0

Pengawasan Pegawai Internal pada Lembaga Jasa Keuangan di Era Digital

Author : Alfredo Joshua Bernando , Co-author : Robby Malaheksa

Perkembangan digitalisasi di Indonesia saat ini telah berkembang pesat dari waktu ke waktu dan tak hentinya, inovasi-inovasi berbasis teknologi informasi terus dikembangkan untuk memperoleh kemudahan dalam aktivitas sehari-hari. Menurut Studi yang di lakukan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2021 menunjukkan bahwa daya saing digital antar provinsi di Indonesia saat ini semakin merata. Pemerataan tersebut dapat di lihat dari kenaikan skor median indeks daya saing digital (EV-DCI) dari 27,9 % pada 2020 menjadi 32,1 pada 2021.[1]

Seiring dengan meningkatnya digitalisasi di Indonesia, industri keuangan juga harus mengikuti sikap dalam hal keaktifan dan kecepatan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital saat ini. Sebab, apabila mengalami ketertinggalan dalam mengikuti ekosistem digital di era ini dapat berujung pada kegagalan bersaing di industri keuangan. Terlebih, dengan adanya pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk melakukan transaksi secara digital.

Pengaturan mengenai dasar kewenangan serta tugas pengaturan dan pengawasan dalam sektor lembaga jasa keuangan, diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi:

“Pasal 8

  1. menetapkan peraturan pelaksanaan
  2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
  6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.[2]

“Pasal 9

  1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  5. melakukan penunjukan pengelola statuter;
  6. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
  8. memberikan dan/atau mencabut:
  9. izin usaha;
  10. izin orang perseorangan;
  11. efektifnya pernyataan pendaftaran;
  12. surat tanda terdaftar;
  13. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
  14. pengesahan;
  15. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
  16. penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.[3]

Terdapat perpindahan kewenangan dalam pelaksanaan pengawasan di zona pelayanan keuangan, Pemerintah membentuk suatu lembaga negara yang secara khusus mengawasi sektor industri keuangan tersebut. Perihal ini bermaksud agar pengawasan menjadi terintegrasi dan menyeluruh. Perlindungan hukum bagi Nasabah terhadap praktek Fraud Lembaga Jasa Keuangan dan juga sebaliknya, merupakan bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan kewenangan. Sehingga, dapat meningkatkan tugas, pokok, fungsi nya untuk menciptakan kemananan dan jaminan bagi Nasabah serta Lembaga Jasa Keuangan. Masih terjadi-nya praktek Fraud [4] yang di lakukan pegawai Intenal di Lembaga Jasa Keuangan, sehingga perlu terobosan baru untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya praktek Fraud dari oknum-oknum tak bertanggung jawab dengan menggunakan jabatan dan nama baik Lembaga Jasa Keuangan itu sendiri.

Penerapan Manajemen Resiko dalam mengendalikan resiko terjadinya Fraud bagi Bank Umum dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum, yang dilakukan penguatan dalam beberapa aspek, antara lain :

Pasal 5 ayat (2)

  1. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris
  2. Kebijakan dan Prosedur
  3. Struktur Organisasi dan pertanggung jawaban
  4. Pengendalian dan Pemantauan.[5]

Terdapat beberapa kasus yang berkaitan dengan bank umum ialah masalah fraud tersebut, misalnya terdapat penipuan oleh bank umum itu sendiri dengan menawarkan kepada calon nasabah untuk melakukan penyimpanan berupa rekening berjangka dengan bungan simpanan yang tinggi dibanding produk simpanan bank yang dikeluarkan pada umumnya. Akan tetapi, setelah uang disetorkan oleh calon nasabah, pihak bank umum tidak langsung menyetorkan uang tersebut melainkan melakukan penyebaran dana kepada pihak-pihak internal lainnya di lembaga jasa keuangan tersebut yakni bank umum, dengan anggapan uang tersebut dapat digunakan dalam bentuk investasi lainnya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, akan tetapi tanpa sepengetahuan dari pemilik dana/ pemilik simpanan tersebut.

Contoh kasus meningkatkan kesadaran masyarakat serta pemerintah akan pentingnya pengawasan pegawai internal di Lembaga Jasa Keuangan. Penyebab kasus sebagaimana di atas muncul disebabkan oleh beberapa alasan, Pertama, peraturan yang masih kurang lengkap mengenai pengendalian internal bank, serta lembaga yang berwenang dalam mengatur dan mengawasi lembaga jasa keuangan belum memiliki peraturan yang tepat perihal pengawasan terhadap pegawai internal perusahaan dimaksud. Kedua, tindakan pada pelanggaran yang dilakukan jika ada laporan atau keluhan dari korban. Serta, melakukan tindakan secara mandiri pada pelanggaran yang berasal dari data sekunder (laporan keuangan, dan lain-lain).[6]

Pencegahan terhadap resiko untuk menghindari terjadinya pengulangan perbuatan yang sama, maka pembuat regulasi (regulator) dan pengawas Lembaga Jasa Keuangan dapat membuat kebijakan yang mengharuskan semua karyawan bank, tidak terkecuali untuk mengisi laporan terkait apa yang di lakukan karyawan tersebut. Laporan bisa memanfaatkan teknologi yang sudah berkembang, contohnya dalam membuat laporan harus memuat database terintegrasi yang berfungsi menyimpan laporan tersebut. Laporan tersebut dilaporkan secara berkala, misal satu minggu sekali. Laporan berupa Transaksi perbankan yang dilakukan serta logbook kegiatan yang dilakukan karyawan selama periode tersebut. Selain itu, dapat dilakukan pengawasan pada rekening pribadi milik karyawan. Hal ini diperlukan agar pengawas lembaga jasa keuangan tersebut dapat melihat adanya transaksi tidak wajar yang masuk ke rekening pribadi milik karyawan, dan bisa langsung melakukan klarifikasi kepada yang bersangkutan. Sehingga, dapat ditindaklanjuti apabila transaksi tersebut terbukti terjadi pelanggaran.

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
  2. Peraturan OJK Nomor 39 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum

REFERENSI

  1. East Ventures, “Pemerataan Transformasi Digital Indonesia Terakselerasi di Tengah Pandemi”, (https://east.vc/bahasa/daya-saing-digital-indonesia-ev-dci-2021/, diakses tanggal 10 Maret 2022)
  2. Jurnal Entrepreneurship Bisnis Manajemen Akuntansi(E-BISMA), “Usulan kebijakan pencegahan risiko perbankan di era digital”.

[1] East Ventures, “Pemerataan Transformasi Digital Indonesia Terakselerasi di Tengah Pandemi”, (https://east.vc/bahasa/daya-saing-digital-indonesia-ev-dci-2021/, diakses tanggal 10 Maret 2022)

[2] Pasal 8 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

[3] Pasal 9 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

[4] Fraud adalah berbagai bentuk tindakan curang baik di lakukan secara sengaja atau tidak sengaja yang pada akhirnya merugikan salah satu pihak atau perusahaan

[5] Pasal 5 ayat (2) Peraturan OJK Nomor 39 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum

[6] Jurnal Entrepreneurship Bisnis Manajemen Akuntansi (E-BISMA), “Usulan kebijakan pencegahan risiko perbankan di era digital” hlm. 22

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate