0

TINDAKAN RESPONSIF PEMERINTAH MELALUI PENCABUTAN IZIN PENGUMPULAN UANG DAN BARANG SUATU LEMBAGA SOSIAL

Author: Nirma Afianita, Co-Author: Bryan Hope Putra Benedictus, Anggie Fauziah Dwiliandri

Suatu lembaga sosial diduga melakukan pelanggaran Peraturan Menteri Sosial yang berujung pada pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (“PUB”) oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia (“Kemensos”). Pencabutan izin tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tertanggal 5 Juli 2022 yang ditandatangani oleh Menteri Sosial.

Indikasi pelanggaran yang dilakukan lembaga sosial tersebut ialah pemotongan dana sumbangan. Pemotongan dana sumbangan atau pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan tersebut sejatinya dimungkinkan apabila masih dalam batas yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sebagaimana dimuat dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan (“PP Nomor 29 Tahun 1980”), yang berbunyi “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.”[1] Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, lembaga sosial terkait telah melampaui batas maksimum penggunaan donasi karena menggunakan rata-rata 13,7% dari dana hasil PUB dari masyarakat.

Pada dasarnya, PP Nomor 29 Tahun 1980 mendefinisikan pengumpulan sumbangan sebagai setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerokhanian, kejasmanian, pendidikan dan bidang kebudayaan.[3] Penyelenggaraan usaha pengumpulan sumbangan ini hanya dapat dilakukan oleh organisasi dan berdasarkan sukarela tanpa paksaan langsung atau tidak langsung, serta mendapatkan izin dari Pejabat yang berwenang, yakni Menteri Sosial, Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.[4] Dalam hal ini, lembaga sosial tersbut menjadi salah satu organisasi yang telah mendapatkan izin untuk menyelenggarakan pengumpulan sumbangan dari Pejabat yang berwenang.

Surat permohonan izin penyelenggaraan pengumpulan sumbangan umumnya diajukan oleh organisasi pemohon kepada Menteri Sosial, Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Permohonan izin diajukan kepada Menteri Sosial dalam hal pengumpulan sumbangan meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia, lebih dari satu wilayah Provinsi, atau satu wilayah Provinsi tetapi pemohon berkedudukan di Provinsi lain. Permohonan izin diajukan kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dalam hal pengumpulan sumbangan itu meliputi seluruh wilayah Provinsi yang bersangkutan atau lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kotamadya dari wilayah Provinsi yang bersangkutan. Sedangkan, permohonan izin diajukan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dalam hal pengumpulan sumbangan diselenggarakan dalam wilayah Kabupaten/ Kotamadya yang bersangkutan.[5]

Menurut Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati dalam buku Argumentasi Hukum (2009), sebagaimana yang dikutip oleh M. Lutfi Chakim dalam tulisannya Contrarius Actus yang dimuat dalam Majalah Konstitusi (hal.78), dikenal suatu asas dalam hukum administrasi negara di mana Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking)dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkan atau mencabutnya. Asas ini dikenal dengan asas contrarius actus. Asas contrarius actus berlaku meskipun dalam Keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim. Dengan demikian, Menteri Sosial yang memberikan izin penyelenggaraan pengumpulan sumbangan pada lembaga sosial terkait secara yuridis berwenang untuk membatalkan atau mencabut izin tersebut.

Lembaga sosial terkait sebagai pemegang izin dan penyelenggara pengumpulan sumbangan wajib mempertanggungjawabkan usahanya dan penggunaannya kepada pemberi izin, serta membuat laporan berkala kepada Menteri Sosial secara hierarkis, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 PP Nomor 29 Tahun 1980. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin hasil pengumpulan sumbangan yang diperoleh dari masyarakat benar-benar dipergunakan sebagaimana dimaksud dalam surat permohonan izinnya.

Dalam rangka pengendalian penyelenggaraan pengumpulan sumbangan yang dapat dipertanggungjawabkan secara benar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka Kemensos melakukan langkah-langkah yang bersifat preventif atau represif sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan koordinasi dengan kepolisian setempat untuk penanganan lebih lanjut.[6] Adapun apabila pengumpulan sumbangan yang dilakukan tidak mendapatkan izin terlebih dahulu sebagaimana yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, maka berlaku sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Sumbangan (“UU Pengumpulan Sumbangan”) yang berbunyi berikut ini.

  • Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp10.000,- (sepuluh ribu rupiah), barang siapa:
  • menyelenggarakan, menganjurkan atau membantu menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang dengan tidak mendapat izin lebih dahulu seperti dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1); 
  • tidak memenuhi syarat-syarat dan perintah yang tercantum dalam keputusan pemberian izin;
  • tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7.
  • Tindak pidana tersebut dalam ayat (1) pasal ini dianggap sebagai pelanggaraan.
  • Uang atau barang yang diperoleh karena tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal ini disita dan dipergunakan sedapat mungkin untuk membiayai usaha-usaha kesejahteraan yang sejenis.[7]

Pencabutan izin penyelenggaraan pengumpulan sumbangan pada lembaga sosial terkait yang dilakukan oleh Kemensos merupakan tindakan tegas guna menanggapi hal-hal yang meresahkan masyarakat setempat. Adapun Kemensos juga berencana akan melakukan penyisiran terhadap izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan-yayasan lain untuk memberikan efek jera terhadap pelanggaran atau penyimpangan peraturan yang berlaku.[8]

Dasar Hukum:

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Sumbangan

Referensi:

CNNIndonesia.com, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220706063748-12-817741/kemensos-cabut-izin-pengumpulan-uang-dan-barang-act, diakses pada 8 Juli 2022.


[1] Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

[2] CNNIndonesia, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220706063748-12-817741/kemensos-cabut-izin-pengumpulan-uang-dan-barang-act, diakses 8 Juli 2022.

[3] Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

[4] Pasal 2 dan 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

[5] Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

[6] Pasal 18 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

[7] Pasal 8 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Sumbangan

[8] CNNIndonesia, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220706063748-12-817741/kemensos-cabut-izin-pengumpulan-uang-dan-barang-act, diakses pada 8 Juli 2022.

Translate