0

TINJAUAN STRUKTUR PASAR OLIGOPOLI PADA MINYAK GORENG NASIONAL MENURUT HUKUM PERSAINGAN USAHA

Author: Alfredo Joshua Bernando; Co-author: Natasya Oktavia & Shafa Atthiyyah Raihanna

Minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia, minyak goreng memiliki kontribusi yang sangat besar karena minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok.[1]Belakangan ini terjadi kenaikan harga minyak goreng dan kelangkaan di seluruh wilayah Indonesia. Banyak masyarakat Indonesia yang mengeluhkan kesulitan mendapatkan minyak goreng dan jika terdapat stoknya dijual dengan harga yang tinggi.[2] Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah melakukan intervensi dengan menetapkan Harga Eceran Maksimum (HET) melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 untuk minyak goreng kemasan sederhana sebesar 13.500 dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter .[3] Namun pada tanggal 16 Maret 2022 kebiajakan Harga Eceran Maksimum (HET) tersebut dicabut dan pemerintah mengembalikan harga minyak goreng pada mekanisme pasar. Sehingga, saat ini harga minyak goreng melonjak hingga Rp 26.250 per liter, naik 87,5%. [4]

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Indonesia (KPPU) menduga ada beberapa pihak yang mempengaruhi pasar minyak goreng.  Ketua KPPU menyatakan ada kenaikan harga yang kompak pada awal Januari 2022 meskipun masing-masing prosedur tersebut memperoleh bahan bakunya, sehingga KPPU mengindikasi adanya praktik kartel.[5]

Struktur Pasar Oligopoli

Pasar oligopoly adalah pasar yang terdiri dari sedikit produsen, sehingga memiliki kekuatan melakukan kontrol harga. Para pelaku usaha tersebut untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bekerja sama antar satu dengan pelaku usaha lain untuk mengurangi pasokan dan menaikkan harga jual.[6]Oleh karena itu, produsen bertindak sebagai penentu harga. Berikut penjelasan mengenai ciri- ciri pasar oligopolistik :[7]

  • Jumlah produsen yang sedikit

Dalam hal struktur pasar oligopoli, hanya ada sedikit produsen, meskipun jumlah pasti perusahaan tidak ditentukan, sebagian besar diasumsikan kurang dari sepuluh. Setiap perusahaan memiliki kekuasaan mengatur jumlah produksi barang dan atau jasa sehingga berpengaruh pada harga yang harus dibayarkan konsumen.

  • Saling ketergantungan

Keputusan satu perusahaan untuk menentukan harga dan kuantitas akan mempengaruhi perusahaan lain, baik perusahaan yang sudah ada maupun yang akan datang. Hal ini tentunya menciptakan suatu hambatan (barrier) bagi perusahaan baru untuk masuk ke dalam industri tersebut. Berdasarkan penjelasan Pasal 4 Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan  Persaingan Usaha Tidak Seha Indonesia, praktek oligopoli dibuat melalui suatu kesepakatan. Perusahaan-perusahaan tersebut sepakat untuk menetapkan harga pokok penjualan dan kuantitas produk.

  • Kompetisi Non-harga

Adapun bentuk kompetisi non-harga dapat berupa pelayanan purna jual serta iklan untuk memberikan informasi, membentuk citra yang baik terhadap perusahaan dan mempengaruhi perilaku konsumen. Tidak tertutup kemungkinan perusahaan melakukan kegiatan intelijen industri untuk memperoleh informasi (mengetahui) keadaan, kekuatan dan kelemahan pesaing nyata maupun potensial. Informasi-informasi ini sangat penting agar perusahaan dapat memprediksi reaksi pesaing terhadap setiap keputusan yang diambil.[8]

Perjanjian Oligopoli

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan  Persaingan Usaha Tidak Sehat,  menyatakan untuk memberikan larangan bahwa:

“ Pasal 4

Badan usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan badan usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.” [9]

Sedangkan, pengertian dari perjanjian sendiri dijelaskan menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, menyatakan bahwa :

“ Pasal 1

  • Perjanjian adalah perbuatan seorang atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri pada satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.” [10]

Hal ini mengandung pengertian perjanjian persaingan usaha tidak hanya secara tertulis tetapi juga tidak secara tertulis.

