitu :

Pasal 98

  • Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).[12]

Pasal 99

  • Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).[13]

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
  2. Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2010 tentang perlindungan Maritim

REFRENSI

  1. Detikfinance, “Waduh, Viral 2.500 ton minyak goreng tumpah ke laut”, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5992523/waduh-viral-2500-ton-minyak-goreng-tumpah-ke-laut, di akses tanggal 20 Maret 2022
  2. Lestiana E, Nurosidah U, Nirera N, Mawardiani T, Arisya Y, Hanifah H, 2013. Pencemaran Laut 25 Jurnal Ilmiah
  3. Tumpahan Minyak, Dampak dan Upaya Penanggulangannya, https://www.portonews.com/2017/oil-and-chemical-spill/tumpahan-minyak-dampak-dan-upaya-penanggulangannya/, diakses tanggal 24 Maret 2022

[1] Detikfinance, “Waduh, Viral 2.500 ton minyak goreng tumpah ke laut”, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5992523/waduh-viral-2500-ton-minyak-goreng-tumpah-ke-laut.

[2] Lestiana E, Nurosidah U, Nirera N, Mawardiani T, Arisya Y, Hanifah H, 2013. Pencemaran Laut 25 Jurnal Ilmiah

[3] Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim

[4] Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

[5] Tumpahan Minyak, Dampak dan Upaya Penanggulangannya, https://www.portonews.com/2017/oil-and-chemical-spill/tumpahan-minyak-dampak-dan-upaya-penanggulangannya/, diakses tanggal 24 Maret 2022

[6] Civil Liability Convention for Oil Pollution Damage (CLC 1969) yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1978

[7] Ibid.

[8] Ibid.

[9] Pasal 37 PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim

[10] Pasal 38 PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim

[11] Pasal 39 PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim

[12] Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengeolaan Lingkungan Hidup

[13] Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengeolaan Lingkungan Hidup

2

ALASAN DI BALIK PEMBEKUAN PIALANG BERJANGKA RESMI

Author : Alfredo Joshua Bernando, Co-Author = Shafa Atthiyyah Raihana & Robby Malaheksa

Di Indonesia, terdapat lembaga khusus milik pemerintah yang melakukan pengawasan terhadap perdagangan jangka komiditi. Lembaga tersebut memiliki tugas untuk mengatur terkait perdagangan berjangka di Indonesia. Fungsi umum sebagai regulasi perdagangan komoditi, valuta asing  dan berjangka. Hal ini berdasarkan dengan Pasal 652 Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Tupoksi dan Struktur Organisasi Bappebti, Depdag yaitu:    

Pasal 652

BAPPEBTI mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka serta pasar fisik dan jasa.” [1]

Salah satu tugas yang dilakukan oleh lembaga berwenang tersebut yaitu melakukan pengawasan pengaturan, dan memberikan izin terkait dengan pialang perdagangan berjangka di Indonesia.[2] .\ Berdasarkan Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang No. 10 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 tahun 2007 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yang memberikan pengertian pialang berjangka yaitu:

“Pasal 1

  • Pialang Perdagangan Berjangka yang disebut  sebagai Pialang Berjangka adalah badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya atas amanat Nasabah dengan menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai Margin untuk menjamin transaksi tersebut.” [3]

Selain itu Berdasarkan pasal 7 huruf b Peraturan Kepala Bappebti No. 4 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka

“   Pasal 7

Pegawai Pialang Berjangka ataupun pihak lain yang berkepentingan tidak diperbolehkan: secara langsung ataupun tak langsung memberi pengaruh pada calon nasabah ataupun nasabah dengan cara memberi informasi yang tidak benar dalam transaksi Kontrak Berjangka. Sehingga ketika mencari nasabah, wakil pialang serta marketing Pialang Berjangka tak diperbolehkan memprediksi keadaan pasar bursa berjangka pada calon nasabah ataupun nasabahnya sekaligus memberi janji akan profit dari investasi yang ada.[4]

Pengaturan mengenai pemberitahuan risiko kepada nasabah oleh pialang berjangka diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi , yang berbunyi:

“  Pasal 50

Pialang Berjangka wajib menyampaikan Dokumen Keterangan Perusahaan dan Dokumen Pemberitahuan adanya Risiko serta membuat perjanjian dengan nasabah sebelum Pialang Berjangka yang bersangkutan dapat menerima dana milik Nasabah untuk perdagangan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya.” [5]

Di masa sekarang ini, modus kejahatan yang berkedok investasi semakin marak terjadi termasuk dengan Piala Berjangka Ilegal. Sebagai masyarakat, kita wajib untuk mewaspadai dan mempelajari perbedaan dari pialang berjangka legal dan pialang berjangka ilegal. Artinya, mana pialang berjangka yang diresmikan oleh lembaga resmi dan mana yang tidak resmi. Terdapat beberapa perbedaan yang dapat dikenali agar terhindar dari investasi bodong tersebut. Pada pialang berjangka legal, badan usaha tersebut pasti memiliki izin dan legalitas dari lembaga berwenang. Kedua, terdapat nama berjangka pada perusahaan atau instansi tersebut. Ketiga, penyetoran margin atau rekening terpisah (segregated account) sudah terdaftar pada lembaga resmi. Terakhir, transaksi dilaporkan ke bursa berjangka yang didaftarkan ke lembaga kliring berjangka.

Sedangkan, pada piala berjangka tidak memiliki izin dari lembaga resmi atau memiliki legalitas palsu, kemudian penyetoran margin ke rekening pribadi atau perorangan, menawarkan janji menggiurkan yakni adanya pendapatan tetap (fixed income) dalam jangka waktu tertentu atau menawarkan bagi hasil (sharing profit), dan yang terakhir pada mekanisme transaksi tidak jelas pelaporan dan penjaminannya. Biasanya menggunakan skema piramida, money game, atau skema ponzi.

Dengan adanya kewenangan dan tugas yang dimiliki oleh lembaga resmi terkait pengawasan perdagangan berjangka, lembaga resmi tersebut mulai memunjukkan fungsi dan kewenangan yang dimilikinya. Saat ini, lembaga tersebut baru saja  membekukan salah satu pialang berjangka resmi yang ada di Indonesia.  Dalam penjelasannya, pembekuan usaha dilakukan karena Pialang Berjangka tersebut tidak melakukan langkah-langkah perbaikan atas pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Bukan hanya sekali, namun peringatan tersebut sudah diterbitkan sebanyak tiga kali secara berturut-turut. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil pemeriksaan, Pialang Berjangka tersebut masih dalam proses penerimaan nasabah dan proses pelaksanaan transaksi tidak sesuai dengan prosedur.  Lembaga berwenang yang melakukan pengawasan terhadap pialang berjangka memastikan, pembekuan kegiatan usaha terhadap Pialang Berjangka tersebut tidak menghilangkan atau menghapus tanggung jawab perusahaan terhadap tuntutan nasabah atas segala tindakan atau pelanggaran yang menimbulkan kerugian bagi nasabah.

Pasal 9 ayat (2) Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka dengan amat tegas menyatakan :

“   Pasal 9

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Badan ini diancam dengan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif sesuai dengan ketentuan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi.[6]

Sanksi yang diberikan bagi pelanggar yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi tertulis dalam Pasal 114 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi yang menjelaskan mengenai Sanski Administratif sebagai berikut:

Pasal 114

Setiap Pihak yang memperoleh izin usaha, izin, persetujuan, atau sertifikat pendaftaran dari Bappebti yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi, dikenai sanksi administratif berupa :

a. peringatan tertulis;

b. denda administratif, yaitu kewajiban membayar sejumlah uang tertentu;

c. pembatasan kegiatan usaha;

d. pembekuan kegiatan usaha;

e. pencabutan izin usaha;

f. pencabutan izin;

g. pembatalan persetujuan; dan/atau

h. pembatalan sertifikat pendaftaran.” [7]

Oleh karena itu setiap kegiatan perdagangan berjangka komoditi atau sebagainya, hendaklah memenuhi Prosesur ketentuan dan syarat yang telah di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga tidak menjadi alasan bagi lembaga resmi terkait pengawasan perdagangan berjangka untuk memberikan sanksi, terlebih pada Pasal 114 PP 9/1999 diatur mengenai sanksi adminisitratif yang dapat diberikan apabila terjadi pelanggaran.

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 9 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Komoditi
  3. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Tupoksi dan Struktur Organisasi Bappebti, Depdag
  4. Peraturan Kepala Bappebti No. 4 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka

REFRENSI

  1. Bisnis.com,https://finansial.bisnis.com/read/20220114/55/1489201/perbedaan-pialang-berjangka-legal-dan-ilegal-waspada-investasi- diakses pada 21 Maret 2022

[1] Pasal 652 Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Tupoksi dan Struktur Organisasi Bappebti, Depdag

[2] Bisnis.com, https://finansial.bisnis.com/read/20220114/55/1489201/perbedaan-pialang-berjangka-legal-dan-ilegal-waspada-investasi-. diakses pada 21 Maret 2022

[3] Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang No. 10 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 tahun 2007 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi

[4] Pasal 7 huruf b Peraturan Kepala Bappebti No. 4 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka

[5] Pasal 50 Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi

[6] pasal 7 huruf b Peraturan Kepala Bappebti No. 4 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka

[7] Pasal 114 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi

0

Pengawasan Pegawai Internal pada Lembaga Jasa Keuangan di Era Digital

Author : Alfredo Joshua Bernando , Co-author : Robby Malaheksa

Perkembangan digitalisasi di Indonesia saat ini telah berkembang pesat dari waktu ke waktu dan tak hentinya, inovasi-inovasi berbasis teknologi informasi terus dikembangkan untuk memperoleh kemudahan dalam aktivitas sehari-hari. Menurut Studi yang di lakukan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2021 menunjukkan bahwa daya saing digital antar provinsi di Indonesia saat ini semakin merata. Pemerataan tersebut dapat di lihat dari kenaikan skor median indeks daya saing digital (EV-DCI) dari 27,9 % pada 2020 menjadi 32,1 pada 2021.[1]

Seiring dengan meningkatnya digitalisasi di Indonesia, industri keuangan juga harus mengikuti sikap dalam hal keaktifan dan kecepatan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital saat ini. Sebab, apabila mengalami ketertinggalan dalam mengikuti ekosistem digital di era ini dapat berujung pada kegagalan bersaing di industri keuangan. Terlebih, dengan adanya pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk melakukan transaksi secara digital.

Pengaturan mengenai dasar kewenangan serta tugas pengaturan dan pengawasan dalam sektor lembaga jasa keuangan, diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi:

“Pasal 8

  1. menetapkan peraturan pelaksanaan
  2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
  6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.[2]

“Pasal 9

  1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  5. melakukan penunjukan pengelola statuter;
  6. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
  8. memberikan dan/atau mencabut:
  9. izin usaha;
  10. izin orang perseorangan;
  11. efektifnya pernyataan pendaftaran;
  12. surat tanda terdaftar;
  13. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
  14. pengesahan;
  15. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
  16. penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.[3]

Terdapat perpindahan kewenangan dalam pelaksanaan pengawasan di zona pelayanan keuangan, Pemerintah membentuk suatu lembaga negara yang secara khusus mengawasi sektor industri keuangan tersebut. Perihal ini bermaksud agar pengawasan menjadi terintegrasi dan menyeluruh. Perlindungan hukum bagi Nasabah terhadap praktek Fraud Lembaga Jasa Keuangan dan juga sebaliknya, merupakan bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan kewenangan. Sehingga, dapat meningkatkan tugas, pokok, fungsi nya untuk menciptakan kemananan dan jaminan bagi Nasabah serta Lembaga Jasa Keuangan. Masih terjadi-nya praktek Fraud [4] yang di lakukan pegawai Intenal di Lembaga Jasa Keuangan, sehingga perlu terobosan baru untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya praktek Fraud dari oknum-oknum tak bertanggung jawab dengan menggunakan jabatan dan nama baik Lembaga Jasa Keuangan itu sendiri.

Penerapan Manajemen Resiko dalam mengendalikan resiko terjadinya Fraud bagi Bank Umum dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum, yang dilakukan penguatan dalam beberapa aspek, antara lain :

Pasal 5 ayat (2)

  1. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris
  2. Kebijakan dan Prosedur
  3. Struktur Organisasi dan pertanggung jawaban
  4. Pengendalian dan Pemantauan.[5]

Terdapat beberapa kasus yang berkaitan dengan bank umum ialah masalah fraud tersebut, misalnya terdapat penipuan oleh bank umum itu sendiri dengan menawarkan kepada calon nasabah untuk melakukan penyimpanan berupa rekening berjangka dengan bungan simpanan yang tinggi dibanding produk simpanan bank yang dikeluarkan pada umumnya. Akan tetapi, setelah uang disetorkan oleh calon nasabah, pihak bank umum tidak langsung menyetorkan uang tersebut melainkan melakukan penyebaran dana kepada pihak-pihak internal lainnya di lembaga jasa keuangan tersebut yakni bank umum, dengan anggapan uang tersebut dapat digunakan dalam bentuk investasi lainnya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, akan tetapi tanpa sepengetahuan dari pemilik dana/ pemilik simpanan tersebut.

Contoh kasus meningkatkan kesadaran masyarakat serta pemerintah akan pentingnya pengawasan pegawai internal di Lembaga Jasa Keuangan. Penyebab kasus sebagaimana di atas muncul disebabkan oleh beberapa alasan, Pertama, peraturan yang masih kurang lengkap mengenai pengendalian internal bank, serta lembaga yang berwenang dalam mengatur dan mengawasi lembaga jasa keuangan belum memiliki peraturan yang tepat perihal pengawasan terhadap pegawai internal perusahaan dimaksud. Kedua, tindakan pada pelanggaran yang dilakukan jika ada laporan atau keluhan dari korban. Serta, melakukan tindakan secara mandiri pada pelanggaran yang berasal dari data sekunder (laporan keuangan, dan lain-lain).[6]

Pencegahan terhadap resiko untuk menghindari terjadinya pengulangan perbuatan yang sama, maka pembuat regulasi (regulator) dan pengawas Lembaga Jasa Keuangan dapat membuat kebijakan yang mengharuskan semua karyawan bank, tidak terkecuali untuk mengisi laporan terkait apa yang di lakukan karyawan tersebut. Laporan bisa memanfaatkan teknologi yang sudah berkembang, contohnya dalam membuat laporan harus memuat database terintegrasi yang berfungsi menyimpan laporan tersebut. Laporan tersebut dilaporkan secara berkala, misal satu minggu sekali. Laporan berupa Transaksi perbankan yang dilakukan serta logbook kegiatan yang dilakukan karyawan selama periode tersebut. Selain itu, dapat dilakukan pengawasan pada rekening pribadi milik karyawan. Hal ini diperlukan agar pengawas lembaga jasa keuangan tersebut dapat melihat adanya transaksi tidak wajar yang masuk ke rekening pribadi milik karyawan, dan bisa langsung melakukan klarifikasi kepada yang bersangkutan. Sehingga, dapat ditindaklanjuti apabila transaksi tersebut terbukti terjadi pelanggaran.

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
  2. Peraturan OJK Nomor 39 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum

REFERENSI

  1. East Ventures, “Pemerataan Transformasi Digital Indonesia Terakselerasi di Tengah Pandemi”, (https://east.vc/bahasa/daya-saing-digital-indonesia-ev-dci-2021/, diakses tanggal 10 Maret 2022)
  2. Jurnal Entrepreneurship Bisnis Manajemen Akuntansi(E-BISMA), “Usulan kebijakan pencegahan risiko perbankan di era digital”.

[1] East Ventures, “Pemerataan Transformasi Digital Indonesia Terakselerasi di Tengah Pandemi”, (https://east.vc/bahasa/daya-saing-digital-indonesia-ev-dci-2021/, diakses tanggal 10 Maret 2022)

[2] Pasal 8 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

[3] Pasal 9 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

[4] Fraud adalah berbagai bentuk tindakan curang baik di lakukan secara sengaja atau tidak sengaja yang pada akhirnya merugikan salah satu pihak atau perusahaan

[5] Pasal 5 ayat (2) Peraturan OJK Nomor 39 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum

[6] Jurnal Entrepreneurship Bisnis Manajemen Akuntansi (E-BISMA), “Usulan kebijakan pencegahan risiko perbankan di era digital” hlm. 22

0

KEHADIRAN ASOSIASI RESMI YANG DIDIRIKAN PARA PEDAGANG EMAS DIGITAL

Author : Alfredo Joshua Bernando , Co-author : Shafa Atthiyyah Raihana

Emas merupakan logam mulia berwarna kuning yang dapat dibentuk berbagai macam model desain, bentuk, warna, dan variasi. Emas memiliki mutu yang tinggi sehingga merupakan salah satu aset yang diminati oleh berbagai kalangan. Hal ini dikarenakan emas dianggap memiliki nilai yang selalu naik tiap tahun dan merupakan bentuk invetasi jangka Panjang. Seiring berkembangnya teknologi, investasi emas kini kian semakin marak sehingga terbentuklah inovasi berupa investasi emas digital. Pengertian emas digital berdasarkan Pasal 1 Angka 1 jo. Angka 5 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia yaitu:

Pasal 1

Emas Digital adalah Emas yang catatan kepemilikan emasnya dilakukan secara digital (elektronis).” [1]

Artinya, emas digital merupakan emas yang diperdagangkan secara digital atau elektrolis. Dengan adanya cara terbaru ini, emas digital kian populer dan banyak masyarakat yang tertarik untuk melakukan investasi melalui emas digital tersbeut. Berikut beberapa keunggulan yang ditawarkan investasi emas digital dibandingkan dengan emas fisik. Emas digital dapat dibeli dalam satuan sekecil 0,01 gram (Rp10.000). Jika dibandingkan dengan pembelian di sebagian besa toko emas, emas fisik hanya dapat diperoleh dengan denominasi minimum 1 gram. Kemudahan lainnya yang dimiliki oleh emas digital yaitu masyarakat tidak perlu repot menghabiskan waktu mengantri di toko. Dengan adanya emas digital, masyarakat bisa membeli emas kapan saja dan di mana saja melalui platform yang sudah disediakan.Harga beli dan jual emas digital jauh lebih kecil dibandingkan dengan  emas fisik. Sehingga, masyarakat bisa mendapatkan keuntungan lebih tinggi. Harga emas digital diperbarui secara langsung (real-time) dengan begitu, masyarakat dapat langsung menarik dana hasil penjualan ke rekening bank atau platrform lainnya. Dengan adanya emas digital, masyarakat juga tidak perlu menyimpan emas di tempat khusus. Hal ini dapat menghemat biaya penyimpanan yang biasanya dikenakan oleh banyak toko emas atau toko gadai dan membantu masyarakat terhindar dari risiko pencurian emas. [2]

Tidak hanya dari keunggulan tersebut, masyarakat juga beranggapan bahwa emas merupakan aset penting yang harus dimiliki dan memiliki performa yang stabil dibandingkan dengan aset lainnya. Para pedagang fisik emas digital kemudian berlomba-lomba untuk memperoleh izin dari BAPPEBTI agar pelaksanaanya dalam memperjual belikan emas digital mendapatkan legalitas di mata hukum dan memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa adanya keamanan dari investasi emas fisik tersebut.  BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) adalah lembaga resmi pemerintah yang memiliki fungsi umum sebagai regulasi perdagangan komoditi, valuta asing  dan berjangka. Lembaga BAPPEBTI berada dibawah naungan Kementerian Perdangangan Republik Indonesia.[3] Hal ini berdasarkan dengan Pasal 652 Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Tupoksi dan Struktur Organisasi Bappebti, Degdag yaitu:

Pasal 652

BAPPEBTI mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka serta pasar fisik dan jasa.” [4]

Setelah para pedagang fisik emas digital yang sudah memperoleh persetujuan dari BAPPEBTI, kemudian para pedagang fisik emas digital tersebut memiliki ide untuk mendirikan sebuah asosiasi yang sudah mendapatkan persetujuan dari BAPPEBTI. Persetujuan yang diberikan BAPPEBTI ini sesuai dengan amanat berdasarkan Pasal 1 Angka 2 dan Angka 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 119 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Perdagangan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka yang berbunyi:

Pasal 1

  • Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi yang selanjutnya disebut Bappebti adalah lembaga pemerintah yang tugas pokoknya melakukan pembinaan, pengaturan, pengembangan, dan pengawasan Perdagangan Berjangka.
  • Bursa Berjangka adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/ atau Kontrak Derivatif lainnya.” [5]

Serta pada Peraturan BAPPEBTI Nomor 4 Tahun 2019 sebagaimana diubah dengan Peraturan BAPPEBTI No. 13 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka. Persetujuan tersebut juga diberikan kepada pedagang fisik emas digital yang telah memenuhi persyaratan,seperti aturan mengenai permodalan, penyimpanan emas, pencatatan, dan lainnya. [6]

Dengan adanya persetujuan tersebut, diharapkan asosiasi tersebut dapat menjadi wadah bagi para pedagang berizin resmi untuk menjadi mitra BAPPEBTI dalam memajukan sarana investasi emas digital. Tidak hanya itu, BAPPEBTI juga berharap agar asosiasi tersebut juga dapat memudahkan BAPPEBTI dalam berkomunikasi dengan stakeholder perdagangan emas digital dalam mengevaluasi peraturan beserta kebijakan lainnya, dan mempermudah  dalam melakukan pengawasan.[7] Tidak hanya bagi BAPPEBTI, pedagang emas digital yang sudah mendapatkan izin resmi juga akan meningkatkan kualitas pelayanannya  dan memberikan produk untuk mendukung masyarakat meraih tujuan finansial di masa depan dengan mudah, transparan, dan terjamin. 

Emas merupakan logam mulia berwarna kuning yang dapat dibentuk berbagai macam variasi. Emas memiliki mutu yang tinggi sehingga merupakan salah satu aset yang diminati oleh berbagai kalangan karena dianggap memiliki nilai jual yang naik setiap tahunnya. Seiring perkembangan teknologi investasi emas semakin meningkat sehingga terciptalah emas digital. Emas digital adalah emas yang diperdagangkan secara digital atau elektrolis. Emas digital memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan emas fisik. Kemudahan yang ditawarkan menjadi populer sehingga banyak masyarakat yang tertarik dengan adanya investasi emas digital tersebut.

Dengan adanya kemajuan tersebut, para pedagang fisik emas digital berlomba-lomba untuk memperoleh izin dari BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) yang merupakan lembaga resmi milik pemerintah yang berada di bawah naungan Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Setelah mengantongi izin resmi tersebut, para pedagang fisik emas digital mendirikan sebuah asosiasi resmi yang juga sudah mendapatkan persetujuan dari BAPPEBTI. BAPPEBTI berharap asosiasi resmi tersebut dapat memberikan kemudahan dalam berkomunikasi dengan stakeholder perdagangan emas digital dalam mengevaluasi peraturan beserta kebijakan lainnya, dan mempermudah  dalam melakukan pengawasan. Para pedagang digital juga berharap dapat meningkatkan kualitas demi meraih tujuan finansial bagi masa depan.

DASAR HUKUM:

  1. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Tupoksi dan Struktur Organisasi Bappebti, Degdag
  2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 119 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Perdagangan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka.
  3. Peraturan BAPPEBTI No. 13 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka.

REFERENSI:

  1. Obligasi, “CNBC Indonesia: Marak Investasi Emas Digital, BAPPEBTI hadirkan PPDEI”, https://obligasi.id/marak-investasi-emas-digital-bappebti-hadirkan-ppedi-51686.html, diakses pada 11 Maret 2022
  2. Pluang, “Memahami Emas Digital”,  https://pluang.com/id/blog/academy/emas-101/emas-digital-adalah, diakses pada tanggal 11 Maret 2022
  3. Pluang, “Perbedaan OJK dengan BAPPEBTI”, https://help.pluang.com/knowledge/perbedaan-antara-ojk-dan-bappebti, diakses pada tanggal 11 Maret 2022
  4. SWA, “Kemitraan PPDEI dan BAPPEBTI Memperkuat Pengawasan Emas Digital”  https://swa.co.id/swa/trends/technology/kemitraan-ppedi-dan-bappebti-memperkuat-pengawasan-emas-digital, diakses pada 11 Maret 2022

[1] Pasal 1 Angka 1 jo. Angka 5 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia tentang Kebijakan Umum Perdagangan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka

[2] Pluang, “Memahami Emas Digital”,  https://pluang.com/id/blog/academy/emas-101/emas-digital-adalah, diakses pada tanggal 11 Maret 2022

[3] Pluang, “Perbedaan OJK dengan BAPPEBTI”, https://help.pluang.com/knowledge/perbedaan-antara-ojk-dan-bappebti, diakses pada tanggal 11 Maret 2022

[4] Pasal 652 Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Tupoksi dan Struktur Organisasi Bappebti, Depdag

[5] Pasal 1 Angka 2 dan Angka 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 119 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Perdagangan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka.

[6] Obligasi, “CNBC Indonesia: Marak Investasi Emas Digital, BAPPEBTI hadirkan PPDEI”, https://obligasi.id/marak-investasi-emas-digital-bappebti-hadirkan-ppedi-51686.html, diakses pada 11 Maret 2022

[7] SWA, “Kemitraan PPDEI dan BAPPEBTI Memperkuat Pengawasan Emas Digital”  https://swa.co.id/swa/trends/technology/kemitraan-ppedi-dan-bappebti-memperkuat-pengawasan-emas-digital, diakses pada 11 Maret 2022

0

LARANGAN PENGGUNAAN PARACETAMOL DALAM KANDUNGAN KOPI

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan sejumlah merek kopi yang mengandung bahan kimiat obat yaitu Paracetamol dan Sildenafi.[1] Bahan Kimia Obat (BKO) adalah zat kimia yang digunakan sebagai bahan utama obat kimiawi yang ditambahkan dalam sediaan obat tradisional/jamu untu memperkuat indikasi dari obat tradisional tersebut.[2]

Paracetamol adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan analgesik (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun demam). Obat ini dipakai untuk meredakan rasa sakit ringan hingga menengah, serta menurunkan demam. Paracetamol mengurangi rasa sakit dengan cara menurunkan produksi zat dalam tubuh yang disebut prostaglandin. Prostaglandin adalah unsur yang dilepaskan tubuh sebagai reaksi terhadap kerusakan jaringan atau infeksi, yang memicu terjadinya peradangan, demam, dan rasa nyeri. Paracetamol menghalangi produksi prostaglandin, sehingga rasa sakit dan demam berkurang.[3]

Paracetamol jarang menyebabkan efek samping, namun ada beberapa yang mungkin terjadi, di antaranya: Penurunan jumlah sel-sel darah, sepeti sel darah putih atau trombosit. Muncul ruam, terjadi pembengkakan, atau kesulitan bernapas karena alergi. Tekanan darah rendah (hipotensi) dan jantung berdetak cepat (takikardi).Kerusakan pada hati dan ginjal jika menggunakan obat ini secara Bisa menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau lebih dari 10 gram, dalam 24 jam.[4]

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan pemantauan dan analisis terhadap penjualan online produk pangan olahan mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) dengan salah satu merek Kopi dengan kandungan Paracetamol  pada periode Oktober-November 2021. Hasil penjualan produk tersebut memiliki nilai transaksi rata-rata sebesar Rp 7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah) setiap bulannya.[5] Hal tersebutlah yang menjadi alasan produsen untuk memproduksi dan memasarkan Kopi Paracetamol melalui e-commerce karena memiliki nilai jual dan minat masyarakat yang tinggi terhadap Kopi Paracetamol. Hingga saat ini banyak masyarakat yang belum mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat dari mengkonsumsi Kopi Paracetamol.

Paracetamol yang digunakan dalam bahan pangan dapat menimbulkan efek samping seperti mual, alergi, tekanan darah renda, kelainan darah, apabila digunakan terus- menerus dapat menimbulkan efek yang lebih fatal seperti kerusakan pada hati dan ginjal, sedangkan Sildanefi dapat menimbulkan efek samping seperti mual, diare, kemerahan pada kulit, kejang, kebutaan, hingga kematian.[6]

Pelaku produksi dan pengedar pangan ilegal dapat dikenakan sanksi sebagaimana tercantum didalam Pasal 136 dan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yaitu :

“ Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan pangan yang digunakan sebagaimana dimasud dalam Pasal 64 ayat (1) dan yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”[7]

Pelaku usaha yang memproduksi dan mengedarkan obat tradisional ilegal mengandung bahan kimia obat  tradisional ilegal mengandung bahan kimia obat dapat dipidana sesuai dengan Pasal 196 jo. Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan sebagaimana diubah dengan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yaitu :

“Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi standar pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) yang mengakibatkan timbulnya korban gangguan kesehatan manusia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”[8]

Terhadap pelaku usaha yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan pangan dapat dikenakan sanksi berupa Sanksi Pidana dan Sanksi Perdata. Sebagaimana tercantum dalam Pasal  60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999tentang Perlindungan Konsumen, Sanksi Administratif yang dapat diberikan terhadap pelaku usaha, yaitu :

  1. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).[9]

Penuntutan Pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha sebagaimana tercantum dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :

  1. Pelaku usaha  yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
  2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).[10]

Kemudian terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 Jo Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dapat dijadikan hukuman tambahan berupa :

  1. Perampasan barang tertentu
  2. Pengumuman keputusan hakim
  3. Pembayaran ganti rugi
  4. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen
  5. Kewajiban penarikan barang dari peredaran
  6. Pencabutan izin usaha. [11]

Masyarakat dihimbau untuk memperhatikan dan melakukan cek KLIK ( Kemasan, Label, Izin Edar dan Kadaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan produk pangan.[12] Pastikan kemasan dalam kondisi baik dan utuh, informasi produk pada label kemasan, memiliki izin edar BPOM dan belum melewati tanggal kadaluwarsa, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kewajiban konsumen adalah :

“Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.”[13]

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan sejumlah merek kopi yang mengandung bahan kimiat obat yaitu Paracetamol dan Sildenafi. Paracetamol adalah obat untuk meredakan demam dan nyeri, termasuk nyeri haid atau sakit gigi. Paracetamol yang digunakan dalam bahan pangan dapat menimbulkan efek samping seperti mual, alergi, tekanan darah renda, kelainan darah, apabila digunakan terus- menerus dapat menimbulkan efek yang lebih fatal seperti kerusakan pada hati dan ginjal, sedangkan Sildanefi dapat menimbulkan efek samping seperti mual, diare, kemerahan pada kulit, kejang, kebutaan, hingga kematian.

