LARANGAN PENGGUNAAN PARACETAMOL DALAM KANDUNGAN KOPI
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan sejumlah merek kopi yang mengandung bahan kimiat obat yaitu Paracetamol dan Sildenafi.[1] Bahan Kimia Obat (BKO) adalah zat kimia yang digunakan sebagai bahan utama obat kimiawi yang ditambahkan dalam sediaan obat tradisional/jamu untu memperkuat indikasi dari obat tradisional tersebut.[2]
Paracetamol adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan analgesik (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun demam). Obat ini dipakai untuk meredakan rasa sakit ringan hingga menengah, serta menurunkan demam. Paracetamol mengurangi rasa sakit dengan cara menurunkan produksi zat dalam tubuh yang disebut prostaglandin. Prostaglandin adalah unsur yang dilepaskan tubuh sebagai reaksi terhadap kerusakan jaringan atau infeksi, yang memicu terjadinya peradangan, demam, dan rasa nyeri. Paracetamol menghalangi produksi prostaglandin, sehingga rasa sakit dan demam berkurang.[3]
Paracetamol jarang menyebabkan efek samping, namun ada beberapa yang mungkin terjadi, di antaranya: Penurunan jumlah sel-sel darah, sepeti sel darah putih atau trombosit. Muncul ruam, terjadi pembengkakan, atau kesulitan bernapas karena alergi. Tekanan darah rendah (hipotensi) dan jantung berdetak cepat (takikardi).Kerusakan pada hati dan ginjal jika menggunakan obat ini secara Bisa menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau lebih dari 10 gram, dalam 24 jam.[4]
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan pemantauan dan analisis terhadap penjualan online produk pangan olahan mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) dengan salah satu merek Kopi dengan kandungan Paracetamol pada periode Oktober-November 2021. Hasil penjualan produk tersebut memiliki nilai transaksi rata-rata sebesar Rp 7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah) setiap bulannya.[5] Hal tersebutlah yang menjadi alasan produsen untuk memproduksi dan memasarkan Kopi Paracetamol melalui e-commerce karena memiliki nilai jual dan minat masyarakat yang tinggi terhadap Kopi Paracetamol. Hingga saat ini banyak masyarakat yang belum mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat dari mengkonsumsi Kopi Paracetamol.
Paracetamol yang digunakan dalam bahan pangan dapat menimbulkan efek samping seperti mual, alergi, tekanan darah renda, kelainan darah, apabila digunakan terus- menerus dapat menimbulkan efek yang lebih fatal seperti kerusakan pada hati dan ginjal, sedangkan Sildanefi dapat menimbulkan efek samping seperti mual, diare, kemerahan pada kulit, kejang, kebutaan, hingga kematian.[6]
Pelaku produksi dan pengedar pangan ilegal dapat dikenakan sanksi sebagaimana tercantum didalam Pasal 136 dan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yaitu :
“ Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan pangan yang digunakan sebagaimana dimasud dalam Pasal 64 ayat (1) dan yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”[7]
Pelaku usaha yang memproduksi dan mengedarkan obat tradisional ilegal mengandung bahan kimia obat tradisional ilegal mengandung bahan kimia obat dapat dipidana sesuai dengan Pasal 196 jo. Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan sebagaimana diubah dengan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yaitu :
“Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi standar pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) yang mengakibatkan timbulnya korban gangguan kesehatan manusia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”[8]
Terhadap pelaku usaha yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan pangan dapat dikenakan sanksi berupa Sanksi Pidana dan Sanksi Perdata. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999tentang Perlindungan Konsumen, Sanksi Administratif yang dapat diberikan terhadap pelaku usaha, yaitu :
- Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).[9]
Penuntutan Pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha sebagaimana tercantum dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :
- Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
- Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).[10]
Kemudian terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 Jo Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dapat dijadikan hukuman tambahan berupa :
- Perampasan barang tertentu
- Pengumuman keputusan hakim
- Pembayaran ganti rugi
- Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen
- Kewajiban penarikan barang dari peredaran
- Pencabutan izin usaha. [11]
Masyarakat dihimbau untuk memperhatikan dan melakukan cek KLIK ( Kemasan, Label, Izin Edar dan Kadaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan produk pangan.[12] Pastikan kemasan dalam kondisi baik dan utuh, informasi produk pada label kemasan, memiliki izin edar BPOM dan belum melewati tanggal kadaluwarsa, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kewajiban konsumen adalah :
“Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.”[13]
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan sejumlah merek kopi yang mengandung bahan kimiat obat yaitu Paracetamol dan Sildenafi. Paracetamol adalah obat untuk meredakan demam dan nyeri, termasuk nyeri haid atau sakit gigi. Paracetamol yang digunakan dalam bahan pangan dapat menimbulkan efek samping seperti mual, alergi, tekanan darah renda, kelainan darah, apabila digunakan terus- menerus dapat menimbulkan efek yang lebih fatal seperti kerusakan pada hati dan ginjal, sedangkan Sildanefi dapat menimbulkan efek samping seperti mual, diare, kemerahan pada kulit, kejang, kebutaan, hingga kematian.