Perjanjian Penetapan Harga yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, terdiri atas Perjanjian Penetapan Harga yang diatur dalam Pasal 5, Diskriminasi Harga yang diatur dalam Pasal 6, Perjanjian Predatory Pricing yang diatur dalam Pasal 7, dan Pemeliharaan Harga Jual Kembali yang diatur dalam Pasal 8, Selaku usaha melakukan praktik Monopoli untuk menentukan harga, kualitas, dan kuantitas suatu produk yang ditawarkan kepada masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya kartel. Secara umum, praktek ini dilakukan oleh beberapa produsen/pedagang dengan bekerjasama dengan tujuan mengendalikan dan menentukan harga, system pemasaran, dan atau produksi. Dalam hal pelaku usaha mengurangi jumlah yang diproduksi, maka permintaan barang tersebut akan meningkat, sehingga secara langsung menyebabkan kenaikan harga barang tersebut.[11]

Temuan KPPU

KPPU menemukan bukti adanya kecurangan di balik isu perminyakan yang diduga melanggar Pasal 5 dan Pasal 11, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Persaingan Usaha Indonesia.[12] Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menyatakan bahwa,

“Pasal 5

  1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.”

Tingginya harga dan kelangkaan minyak goreng yang terjadi disebabkan permainan oknum-oknum terlibat. Dugaan pelanggaran pasal diatas, bermula dari sidak yang dilakukan oleh Satgas Pangan Provinsi Sumatera dengan Polda Sumatera Utara dengan ditemukan 1,1 juta kilogram minyak goreng siap edar dengan 3 merek berbeda. Barang bukti tersebut ditemukan di 3 (tiga) gudang berbeda di daerah Deli, Serdang.[13]  Dengan adanya tindakan oknum-oknum tersebut, hal ini merupakan termasuk ke dalam pelanggaran di mana dijelaskan menurut Pasal 11 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyatakan bahwa :

“Pasal 11

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dana tau pemasaran suatu barang dana tau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat.”

Dugaan pelanggaran pasal ini didasarkan pada fakta di lapangan, yang mana KPPU melihat terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5% di pasar minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng yang ada di Indonesia.[14]  

Berdasarkan temuan KPPU yang telah dijabarkan di atas jelas terdapat indikasi adanya praktik kartel karena pasar dominasi oleh sejumlah produsen dalam jumlah yang sedikit. Serta, permainan harga karena adanya pembatasan jumlah minyak goreng baik yang diproduksi maupun yang dijual ke pasar oleh oknum-oknum produsen tersebut.

Akibat Hukum bagi Pelaku Usaha yang Melanggar Ketentuan Persaingan Usaha

Sebagai konsekuensi bagi perusahaan yang melakukan praktek kartel, KPPU dapat mengenakan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Undang-Undang No. 5 1999, antara lain membatalkan ketentuan perjanjian diantara produsen yang bersepakat, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat hingga dapat mengenakan sanksi administratif berupa uang.[15]Berdasarkan pasal 47 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, denda administrasi berkisar antara Rp 1 miliar sampai Rp 25 miliar.

Namun, dalam Omnibus Law ketentuan tersebut diamandemen, denda administrasi maksimum kini dinaikkan menjadi 50 persen dari laba bersih atau 10 persen dari total omzet di pasar bersangkutan selama masa pelanggaran. Dalam beberapa hal, KPPU juga dapat memerintahkan penghentian kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.[16]Pada tahun 2021, KPPU mengumumkan Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif untuk melaksanakan regulasi teknis denda administratif. Peraturan No. 2/2021 lebih lanjut merumuskan laba bersih sebagai laba kotor dikurangi jumlah biaya tetap, pajak, dan retribusi, bukan dikurangi total biaya (biaya tetap dan variabel) dari laba kotor. Keuntungan bersih ditunjukkan berdasarkan data dukung laporan keuangan yang sah dan meyakinkan, dan dilengkapi dengan rekapitulasi dan bukti penjualan; rekapitulasi, rincian, dan bukti biaya tetap yang dibebankan; rekapitulasi dan bukti pembayaran pajak; dan rekapitulasi dan bukti pembayaran atas pungutan negara lainnya selain pajak.[17]

Ketentuan dari sanksi administratif lainnya yang dilakukan terhadap pelanggaran terkait dengan persaingan usaha dijelaskan berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa,

“Pasal 48

  1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 hingga Pasal 14, Pasal 16 hingga Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
  2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5, Pasal 8 hingga Pasal 15, Pasal 20 hingga Pasal 24, Pasal 26 Undang-Undang ini diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000,00, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
  3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41, Undang-Undang ini diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000,00, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.”

