0

UTILIZATION OF COAL FOR EXPORT

Author: Nirma Afianita, Co-Author: Ilham M. Rajab

DASAR HUKUM:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
  3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 52 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 Tentang Ketentuan Ekspor Batubara dan Produk Batubara.

REFERENSI:

  1. Irwandy Arif, , Batubara Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, hlm. Xvii
  2. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/25/indonesia-jadi-eksportir-batu-bara-terbesar-pada-2019
  3. IPB, “Gambaran Umum Pertambangan Batubara” https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58162/4/BAB%20IV%20Gambaran%20Umum.pdf

Sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi:

“Pasal 33

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.“

Dalam hal ini memiliki makna bahwa energi tak terbarukan pun dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Salah satu energi tak terbarukan yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat yaitu batubara.

Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan dan berwarna coklat sampai hitam yang pada saat pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang menjadikan kandungan karbonnya kaya.[1]

Pengertian batubara juga terdapat dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 1

3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.

Menurut Badan Energi Internasional (IEA), Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar sepanjang 2019. Setidaknya terdapat 455 juta ton batu bara yang diperdagangkan di pasar global dari tanah air.[2] Jumlah batu bara yang diekspor pada 2019 mengalami peningkatan hingga 4,8% dibanding tahun sebelumnya. Pada 2018, Indonesia hanya mampu mengirim 434 juta ton batu bara ke pasar global.[3]

Peningkatan produksi batubara Indonesia dipicu oleh kenaikan permintaan pada pasar ekspor batubara Indonesia yang salah satunya adalah negara Cina. Berkaitan dengan pembatasan impor batubara dari Australia dengan pemberlakukan peraturan pengiriman barang yang semakin ketat.[4] Sehingga hal tersebut menyebabkan permintaan batubara dari Cina kepada Indonesia mengalami peningkatan. Setiap tahunnya lebih dari 70% dari total produksi batubara Indonesia dikirim untuk memenuhi permintaan importir batubara di luar negeri sedangkan sisanya untuk memenuhi konsumsi batubara domestik.[5]

Terkait ketentuan ekspor batubara sendiri terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 52 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 Tentang Ketentuan Ekspor Batubara dan Produk Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 2

  • Batubara dan Produk Batubara yang dibatasi ekspor tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.”

Bagi pelaku usaha batubara harus memiliki izin, ada pun izin terkait batubara terdapat dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 35

  • Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
  • Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian:

a. nomor induk berusaha;

b. sertifikat standar; dan/atau

izin.

  • lzin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:
  • IUP;
  • IUPK;
  • IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
  • IPR;
  • SIPB;
  • izin penugasan;
  • Izin Pengangkutan dan Penjualan;
  • IUJP; dan
  • IUP untuk Penjualan.
  • Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian  Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Adapun sanksi bagi para pelaku usaha batubara yang tidak memiliki izin sebagaimana Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sanksi-sanksi terdapat dalam Pasal 151 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 151

(1) Menteri berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36A, Pasal 41, Pasal 52 ayat (4), Pasal 55 ayat (4), Pasal 58 ayat (4ll, Pasal 61 ayat (4), Pasal 70, Pasal 7OA, Pasal 7l ayat (1), Pasal 74 ayat (4), Pasal 74 ayat (61, Pasal 86F, Pasal 86G huruf b, Pasal 91 ayat (1), Pasal 93A, Pasal 93C, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97,Pasal 98, Pasal 99 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 100 ayat (1), Pasal 101A, Pasal LO2 ayat (1), Pasal 103 ayat (1), Pasal 1O5 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 106, Pasal lO7, Pasal 108 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 110, Pasal ii1 ayat (1), Pasal ll2 ayat (1), Pasal ll2f. ayat (1), Pasal ll4 ayat (2)’, Pasal 115 ayat (2), Pasal 123, Pasal 123A ayat (1) dan ayat (2), Pasal 124 ayat (1), Pasal 125 ayat (3), Pasal 126 ayat (1), Pasai 128 ayat (1), Pasal 729 ayat (1), Pasal 130 ayat (2), atau Pasal 136 ayat (1).

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. peringatan tertulis;

b. denda;

c. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi; dan/atau

d. pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan.

 Adapun sanksi pidana bagi yang melakukan penambang tanpa izin sebagaimana Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :

“Pasal 151

Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.OOO.000.000,00 (seratus miliar rupiah).


[1] Irwandy Arif, , Batubara Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, hlm. xvii

[2] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/25/indonesia-jadi-eksportir-batu-bara-terbesar-pada-2019 diakses 7 Juni 2022

[3] Ibid

[4] IPB, “Gambaran Umum Pertambangan Batubara” https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58162/4/BAB%20IV%20Gambara n%20Umum.pdf diakses 7 Juni 2022

[5] Ibid

LEGAL BASIS:

  1. Constitution of Republic Indonesia of 1945;
  2. 2. Law Number 3 of 2020 of Amendments to Law Number 4 of 2009 of Mineral and Coal Mining;
  3. Regulation of the Minister of Trade Number 52 of 2018 of the Second Amendment to the Regulation of the Minister of Trade Number 39/M-DAG/PER/7/2014 of Provisions for the Export of Coal and Coal Products.

