2

ALASAN DI BALIK PEMBEKUAN PIALANG BERJANGKA RESMI

Author : Alfredo Joshua Bernando, Co-Author = Shafa Atthiyyah Raihana & Robby Malaheksa

Di Indonesia, terdapat lembaga khusus milik pemerintah yang melakukan pengawasan terhadap perdagangan jangka komiditi. Lembaga tersebut memiliki tugas untuk mengatur terkait perdagangan berjangka di Indonesia. Fungsi umum sebagai regulasi perdagangan komoditi, valuta asing  dan berjangka. Hal ini berdasarkan dengan Pasal 652 Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Tupoksi dan Struktur Organisasi Bappebti, Depdag yaitu:    

Pasal 652

BAPPEBTI mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka serta pasar fisik dan jasa.” [1]

Salah satu tugas yang dilakukan oleh lembaga berwenang tersebut yaitu melakukan pengawasan pengaturan, dan memberikan izin terkait dengan pialang perdagangan berjangka di Indonesia.[2] .\ Berdasarkan Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang No. 10 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 tahun 2007 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yang memberikan pengertian pialang berjangka yaitu:

“Pasal 1

  • Pialang Perdagangan Berjangka yang disebut  sebagai Pialang Berjangka adalah badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya atas amanat Nasabah dengan menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai Margin untuk menjamin transaksi tersebut.” [3]

Selain itu Berdasarkan pasal 7 huruf b Peraturan Kepala Bappebti No. 4 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka

“   Pasal 7

Pegawai Pialang Berjangka ataupun pihak lain yang berkepentingan tidak diperbolehkan: secara langsung ataupun tak langsung memberi pengaruh pada calon nasabah ataupun nasabah dengan cara memberi informasi yang tidak benar dalam transaksi Kontrak Berjangka. Sehingga ketika mencari nasabah, wakil pialang serta marketing Pialang Berjangka tak diperbolehkan memprediksi keadaan pasar bursa berjangka pada calon nasabah ataupun nasabahnya sekaligus memberi janji akan profit dari investasi yang ada.[4]

Pengaturan mengenai pemberitahuan risiko kepada nasabah oleh pialang berjangka diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi , yang berbunyi:

“  Pasal 50

Pialang Berjangka wajib menyampaikan Dokumen Keterangan Perusahaan dan Dokumen Pemberitahuan adanya Risiko serta membuat perjanjian dengan nasabah sebelum Pialang Berjangka yang bersangkutan dapat menerima dana milik Nasabah untuk perdagangan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya.” [5]

Di masa sekarang ini, modus kejahatan yang berkedok investasi semakin marak terjadi termasuk dengan Piala Berjangka Ilegal. Sebagai masyarakat, kita wajib untuk mewaspadai dan mempelajari perbedaan dari pialang berjangka legal dan pialang berjangka ilegal. Artinya, mana pialang berjangka yang diresmikan oleh lembaga resmi dan mana yang tidak resmi. Terdapat beberapa perbedaan yang dapat dikenali agar terhindar dari investasi bodong tersebut. Pada pialang berjangka legal, badan usaha tersebut pasti memiliki izin dan legalitas dari lembaga berwenang. Kedua, terdapat nama berjangka pada perusahaan atau instansi tersebut. Ketiga, penyetoran margin atau rekening terpisah (segregated account) sudah terdaftar pada lembaga resmi. Terakhir, transaksi dilaporkan ke bursa berjangka yang didaftarkan ke lembaga kliring berjangka.

Sedangkan, pada piala berjangka tidak memiliki izin dari lembaga resmi atau memiliki legalitas palsu, kemudian penyetoran margin ke rekening pribadi atau perorangan, menawarkan janji menggiurkan yakni adanya pendapatan tetap (fixed income) dalam jangka waktu tertentu atau menawarkan bagi hasil (sharing profit), dan yang terakhir pada mekanisme transaksi tidak jelas pelaporan dan penjaminannya. Biasanya menggunakan skema piramida, money game, atau skema ponzi.

Dengan adanya kewenangan dan tugas yang dimiliki oleh lembaga resmi terkait pengawasan perdagangan berjangka, lembaga resmi tersebut mulai memunjukkan fungsi dan kewenangan yang dimilikinya. Saat ini, lembaga tersebut baru saja  membekukan salah satu pialang berjangka resmi yang ada di Indonesia.  Dalam penjelasannya, pembekuan usaha dilakukan karena Pialang Berjangka tersebut tidak melakukan langkah-langkah perbaikan atas pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Bukan hanya sekali, namun peringatan tersebut sudah diterbitkan sebanyak tiga kali secara berturut-turut. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil pemeriksaan, Pialang Berjangka tersebut masih dalam proses penerimaan nasabah dan proses pelaksanaan transaksi tidak sesuai dengan prosedur.  Lembaga berwenang yang melakukan pengawasan terhadap pialang berjangka memastikan, pembekuan kegiatan usaha terhadap Pialang Berjangka tersebut tidak menghilangkan atau menghapus tanggung jawab perusahaan terhadap tuntutan nasabah atas segala tindakan atau pelanggaran yang menimbulkan kerugian bagi nasabah.

Pasal 9 ayat (2) Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka dengan amat tegas menyatakan :

“   Pasal 9

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Badan ini diancam dengan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif sesuai dengan ketentuan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi.[6]

Sanksi yang diberikan bagi pelanggar yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi tertulis dalam Pasal 114 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi yang menjelaskan mengenai Sanski Administratif sebagai berikut:

Pasal 114

Setiap Pihak yang memperoleh izin usaha, izin, persetujuan, atau sertifikat pendaftaran dari Bappebti yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi, dikenai sanksi administratif berupa :

a. peringatan tertulis;

b. denda administratif, yaitu kewajiban membayar sejumlah uang tertentu;

c. pembatasan kegiatan usaha;

d. pembekuan kegiatan usaha;

e. pencabutan izin usaha;

f. pencabutan izin;

g. pembatalan persetujuan; dan/atau

h. pembatalan sertifikat pendaftaran.” [7]

Oleh karena itu setiap kegiatan perdagangan berjangka komoditi atau sebagainya, hendaklah memenuhi Prosesur ketentuan dan syarat yang telah di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga tidak menjadi alasan bagi lembaga resmi terkait pengawasan perdagangan berjangka untuk memberikan sanksi, terlebih pada Pasal 114 PP 9/1999 diatur mengenai sanksi adminisitratif yang dapat diberikan apabila terjadi pelanggaran.

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 9 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Komoditi
  3. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Tupoksi dan Struktur Organisasi Bappebti, Depdag
  4. Peraturan Kepala Bappebti No. 4 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka

REFRENSI

  1. Bisnis.com,https://finansial.bisnis.com/read/20220114/55/1489201/perbedaan-pialang-berjangka-legal-dan-ilegal-waspada-investasi- diakses pada 21 Maret 2022

[1] Pasal 652 Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Tupoksi dan Struktur Organisasi Bappebti, Depdag

[2] Bisnis.com, https://finansial.bisnis.com/read/20220114/55/1489201/perbedaan-pialang-berjangka-legal-dan-ilegal-waspada-investasi-. diakses pada 21 Maret 2022

[3] Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang No. 10 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 32 tahun 2007 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi

[4] Pasal 7 huruf b Peraturan Kepala Bappebti No. 4 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka

[5] Pasal 50 Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi

[6] pasal 7 huruf b Peraturan Kepala Bappebti No. 4 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka

[7] Pasal 114 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi

0

Pemberian Izin Usaha Pertambangan Baru Mineral Logam Tanah Jarang yang Baru Ditemukan pada Daerah Pertambangan

Author: Ananta Mahatyanto ; Co-author: Alfredo Joshua Bernando & Andreas Kevin Simanjorang

Legal Basis:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
  4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2021

Negara Indonesia termasuk negara penghasil batu bara dan emas terbesar di dunia. Hal ini didukung dengan wilayah Indonesia yang menjadi tempat pertemuan lempeng-lempeng tektonik seperti Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Filipina. Pertemuan lempeng tektonik tersebut membuat kondisi geologis dan geomorfologis Indonesia menjadi kaya akan mineral dan produk-produk tambang.[1]

         Tidak hanya sejumlah komoditas tambang andalan seperti nikel, emas, tembaga, batu bara, maupun timah, namun ternyata Indonesia juga memiliki sumber daya tambang yang belum dikembangkan. Baru-baru ini juga ditemukan keberadaan logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Element di dalam sebuah wilayah pertambangan, Komoditas ini dinamai logam tanah jarang karena didasarkan pada asumsi yang menyatakan bahwa keberadaan logam tanah jarang ini tidak banyak dijumpai.[2]

         LTJ merupakan salah satu jenis sumber daya alam Indonesia yang merupakan bagian dari kekayaan bumi Indonesia, dan apabila mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 3 Tahun 2020) menjelaskan bahwa Mineral dan Batubara merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan yang merupakan kekayaan nasional, dimana kekayaan nasional tersebut dikuasai oleh negara untuk digunakan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. [3]

Hal tersebut sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi :

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. [4]

Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.[5] Dalam Pasal 4 ayat (2) & ayat (3) UU 3 Tahun 2020 mengatur tentang Kewenangan penyelenggaraan penguasaan mineral dan batubara oleh Pemerintah Pusat, yang berbunyi:

Pasal 4

  • Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
  • Penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengeloiaan, dan pengawasan.”[6]

Sehingga, pihak-pihak yang ingin mengelola LTJ tersebut harus mengajukan dan memperoleh izin dari pemerintah terkait dengan kegiatan usaha LTJ yang terdapat pada daerah pertambangan tersebut. Dimana LTJ merupakan bagian dari cakupan mineral logam yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara , yang menyatakan bahwa:

Pasal 2

  • Pertambangan Mineral dan Batubara dikelompokan ke dalam 5 (lima) golongan sebagai berikut:
  • Mineral logam meliputi aluminium, antimoni, arsenik, basnasit, bauksit, berilium, bijih besi, bismut, cadrnium, cesium, emas, galena, galium, germanium. hafnium, indium, iridium, khrom, kobal, kromit, litium, logam tanah jarang, magnesium, mangan, molibdenum, monasit, nikel, niobium, osmium, pasir besi, palladium, perak, platina, rhodium, ruthenium, selenium, seng, senotim, sinabar, stroniurn, tantalum, telurium, tembaga, timah, titanium, vanadium, wolfram, dan zirkonium;[7]

Pertambangan dapat dilakukan apabila pelaku usaha telah memiliki IUP pada wilayah yang mana menjadi wilayah usaha pertambangan (WUP) sebagaimana dimaksud dalam IUP tersebut (WIUP). Adapun kriteria untuk menentukan WUP tercantum dalam Pasal 14A UU 3/2020 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14A

Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WUP harus memenuhi kriteria:

  1. memiliki sebaran formasi batuan pembawa, data indikasi, data sumber daya, danf atau data cadangan Mineral dan/atau Batubara;
  2. memiliki 1 (satu) atau lebih jenis Mineral termasuk Mineral ikutannya dan I atau Batubara;
  3. tidak tumpang tindih dengan WPR, WPN, dan/atau WUPK;
  4. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan Pertambangan secara berkelanjutan ;
  5. merupakan eks wilayah IUP yang telah berakhir atau dicabut; dan/atau
  6. merupakan wilayah hasil penciutan atau pengembalian wilayah IUP.[8]

Poin yang menarik dari Pasal 14A ini adalah WUP dapat berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan Pertambangan secara berkelanjutan, merupakan eks WIUP yang telah berakhir atau dicabut, dan merupakan wilayah hasil penciutan atau pengembalian WIUP. Karena itu dapatlah diketahui bahwa WIUP yang sebelumnya telah diberikan IUP, apabila IUPnya telah dicabut, maka dapat dikenakan IUP yang baru sehingga menjadi WIUP yang baru.

Dalam hal pemegang Izin Usaha Pertambangan yang menemukan komoditas tambang lain dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang diatur dalam Pasal 50 (PP 96 Tahun 2021), yang berbunyi:

Pasal 50

  • Pemegang IUP yang menemukan komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda di dalam WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya.
  • Pemegang IUP yang berminat untuk mengusahakan komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) waiib mengajukan permohonan IUP baru.
  • Dalam hal pemegang IUP tidak berminat atas komoditas tambang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusahaannya dapat diberikan kepada pihak lain dan diseienggarakan dengan cara lelang atau permohonan wilayah.
  • Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mendapatkan IUP berdasarkan lelang atau permohonan wilayah harus berkoordinasi dengan pemegang IUP pertama.
  • Dalam hal pemegang IUP komoditas Mineral bukan logam, IUP komoditas Mineral bukan logam jenis tertentu, atau IUP komoditas batuan menemukan komoditas Mirreral logam atau Batubara yang keterdapatannya berbeda di dalam WIUP yang dikelola tidak dapat diberikan prioritas untuk mengusahakannya.[9]