Namun, Omnibus law mengamandemen pasal 48 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sehingga diatur hanya pelanggaran Pasal 41 yang diancam dengan pidana denda paling banyak Rp 5 miliar atau kurungan selama satu tahun.[18]

Kesimpulan

Melalui Pemeriksaan KPPU ditemukan adanya dugaan praktik kartel, khususnya pelanggaran pasal-pasal perjanjian oligopoli, praktik kartel, dan pengendalian harga. Kondisi inilah yang menjadi penyebab utama melonjaknya harga minyak goreng dan kelangkaan di pasaran. KPPU sebagai organ pelengkap negara berwenang menjatuhkan sanksi administratif. Di lain sisi, jika terbukti terdapat pelanggaran pada Pasal 48 Omnibus Law, para penegak hukum yang berwenang dapat memproses secara pidana pelaku usaha tersebut. Pada akhirnya, pelaku usaha harus bersaing secara sehat agar tidak melanggar ketentuan persaingan usaha. Karena, praktik

kartel cenderung merugikan baik negara (dan pembangunan ekonominya), khususnya konsumen.

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Hukum Persaingan Usaha Indonesia.
  2. Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif
  3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Harga Eceran Maksimal Minyak Goreng

REFERENSI

  1. Catur Agus Saptono, Economic Analysis of Law dalam Merger, retrived from https://repository.uai.ac.id/wp-content/uploads/2020/09/Economic-Anlysisi-Of-Law_Hukum-Persaingan-Usaha_Editor.pdf
  2. CNBC Indonesia, Senjata KPPU Bongkar Dugaan Kartel minyak Goreng , retrived from https://www.youtube.com/watch?v=d57CxYLFAwE
  3. CNN Indonesia, Pasar Oligopoli: Pengertian, Ciri-ciri, dan Contoh, retrived from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220120090010-97-748912/pasar-oligopoli-pengertian-ciri-ciri-dan-contoh
  4. Emeria, D. C., Jreng! KPPU Panggil 19 Perusahaan Soal Dugaan Kartel Migor,retrived from https://www.cnbcindonesia.com/news/20220411161946-4-330689/jreng-kppu-panggil-19-perusahaan-soal-dugaan-kartel-migor
  5. Jawani, L., (2022) Prinsip Rule of Reason Terhadap Praktik Dugaan Kartel di Indonesia, Lex Renaissance No.1(7), 31-41
  6. Kompas, Berawal dari Sidak, Ini Kronologi Penemuan 1,1 Juta kg Minyak Goreng di Deli Serdang, retrived fromhttps://regional.kompas.com/read/2022/02/20/083500878/berawal-dari-sidak-ini-kronologi-penemuan-1-1-juta-kg-minyak-goreng-di-deli?page=all
  7. Kusumawardhani, A., HET Minyak Goreng Curah Rp 14.000 per liter, Kemendag: Ada Potensi Kelangkaan, retrived fromhttps://ekonomi.bisnis.com/read/20220325/12/1515014/het-minyak-goreng-curah-rp14000-per-liter-kemendag-ada-potensi-kelangkaan
  8. Nicholas, H., For Indonesians, Palm Oil is Everywhere but on Supermarket Shelves, retrived from https://news.mongabay.com/2022/04/for-indonesians-palm-oil-is-everywhere-but-on-supermarket-shelves/
  9. Oswaldo, I. G.,  Harga Minyak Goreng 12 April di Alfamart&Indomaret : Bimoli, Filma, Sania, SunCo,retrived from https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6028488/harga-minyak-goreng-12-april-di-alfamart–indomaret-bimoli-filma-sania-sunco
  10. Putra, R. I. (2012). Indikasi Perjanjian Oligopoli aan Perjanjian Tertutup PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) TBK (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 10/KPPU-L/2001) (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
  11. Sandi, F., Blak-Blakan KPPU Soal Dugaan Kartel Minyak Gorengretrived from https://www.cnbcindonesia.com/news/20220222081106-4-317176/blak-blakan-kppu-soal-dugaan-kartel-minyak-goreng
  12. Sariamas, Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di Indonesia Menurut Pakar Ekonomi,retrived from https://sarimas.com/id/post/detail/3-causes-of-scarcity-of-cooking-oil-in-indonesia-according-to-economists
  13. Susanto, V. Y., Soal Minyak Goreng, KPPU dalami Dugaan Pelanggaran Persaingan Usaha Tidak Sehat, retrived from https://nasional.kontan.co.id/news/soal-minyak-goreng-kppu-dalami-dugaan-pelanggaran-persaingan-usaha-tidak-sehat