Terhadap pelaku usaha yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan pangan dapat dikenakan sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah dan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Masyarakat dihimbau untuk memperhatikan dan melakukan cek KLIK ( Kemasan, Label, Izin Edar dan Kadaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan produk pangan. Pastikan kemasan dalam kondisi baik dan utuh, informasi produk pada label kemasan, memiliki izin edar BPOM dan belum melewati tanggal kadaluwarsa.
DASAR HUKUM :
- Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
REFERENSI :
- BPOM Ungkap Kopi yang mengandung Paracetamol, diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220306180624-20-767458/bpom-ungkap-merek-kopi-mengandung-Paracetamol
- BPOM, BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT (BKO) YANG DIBUBUHKAN KEDALAM OBAT TRADISIONAL (JAMU), diakses dari https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/144/BAHAYA-BAHAN-KIMIA-OBAT%E2%80%93BKO%E2%80%93YANG-DIBUBUHKAN-KEDALAM-OBAT-TRADISIONAL%E2%80%93JAMU-.html#:~:text=BKO%20atau%20bahan%20kimia%20obat,umumnya%20digunakan%20pada%20pengobatan%20modern.pada tanggal 14 Maret 2022
- Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pangan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia),Bahan Ajar Farmasi, Farmasi Klinik, diakses dari http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Farmasi-Klinik_SC.pdf , pada tanggal 14 Maret 2022)
- BPOM Ungkap kopi yang mengandung Paracetamol dan Sildenafi, diakses dari https://www.merdeka.com/peristiwa/bpom-ungkap-daftar-kopi-mengandung-Paracetamol-dan-sildenafil.html
- Paracetamol (Acetaminophen), diakses dari https://www.alodokter.com/Paracetamol
- Tahukan kamu apa itu bahan kimia obat, diakses dari https://bbpompadang.id/read-artikel?slug=tahukah-kamu-apa-itu-bahan-kimia-obat.
[1] BPOM Ungkap Kopi yang mengandung Paracetamol, diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220306180624-20-767458/bpom-ungkap-merek-kopi-mengandung-Paracetamol, pada tanggal 8 Maret 2022
[2] BAHAYA BAHAN KIMIA OBAT (BKO) YANG DIBUBUHKAN KEDALAM OBAT TRADISIONAL (JAMU), diakses dari
https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/144/BAHAYA-BAHAN-KIMIA-OBAT%E2%80%93BKO%E2%80%93YANG-DIBUBUHKAN-KEDALAM-OBAT-TRADISIONAL%E2%80%93JAMU-.html#:~:text=BKO%20atau%20bahan%20kimia%20obat,umumnya%20digunakan%20pada%20pengobatan%20modern.pada tanggal 14 Maret 2022
[3] Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pangan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia),Bahan Ajar Farmasi, Farmasi Klinik, diakses dari http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Farmasi-Klinik_SC.pdf , pada tanggal 14 Maret 2022)
[4] Ibid.
[5] BPOM Ungkap kopi yang mengandung Paracetamol dan Sildenafi, diakses dari https://www.merdeka.com/peristiwa/bpom-ungkap-daftar-kopi-mengandung-Paracetamol-dan-sildenafil.html, pada tanggal 8 Maret 2021
[6] Ibid.
[7] Pasal 136 dan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Jo Pasal 64 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta Kerja
[8] Pasal 196 dan Pasal Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Jo Pasal 140 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
[9] Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
[10] Pasal 62 Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
[11] Pasal 63 Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
[12] https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/110/PENJELASAN-BADAN-POM-RI–Tentang-Produk-Herbal-dan-Suplemen-Kesehatan-Yang-Digunakan-Untuk-Membantu-Memelihara-Daya-Tahan-Tubuh.html
[13] Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen