DASAR
HUKUM:
- Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
- Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja
REFERENSI:
- Muhammad Afdi Nizar, Pengaruh Pariwisata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Munich Personal RePEc Archive (2011)
- Beritasatu.com,https://www.beritasatu.com/archive/596358/kedatangan-wisatawan-global-2019-ukir-rekor-15-miliar, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Badan Pusat Statistik, Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional Januari 2020, Berita Resmi Statistik (2020).
- Annisa Puspitadelia, Perlindungan Hukum bagi Wisatawan di Masa Pandemi COVID-19 Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Jurnal Jurist-Diction Vol. 4, No. 3, Mei 2021.
- Ni Made Novi Rahayo Widiastari, Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Wisatawan, (2013) Vol. 01 No. 05 Kertha Semaya.
- Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Rajawali Pers 2017).
- Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar Grafika 2018).
- Kompas.com,https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/12/083129823/who-resmi-sebut-virus-corona-covid-19-sebagai-pandemi-global?page=all, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Detik.com, https://travel.detik.com/travel-news/d-4986458/sedih-96-tempat-wisata-di-seluruh-dunia-ditutup-efek-corona, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Finance.detik.com,https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4989978/objek-wisata-tutup-imbas-corona-pengusaha-pendapatan-hampir-zero, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Dewa Gede Atmaja, Asas-Asas Hukum dalam Sistem Hukum, (2018) Vol. 12 No. 2 Kertha Wicaksana, hal. 146.
- Republika.co.id,https://republika.co.id/berita/qfp1iw370/pemerintah-segera-sertifikasi-chse-sektor-pariwisata, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Rencana Strategis Ke-menparekraf/Baparekraf 2020-2024, (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia 2020).
Kata pariwisata
secara etimologi merupakan gabungan dari kata pari dan wisata dalam bahasa
Sansekerta. Pari memiliki arti semua,
seluruh, penuh, sedangkan wisata berarti perjalanan. Maka dari penggabungan keduanya dihasilkan
kata pariwisata yang dapat diartikan sebagai perjalanan penuh. Perkembangan
ekonomi dunia dewasa ini tidaklah dapat terlepas dari peran pariwisata. Kini pariwisata merupakan elemen penting
dalam kehidupan masyarakat, yang setiap kegiatannya memiliki kaitan erat dengan
pertumbuhan sosial dan ekonomi.[1]
United
Nation World Tourism Organizations
(UNWTO) dalam laporannya menyatakan bahwa pada Januari 2020, kedatangan
wisatawan internasional di seluruh dunia naik 4% dari tahun sebelumnya, yaitu
menjadi 1,5 miliar.[2]
Angka tersebut merupakan salah satu bukti bahwa sektor pariwisata telah menjadi
industri yang memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi di dunia.
Di
Indonesia sendiri, pariwisata merupakan salah satu sektor yang menjadi andalan
dalam perkembangan ekonomi. Badan Pusat Statistik mengemukakan bahwa terdapat
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 5,85% pada bulan
Januari 2020 apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan pada bulan Januari
2019.[3] Dengan
berbagai macam budaya dan segala kekayaan alam yang dimiliki, potensi yang
dimiliki Indonesia dalam bidang pariwisata sangatlah besar.
Pengaturan
mengenai kepariwisataan termuat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja sebagai
“Keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin
yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan
negara serta interaksi
antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama
wisatawan, pemerintah, pemerintah
daerah, dan pengusaha”. Berdasarkan hal tersebut, penting
bagi Indonesia untuk memperhatikan pembangunan
pariwisata di era
modern ini dengan
senantiasa memperbarui kebijakan-kebijakan terkait kepariwisataan, agar
dapat terus meningkatkan kualitas dan mempertahankan eksistensi pariwisatanya
di mata dunia.[4]
Hal
lain yang perlu mendapat perhatian adalah perlindungan terhadap wisatawan.
Perkembangan pariwisata suatu negara tentu saja tidak dapat terlepas dari jumlah
kunjungan wisatawan yang datang ke negara tersebut. Maka guna meningkatkan jumlah tersebut,
adanya jaminan bagi keamanan serta keselamatan wisatawan sangatlah diperlukan.
Andai kata suatu negara yang menjadi tujuan wisata gagal dalam membuat
wisatawan merasa aman dan menyediakan pelayanan yang baik, hal tersebut tentu
saja akan memberikan dampak buruk bagi perkembangan pariwisata di negara
tersebut.[5]
Beranjak dari
paragraf sebelumnya, maka tampak
mengapa hukum perlindungan konsumen mendapatkan perhatian
yang besar di tengah pesatnya perkembangan
zaman ini. Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa “perlindungan konsumen merupakan
segala usaha yang memastikan terjaminnya kepastian hukum guna memberikan
perlindungan kepada konsumen”. Hal ini
merupakan wujud tameng
bagi konsumen dari
kesewenangan pelaku usaha
dalam mengutamakan kepentingannya di era perdagangan bebas.[6] Konsumen memiliki posisi
yang lemah dalam hubungannya dengan pelaku usaha, maka dari itu dibutuhkan perlindungan
hukum yang bersifat mengatur dan melindungi, mengingat kompleksnya permasalahan
perlindungan konsumen yang kian muncul di era dimana perkembangan zaman tidak
mengenal kata henti.[7]
Pada 12
Maret 2020, World Health
Organization resmi menetapkan
mewabahnya COVID-19 sebagai pandemi global.[8] Wabah ini menyebar hingga ke lintas
negara dengan sangat cepat dan telah meluas ke berbagai belahan dunia.
Penyebaran virus Corona mau tidak mau mempengaruhi berbagai aktivitas
global, tidak terkecuali sektor pariwisata. UNWTO melaporkan bahwa dalam
merespons pandemi ini, 96% dari destinasi wisata di dunia menerapkan larangan
perjalanan wisata, baik bagi seluruh negara maupun beberapa negara tertentu.[9]
Indonesia merupakan
satu dari sekian
banyak negara yang
merasakan dampak pandemi ini pada
sektor pariwisata. Dalam upayanya mencegah dan mengendalikan penyebaran virus
ini, Presiden menerbitkan ketentuan baru yang termuat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang mana
penerapannya diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9
Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka
Percepatan Penanganan COVID-19. Dengan diterapkannya kebijakan tersebut, masyarakat
dihadapkan dengan kebiasaan baru yang mengharuskan segala kegiatan untuk
dilakukan di dalam rumah dengan adanya imbauan physical distancing dan
isolasi mandiri, dengan harapan orang-orang dapat menghindari bepergian keluar
apabila tidak ada kepentingan yang mendesak.[10]
Kebijakan
ini tentu saja berdampakpula pada penutupan objek wisata di Indonesia dengan
jumlah yang tidak sedikit dengan adanya anjuran bagi masyarakat untuk
menghindari keramaian guna mencegah penularan virus Corona.[11]
Kemudian seiring
berjalannya waktu, pemerintah
terus memperbarui kebijakannya dengan memperhatikan keadaan
perputaran roda ekonomi Indonesia yang tidak dapat dibiarkan berhenti begitu
saja. Sektor pariwisata sebagai salah satu industri
yang memberikan kontribusi
cukup besar bagi
perekonomian Indonesia merupakan
salah satu yang memerlukan perhatian khusus. Maka dengan diterbitkannya
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020/ tentang
Protokol Kesehatan bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka
Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19),
era new normal resmi berlaku d Indonesia dengan tetap
memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang ada
dalam keputusan menteri
tersebut. Tempat-tempat wisata di beberapa wilayah di Indonesia
diizinkan untuk kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat
dan pembatasan kapasitas pengunjung. Hal
ini bertujuan agar perekonomian dapat tetap berjalan dan memberikan dampak baik
khususnya bagi industri pariwisata yang bergantung pada wisatawan domestik.[12]
Selama
ini, pengusaha pariwisata diwajibkan untuk senantiasa memberikan kenyamanan,
keramahan, perlindungan keamanan serta keselamatan untuk wisatawan, sesuai
dengan yang diatur dalam Pasal 26 huruf d Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja. Kewajiban ini secara tidak langsung dimaksudkan guna
memberikan jaminan dalam penggunaan jasa pariwisata yang diperoleh wisatawan,
sehingga wisatawan sebagai
konsumen dapat terhindar
dari kerugian apabila
mengkonsumsi jasa pariwisata.[13]
Adapun kewajiban setiap pengusaha pariwisata berdasarkan Pasal 67 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai berikut:
“Pasal 67
4. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26
(1)Setiap pengusaha pariwisata wajib:
a.menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b.memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab;
c.memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
d.memberikan kenyamanan, keramahan, pelindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan;
e.memberikan pelindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi;
f.mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan;
g.mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal;
h.meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan;
i.berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat;
j.turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya;
k.memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri;
l.memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya;
m.menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab; dan
n.memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat”.
Dalam penerapannya, perlindungan konsumen merupakan istilah yang digunakan untuk mewakili perlindungan hukum bagi konsumen dengan wujud asas-asas dan kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan melindungi kepentingan konsumen.[14] Perlindungan konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur dalam Pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa:
“Pasal 1
- perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
Segala
upaya tersebut memiliki tujuan yang menjadi target akhir yang wajib terwujud
dalam pelaksanaannya, sebagaimana termuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang bunyinya:
“Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan:
a.meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b.mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c.meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d.menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e.menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;
f.meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen”.
Dalam pemenuhan enam tujuan tersebut, tentu saja erat kaitannya dengan asas-asas hukum yang berlaku. Asas hukum dipahami sebagai nilai-nilai yang lahir dari pikiran dan hati nurani manusia dalam membedakan antara baik dan buruk, yang menjadi dasar tumpuan atau latar belakang dari pembentukan suatu peraturan hukum yang berlaku demi tercapainya ketertiban dalam masyarakat.[15]
Bentuk lain dari perlindungan bagi wisatawan adalah dengan dilakukannya sertifikasi CHSE (cleanliness, health, safety, and environmental sustainability) pada sektor pariwisata oleh pemerintah. Sertifikasi tersebut dibuat untuk memastikan penerapan protokol kesehatan dalam pengendalian virus Corona. Kegiatan sertifikasi pada dasarnya bersifat sukarela untuk hotel dan usaha pariwisata lainnya dan tidak dipungut biaya. Kegiatan sertifikasi ini pada sektor wisata diantaranya mencakup hotel, restoran, destinasi daya tarik, homestay, usaha perjalanan wisata, pemandu, SPA, MICE, serta wisata minat khusus. Sementara untuk ekonomi kreatif yakni menjangkau bioskop, seni pertunjukan, musik, seni rupa, fesyen, kuliner, kriya, fotografi, dan permainan. Tim sertifikasi selain dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bakal melibatkan Kementerian Kesehatan, serta sejumlah asosiasi seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia dan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia. Selain itu, tim provinsi dan kabupaten kota juga ikut dilibatkan serta lembaga sertifikasi yang nantinya bertugas menjadi asesor atau auditor.[16]
Selain itu pemerintah juga telah mengupayakan perlindungan konsumen dengan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019. Di dalam peraturan tersebut memerintahkan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota untuk menyusun dan menetapkan peraturan gubernur/peraturan bupati/wali kota yang memuat ketentuan antara lain:
1) kewajiban mematuhi protokol kesehatan antara lain meliputi:
a) perlindungan kesehatan individu yang meliputi:
(1) menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya;
(2) membersihkan tangan secara teratur;
(3) pembatasan interaksi fisik (physical distancing); dan
(4) meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
b) perlindungan kesehatan masyarakat, antara lain meliputi: (1) sosialisasi, edukasi, dan penggunaan berbagai media informasi untuk memberikan pengertian dan pemahaman mengenai pencegahan dan pengendalian Corona Virus Desease 2019 (COVID-19);
(2) Penyediaan sarana cuci tangan pakai sabun yang mudah diakses dan memenuhi standar atau penyediaan cairan pembersih tangan (hand sanitizer);
(3) Upaya penapisan dan pemantauan kesehatan bagi setiap orang yang akan beraktivitas;
(4) Upaya pengatur jaga jarak;
(5) Pembersihan dan disinfeksi lingkungan secara berkala;
(6) Penegakan kedisiplinan pada perilaku masyarakat yang berisiko dalam penularan dan tertularnya Corona Virus Desease 2019 (COVID-19); dan
(7) Fasilitasi dalam deteksi dini dan penanganan kasus untuk mengantisipasi penyebaran Corona Virus Desease 2019 (COVID-19).
2) Kewajiban mematuhi protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikenakan kepada perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum.
3) Tempat dan fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada angka 2), meliputi: a)perkantoran/tempat kerja, usaha, dan industri;
b)sekolah/institusi pendidikan lainnya;
c)tempat ibadah;
d)stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandar udara;
e)transportasi umum;
f)kendaraan pribadi;
g)toko, pasar modern, dan pasar tradisional;
h)apotek dan toko obat;
i)warung makan, rumah makan, cafe, dan restoran;
j)pedagang kaki lima/lapak jajanan;
k)perhotelan/penginapan lain yang sejenis;
l)tempat pariwisata;
m)fasilitas layanan kesehatan;
n)area publik, tempat lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan massa; dan
o)tempat dan fasilitas umum dalam protokol kesehatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada angka 2), wajib memfasilitasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-1 9).
5)memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-1 9) yang dilakukan oleh perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum.
Sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) berupa:
a.Teguran lisan atau teguran tertulis;
b.Kerja sosial;
c.Denda administratif; atau
d.Penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.
Pandemi ini menyebabkan bergesernya orientasi segmen pasar pariwisata yang sebelumnya wisatawan mancanegara menjadi wisatawan nusantara. Pergeseran ini diakibatkan belum pulihnya arus penerbangan internasional sepenuhnya. Maka dari itu, dibutuhkan suatu strategi khusus dari pemerintah dalam menghadapi imbas dari kondisi ini terhadap sektor pariwisata agar tidak membuatnya semakin terpuruk dan dapat segera bangkit kembali. Pariwisata Indonesia haruslah beradaptasi di era new normal dengan selalu memberi perhatian khusus pada aspek kebersihan, keselamatan, dan keamanan. Implementasi protokol kesehatan di setiap destinasi pariwisata haruslah diusahakan agar terwujud secara maksimal. [17]
Selama ini, menjaga jarak dengan orang lain, menghindari kerumunan, menjauhi keramaian, dan tidak berdesakan bukanlah kebiasaan yang umumnya ada di suatu destinasi pariwisata, khususnya pada masa-masa tertentu seperti pada saat liburan dan akhir pekan. Hal ini tentu saja berpotensi untuk menjadi ancaman bagi keamanan, kesehatan, serta keselamatan wisatawan dan lebih lanjut akan berdampak kepada bagaimana suatu destinasi wisata akan bertahan di kemudian hari.[18] Sehingga sebagai bentuk perlindungan hukum bagi wisatawan di masa pandemi COVID-19, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat dijadikan payung hukum untuk menghindarkan wisatawan dari kerugian, terkhusus kerugian kesehatan yaitu tertular virus Corona. Pengusaha pariwisata selaku pelaku usaha wajib memberikan jaminan atas mutu dan kondisi jasa pemenuhan kebutuhan bagi wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata yang disediakan. Caranya adalah dengan memberikan informasi dan keterangan yang benar, jelas dan jujur mengenai bagaimana suatu destinasi pariwisata itu dikelola saat pandemi COVID-19 masih berlangsung. Pengusaha pariwisata juga wajib memastikan senantiasa dipatuhinya protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai bentuk pelayanan yang benar dan pemenuhan hak yang dimiliki wisatawan sebagai konsumen. Di lain sisi, wisatawan selaku konsumen juga berkewajiban untuk menaati kebijakan yang telah ditetapkan oleh pengusaha pariwisata selama masa pandemi COVID-19 demi keamanan dan keselamatan diri sendiri maupun orang lain. Kewajiban konsumen ini perlu ditekankan karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen hanya dapat memberikan perlindungan secara efektif dan maksimal apabila kesadaran hukum dari masyarakat dalam hal ini wisatawan selaku konsumen telah terwujud.[19]
[1] Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Rencana Strategis
Ke-menparekraf/Baparekraf 2020-2024, (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Republik Indo-nesia 2020), hal. 42.
[2] Annisa Puspitadelia, Ibid.
hal 883.
[3]
Annisa Puspitadelia, Ibid.
hal 884.
[1] Dewa Gede Atmaja, Asas-Asas
Hukum dalam Sistem Hukum, (2018) Vol.
12 No. 2 Kertha Wicaksana, hal.
146.
[2] Republika.co.id,
https://republika.co.id/berita/qfp1iw370/pemerintah-segera-sertifikasi-chse-sektor-pariwisata, diakses pada 23 Agustus 2022
[1] Celina Tri
Siwi Kristiyanti, Loc.cit.
[1] Muhammad Afdi Nizar, Pengaruh
Pariwisata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Munich Personal RePEc
Archive (2011), hal 2.
[2] Beritasatu.com, https://www.beritasatu.com/archive/596358/kedatangan-wisatawan-global-2019-ukir-rekor-15-miliar, diakses pada 23 Agustus 2022.
[3]
Badan Pusat Statistik, Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional
Januari 2020, Berita Resmi Statistik (2020).
[4] Annisa
Puspitadelia, Perlindungan Hukum bagi Wisatawan di Masa Pandemi COVID-19
Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
dalam Jurnal Jurist-Diction Vol. 4, No. 3, Mei 2021, hal. 865.
[5]
Ni Made Novi Rahayo Widiastari, Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap
Wisatawan, (2013) Vol. 01 No. 05 Kertha Semaya, hal. 2.
[6] Ahmadi Miru
dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Rajawali Pers 2017),
hal. 1.
[7] Celina Tri
Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar Grafika 2018),
hal. 13.
[8] Kompas.com,
https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/12/083129823/who-resmi-sebut-virus-corona-covid-19-sebagai-pandemi-global?page=all,
diakses pada 23 Agustus 2022.
[9] Detik.com,
https://travel.detik.com/travel-news/d-4986458/sedih-96-tempat-wisata-di-seluruh-dunia-ditutup-efek-corona,
diakses pada 23 Agustus 2022.
[10] Annisa Puspitadelia, Op.cit, hal. 866
[11] Finance.detik.com,
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4989978/objek-wisata-tutup-imbas-corona-pengusaha-pendapatan-hampir-zero,
diakses pada 23 Agustus 2022
[12] Annisa
Puspitadelia, Op.cit, hal. 867
[13] Annisa
Puspitadelia, Ibid. hal 868.
LEGAL BASIS:
- Law Number 8 of 1999 concerning
Consumer Protection
- Law Number 10 of 2009 concerning
Tourism
- Law Number 11 of 2020 concerning Job
Creation
REFERENCES:
- Muhammad Afdi Nizar, Pengaruh Pariwisata terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Munich Personal RePEc Archive (2011)
- Beritasatu.com,https://www.beritasatu.com/archive/596358/kedatangan-wisatawan-global-2019-ukir-rekor-15-miliar, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Badan Pusat Statistik, Perkembangan
Pariwisata dan Transportasi Nasional Januari 2020, Berita Resmi
Statistik (2020).
- Annisa Puspitadelia, Perlindungan Hukum bagi Wisatawan di Masa
Pandemi COVID-19 Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, dalam Jurnal Jurist-Diction Vol. 4, No. 3, Mei
2021.
- Ni Made
Novi Rahayo Widiastari, Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Wisatawan,
(2013) Vol. 01 No. 05 Kertha Semaya.
- Ahmadi Miru
dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Rajawali Pers 2017).
- Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar
Grafika 2018).
- Kompas.com,https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/12/083129823/who-resmi-sebut-virus-corona-covid-19-sebagai-pandemi-global?page=all, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Detik.com, https://travel.detik.com/travel-news/d-4986458/sedih-96-tempat-wisata-di-seluruh-dunia-ditutup-efek-corona, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Finance.detik.com,https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4989978/objek-wisata-tutup-imbas-corona-pengusaha-pendapatan-hampir-zero, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Dewa Gede Atmaja, Asas-Asas Hukum dalam Sistem Hukum, (2018)
Vol. 12 No. 2 Kertha Wicaksana, hal. 146.
- Republika.co.id,https://republika.co.id/berita/qfp1iw370/pemerintah-segera-sertifikasi-chse-sektor-pariwisata, diakses pada 23 Agustus 2022.
- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Rencana
Strategis Ke-menparekraf/Baparekraf 2020-2024, (Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Republik Indonesia 2020).
The word tourism is etymologically a combination of the words pari and tourism in Sanskrit. Pari means all, whole, full, while tourism means journey. Therefore the combination of the two, the word tourism can be interpreted as a full trip. The development of the world economy today cannot be separated from the role of tourism. Today, tourism is an important element in people’s lives, whose activities are closely related to social and economic growth.
United Nations World Tourism Organizations (UNWTO) in its report stated that in January 2020, international tourist arrivals worldwide rose 4% from the previous year, which was 1.5 billion. This number is a proof that the tourism sector has become an industry that has a major influence on economic growth in the world.
In Indonesia itself, tourism is one of the mainstay sectors in economic
development. The Central Statistics Agency stated that there was an increase in
the number of foreign tourist arrivals by 5.85% in January 2020 when compared
to the number of visits in January 2019. With a variety of cultures and all the
natural resources it has, Indonesia’s potential in the tourism sector is very
large.
The regulation regarding tourism is regulated in Law Number
10 of 2009 concerning Tourism as amended by Law Number 11 of 2020 concerning
Job Creation as “All activities related to tourism and are
multidimensional and multidisciplinary in nature that arise as a manifestation
of the needs of each person and country and interaction between tourists and
local communities, fellow tourists, the Government, Regional Governments, and
entrepreneurs”. Based on this, it is important for Indonesia to pay attention
to tourism development in this modern era by constantly updating
tourism-related policies, so that it can continue to improve the quality and
maintain its tourism existence in the eyes of the world.
Another thing that needs attention is the protection of tourists. The
development of a country’s tourism certainly cannot be separated from the number of tourist visits that come to the
country. Therefore in order to increase this number, guarantees for the safety
and security of tourists are needed. If a country’s tourist destination fails
to make tourists feel safe and provide good service, this will certainly
have a negative impact on
the development of tourism in that country.
Proceeding from the previous paragraph, it appears why consumer protection law has received great attention in the midst of the rapid development of this era. Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection stipulates that “consumer protection is all efforts to ensure legal certainty in order to provide protection to consumers”. This is the form of protection to traveller from the arbitrariness of business actors in prioritizing their interests in the era of free trade. Traveller has a weak position in relation to business actors, therefore it is necessary to have a legal protection that regulates and protects traveller, considering the complexity of traveller protection problems that are increasingly emerging in an era where the development of the times does not know the word stop.
On March 12, 2020, the World Health Organization
officially declared the COVID-19 outbreak a global pandemic. This epidemic
spread across countries very quickly and has spread to various parts of the
world. The spread of the Coronavirus inevitably affects various global
activities, including the tourism sector. UNWTO reports that in response to
this pandemic, 96% of tourist destinations in the world have implemented travel
bans, both for all countries and certain countries.
Indonesia is one of the many countries that have felt the impact of this
pandemic on the tourism sector. In his efforts to prevent and control the
spread of this virus, the President issued new provisions contained in
Government Regulation Number 21 of 2020 concerning Large-Scale Social
Restrictions, the implementation of which is regulated in detail in the
Regulation of the Minister of Health Number 9 of 2020 concerning Guidelines for
Large-Scale Social Restrictions in the Context Acceleration of Handling COVID-19.
With the implementation of this
policy, people are faced with a new habit that requires all activities to be
carried out at home with the advice of physical distancing and self-isolation,
this is done in the hope that people can avoid traveling outside if there is no
urgent need.
This policy certainly also has an impact on the closure of tourist
attractions in Indonesia in large numbers with recommendations for the public
to avoid crowds in order to prevent the transmission of the Coronavirus.
As time goes by, the Government continues to
update its policies by taking into account the state of the Indonesian economy,
which cannot be allowed to just stop. The tourism sector as one of the
industries that contributes significantly to the Indonesian economy is one that
requires special attention. So with the issuance of the Decree of the
Minister of Health of the Republic of Indonesia Number HK.01.07 / MENKES /
382/2020 / concerning Health Protocols for The Public in Public Places and
Facilities in the Context of Prevention and Control of Corona Virus Disease
2019 (COVID-19), the new
normal officially applies in Indonesia with due observance of the provisions
contained in the Ministerial Decree. Tourist attractions in several regions in
Indonesia are allowed to reopen by implementing strict health protocols and
limiting visitor capacity. This is intended so that the economy can continue to
run and have a good impact, especially for the tourism industry which depends on
domestic tourists.
During this time, tourism entrepreneurs are
required to always provide comfort, friendliness, security and safety
protection for tourists, in accordance with what is stipulated in Article 26
letter d of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism as amended by Law
Number 11 of 2020 concerning Job Creation. This obligation is indirectly
intended to provide guarantees in the use of tourism services obtained by
tourists so that tourists as consumers can avoid losses when consuming tourism
services.
The obligations of every tourism entrepreneur based on Article 67 number
4 of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation are as follows:
The regulation regarding tourism is regulated in Law Number 10 of 2009 concerning Tourism as amended by Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation as “All activities related to tourism and are multidimensional and multidisciplinary in nature that arise as a manifestation of the needs of each person and country and interaction between tourists and local communities, fellow tourists, the Government, Regional Governments, and entrepreneurs”. Based on this, it is important for Indonesia to pay attention to tourism development in this modern era by constantly updating tourism-related policies, so that it can continue to improve the quality and maintain its tourism existence in the eyes of the world.
Another thing that needs attention is the protection of tourists. The
development of a country’s tourism, of course, cannot be separated from the number of tourist visits that come to the
country. So in order to increase this number, guarantees for the safety and
security of tourists are needed. If a country that is a tourist destination fails to make tourists feel safe and provide good
service, this will of course have a negative
impact on the development of tourism in that country.
Moving on from the previous paragraph, it appears
why consumer protection law has received great attention in the midst of the
rapid development of this era. Law Number 8 of 1999 concerning Consumer
Protection stipulates that “consumer protection is all efforts to ensure
legal certainty in order to provide protection to consumers”. This is a form of shield for consumers from the
arbitrariness of business actors in prioritizing their interests in the era of
free trade. Consumers have a weak position in relation to business actors,
therefore legal protection is needed that is regulating and protecting, given
the complexity of consumer protection issues that are increasingly emerging in
an era where the development of the times does not know stopping.
On March 12, 2020, the World Health Organization
officially declared the COVID-19 outbreak a global pandemic. This epidemic
spread across countries very quickly and has spread to various parts of the
world. The spread of the Coronavirus inevitably affects various global
activities, including the tourism sector. UNWTO reports that in response to
this pandemic, 96% of tourist destinations in the world have implemented travel
bans, both for all countries and certain countries.
