PEMBLOKIRAN DANA YANG TERJADI KARENA AKSI INVESTASI ILEGAL
Author : Alfredo Joshua Bernando, Co-Author : Shafa Atthiyyah Raihana
Kasus investasi ilegal pada saat ini sedang marak menjadi pembahasan bagi kalangan masyarakat. Kasus investasi ilegal saat ini berkedok melalui penggunaan aplikasi. Dengan adanya kasus yang sedang diperbincangkan ini, sebuah lembaga resmi yang mengawasi transaksi keuangan mulai melakukan pemantauan terhadap aliran dana dari investor ke berbagai pihak yang diduga menjual produk investasi ilegal yang berakhir dengan adanya pertambahan nilai transaksi sehingga dihentikan dan diblokir sementara.[1]
Investasi ilegal adalah penipuan yang dilakukan dalam bentuk investasi atau penanaman modal yang dalam pelaksanaannya tidak memiliki izin oleh lembaga terkait. Investasi ilegal juga termasuk ke dalam tindakan pencucian uang dikarenakan aliran dana yang dilakukan oleh pelaku investasti ilegal tidak dilaporkan kepada lembaga resmi milik pemerintah. Pencucian uang sendiri merupakan tindakan menyamarkan atau menyembunyikan sumber uang yang diperoleh dari hasil krimimal. Dalam investasi ilegal, tindak pidana penipuan yang dilakukan kemudian dicuci ke produk investasi investor dan seolah-olah investor mendapatkan keuntungan tersebut, sehingga hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencuican Uang yaitu:
“Pasal 2
- Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan cukai, perdagangan, orang perdagangan, senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, dan pemalsuan uang perjudian prostitusi.” [2]
Berdasarkan tindakan tersebut, pemberantasan dan pencegahan pencucian uang dari investasi ilegal ini dilakukan oleh PPATK sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden RI.[3] Hal ini dijelaskan secara resmi pada Pasal 39 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang memberi penjelasan berikut:
“Pasal 39
PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.” [4]
Pada Pasal 41 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, lembaga ini juga mempunyai wewenang dalam melaksanakan tugasnya yaitu:
“Pasal 41
Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, PPATK berwenang:
- meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;
- menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan;
- mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang dengan instansi terkait;
- memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang;
- mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;
- menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan
- menyelenggarakan sosisalisai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang.”[5]
Dengan adanya tugas dan wewenang yang dimiliki oleh lembaga terkait, saat ini lembaga tersebut melakukan penghentian sementara transaksi dan blokir yang mencapai nilai Rp 150,4 miliar. Nominal tersebut berasal dari delapan rekening dari satu Penyedia Jasa Keuangan. Sebelumnya, lembaga ini telah melakukan penghentian sementara terhadap transaksi yang diduga melibatkan para penjual produk investasi bodong yang mencapai angka Rp 202 miliar dan berasal dari seratus sembilan rekening dan lima puluh lima Penyedia Jasa Keuagan. Sehingga berdasarkan penghitungan, total penghentian transaksi yang dilakukan oleh investasi ilegal ini senilai Rp 352 miliar. [6]
Penghentian sementara ini dilakukan selama dua puluh hari kerja dan jumlah transaksi ini kemungkinan akan bertambah seiring dengan proses analisis yang dilakukan oleh lembaga berwenang. Tidak hanya itu, selanjutnya akan ikut berkoordinasi serta melaporkan kepada penegak hukum terhadap transaksi yang mencurigakan dan dalam nomial yang fantastis terkait dengan investasi ilegal. [7]
Kondisi pemblokiran tersebut menarik perhatian di tengah adanya permasalahan pihak-pihak yang sedang terlibat dalam kasus investasi ilegal yang menyebabkan pihak tersebut ditetapkan menjadi tersangka oleh pihak kepolisian. Sebelumnya, tersangka tersebut berprofesi sebagai afiliator yang berperan untuk mengajak seseorang melakukan investasi. Namun, investasi yang dilakukan oleh keduanya berada di platform yang tidak resmi dan dilarang oleh pemerintah sehingga menimbulkan kerugian terhadap masyarakat yang telah mengikuti investasi ilegal tersebut.
Akibat pelanggaran tersebut, salah satu pihak tersangka dikenakan pasal berlapis karena telah melanggar Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 27 ayat 2 dan/atau Pasal 45 A ayat (1) jo 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 378 KUHP serta pada Pasal 55 KUHP ayat (1) angka 1 dan 2 serta ayat (2) yang pada pasal tersebut dijelaskan bentuk pelanggaran yang dilakukan tersangka dalam investasi ilegal sebagai berikut:
“Pasal 55
- Dipidana sebagai
pelaku tindak pidana:
- mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
- mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
- Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.”[8]
Tidak hanya itu, tersangka juga dijerat dalam pelanggaran tindak pidana pencucian uang. Hal ini dikarenakan kedua tersangka tidak melaporkan kepada lembaga resmi terkait setiap transaksi yang dilakukan dan diduga setiap transaksi tersebut berasal dari investasi ilegal yang selama ini dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, maka kedua tersangka juga dijerat dalam Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang berisikan ancaman bagi pelaku pencucian uang seperti berikut:
“Pasal 3
Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyampaikan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000
Pasal 5
- Setiap orang yang menerima atau menguasai
penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran,
atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana
penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000
Pasal 10
Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.”[9]
Kasus ini dapat terungkap dikarenakan para korban dari investasi bodong tersebut melaporkan ke pihak berwajib pada beberapa waktu lalu. Mereka mengaku terpengaruh oleh konten-konten promosi yang dibuat oleh tersangka melalui berbagai platform dan social media yang ada. Tersangka mengatakan bahwa aplikasi yang digunakan untuk melakukan investasi ilegal tersebut sudah resmi di Indonesia padahal pada kenyataannya hal itu merupakan sebaliknya. Pihak berwajib kini melakukan tracing asset milik tersangka dan melakukan pelacakan terhadap rekan-rekan terdekat tersangka. Penyidik juga akan menyita aset milik rekan teman hingga keluarga jika terbukti menerima uang dari tersangka serta hukuman penjara bagi tersangka selama dua puluh tahun.
Sedangkan salah satu pihak lainnya juga kini sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas kasus investasi legal yang dilakukannya juga. Hampir sama dengan tersangka sebelumnya, ia juga dijerat dalam pasal Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 45 ayat (1) jo. 28 ayat 1 Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik yang menjelaskan:
“Pasal 45
- Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 28
- Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”[10]
Kemudian juga dalam Pasal 378 KUHP yaitu:
“Pasal 378
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”[11]
Pihak-pihak tersangka tersebut diancam akan dikenakan sanksi dua puluh tahun penjara dan penyitaan aset milik keduanya serta terhadap penerima aliran dana dari para tersangka. Sehingga, pada dasarnya terdapat lembaga resmi di Indonesia yang mengawasi segala transaksi baik legal maupun ilegal menemukan adanya transaksi ilegal yang berasal dari investasi bodong. Dengan begitu, lembaga tersebut melakukan penghentian transaksi untuk sementara dan pemblokiran yang berdasarkan penghitungan, total penghentian transaksi dari investasi ilegal ini senilai Rp 352 miliar. Bersamaan dengan hal tersebut, saat ini sedang marak diberitakan bahwa terdapat dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yang terlibat dalam kasus investasi bodong yang dijerat dalam pasal berlapis karena dianggap telah melanggar Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 27 ayat 2 dan/atau Pasal 45 A ayat (1) jo 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 KUHP ayat (1) angka 1 dan 2 serta ayat (2).
DASAR HUKUM:
- Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
- Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
REFERENSI:
- CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/market/20220307153852-17-320688/ppatk-blokir-dana-rp-352-m-dari-aksi-tipu-tibu-robot-trading, diakses pada 23 Maret 2022
- Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Pelaporan_dan_Analisis_Transaksi_Keuangan, diakses pada 23 Maret 2022
[1] CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/market/20220307153852-17-320688/ppatk-blokir-dana-rp-352-m-dari-aksi-tipu-tibu-robot-trading, diakses pada 23 Maret 2022
[2] Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
[3] Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Pelaporan_dan_Analisis_Transaksi_Keuangan, diakses pada 23 Maret 2022
[4] Pasal 39 Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
[5] Pasal 41 Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
[6] CNCB Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/market/20220307153852-17-320688/ppatk-blokir-dana-rp-352-m-dari-aksi-tipu-tibu-robot-trading, diakses pada 01 April 2022
[7] Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, https://www.ppatk.go.id/siaran_pers/read/1174/ppatk-pantau-terkait-transaksi-investasi-bodong.html, diakses pada 01 April 2022
[8] Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
[9] Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
[10] Pasal 45 ayat (1) juncto 28 ayat 1 Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
[11] Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana