0

UTILIZATION OF COAL FOR EXPORT

Author: Nirma Afianita, Co-Author: Ilham M. Rajab

DASAR HUKUM:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
  3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 52 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 Tentang Ketentuan Ekspor Batubara dan Produk Batubara.

REFERENSI:

  1. Irwandy Arif, , Batubara Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, hlm. Xvii
  2. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/25/indonesia-jadi-eksportir-batu-bara-terbesar-pada-2019
  3. IPB, “Gambaran Umum Pertambangan Batubara” https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58162/4/BAB%20IV%20Gambaran%20Umum.pdf

Sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi:

“Pasal 33

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.“

Dalam hal ini memiliki makna bahwa energi tak terbarukan pun dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Salah satu energi tak terbarukan yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat yaitu batubara.

Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan dan berwarna coklat sampai hitam yang pada saat pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang menjadikan kandungan karbonnya kaya.[1]

Pengertian batubara juga terdapat dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 1

3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.

Menurut Badan Energi Internasional (IEA), Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar sepanjang 2019. Setidaknya terdapat 455 juta ton batu bara yang diperdagangkan di pasar global dari tanah air.[2] Jumlah batu bara yang diekspor pada 2019 mengalami peningkatan hingga 4,8% dibanding tahun sebelumnya. Pada 2018, Indonesia hanya mampu mengirim 434 juta ton batu bara ke pasar global.[3]

Peningkatan produksi batubara Indonesia dipicu oleh kenaikan permintaan pada pasar ekspor batubara Indonesia yang salah satunya adalah negara Cina. Berkaitan dengan pembatasan impor batubara dari Australia dengan pemberlakukan peraturan pengiriman barang yang semakin ketat.[4] Sehingga hal tersebut menyebabkan permintaan batubara dari Cina kepada Indonesia mengalami peningkatan. Setiap tahunnya lebih dari 70% dari total produksi batubara Indonesia dikirim untuk memenuhi permintaan importir batubara di luar negeri sedangkan sisanya untuk memenuhi konsumsi batubara domestik.[5]

Terkait ketentuan ekspor batubara sendiri terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 52 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 Tentang Ketentuan Ekspor Batubara dan Produk Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 2

  • Batubara dan Produk Batubara yang dibatasi ekspor tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.”

Bagi pelaku usaha batubara harus memiliki izin, ada pun izin terkait batubara terdapat dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 35

  • Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
  • Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian:

a. nomor induk berusaha;

b. sertifikat standar; dan/atau

izin.

  • lzin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:
  • IUP;
  • IUPK;
  • IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
  • IPR;
  • SIPB;
  • izin penugasan;
  • Izin Pengangkutan dan Penjualan;
  • IUJP; dan
  • IUP untuk Penjualan.
  • Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian  Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Adapun sanksi bagi para pelaku usaha batubara yang tidak memiliki izin sebagaimana Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sanksi-sanksi terdapat dalam Pasal 151 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 151

(1) Menteri berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36A, Pasal 41, Pasal 52 ayat (4), Pasal 55 ayat (4), Pasal 58 ayat (4ll, Pasal 61 ayat (4), Pasal 70, Pasal 7OA, Pasal 7l ayat (1), Pasal 74 ayat (4), Pasal 74 ayat (61, Pasal 86F, Pasal 86G huruf b, Pasal 91 ayat (1), Pasal 93A, Pasal 93C, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97,Pasal 98, Pasal 99 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 100 ayat (1), Pasal 101A, Pasal LO2 ayat (1), Pasal 103 ayat (1), Pasal 1O5 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 106, Pasal lO7, Pasal 108 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 110, Pasal ii1 ayat (1), Pasal ll2 ayat (1), Pasal ll2f. ayat (1), Pasal ll4 ayat (2)’, Pasal 115 ayat (2), Pasal 123, Pasal 123A ayat (1) dan ayat (2), Pasal 124 ayat (1), Pasal 125 ayat (3), Pasal 126 ayat (1), Pasai 128 ayat (1), Pasal 729 ayat (1), Pasal 130 ayat (2), atau Pasal 136 ayat (1).

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. peringatan tertulis;

b. denda;

c. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi; dan/atau

d. pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan.

 Adapun sanksi pidana bagi yang melakukan penambang tanpa izin sebagaimana Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 151

Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.OOO.000.000,00 (seratus miliar rupiah).


[1] Irwandy Arif, , Batubara Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, hlm. xvii

[2] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/25/indonesia-jadi-eksportir-batu-bara-terbesar-pada-2019 diakses 7 Juni 2022

[3] Ibid

[4] IPB, “Gambaran Umum Pertambangan Batubara” https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58162/4/BAB%20IV%20Gambara n%20Umum.pdf diakses 7 Juni 2022

[5] Ibid

LEGAL BASIS:

  1. Constitution of Republic Indonesia of 1945;
  2. 2. Law Number 3 of 2020 of Amendments to Law Number 4 of 2009 of Mineral and Coal Mining;
  3. Regulation of the Minister of Trade Number 52 of 2018 of the Second Amendment to the Regulation of the Minister of Trade Number 39/M-DAG/PER/7/2014 of Provisions for the Export of Coal and Coal Products.

REFERENCE :

  1. Irwandy Arif, , Batubara Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, hlm. Xvii
  2. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/25/indonesia-jadi-eksportir-batu-bara-terbesar-pada-2019
  3. IPB, “Gambaran Umum Pertambangan Batubara” https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58162/4/BAB%20IV%20Gambaran%20Umum.pdf

As mandated by Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, which reads:

“Article 33”

(3) The earth and water and the natural resources contained therein are controlled by the state and used for the greatest prosperity of the people.”

In this case, it means that even non-renewable energy is controlled by the state and used for the prosperity of the people. One of the non-renewable energy that aims for the prosperity of the people is coal.

Coal is a sedimentary rock (solid) that can burn, comes from plants and is brown to black in colour which at the time of deposition is exposed to physical and chemical processes that make its carbon content rich.