Terhadap pelaku usaha yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan pangan dapat dikenakan sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah dan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Masyarakat dihimbau untuk memperhatikan dan melakukan cek KLIK ( Kemasan, Label, Izin Edar dan Kadaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan produk pangan. Pastikan kemasan dalam kondisi baik dan utuh, informasi produk pada label kemasan, memiliki izin edar BPOM dan belum melewati tanggal kadaluwarsa.

DASAR HUKUM :

  1. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
  3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
  4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

REFERENSI :

  1. BPOM Ungkap Kopi yang mengandung Paracetamol, diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220306180624-20-767458/bpom-ungkap-merek-kopi-mengandung-Paracetamol
  2. BPOM, BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT (BKO) YANG DIBUBUHKAN KEDALAM OBAT TRADISIONAL (JAMU), diakses dari https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/144/BAHAYA-BAHAN-KIMIA-OBAT%E2%80%93BKO%E2%80%93YANG-DIBUBUHKAN-KEDALAM-OBAT-TRADISIONAL%E2%80%93JAMU-.html#:~:text=BKO%20atau%20bahan%20kimia%20obat,umumnya%20digunakan%20pada%20pengobatan%20modern.pada tanggal 14 Maret 2022
  3. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pangan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia),Bahan Ajar Farmasi, Farmasi Klinik, diakses dari http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Farmasi-Klinik_SC.pdf , pada tanggal 14 Maret 2022)
  4. BPOM Ungkap kopi yang mengandung Paracetamol dan Sildenafi, diakses dari https://www.merdeka.com/peristiwa/bpom-ungkap-daftar-kopi-mengandung-Paracetamol-dan-sildenafil.html
  5. Paracetamol (Acetaminophen), diakses dari https://www.alodokter.com/Paracetamol
  6. Tahukan kamu  apa itu bahan kimia obat, diakses dari https://bbpompadang.id/read-artikel?slug=tahukah-kamu-apa-itu-bahan-kimia-obat.

[1] BPOM Ungkap Kopi yang mengandung Paracetamol, diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220306180624-20-767458/bpom-ungkap-merek-kopi-mengandung-Paracetamol, pada tanggal 8 Maret 2022

[2] BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT (BKO) YANG DIBUBUHKAN KEDALAM OBAT TRADISIONAL (JAMU), diakses dari

https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/144/BAHAYA-BAHAN-KIMIA-OBAT%E2%80%93BKO%E2%80%93YANG-DIBUBUHKAN-KEDALAM-OBAT-TRADISIONAL%E2%80%93JAMU-.html#:~:text=BKO%20atau%20bahan%20kimia%20obat,umumnya%20digunakan%20pada%20pengobatan%20modern.pada tanggal 14 Maret 2022

[3] Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pangan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia),Bahan Ajar Farmasi, Farmasi Klinik, diakses dari http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Farmasi-Klinik_SC.pdf , pada tanggal 14 Maret 2022)

[4] Ibid.

[5] BPOM Ungkap kopi yang mengandung Paracetamol dan Sildenafi, diakses dari https://www.merdeka.com/peristiwa/bpom-ungkap-daftar-kopi-mengandung-Paracetamol-dan-sildenafil.html, pada tanggal 8 Maret 2021

[6] Ibid.

[7] Pasal 136 dan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Jo Pasal 64 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta Kerja

[8] Pasal 196 dan Pasal Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Jo Pasal 140 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

[9] Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

[10] Pasal 62 Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

[11] Pasal 63 Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

[12] https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/110/PENJELASAN-BADAN-POM-RI–Tentang-Produk-Herbal-dan-Suplemen-Kesehatan-Yang-Digunakan-Untuk-Membantu-Memelihara-Daya-Tahan-Tubuh.html

[13] Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

1 11 12 13 14 15 18
Translate