Indonesia is one of the many countries that have felt the impact of this
pandemic on the tourism sector. In his efforts to prevent and control the
spread of this virus, the President issued new provisions contained in
Government Regulation Number 21 of 2020 concerning Large-Scale Social
Restrictions, the implementation of which is regulated in detail in the
Regulation of the Minister of Health Number 9 of 2020 concerning Guidelines for
Large-Scale Social Restrictions in the Context Acceleration of Handling
COVID-19. With the implementation of this policy,
the community is faced with new habits that require all activities to be
carried out at home with the appeal of physical distancing and self-isolation,
with the hope that people can avoid traveling out if there is no urgent need.
This policy, of course, also has an impact on the closure of tourist
attractions in Indonesia in large numbers with recommendations for the public
to avoid crowds in order to prevent the transmission of the Coronavirus.
Then over time, the Government continues to update its
policies by taking into account the state of the Indonesian economy, which
cannot be allowed to just stop. The tourism sector as one of the industries
that contributes significantly to the Indonesian economy is one that requires
special attention. So with the issuance of the Decree of the
Minister of Health of the Republic of Indonesia Number
HK.01.07/MENKES/382/2020/ concerning Protocols for Public Health in Public
Places and Facilities in the Context of Prevention and Control of Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19), the new normal officially applies in Indonesia
with due observance of the provisions contained in the Ministerial Decree.
Tourist attractions in several regions in Indonesia are allowed to reopen by
implementing strict health protocols and limiting visitor capacity. This is
intended so that the economy can continue to run and have a good impact,
especially for the tourism industry which depends on domestic tourists.
So far, tourism entrepreneurs are required to
always provide comfort, friendliness, security and safety protection for
tourists, in accordance with what is stipulated in Article 26 letter d of Law
Number 10 of 2009 concerning Tourism as amended by Law Number 11 of 2020 concerning Copyrights. Work. This obligation is
indirectly intended to provide guarantees in the use of tourism services
obtained by tourists, so that tourists as consumers can avoid losses when
consuming tourism services.
The obligations of every tourism entrepreneur based on Article 67 number 4 of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation are as follows:
“Article 67
4. The provisions of Article 26
are amended to read as follows:
Article 26
(1) Every tourism
entrepreneur shall:
a. maintain and respect religious norms, customs, culture, and values that live in the local community;
b. provide an accurate and responsible information;
c. provide non-discriminatory services;
d. provide a comfort, hospitality, security and safety to traveller;
e. provide an insurance protection to tourism businesses with high-risk activities;
f. develop partnerships with local micro, small, and cooperative enterprises that mutually require,strengthen, and profitable each other;
g. prioritize the use of local community products, domestic products, and provide opportunities for local work force;
h. improving the competence of the work force through training and education;
i. play an active role in infrastructure development efforts and community empowerment programs;
j. participate in preventing all forms of acts that violate decency and unlawful activities in the environment where the business is located;
k. maintain a healthy, clean and beautiful environment;
l. maintain the sustainability of the natural and cultural environment;
m. maintain the image of Indonesia through responsible tourism business activities; and
n. comply the business licenses from the central government”.
In its application, traveller protection is a term used to represent legal protection for traveller in the form of principles and rules that regulate and protect traveller interests. Traveller protection is regulated in Article 1 Number 1 Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection which states that:
“Article 1
consumer protection is all efforts that guarantee legal certainty to
provide protection to consumers”.
All of these efforts have objectives
that are the final target that must be realized in their implementation, as regulated
in Article 3 of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection which states:
“Article 3
Consumer protection aims:
a. increase consumer awareness, ability and independence to protect
themselves;
b. elevating the dignity of consumers by preventing them from the
negative excesses of the use of goods and/or services;
c. increasing the empowerment of
consumers in choosing, determining, and demanding their rights as consumers;
d. create protection system consumer that contains elements of
legal certainty and information disclosure as well as access to information;
e. raise awareness of business actors regarding the importance of
consumer protection so that an honest and responsible attitude in doing business
grows;
f. improve the quality of goods and/or services that ensure the continuity of the business of producing goods and/or services, health, comfort, security, and safety of consumers”.
In fulfilling these six
objectives, it is closely related to the principles of applicable law. Legal
principles are understood as values born from the mind and
conscience of human in distinguishing between good and bad, which are the basis
or background of the formation of an applicable legal regulation for
achievement of order in society.