[1]Sarimas, Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di Indonesia Menurut Pakar Ekonomi, retrived from https://sarimas.com/id/post/detail/3-causes-of-scarcity-of-cooking-oil-in-indonesia-according-to-economists

[2] Hans Nicholas, For Indonesians, Palm Oil is Everywhere but on Supermarket Shelves, retrived from https://news.mongabay.com/2022/04/for-indonesians-palm-oil-is-everywhere-but-on-supermarket-shelves/

[3] Amanda Kusumawardhani, HET Minyak Goreng Curah Rp 14.000 per liter, Kemendag: Ada Potensi Kelangkaan, retrived from https://ekonomi.bisnis.com/read/20220325/12/1515014/het-minyak-goreng-curah-rp14000-per-liter-kemendag-ada-potensi-kelangkaan

[4] Ignacio Geordi Oswaldo, Harga Minyak Goreng 12 April di Alfamart&Indomaret : Bimoli, Filma, Sania, SunCo, retrived from https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6028488/harga-minyak-goreng-12-april-di-alfamart–indomaret-bimoli-filma-sania-sunco

[5]CNBC Indonesia, Senjata KPPU Bongkar Dugaan Kartel Minyak Goreng, retrived from https://www.youtube.com/watch?v=d57CxYLFAwE

[6]CNN Indonesia, Pasar Oligopoli: Pengertian, Ciri-ciri, dan Contoh”, retrived from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220120090010-97-748912/pasar-oligopoli-pengertian-ciri-ciri-dan-contoh

[7] Catur Agus Saptono, Economic Analysis of Law dalam Merger, retrived from https://repository.uai.ac.id/wp-content/uploads/2020/09/Economic-Anlysisi-Of-Law_Hukum-Persaingan-Usaha_Editor.pdf

[8] Rizky Ichwansyah Putra, Dissertasi : “Indikasi Perjanjian Oligopoli dan Perjanjian Tertutup PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) TBK (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 10/KPPU-L/2001)” (Surabaya: UNAIR, 2012),  hal.22

[9] Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan  Persaingan Usaha Tidak Sehat

[11] Lunita Jawani, Prinsip Rule of Reason Terhadap Praktik Dugaan Kartel di Indonesia, Lex Renaissance No.1(7). 2022. page 35

[12] Damiana Cut Emeria, Jreng! KPPU Panggil 19 Perusahaan Soal Dugaan Kartel Migor, retrived from https://www.cnbcindonesia.com/news/20220411161946-4-330689/jreng-kppu-panggil-19-perusahaan-soal-dugaan-kartel-migor

[13] Kompas, Berawal dari Sidak, Ini Kronologi Penemuan 1,1 Juta kg Minyak Goreng di Deli Serdang, retrived fromhttps://regional.kompas.com/read/2022/02/20/083500878/berawal-dari-sidak-ini-kronologi-penemuan-1-1-juta-kg-minyak-goreng-di-deli?page=all

[14] Vendy Yhulia Susanto, Soal Minyak Goreng, KPPU dalami Dugaan Pelanggaran Persaingan Usaha Tidak Sehat, retrived from https://nasional.kontan.co.id/news/soal-minyak-goreng-kppu-dalami-dugaan-pelanggaran-persaingan-usaha-tidak-sehat

[15] Pasal 47 UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

[16] Pasal 49 UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

[17] Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Denda Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

[18] Fitri Novia Heriani, 4 Poin Penting Terkait Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam UU Cipta Kerja, retrived from  https://www.hukumonline.com/berita/a/4-poin-penting-terkait-penegakan-hukum-persaingan-usaha-dalam-uu-cipta-kerja-lt5fa38acac9fab/?page=all

0

Pengaturan Hukum Terhadap Pencemaran Laut Akibat Tumpahan Minyak

Author : Alfredo Joshua Bernando, Co-Author : Robby Malaheksa

Pencemaran lingkungan dewasa ini menjadi isu yang sangat hangat terutama lingkungan maritim atau lingkungan laut. Isu terbaru terkait tumpahnya minyak goreng sebanyak ribuan ton ke laut semakin memperburuk pencemaran lingkungan dilaut.[1] Sumber-sumber pencemaran di laut diantaranya disebabkan karena aktivitas perkapalan, dan tumpahan minyak dari kegiatan perkapalan itu sendiri disebabkan akibat kesalahan operasional dan kecelakaan.

Tumpahan akibat kesalahan operasional terjadi karena adanya aktivitas rutin pada suatu kegiatan atau instalasi dimana secara frekuensi tumpahan ini kerap terjadi tetapi dalam jumlah yang kecil, contohnya tumpahan ketika saat bongkar muat, pembuangan sisa hasil pencucian tangki. Sedangkan tumpahan akibat kecelakaan yaitu dengan adanya suatu hal yang tidak terduga dan dapat mengakibatkan korban harta benda bahkan korban jiwa.

Untuk pencemaran laut di kelompokan menjadi tiga, yaitu :

  1. Kategori Kecil dimana < 7 ton minyak yang dapat menyebabkan pencemaran
  2. Kategori Medium yaitu antara 7 ton sampai 700 ton minyak yang dapat menyebabkan pencemaran
  3. Kategori Luas yaitu antara > 700 ton minyak yang dapat menyebabkan pencemaran. [2]

Akibat dari tumpahnya ribuan ton minyak goreng ke lautan yang menyebabkan pencemaran, serta menimbulkan kerugian dalam bentuk uang dalam jumlah yang besa. Peristiwa tersebut bisa dikategorikan pencemaran laut sekala Luas, dari Peristiwa tersebut, maka ada beberapa masalah yang timbul di antaranya adalah :

  1. Adanya pencemaran minyak di laut akibat dari pengoperasian kapal dan berdampak pada lingkungan maritim yang lebih luas
  2. Pola penanganan keadaan darurat akibat dari kesalahan prosedur dalam pengoperasian kapal

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim, Perlindungan Lingkungan Maritim adalah:

Pasal 1

  1. Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait pelayaran.[3]

Sedangkan pengertian pencemaran laut berdasarkan Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah :

Pasal 1

  1. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuknya atau dimaksukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam laut oleh kegiatan manusia atau oleh alam sehingga kualitas air laut turun sehingga kualitas air laut turun sampai ke tingkat tidak berfungsi lagi sebagai peruntukanya.[4]

Dampak dari tumpahan minyak di laut tergantung pada banyak faktor, antara lain karakteristik fisik, kimia, dan toksisitas dari minyak, dan juga penyebarannya yang dipengaruhi oleh dinamika air laut: pasang surut, angin, gelombang dan arus. Dampak dari senyawa minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung dan menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit polutan pada pasir dan batuan-batuan di pantai.

Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, perilaku biota laut, terutama pada plankton. Akibatnya, dapat menurunkan produksi ikan, hingga kematian yang diakibatkan toksisitas sublethal hingga toksisitas lethal. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan terhadap lingkungan tercemar.[5]

Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak dengan susunan kimianya yang kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu kesuburan lumpur di dasar laut. Selain dapat menghalangi sinar matahari masuk ke lapisan air laut, lapisan minyak juga dapat menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung kehidupan laut aerob.

Tak hanya itu, pencemaran minyak di laut juga meluas pada kerusakan ekosistem mangrove. Seperti diketahui, minyak dapat berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, di mana akar tersebut akan tertutup minyak, sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Pengendapan minyak dalam waktu lama mampu menyebabkan pembusukan pada akar mangrove sehingga mengakibatkan kematian. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kelangsungan hidup biota yang hidup berasosiasi dengan hutan mangrove itu sendiri, seperti moluska, ikan, udang, kepiting, dan biota lainnya.

Penanggulangan Tumpahan Minyak Pasca terjadinya kecelakaan tumpahan minyak, pertama, yang perlu dilakukan adalah mengetahui secara cepat dan akurat wilayah perseb arannya, baik secara visual langsung, maupun hasil penginderaan jauh (remote sensing). Berbagai cara penanggulangan dilakukan seperti in-situ burning, penyisihan secara mekanis, teknik bioremediasi, penggunaan sorbent, dan penggunaan bahan kimia dispersan, serta metode lainnya tergantung kasus yang terjadi.

Untuk Teknik Bioremediasi, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam bioremediasi tumpahan minyak: (1) bioaugmentasi, di mana mikroorganisme pengurai ditambahkan untuk melengkapi populasi mikroba yang telah ada, dan (2) biostimulasi, di mana pertumbuhan bakteri pengurai hidrokarbon asli dirangsang dengan cara menambahkan nutrien dan atau mengubah habitatnya.

Hingga sekarang teknologi itu terus dikembangkan termasuk penggunaan bakteri. Indonesia perlu mengoptimalkan bidang ini menimbang laut Indonesia memiliki berbagai macam jenis bakteri yang dapat mendegradasi minyak, salah satunya bakteri hidrokarbonoklastik Pseudomonas Sp yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon.

Upaya yang lebih strategis adalah tindakan preventif untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan tumpahan minyak itu sendiri. Rendahnya kesadaran akan aspek lingkungan di Indonesia, baik secara individu, kelompok, maupun institusi, menjadi restriksi dari implementasi upaya pencegahan dini. Upaya penyadaran lingkungan ini bisa melalui pendidikan publik, hingga pemberian sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran atas pencemaran lingkungan.

Hal ini mengacu pada sistem existing bahwa Indonesia telah meratifikasi Civil Liability Convention for Oil Pollution Damage (CLC 1969), melalui Keppres No. 18 Tahun 1978.  Tujuan dari CLC 1969 adalah untuk menetapkan suatu sistem yang seragam terkait kompensasi karena tumpahan minyak di laut. Konvensi ini memungkinkan korban untuk menuntut kompensasi kepada pemilik kapal, sehingga sering disebut bahwa konvensi ini menganut chanelling of liability (kanalisasi pertanggung-jawaban), yaitu pertanggung-jawaban dibebankan kepada pihak tertentu, dalam hal ini pemilik kapal.[6]

Konvensi ini pun mencoba untuk menetapkan suatu keseimbangan antara kepentingan para korban dan kepentingan pemilik kapal yang telah menyebabkan kerugian.  Karena itulah, maka di satu pihak, hak para korban untuk menuntut kompensasi terjamin dengan diberlakukannya strict liability. Tapi di sisi lain, dengan adanya pengecualian-pengecualian tertentu, maka kepentingan para pemilik kapal pun terlindungi. Melalui konvensi inilah strict liability masuk ke Indonesia dan kemudian diadopsi dalam undang-undang lingkungan hidup Indonesia sejak tahun 1982.

Selain itu, dalam kaitannya dengan pencegahan dini, setiap perusahaan migas Indonesia juga harus mencanangkan program Zero Spill Operation, yaitu dengan menetapkan target khusus yang disepakati untuk mencapai zero spill operation. Untuk mencapai target tersebut, perusahaan perlu memiliki aturan wajib dan rigid untuk mencegah terjadinya kebocoran atau tumpahan minyak, dan konsisten menerapkan aturan tersebut.

Kedua, mengetahui luasnya lingkup peristiwa tumpahan minyak yang menyangkut multisektor, mulai dari pangan, sosial, habitat, pariwisata, kesehatan, dan bidang-bidang terkait. Maka diperlukan keterlibatan berbagai instansi, koordinasi di  antara instansi pemerintah, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, swasta, dan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaannya, diperlukan keterlibatan stakeholders terkait yang berada di bawah manajemen pemerintah untuk bersama-sama melakukan penanggulangan yang terpadu dan komprehensif. Tinjauan ulang konsesi atau kegiatan migas juga perlu diperketat untuk mengafirmasi tuntutan hukum atas pihak yang bertanggung-jawab dalam kecelakaan tumpahan minyak.[7]

Ketiga, perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk meneliti dan menanggulangi pencemaran minyak. Dampak pencemaran yang sedemikian luas, termasuk untuk organisme renik sudah semestinya dikalkulasi secara komprehensif, sehingga mampu memprediksikan dampaknya dalam jangka panjang. Terlebih, persoalan pencemaran minyak di laut dan pantai Indonesia, hingga kini belum menjadi persolan utama pencemaran lingkungan hidup. Barangkali, perlu dibuat specific executing agency sebagai satuan badan atau tim khusus yang secara spesifik mengatasi permasalahan ini di tiap-tiap pantai yang berpotensi terjadi tumpahan minyak.[8]

Terakhir, sebagai langkah tegas untuk menanggulangi pencemaran di laut akibat tumpahan minyak (oil spill), adalah dengan penerapan sanksi Administratif bagi pemilik atau operator Kapal, Badan Usaha yang melakukan kegiatan di Pelabuhan dan lainnya, sanksi tersebut dapat di lihat pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim, yakni:

Pasal 37

Pemilik atau operator kapal yang tidak melengkapi kapalnya dengan pola penanggulangan pencemaran minyak dari kapal dikenai sanksi administratif berupa:

  1. peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, untuk jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari;
  2. apabila sampai pada peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada huruf a berakhir tidak melaksanakan kewajibannya, dikenai sanksi berupa pembekuan izin usaha angkutan laut atau izin operasi angkutan laut khusus; dan
  3. apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b belum memenuhi kewajibannya, dikenai sanksi berupa pencabutan izin usaha angkutan laut atau izin operasi angkutan laut khusus.[9]

Pasal 38

Setiap Badan Usaha Pelabuhan, badan usaha yang melakukan kegiatan di pelabuhan, pengelola terminal khusus, atau pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang tidak melaksanakan kewajibannya dikenai sanksi

administratif berupa:

  1. peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, untuk jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari;
  2. apabila sampai pada peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada huruf a berakhir tidak melaksanakan kewajibannya, dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan usaha Badan Usaha Pelabuhan, badan usaha yang melakukan kegiatan di pelabuhan, kegiatan pengoperasian terminal khusus, atau pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri; dan
  3. apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b belum memenuhi kewajibannya, dikenai sanksi berupa pencabutan izin usaha Badan Usaha Pelabuhan, izin badan usaha yang melakukan kegiatan di pelabuhan, izin operasi terminal khusus, atau persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri.[10]

Pasal 39

  • Setiap Nakhoda yang tidak melaksanakan kewajibannya dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sertifikat keahlian pelaut selama 1 (satu) tahun.
  • Penanggung jawab unit kegiatan lain di perairan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a yang mengakibatkan pencemaran lingkungan di perairan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk melaporkan pembuangan limbah kepada intitusi yang tugas dan fungsi di bidang penjagaan laut dan pantai dikenai sanksi denda administratif sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).[11]

Selain Sanksi Administratif juga bisa di kenakan sanksi pidana yang di atur dalam Pasal 98 ayat (1) & Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengeolaan Lingkungan Hidup, yaitu :

Pasal 98

  • Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).[12]

Pasal 99

  • Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).[13]

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
  2. Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2010 tentang perlindungan Maritim

REFRENSI

  1. Detikfinance, “Waduh, Viral 2.500 ton minyak goreng tumpah ke laut”, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5992523/waduh-viral-2500-ton-minyak-goreng-tumpah-ke-laut, di akses tanggal 20 Maret 2022
  2. Lestiana E, Nurosidah U, Nirera N, Mawardiani T, Arisya Y, Hanifah H, 2013. Pencemaran Laut 25 Jurnal Ilmiah
  3. Tumpahan Minyak, Dampak dan Upaya Penanggulangannya, https://www.portonews.com/2017/oil-and-chemical-spill/tumpahan-minyak-dampak-dan-upaya-penanggulangannya/, diakses tanggal 24 Maret 2022

[1] Detikfinance, “Waduh, Viral 2.500 ton minyak goreng tumpah ke laut”, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5992523/waduh-viral-2500-ton-minyak-goreng-tumpah-ke-laut.

[2] Lestiana E, Nurosidah U, Nirera N, Mawardiani T, Arisya Y, Hanifah H, 2013. Pencemaran Laut 25 Jurnal Ilmiah

[3] Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim

[4] Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

[5] Tumpahan Minyak, Dampak dan Upaya Penanggulangannya, https://www.portonews.com/2017/oil-and-chemical-spill/tumpahan-minyak-dampak-dan-upaya-penanggulangannya/, diakses tanggal 24 Maret 2022

[6] Civil Liability Convention for Oil Pollution Damage (CLC 1969) yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1978

[7] Ibid.

[8] Ibid.

[9] Pasal 37 PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim

[10] Pasal 38 PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim

[11] Pasal 39 PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Maritim

[12] Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengeolaan Lingkungan Hidup

[13] Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengeolaan Lingkungan Hidup

Translate