The definition of coal is also contained in Article 1 point 3 of Law Number 3 of 2020 of Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, which reads:

“Article 1

3. Coal is a carbonaceous organic compound deposit formed naturally from plant residues.

According to the International Energy Agency (IEA), Indonesia was the largest coal exporter throughout 2019. There are at least 455 million tons of coal traded in the global market from Indonesia. The amount of coal exported in 2019 increased by 4.8% compared to the previous year. In 2018, Indonesia was only able to send 434 million tons of coal to the global market.

The increase in Indonesian coal production was triggered by an increase in demand in the Indonesian coal export market, one of which is China. Regarding the restrictions on coal imports from Australia with the implementation of increasingly stringent shipping regulations. This causes the demand for coal from China to Indonesia to increase. Every year more than 70% of Indonesia’s total coal production is sent to meet the demands of coal importers abroad while the rest is to meet domestic coal consumption.

Regarding the provisions for the export of coal itself, it is contained in Article 2 paragraph (1) of the Regulation of the Minister of Trade Number 52 of 2018 of the Second Amendment to the Regulation of the Minister of Trade Number 39/M-DAG/PER/7/2014 concerning Provisions on the Export of Coal and Coal Products, which reads:

“Article 2

(1) Coal and Coal Products that are restricted for export are listed in Appendix I which is an integral part of this Ministerial Regulation.”

For coal business actors, they must have a permit, there is also a permit related to coal contained in Article 35 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 of Mineral and Coal Mining, which reads:

“Article 35”

(1) Mining Business is carried out based on Business Licensing from the Central Government.

(2) Business Licensing as referred to in paragraph (1) is implemented through the granting of:

a. trying main number;

b. standard certificate; and/or permission.

(3) The permit as referred to in paragraph (2) letter c consists of:

a. IUP;

b. IUPK;

c. IUPK as Continuation of Contract/Agreement Operation;

d. IPR;

e. SIPB;

f. assignment permit;

g. Transport and Sales Permit;

h. IUJP; and

i. IUP for Sales.

(4) The Central Government may delegate the authority to grant Business Licensing as referred to in paragraph (2) to the Provincial Government in accordance with the provisions of the legislation.”

As for sanctions for coal business actors who do not have permits as referred to in Article 35 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, the sanctions are contained in Article 151 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, which reads:

“Article 151

(1) The Minister has the right to give administrative sanctions to holders of IUP, IUPK, IPR, SIPB, or IUP for Sales for violating the provisions as referred to in Article 36A, Article 41, Article 52 paragraph (4), Article 55 paragraph (4), Article 58 paragraph (4ll). , Article 61 paragraph (4), Article 70, Article 7OA, Article 7l paragraph (1), Article 74 paragraph (4), Article 74 paragraph (61, Article 86F, Article 86G letter b, Article 91 paragraph (1), Article 93A, Article 93C, Article 95, Article 96, Article 97, Article 98, Article 99 paragraph (1), paragraph (3), and paragraph (4), Article 100 paragraph (1), Article 101A, Article LO2 paragraph (1 ), Article 103 paragraph (1), Article 1O5 paragraph (1) and paragraph (4), Article 106, Article 107, Article 108 paragraph (1) and paragraph (2), Article 110, Article ii1 paragraph (1), Article 122 paragraph (1), Article ll2f paragraph (1), Article 144 paragraph (2)’, Article 115 paragraph (2), Article 123, Article 123A paragraph (1) and paragraph (2), Article 124 paragraph (1) , Article 125 paragraph (3), Article 126 paragraph (1), Article 128 paragraph (1), Article 729 paragraph (1), Article 130 paragraph (2), or Article 136 paragraph (1).

(2) The administrative sanctions as referred to in paragraph (1) are in the form of:

a. written warning;

b. fine;

c. temporary suspension of part or all of Exploration activities or Production Operations; and/or

d. revocation of IUP, IUPK, IPR, SIPB, or IUP for Sales.

The criminal sanctions for mining without a permit are as stated in Article 158 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, which reads:

“Article 151 Any person who conducts Mining without a permit as referred to in Article 35 shall be punished with imprisonment for a maximum of 5 (five) years and a fine of a maximum of Rp100,000,000,000.00 (one hundred billion rupiah).

0

URGENSI PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Adinda Aisyah Chairunnisa

Terorisme merupakan mimpi buruk bagi kesejahteraan masyarakat dunia. Kehadiran kepentingan – kepentingan yang begitu kerasnya dalam bermasyarakat bagaikan luka bagi kehidupan yang damai. Definisi terorisme sendiri sejatinya masih terlalu bias untuk dijadikan sebuah pengertian yang pasti, akan tetapi secara umum Terorisme dapat diartikan sebagai penggunaan kekerasan yang terkoodinir untuk menciptakan ketakutan bagi masyarakat dalam suatu populasi sehingga dengan demikian ketakutan tersebut dapat menjadi tujuan tertentu. [[1]]

Di Indonesia sendiri, Terorisme bukan lah hal yang baru. Berbagai kejadian yang melibatkan aksi teroris terjadi di Indonesia, dimana pada serangan tersebut terdapat kecenderungan yang dimiliki oleh kelompok teroris, sebagai contoh adalah kecenderungan dengan fokus target “lunak” yang mengakibatkan Bom Bali terhadap tempat yang sering dikunjungi oleh orang barat pada tahun 2002 dan 2005. Contoh selanjutnya, pada Juli 2009, juga terjadi ledakan bom di Jakarta terhadap beberapa hotel besar yang menelan korban jiwa.[[2]] Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan, dari mana pendanaan kejadian itu berasal? Tentu pendanaan tersebut datang dengan berbagai banyak cara. Dalam memerangi hal ini pemerintah Indonesia secara konsisten melakukan pembaharuan dan meciptakan produk hukum tentang terorisme salah satunya adalah mengenai Pendanaan Terorisme.

Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme menyatakan bahwa:

Pendanaan Terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan Dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.”[[3]]

Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pendanaan terorisme itu sendiri datang dalam berbagai bentuk dan cara. Dalam bidang korporasi misalnya, pencucian uang untuk pendanaan terorisme merupakan salah satu bentuk yang rawan untuk terjadi. Dalam hukumannya, korporasi yang melakukan kegiatan pendanaan terorisme diatur pada Pasal 8 Ayat 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme yang menyatakan:

“Dalam hal tindak pidana pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personel Pengendali Korporasi.” [[4]]

Yang kemudian diperjelas kembali pada Pasal 8 Ayat 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme:

“Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi jika tindak pidana pendanaan terorisme:

a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personel Pengendali Korporasi;

b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;

c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah dalam Korporasi; atau

d. dilakukan oleh Personel Pengendali Korporasi dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.”[[5]]

Perkembangan Hukum itu sendiri kemudian diikuti dengan komitmen yang nyata dari pemerintah Indonesia untuk mencegah hadirnya terorisme di tengah – tengah kehidupan masyarakat. Indonesia senantiasa berkomitmen dalam upaya meningkatkan awareness mengenai pendanaan terorisme termasuk didalam korporasi dan juga termasuk diantaranya upaya penanggulangan terorisme di bawah kerangka PBB.[[6]] Hal ini juga menunjukkan tekat Indonesia untuk memerangi kejahatan Terorisme Bersama dengan negara – negara di dunia.

Semangat Indonesia dalam mencegah adanya kejahatan Terorisme itu sendiri baru – baru ini mendapat apresiasi dari Lembaga Ketahanan Nasional Inggris. Pada tanggal 24 Mei 2022 Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), melakukan pertemuan dengan Komandan Royal College of Defense Studies (RCDS). Dalam pandangannya Kepala BNPT menyampaikan bahwa terorisme itu kejahatan transnasional yang menuntut penanganan integratif pada satu kawasan agar tidak terjadi celah kerawanan atau istilahnya Window of Vulnerability (WoV).[[7]] Sehingga  apresiasi Lemhanas Inggris dengan 30 partisipan dari berbagai negara tersebut adalah hal yang patut diapresiasi karena faktanya Indonesia saat ini jauh lebih stabil dibanding masa tahun 2002 hingga 2012 lalu dimana bom-bom terorisme datang silih berganti.[[8]]

Dengan adanya Upaya penegakkan hukum dan pencegahan terorisme yang dilakukan dalam berbagai lapisan dan timbulnya apresiasi yang diberikan untuk upaya tersebut tidak lantas menyelesaikan segala upaya itu sendiri. Hal ini tetaplah menjadi hal yang perlu dipertahankan dan juga dikembangkan untuk terus bisa memerangi terorisme.

Dasar Hukum:

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

Referensi:

Brittanica, https://www.britannica.com/topic/terrorism Diakses tanggal 1 Juni 2022 Pukul 09.18

Kemlu, https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-penanggulangan-terorisme Diakses pada tanggal 1 Juni 2022 pukul 10.20

Panrb, https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/pancasila-fondasi-negara-indonesia Diakses pada tanggal 1 Juni 2022 pukul 09.42

Sindo News, https://nasional.sindonews.com/read/783055/14/kunjungan-lemhannas-inggris-tegaskan-pengakuan-indonesia-berhasil-cegah-terorisme-1653854750/ Diakses pada tanggal 1 Juni 2022 pukul 11.01.

UNODC, https://www.unodc.org/indonesia/en/issues/terrorism-prevention.html Diakses tanggal 31 Mei 2022 Pukul 15.34


[[1]] Brittanica, https://www.britannica.com/topic/terrorism Diakses tanggal 1 Juni 2022 Pukul 09.18

[[2]] UNODC, https://www.unodc.org/indonesia/en/issues/terrorism-prevention.html Diakses tanggal 31 Mei 2022 Pukul 15.34

[[3]] Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

[[4]] Pasal 8 ayat 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

[[5]] Pasal 8 ayat 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

[[6]] Kemlu, https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-penanggulangan-terorisme Diakses pada tanggal 1 Juni 2022 pukul 10.20

[[7]] Sindo News, https://nasional.sindonews.com/read/783055/14/kunjungan-lemhannas-inggris-tegaskan-pengakuan-indonesia-berhasil-cegah-terorisme-1653854750/ Diakses pada tanggal 1 Juni 2022 pukul 11.01

[[8]] Ibid

0

KEBIJAKAN PRIVATE PLACEMENT SEBAGAI PINTU EKSPANSI PERUSAHAAN MELALUI DUAL LISTING

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Bryan Hope Putra Benedictus

Penambahan modal merupakan salah satu unsur terpenting dalam kerangka strategi pengembangan usaha perusahaan publik (emiten). Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka penambahan modal, yaitu Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dan Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD). Dengan memberikan HMETD sama artinya dengan Right Issue atau Penawaran Umum Terbatas, sementara PMTHMETD dapat dipersamakan artinya dengan Private Placement.[1]

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/PJOK.04/2014 Tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, Perusahaan Terbuka dapat menambah modal tanpa memberikan HMETD kepada pemegang saham sebagaimana diatur dalam peraturan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, baik untuk memperbaiki posisi keuangan maupun selain untuk memperbaiki posisi keuangan Perusahaan Terbuka.[2] Penambahan modal Perusahaan Terbuka tanpa memberikan HMETD atau Private Placement tersebut wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS. Sebagaimana terjamin dalam Pasal 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/PJOK.04/ 2014 Tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, yang berbunyi :

Pasal 2

(1) Perusahaan Terbuka dapat menambah modal tanpa memberikan HMETD kepada pemegang saham sebagaimana diatur dalam peraturan di sektor Pasar Modal yang mengatur mengenai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, baik untuk memperbaiki posisi keuangan maupun selain untuk memperbaiki posisi keuangan Perusahaan Terbuka.

(2) Penambahan modal Perusahaan Terbuka tanpa memberikan HMETD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS.

(3) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai Rencana dan Penyelenggaraan RUPS Perusahaan Terbuka dan anggaran dasar Perusahaan Terbuka

Sesuai dengan namanya, suatu perusahaan melakukan pelepasan saham suatu perusahaan oleh pemegang saham tertentu tanpa melalui penawaran umum, tetapi hanya ditujukan kepada sekelompok kecil investor dengan tujuan untuk menambah modal. Mekanisme ini dipercaya menjadi cara bagi perusahaan untuk menggalang dana secara cepat dalam pembiayaan kebutuhan perusahaan seperti ekspansi bisnis maupun pembayaran utang. Selain itu, karena penawaran saham yang dijual melalui private placement sifatnya terbatas hanya pada investor dengan kriteria terbaik, potensi perusahaan untuk mendapatkan investor strategis akan semakin besar.[3]

Di balik hak itu terkandung arti bahwa pemegang saham kepemilikannya secara presentase di perseroan tidak mengalami dilusi (pengurangan). Hal ini berbeda dengan tanpa HMETD di mana emiten dapat menambah modal dengan tanpa memberikan HMETD kepada pemegang saham, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 POJK No.38/POJK.04/2014, yang berarti bahwa pemegang saham yang telah ada tidak diberikan hak untuk menambah kepemilikan sahamnya. Hal ini, karena akan ada pemegang saham baru akan menjadi salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan publik tersebut. Konsekuensinya, pemegang saham lama besar kemungkinan akan mengalami dilusi atas persentase saham yang dimiliknya.[4]

Ada pun keterbukaan informasi bagi perusahaan terbuka sebagaimana Pasal 6 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/PJOK.04/2014 Tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, yang berbunyi :

Pasal 2

  • Perusahaan Terbuka yang menambah modal tanpa memberikan HMETD kepada pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib mengumumkan informasi tentang penambahan modal tanpa memberikan HMETD kepada pemegang saham bersamaan dengan pengumuman RUPS dengan memenuhi Prinsip Keterbukaan yang paling kurang memuat:
  • alasan dan tujuan penambahan modal tanpa memberikan HMETD;
  • perkiraan periode pelaksanaan (jika ada);
  • rencana penggunaan dana hasil penambahan modal tanpa memberikan HMETD (jika telah dapat ditentukan);
  • analisis dan pembahasan manajemen mengenai kondisi keuangan Perusahaan Terbuka sebelum dan sesudah penambahan modal tanpa memberikan HMETD;
  • risiko atau dampak penambahan modal tanpa memberikan HMETD kepada pemegang saham termasuk dilusi;
  • keterangan dalam bentuk table tentang rincian struktur modal saham sebelum dan sesudah penambahan modal tanpa memberikan HMETD yang paling kurang mencakup:
  • modal dasar, modal ditempatkan dan disetor penuh beserta informasi mengenai jumlah saham, nilai nominal, dan jumlah nominal;
  • rincian kepemilikan saham oleh pemegang saham yang memiliki 5% (lima persen) atau lebih, direktur, dan komisaris yang meliputi informasi mengenai nama, jumlah kepemilikian sahamnya, jumlah nilai nominal, dan persentase kepemilikan sahamnya;
  • saham dalam simpanan (portepel), yang meliputi informasi mengenai jumlah saham dan nilai nominal; dan
  • proforma modal saham apabila Efek dikonversikan (jika ada); dan
  • keterangan mengenai calon pemodal (jika ada) temasuk ada atau tidaknya hubungan Afiliasi dengan Perusahaan Terbuka.

Pencatatan listing  adalah pencantuman suatu Efek dalam daftar Efek yang tercatat di Bursa sehingga dapat diperdagangkan di Bursa.[5] Dari istilah listing kemudian dikenal juga istilah single listing dan dual listing. Single listing menunjukkan suatu emiten hanya tercatat di satu Bursa Efek, misalnya suatu perusahaan melakukan IPO (Initial Public Offering) dan selanjutnya saham-sahamnya hanya tercatat di BEI saja. Dual listing adalah suatu emiten yang tercatat di dua bursa atau lebih, misalnya tercatat di BEI dan tercatat juga di New York Stock Exchange.[6] Hal ini sudah lumrah dilakukan oleh berbagai perusahaan-perusahaan multinasional.

Berikut merupakan beberapa keuntungan melakukan dual listing, yaitu :[7]

  1. Pendapatan Finansial

Meskipun beberapa manager keuangan melakukan dual listing atas pertimbangan prestise atau peningkatan visibilitas atas produknya, tujuan utama melakukan dual listing adalah mengurangi biaya modal ekuitas perusahaan. Perusahaan yang pasar modal negaranya tidak sepenuhnya terintegrasi dengan pasar modal global akan menanggung biaya modal yang lebih tinggi karena risiko perusahaan-perusahaan ini sebagian besar ditanggung oleh investor dari negara asal. Dual listing juga mengurangi hambatan investasi dan memberi efek positif kepada nilai saham perusahaan.

  • Likuiditas

Dual listing dapat berkontribusi terhadap nilai saham dengan meningkatkan likuiditas saham. Choui-nard dan D’Souza menjelaskan bahwa expected return berkorelasi positif dengan likuiditas, yang diukur dalam bid-ask spread. Peningkatan persaingan antar pasar dapat menurunkan spread. Penurunan nilai spread menghasilkan peningkatan likuiditas, sehingga meningkatkan nilai saham perusahaan.

  • Peningkatan Transaksi Volume Saham

Chouinard dan D’Souza menyatakan bahwa likuiditas akan meningkat ketika pasar domestik mempertahankan porsi yang signifikan dari volume perdagangan atas saham suatu perusahaan dan memberi kesempatan investor asing untuk berinvestasi pada saham perusahaan tersebut. Perdagangan lintas negara yang memiliki aturan ketat, merupakan salah satu faktor penting yang mendorong investor tertarik untuk melakukan investasi pada suatu saham sehingga hal ini akan berdampak pada peningkatan transaksi volume saham.

  • Mengurangi Biaya Modal

Lasfer menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan dual listing dapat menjangkau investor asing yang mampu berinvestasi pada perusahaan asing maupun domestik, sehingga menurunkan risiko pasar karena adanya diversifikasi. Sebagai hasilnya, dual listing menurunkan biaya modal perusahaan. Penurunan biaya modal bisa didapat dari reaksi positif pasar atau didorong oleh manfaat dari dual listing seperti peningkatan likuiditas saham dan kemudahan akses terhadap informasi.

  • Segmentasi

Chouinard dan D’Souza mendefinisikan segmentasi sebagai situasi dimana aset serupa di pasar berbeda memiliki harga yang berbeda. dual listing seringkali dipilih untuk mendapatkan kesempatan segmentasi. Licht menyatakan bahwa di sebagian besar pasar negara berkembang sering ditemukan adanya penghambat investasi asing, salah satunya dibatasi oleh peraturan dan adanya hambatan informasi. Dual listing digunakan untuk menjangkau investor asing agar lebih mudah mendapatkan saham suatu perusahaan.

  • Peningkatan Basis Pemegang Saham

Licht juga mengklaim bahwa dual listing membawa sekuritas asing lebih dekat ke calon investor, karena meningkatkan kesadaran investor terhadap sekuritas. Dual listing juga sering disebut sebagai “firm visibility“. Visibilitas perusahaan ini berdampak positif pada permintaan atas saham, akses perusahaan untuk aktif di pasar uang dan menjual hutang lebih mudah, akses informasi ke pasar modal lebih cepat dan akurat sehingga selanjutnya perusahaan akan dianggap sebagai perusahaan yang kredibel.

  • Signaling effect/bonding

Perusahaan yang berada di negara-negara dengan standar yang kurang bagus melakukan dual listing pada negara tujuan dengan standar tata kelola yang lebih ketat. Dual listing memberi sinyal positif yang menunjukkan bahwa suatu perusahaan memiliki kredibilitas terhadap tata kelolanya.

  • Price Discovery

Chouinard dan D’Souza menyatakan bahwa keuntungan tambahan dari dual listing adalah memfasilitasi proses menilai nilai saham pada awal sesi perdagangan dalam kasus perdagangan saham di pasar yang berada di zona waktu yang berbeda.

Private Placement menjadi salah satu aksi korporasi yang bertujuan untuk menanamkan modal bagi suatu perusahaan demi menjalankan tujuan perusahaan tertentu. Salah satu tujuan tertentu yang memungkinkan ialah melakukan ekspansi melalui dual listing dengan mendaftar dan memperjualbelikan sahamnya pada pasar modal di negara lain.

Dasar Hukum:

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/PJOK.04/ 2014 Tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu

Referensi:

Arvi Alvianda. 2020. “Rencana Aksi Korporasi private placement yang dilakukan oleh PT SLJ GLOBAL, Tbk. Terhadap CAR      RIEDO Limited”. Dalam: Jurnal Suara Hukum Vol.2/No.2/ Setember/2020.

https://journal31.unesa.ac.id/index.php/suarahukum/article/view/10339/5931, diakses pada 1 Juni 2022

Stefani Fabiola Christine. 2018. Analisis Risiko Dan Return Saham Sebelum Dan Sesudah Cross-Listing (studi dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange 2011-2017). Malang (ID): Universitas Brawijaya.

http://repository.ub.ac.id/165990/1/Stefani%20Fabiola%20Christine.pdf, diakses pada 1 Juni 2022

Warta Ekonomi, https://www.wartaekonomi.co.id/read226085/apa-itu-private-placement.html, diakses pada 1 Juni 2022

CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/market/20220520204343-17-340618/goto-private-placement-persiapan-dual-listing-bukan-nih/3, diakses pada 1 Juni 2022


[1]   Arvi Alvianda, Rencana Aksi Korporasi private placement yang Dilakukan oleh PT. SLJ GLOBAL, Tbk. Terhadap CARRIEDO Limited, Jurnal Suara Hukum Vol. 2, No. 2, 2020, h. 216.

[2] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38/PJOK.04/2014 tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu

[3]  Wartaekonomi.co.id,https://www.wartaekonomi.co.id/read226085/apa-itu-private-placement.html, diakses pada 1 Juni 2022.

[4]   Arvi Alvianda, op.cit, h. 217-218.

[5] Delvi Widhia Astuti, Tinjauan Hukum Terhadap Investor Akibat Adanya Pencatatan Penghapusan (Delisting) Di Pasar Modal, Skripsi, (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara : 2020), h. 30.

[6] Ibid.

[7] Stefani Fabiola Christine, Analisis Risiko Dan Return Saham Sebelum Dan Sesudah Cross-Listing (studi dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange 2011-2017), Skripsi, (Universitas Brawijaya : 2018), h. 43-46.

0

PELARANGAN OBAT YANG BEREDAR SECARA ILEGAL DI PASARAN

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Shafa Atthiyyah Raihana

Di Indonesia, pada saat ini permasalahan yang paling marak beredar saat ini yaitu terkait dengan pengedaran obat-obatan terlarang atau obat keras yang belum memiliki izin. Berdasarkan pengertian dari obat sendiri, penjelasan tersebut tercantum pada Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:

“Pasal 1

  • Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.”[1]

Berdasarkan pengertian terebut, memang obat memiliki fungsi untuk mencegah, menyembuhkan, dan memulihkan penyakit yang ada pada manusia. Tetapi perlu diketahui, tidak semua obat-obatan memiliki legalitas perizinan untuk beredar. Salah satu pelarangan obat yang tidak mendapatkan izin yaitu pengedaran obat jenis tramadol dan hexymer. Baru-baru ini, kepolisian baru saja melakukan penangkapan terhadap pelaku pengedar obat-obatan terlarang tersebut. Penangkapan terhadap pengedar obat terlarang tersebut dilakukan di kediamannya sendiri tepatnya di Kabupaten Serang. Setelah digeledah oleh petugas, kemudian ditemukan  barang bukti berupa 3.875 butir pil tramadol dan 9.140 butir pil hexymer, sebuah HP dan plastik klip bening yang diduga digunakan untuk membungkus obat-obatan untuk dijual yang disita pihak berwajib.[2]

Penyebab dilarangnya kedua jenis obat tersebut yaitu tramadol dan hexymer dikarenakan Tramadol merupakan obat yang dapat digolongkan sebagai narkotika, bukan psikotropika. Alasannya, tramadol masuk dalam golongan opioid yang biasa diresepkan dokter sebagai analgesik atau pereda rasa sakit dan tidak memberikan perubahan perilaku penggunanya.[3] Sehingga, jenis obat ini dapat mengubah respons otak dalam merasakan sakit sehingga terjadi efek untuk meredakan nyeri. Tubuh manusia sendiri juga menghasilkan opioid yang dikenal dengan endorfin. Maka, dapat dikatakan tramadol mirip dengan zat di otak yang disebut endorfin, yaitu senyawa yang berikatan dengan reseptor (bagian sel yang menerima zat tertentu). Reseptor kemudian mengurangi pesan rasa sakit yang dikirim tubuh seseorang ke otak. [4]

Efek yang ditimbulkan dari obat tramadol yang sangat kompeten dalam mengurangi rasa nyeri dengan skala berat, serta harga jual yang cukup murah, maka banyak orang menyalah gunakan obat ini, dan digunakan sebagai obat yang dapat menimbulkan efek penenang (melayang bahkan halusinasi) seperti golongan obat narkotika pada umumnya. Sedangkan, pada obat jenis Trihexyphenidil (Hexymer) adalah obat yang berfungsi untuk mengatasi gejala ekstrapiramidal (kaku, tremor, gerakan tidak normal dan tidak terkendali pada tubuh) seperti pada penyakit Parkinson atau efek samping dari pengobatan yang menggunakan obat antipsikotik. THP (Trihexyphenidil) merupakan obat yang perlu pengawasan dokter karena obat ini termasuk kedalam golongan obat psikotropika sehingga untuk mendapatkannya memang perlu dengan resep dokter dan dibawah pengawasan dokter.[5] Psikotropika adalah zat atau obat yang bekerja menurunkan fungsi otak serta merangsang susunan syaraf pusat sehingga menumbulkan reaksi berupa halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan perasaan yang tiba-tiba, dan menimbulkan rasa kecanduan pada pemakainya.[6]

Akibat dari adanya pengedaran ilegal dari kedua jenis obat-obatan tersebut, maka pengedar dapat ditetapkan menjadi tersangka akibat adanya tindak pidana dan dapat dijerat ke dalam Pasal 197 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang dalam penjelasannya sebagai berikut:

“Pasal 197

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).“ [7]

Tidak hanya itu, pelaku pengedar jenis obat-obatan terlarang tersebut juga dapat dijerat dalam Pasal 60 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika akibat obat hexymer yang tergolong ke dalam psikotropika yaitu:  

“Pasal 60

  • memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggungjawab di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”[8]

Peredaran obat-obatan terlarang atau obat keras yang belum memiliki izin saat ini tentu sangatlah berbahaya bagi para konsumen yang mengkonsumsinya jika tidak diimbangi dengan anjuran resep dari dokter sebagaimana mestinya. Di Indonesia sendiri juga memberikan sanksi bagi pelaku pengedar obat-obatan terlarang yang mana terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Referensi:

Kompas.com, https://regional.kompas.com/read/2022/05/19/213213978/warga-serang-edarkan-obat-keras-ilegal-ribuan-pil-diamankan, diakses pada 27 Mei 2022.

Halodoc, https://www.halodoc.com/artikel/tramadol-termasuk-narkotika-atau-psikotropika, diakses pada 27 Mei 2022

Alodokter, https://www.alodokter.com/komunitas/topic/tramadol-dan-hexymer, diakses pada 27 Mei 2022


[1] Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan

[2] Kompas.com, https://regional.kompas.com/read/2022/05/19/213213978/warga-serang-edarkan-obat-keras-ilegal-ribuan-pil-diamankan, diakses pada 27 Mei 2022.

[3] Halodoc, https://www.halodoc.com/artikel/tramadol-termasuk-narkotika-atau-psikotropika, diakses pada 27 Mei 2022

[4] Ibid

[5] Alodokter, https://www.alodokter.com/komunitas/topic/tramadol-dan-hexymer, diakses pada 27 Mei 2022

[6] Bnn, https://bnn.go.id/apa-itu-psikotropika-dan-bahayanya/ diakses pada 27 Mei 2022

[7] Pasal 197 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

[8] Pasal 60 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

0

LEGAL WARRANTIES OF THE UTILIZATION OF NATURAL OIL AND GAS

Author: Ilham M. Rajab

DASAR HUKUM:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegaiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi

REFERENSI:

  1. https://tirto.id/apa-itu-sumber-energi-terbarukan-tak-terbarukan-serta-contohnya-gaYM
  2. https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-bumi/item267
  3. https://synergysolusi.com/indonesia/berita-terbaru/menggali-manfaat-minyak-dan-gas-bumi-untuk-energi-kehidupan
  4. https://katadata.co.id/safrezifitra/berita/6131a2a13f08d/manfaat-minyak-bumi-bagi-kelangsungan-hidup-manusia

Dalam melakukan aktifitasnya saat ini manusia banyak memanfaatkan sumber energi tak terbarukan. Yang dimaksud dengan sumber energi tak terbarukan adalah: sumber energi yang dapat habis dan tak bisa didaur ulang.[1] Sumber energi ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa tercipta kembali.[2] Contoh sumber energi tak terbarukan adalah:

  1. Minyak bumi;
  2. Batu bara;
  3. Gas bumi;
  4. Nuklir

Sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi :

“Pasal 33

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.“

Dalam hal ini memiliki makna bahwa energi tak terbarukan pun dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini mengambil salah satu energi tak terbarukan yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat yaitu minyak bumi. Minyak bumi atau petroleum – bahan bakar fosil yang merupakan bahan baku untuk bahan bakar minyak, bensin dan banyak produk-produk kimia – merupakan sumber energi yang penting karena minyak memiliki persentase yang signifikan dalam memenuhi konsumsi energi dunia.[3]

Pengertian minyak bumi juga terdapat dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, yang berbunyi :

“Pasal 1

1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi”

Sementara itu pengertian gas bumi, terdapat dalam angka 2, yang berbunyi :

“Pasal 1

2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi .

Untuk memperoleh manfaat yang optimal dari minyak dan gas bumi, para pakar telah melakukan sejumlah pengolahan yang disesuaikan dengan kebutuhan merinci di setiap aspek. Jelas, setiap aspek berjalan dengan elemen-elemen yang berbeda, sehingga berbeda pula tipe minyak dan gas bumi yang diperlukan.[4] Sehingga, para ahli tersebut menemukan beberapa klasifikasi yang penting untuk seterusnya dijadikan produk siap pakai. Adapun manfaat dari minyak bumi dan gas bumi yaitu :[5]

Pertama, kondensat yaitu minyak mentah yang bersifat sangat ringan. Gas bumi ini berjenis hidrokarbon yang merupakan produk ikutan dari sumur gas. Pada kondensat ini, terkandung gas bumi dalam jumlah yang besar.

Kedua, gas kering yaitu fluida yang berada di dalam sebuah reservoir dalam bentuk fase gas yang kemudian dialirkan ke permukaan tetap dalam kondisi gas. Gas alam ini dianggap ’kering’ ketika hampir seratus persen metana murni. Namun, terdapat kemungkinan bahwa gas kering ini juga mengandung Etana dan Propana.

Ketiga, Gas basah yang merupakan gas bumi yang hampir seluruh komposisinya mengandung molekul metana. Kandungan metananya sekitar 80 persen hingga 90 persen, ditambah dengan etana, propana, butana dan komponen lainnya.

Keempat ialah minyak ringan yang berasal dari hasil sulingan minyak bumi dari proses penguapan dan pengembunan pada tekanan atmosfer. Minyak ringan ini mengandung kadar logam dan belerang yang rendah dan memiliki sedikit kandungan gas bumi

Kelima adalah minyak berat, yaitu minyak mentah dengan komposisi hidrokarbon berat yang besar. Jenis minyak bumi ini mengandung sedikit sekali gas bumi, bahkan terkadang tidak ditemukan sama sekali. Minyak berat pun menghasilkan klasifikasi lainnya, yaitu klasifikasi keenam, bitumen yang di dalam reservoir bersifat kental seperti aspal.

Untuk memberikan jaminan bahwa minyak bumi dan gas bumi untuk masyarakatnya pemerintah menjamin melalui Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, yang berbunyi :

“Pasal 8

  • Pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri dan bertugas menyediakan cadangan strategis Minyak Bumi guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
  • Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum, pengusahaannya diatur agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai.
  • Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur.

Dari pasal tersebut sangatlah jelas bahwa pemerintah menjamin pemanfaatan minyak bumi dan gas bumi untuk masyarakatnya, ada pun manfaat lain yang berdampak positif bagi masyarakat yaitu :[6]

  1. Memajukan perekonomian Bahan bakar memungkinkan transportasi menjadi lancar, sehingga distribusi pun meningkat. Dengan begitu, akan ada peningkatan volume perdagangan sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi. Bagi negara pengekspor dan pengimpor, barang-barang akan terlayani sepenuhnya sehingga kebutuhan setiap negara bisa terpenuhi.
  2. Memajukan sektor industri Bahan bakar diperlukan untuk hampir seluruh industri, seperti untuk menjalankan mesin-mesin produksi. Mesin produksi yang terus bekerja bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Alhasil, omzet pun meningkat, begitupula dengan indsutrinya yang menjadi lebih maju dan berkembang.
  3. Lapangan pekerjaan Industri yang berkembang di suatu negara akan memancing lahirnya industri-industri baru yang tentunya membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengisi berbagai posisi dalam kegiatan industri.

Terkait dengan kegiatan usaha minyak bumi dan gas bumi pemerintah memberikan sanksi bagi badan usaha yang melanggar persyaratan, hal tersebut terdapat dalam Pasal 90 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegaiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, yang berbunyi :

“Pasal 90

  • Menteri memberikan teguran tertulis terhadap Badan Usaha yang melakukan pelanggaran terhadap salah satu persyaratan dalam Izin Usaha Pengolahan, Izin Usaha Pengangkutan, Izin Usaha Penyimpanan, dan/atau Izin Usaha Niaga yang dikeluarkan oleh Menteri.
  • Dalam hal Badan Usaha setelah mendapatkan teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap melakukan pengulangan pelanggaran, Menteri dapat menangguhkan kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga.
  • Dalam hal Badan Usaha tidak menaati persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri selama masa penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri dapat membekukan kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga.
  • Badan Pengatur menetapkan dan memberikan sanksi yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Khusus kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa.
  • Badan Pengatur menetapkan dan memberikan sanksi yang berkaitan dengan pelanggaran kewajiban Badan Usaha dalam penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak.
  • Sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5) berupa teguran tertulis, denda, penangguhan, pembekuan, dan pencabutan Hak dalam penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak serta pencabutan Hak Khusus pengangkutan Gas Bumi melalui pipa.
  • Ketentuan mengenai pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diatur lebih lanjut oleh Badan Pengatur.

[1] https://tirto.id/apa-itu-sumber-energi-terbarukan-tak-terbarukan-serta-contohnya-gaYM

[2] ibid

[3] https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-bumi/item267

[4] https://synergysolusi.com/indonesia/berita-terbaru/menggali-manfaat-minyak-dan-gas-bumi-untuk-energi-kehidupan

[5] ibid

[6] https://katadata.co.id/safrezifitra/berita/6131a2a13f08d/manfaat-minyak-bumi-bagi-kelangsungan-hidup-manusia diakses 26 Mei 2022

LEGAL BASIS:

  1. Constitution of Republic Indonesia of 1945
  2. Law No. 22 of 2001 of Oil and Gas
  3. Government Regulation No. 36 of 2004 of Downstream Oil and Gas Business Activities

REFERENCE :

  1. https://tirto.id/apa-itu-sumber-energi-terbarukan-tak-terbarukan-serta-contohnya-gaYM
  2. https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-bumi/item267
  3. https://synergysolusi.com/indonesia/berita-terbaru/menggali-manfaat-minyak-dan-gas-bumi-untuk-energi-kehidupan
  4. https://katadata.co.id/safrezifitra/berita/6131a2a13f08d/manfaat-minyak-bumi-bagi-kelangsungan-hidup-manusia

Due to their current activities, humans are using a lot of non-renewable energy sources. What is meant by non-renewable energy sources are: energy sources that can be used and cannot be recycled. This energy source takes a very long time to be created again. Examples of non-renewable energy sources are:

1. Petroleum;

2. Coal;

3. Natural gas;

4. Nuclear

As mandated by Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, which reads :

“Article 33

(3) Earth and water and the natural resources contained inside are controlled by the state and used for the greatest prosperity of the people.”

In this case, it means that even non-renewable energy is controlled by the state and used for the prosperity of the people. In this case, taking one of the non-renewable energies aimed at the prosperity of the people, namely petroleum. Petroleum or petroleum – a fossil fuel that is the raw material for fuel oil, gasoline and many chemical products – is an important energy source because oil has a significant percentage of meeting world energy consumption.

Definition of petroleum is also contained in Article 1 point 1 of the Law of the Republic of Indonesia Number 22 of 2001 of Oil and Gas, which reads:

“Article 1

(3) Earth and water and the natural resources contained therein are controlled by the state and used for the greatest prosperity of the people.”

Crude Oil is the result of a natural process in the form of hydrocarbons under atmospheric pressure and temperature in the form of a liquid or solid phase, including asphalt, mineral wax or ozokerite, and bitumen obtained from the mining process, but excluding coal or other hydrocarbon deposits in solid form obtained from activities that are not related to Oil and Gas business activities”

Meanwhile, the definition of natural gas is contained in number 2, which reads :

“Article 1

2. Natural Gas is the result of a natural process in the form of hydrocarbons under conditions of atmospheric pressure and temperature in the form of a gas phase obtained from the mining process of Oil and Gas.”

To obtain optimal benefits from oil and gas, experts have carried out a number of processing tailored for their needs in detail in every aspect. Obviously, each aspect operates with different elements, so different types of oil and gas are required. Thus, these experts found several important classifications to be used as ready-to-use products. The benefits of oil and natural gas are:

First, condensate is crude oil which is very light. This natural gas is a hydrocarbon type which is a by-product of gas wells. This condensate contains large amounts of natural gas.

Second, dry gas is a fluid that is in a reservoir in the form of a gas phase which is then flowed to the surface in a gaseous state. This natural gas is considered ‘dry’ when it is almost one hundred percent pure methane. However, it is possible that this dry gas also contains Ethane and Propane.

Third, wet gas which is natural gas which almost all of its composition contains methane molecules. The methane content is about 80 percent to 90 percent, plus ethane, propane, butane and other components.

Fourth is light oil which is derived from petroleum distillation from the evaporation and condensation processes at atmospheric pressure. This light oil contains low levels of metals and sulfur and has a little natural gas content.

Fifth, heavy oil which is crude oil with a large heavy hydrocarbon composition. This type of petroleum contains very little natural gas, sometimes even none at all. Heavy oil also resulted in another classification, namely the sixth classification, bitumen in the reservoir is thick like asphalt.

To provide guarantees that oil and natural gas for the people, the government guarantees through Article 8 of the Law of the Republic of Indonesia Number 22 of 2001 of Oil and Gas, which reads:

“Article 1

  • The government gives priority to the utilization of Natural Gas for domestic needs and is tasked with providing strategic reserves of Crude Oil to support the supply of domestic Oil Fuel, which will be further regulated by a Government Regulation.
  • The government is obligated to ensure the availability and smooth distribution of fuel oil which is a vital commodity and controls the livelihood of many people throughout the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia.
  • Business activities for the transportation of natural gas through pipelines which involve the public interest shall be regulated so that their utilization is open to all users.
  • The government is responsible for the regulation and supervision of business activities as referred to in paragraphs (2) and (3), the implementation of which is carried out by the Regulator.

From the article it is very clear that the government guarantees the use of oil and natural gas for its people, there are other benefits that have a positive impact on the community, namely:

  1. Advancing the economy Fuel allows transportation to be smooth, so it will increasing distribution. That way, there will be an increase in the volume of trade so that there will be economic growth. For both exporting and importing countries, goods will be fully served so that the needs of each country can be met.
  2. Advancing the industrial sector Fuel is needed for almost all industries, such as to run production machines. Production machines that continue to work can improve the quality and quantity of the products produced. As a result, turnover also increases, as well as the industry which is becoming more advanced and developed.
  3. Employment Industry that develops in a country will provoke the birth of new industries which of course requires a lot of manpower to fill various positions in industrial activities.

Related to oil and gas business activities, the government imposes sanctions for business actors, this is contained in Article 90 of Government Regulation Number 36 of 2004 of Downstream Oil and Gas Business Activities, which reads:

“Article 90”

  • The Minister shall give a written warning to a Business Entity that violates one of the requirements in a Processing Business Permit, a Transportation Business Permit, a Storage Business Permit, and/or a Commercial Business Permit issued by the Minister.
  • In the event that a Business Entity after receiving a written warning as referred to in paragraph (1) continues to repeat the violation, the Minister may suspend its Processing, Transportation, Storage, and/or Trading business activities.
  • In the event that the Business Entity does not comply with the requirements stipulated by the Minister during the suspension period as referred to in paragraph (2), the Minister may freeze Processing, Transportation, Storage, and/or Trading business activities.
  • The Regulatory Body shall determine and impose sanctions related to the violation of Special Rights for the business activities of transporting Natural Gas through pipelines.
  • The Regulatory Body shall determine and impose sanctions related to the violation of the obligations of the Business Entity in the supply and distribution of Oil Fuel.
  • Sanctions as referred to in paragraphs (4) and (5) are in the form of written warnings, fines, suspensions, freezing, and revocation of rights in supply and distribution of fuel oil and revocation of special rights to transport natural gas through pipelines.

Provisions regarding the imposition of sanctions as referred to in paragraph (6) shall be further regulated by the Regulatory.

1 6 7 8 9 10 11
Translate