Another form of protection for tourists is to carry out CHSE
certification (cleanliness, health, safety, and environmental sustainability)
in the tourism sector by the government. The certification was made to ensure
the implementation of health protocols in controlling the coronavirus. Certification activities are
basically voluntary for hotels and other tourism businesses and are free of
charge. This certification activity in the tourism sector includes hotels,
restaurants, attraction destinations, homestays, travel businesses, guides,
SPA, MICE, and special interest tours. Meanwhile, for the creative economy, it covers cinema, performing
arts, music, fine arts, fashion, culinary, crafts, photography, and games. The
certification team apart from the Ministry of Tourism and Creative Economy will
involve the Ministry of Health, as well as a number of associations such as the
Indonesian Hotel and Restaurant Association and the Association of Indonesian
Travel Companies. In addition, provincial and district-city teams are also
involved as well as certification bodies who will later serve as assessors or
auditors.
In addition, the government has also sought consumer protection by issuing Presidential Instruction No. 6 of 2020 concerning Improvement of Discipline and Law Enforcement of Health Protocols in the Prevention and Control of Corona Virus Disease 2019. The regulation instructs the Governor, Regent, and Mayor to prepare and stipulate a governor/regent/mayor regulation which contains provisions, among others:
1) The obligations to comply with health protocols includes:
a) protection of infividual health which includes:
- use personal protective equipment in the form of a mask that covers the nose and mouth to the chin, if you have to leave the house or interact with other people whose health status is unknown;
- clean hands regularly;
- physical distancing; and
- increase endurance by implementing clean and healthy living behaviors;
- b)public health protection, including:
- socialization, education, and the use of various information media to provide understanding of the prevention and control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
- Provision of hand washing facilities with soap that are easily accessible and meet standards or provision of hand sanitizer;
- Health screening and monitoring efforts for everyone who will have an activity;
- Social distancing measures;
- Periodic cleaning and disinfection of the environment;
- Enforcement of discipline on community behavior that is at risk in the transmission and contraction of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); and
- Facilitation in early detection and handling of cases to anticipate the spread of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
2) The obligation to comply with health protocols in the prevention and control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) as referred to in number 1) is imposed on individuals, business actors, managers, organizers, or persons in charge of public places and facilities.
3) Public places and facilities as referred to in number 2), including:
a. offices/workplaces, businesses, and industries;
b. schools/ other educational institutions;
c.place of worship;
d.stations, terminals, ports, and airports;
e.public transport;
f.private vehicles;
g.shops, modern markets, and traditional markets;
h.pharmacies and drugstores;
i.food stalls, cafes, and restaurants;
j.street vendors/snack stalls;
k.hospitality/other similar hospitality;
l.tourism places;
m.health care facilities;
n.public areas, other places that can cause crowds; and
o.public places and facilities in other health protocols in accordance with the provisions of laws and regulations.
4) individuals, business actors, managers, organizers, or person in charge of public places and facilities as referred to in number 2), shall facilitate the implementation of prevention and control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
5) Contains sanctions for violations of the application of health protocols in the prevention and control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) carried out by individuals, business actors, managers, organizers, or persons in charge of public places and facilities.
6) The sanctions as referred to in number 5) are in the form of: a)verbal warning or written warning;
b)Social work;
c)Administrative fines; or
d)Termination or temporary closure of business operations.
This pandemic has caused a shift in the orientation of the tourism
market segment from foreign tourists to domestic tourists. This shift is due to
the fact that international flight flows have not fully recovered. Therefore, a special strategy is needed from
the government in dealing with the impact of this condition on the tourism
sector so as not to make it worse and can immediately bounce back. Indonesian tourism must adapt to
the new normal era by always paying special attention to aspects of
cleanliness, safety and security. The implementation of health protocols in
every tourism destination must be endeavored to be realized to the fullest.
During this time, keeping a distance from other
people, avoiding crowds, staying away from crowds, and not being overcrowded
are not habits that generally exist in a tourism destination, especially at
certain times such as holidays and weekends. This certainly has the potential to be a threat
to the security, health, and safety of tourists and will further have an impact
on how a tourist destination will survive in the future.
Therefore as a form of legal
protection for tourists during the COVID-19 pandemic, Law Number 8 of 1999
concerning Consumer Protection can be used as a legal basis to prevent tourists
from losses, especially health losses due to contracting the Corona virus. Tourism entrepreneurs as
business actors are obliged to provide guarantees for the quality and condition
of services to meet the needs of tourists and the provision of tourism
services. The way that can be done is to provide true, clear and honest
information about how a tourism destination is managed while the COVID-19
pandemic is still ongoing. Tourism
entrepreneurs are also required to ensure that the health protocols set by the
government are always adhered to as a form of correct service and the
fulfillment of the rights of tourists as consumers. On the other hand, tourists
as consumers are also obliged to obey the policies that have been set by
tourism entrepreneurs during the COVID-19 pandemic for the safety and security of
themselves and others. This consumer obligation needs to be emphasized
because Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection can only provide protection
effectively and optimally if legal awareness of the public, in this case
tourists as consumers, has been realized.