Dapat diketahui bahwa terkait dengan ditemukannya komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda didalam WIUP yang dikelola oleh Pemegang IUP, dimana pemberian IUP tersebut diprioritaskan kepada Pemegang IUP yang memiliki kegiatan usaha di Wilayah sesuai WIUP tersebut, adapun Pemegang IUP harus mengajukan IUP yang baru, dimana IUP tersebut harus diberikan oleh Menteri dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (Menteri ESDM).[10] 

Mengacu pada Pasal 60 ayat (1) huruf i Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2021, yang berbunyi:

“Pasal 60

  • Pemegang IUP dan IUPK dapat:
  • mengusahakan mineral ikutan termasuk mineral logam tanah jarang setelah mendapatkan persetujuan Studi Kelayakan;[11]

Dimana persetujuan Studi Kelayakan menurut Pasal 1 Angka 19 PP 96 Tahun 2021, yaitu:

Pasal 1

  1. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomrs dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang.[12]

Adapun tahap studi kelayakan merupakan bagian dari tahap kegiatan Ekpslorasi, yang terdiri dari kegiatan Penyeledikan Umum, Eksplorasi dan Studi Kelayakan, yang selanjutnya akan memasuki tahap kegiatan Operasi Produksi yang meliputi kegiatan Konstruksi, Pertambangan, Pengolahan dan/atau Pemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan serta Pengangkutan dan Penjualan.  [13]

Apabila pihak pelaku usaha pertambangan yang menemukan komoditas lain dalam WIUP yang keterdapatannya berbeda dalam WIUP akan tetapi tidak mengajukan permohonan IUP yang baru, dapat dikenakan sanksi yang diatur dalam Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) PP 96 Tahun 2021 karena telah melanggar Pasal 50 ayat (2) PP 96 Tahun 2021, dimana sanksi tersebut bersifat administratif yang berupa :

  1. Peringatan Tertulis;
  2. Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi; dan/atau
  3. Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Surat izin Penambangan Batuan (SIPB), atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk Penjualan.[14]

Sehingga, dalam suatu wilayah pertambangan memungkinan untuk ditemukannya lebih dari 1 komoditas tambang baik berupa mineral maupun batubara dan pihak pelaku usaha dalam kegiatan pertambangan yang menemukan komoditas lain yang keterdapatannya berbeda dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan , yang dalam hal ini merupakan mineral logam LTJ, harus mengajukan permohonan Izin Usaha Pertambangan yang baru kepada Menteri ESDM sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai pengajuan permohonan IUP, tahap permohonan WIUP tidak perlu lagi dilakukan karena WIUP sudah diberikan terlebih dahulu kepada Pemegang IUP. Kegiatan usaha pertambangan mineral LTJ dapat dilakukan setelah Menteri ESDM memberikan IUP yang baru.

Pihak pelaku usaha yang menemukan komoditas lain yang keterdapatannya berbeda dalam WIUP yang tidak mengajukan permohonan IUP yang baru dapat diberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, serta pencabutan izin.


[1] Gisela Niken, “Ini Alasan Mengapa Indonesia Kaya Akan Sumber Daya Alam”, (https://ajaib.co.id/ini-alasan-mengapa-indonesia-kaya-akan-sumber-daya-alam/ ,diakses pada tanggal 6 Febuari 2022)

[2] Wilda Asmarani, CNBC Indonesia , “Harta Karun Super Langka RI Ternyata Ada Di Daerah-Daerah Ini”,https://www.cnbcindonesia.com/news/20210824100253-4-270714/harta-karun-super-langka-ri-ternyata-ada-di-daerah-daerah-ini , ,diakses pada tanggal 6 Febuari 2022)

[3] Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

[4] Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

[5] Bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

[6] Pasal 4 ayat (2) & ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

[7] Pasal 2 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[8] Pasal 14A UU 3/2020

[9] Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[10] Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[11] Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2021

[12] Pasal 1 Angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[13] Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[14] Pasal 185 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara


REFERENSI:

  1. Gisela Niken, “Ini Alasan Mengapa Indonesia Kaya Akan Sumber Daya Alam”, (https://ajaib.co.id/ini-alasan-mengapa-indonesia-kaya-akan-sumber-daya-alam/ ,diakses pada tanggal 6 Febuari 2022)
  2. Wilda Asmarani, CNBC Indonesia , “Harta Karun Super Langka RI Ternyata Ada Di Daerah-Daerah Ini”,https://www.cnbcindonesia.com/news/20210824100253-4-270714/harta-karun-super-langka-ri-ternyata-ada-di-daerah-daerah-ini , ,diakses pada tanggal 6 Febuari 2022)
Translate