REFERENCE :

  1. Irwandy Arif, , Batubara Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, hlm. Xvii
  2. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/25/indonesia-jadi-eksportir-batu-bara-terbesar-pada-2019
  3. IPB, “Gambaran Umum Pertambangan Batubara” https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58162/4/BAB%20IV%20Gambaran%20Umum.pdf

As mandated by Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, which reads:

“Article 33”

(3) The earth and water and the natural resources contained therein are controlled by the state and used for the greatest prosperity of the people.”

In this case, it means that even non-renewable energy is controlled by the state and used for the prosperity of the people. One of the non-renewable energy that aims for the prosperity of the people is coal.

Coal is a sedimentary rock (solid) that can burn, comes from plants and is brown to black in colour which at the time of deposition is exposed to physical and chemical processes that make its carbon content rich.

The definition of coal is also contained in Article 1 point 3 of Law Number 3 of 2020 of Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, which reads:

“Article 1

3. Coal is a carbonaceous organic compound deposit formed naturally from plant residues.

According to the International Energy Agency (IEA), Indonesia was the largest coal exporter throughout 2019. There are at least 455 million tons of coal traded in the global market from Indonesia. The amount of coal exported in 2019 increased by 4.8% compared to the previous year. In 2018, Indonesia was only able to send 434 million tons of coal to the global market.

The increase in Indonesian coal production was triggered by an increase in demand in the Indonesian coal export market, one of which is China. Regarding the restrictions on coal imports from Australia with the implementation of increasingly stringent shipping regulations. This causes the demand for coal from China to Indonesia to increase. Every year more than 70% of Indonesia’s total coal production is sent to meet the demands of coal importers abroad while the rest is to meet domestic coal consumption.

Regarding the provisions for the export of coal itself, it is contained in Article 2 paragraph (1) of the Regulation of the Minister of Trade Number 52 of 2018 of the Second Amendment to the Regulation of the Minister of Trade Number 39/M-DAG/PER/7/2014 concerning Provisions on the Export of Coal and Coal Products, which reads:

“Article 2

(1) Coal and Coal Products that are restricted for export are listed in Appendix I which is an integral part of this Ministerial Regulation.”

For coal business actors, they must have a permit, there is also a permit related to coal contained in Article 35 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 of Mineral and Coal Mining, which reads:

“Article 35”

(1) Mining Business is carried out based on Business Licensing from the Central Government.

(2) Business Licensing as referred to in paragraph (1) is implemented through the granting of:

a. trying main number;

b. standard certificate; and/or permission.

(3) The permit as referred to in paragraph (2) letter c consists of:

a. IUP;

b. IUPK;

c. IUPK as Continuation of Contract/Agreement Operation;

d. IPR;

e. SIPB;

f. assignment permit;

g. Transport and Sales Permit;

h. IUJP; and

i. IUP for Sales.

(4) The Central Government may delegate the authority to grant Business Licensing as referred to in paragraph (2) to the Provincial Government in accordance with the provisions of the legislation.”

As for sanctions for coal business actors who do not have permits as referred to in Article 35 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, the sanctions are contained in Article 151 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, which reads:

“Article 151

(1) The Minister has the right to give administrative sanctions to holders of IUP, IUPK, IPR, SIPB, or IUP for Sales for violating the provisions as referred to in Article 36A, Article 41, Article 52 paragraph (4), Article 55 paragraph (4), Article 58 paragraph (4ll). , Article 61 paragraph (4), Article 70, Article 7OA, Article 7l paragraph (1), Article 74 paragraph (4), Article 74 paragraph (61, Article 86F, Article 86G letter b, Article 91 paragraph (1), Article 93A, Article 93C, Article 95, Article 96, Article 97, Article 98, Article 99 paragraph (1), paragraph (3), and paragraph (4), Article 100 paragraph (1), Article 101A, Article LO2 paragraph (1 ), Article 103 paragraph (1), Article 1O5 paragraph (1) and paragraph (4), Article 106, Article 107, Article 108 paragraph (1) and paragraph (2), Article 110, Article ii1 paragraph (1), Article 122 paragraph (1), Article ll2f paragraph (1), Article 144 paragraph (2)’, Article 115 paragraph (2), Article 123, Article 123A paragraph (1) and paragraph (2), Article 124 paragraph (1) , Article 125 paragraph (3), Article 126 paragraph (1), Article 128 paragraph (1), Article 729 paragraph (1), Article 130 paragraph (2), or Article 136 paragraph (1).

(2) The administrative sanctions as referred to in paragraph (1) are in the form of:

a. written warning;

b. fine;

c. temporary suspension of part or all of Exploration activities or Production Operations; and/or

d. revocation of IUP, IUPK, IPR, SIPB, or IUP for Sales.

The criminal sanctions for mining without a permit are as stated in Article 158 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, which reads:

“Article 151 Any person who conducts Mining without a permit as referred to in Article 35 shall be punished with imprisonment for a maximum of 5 (five) years and a fine of a maximum of Rp100,000,000,000.00 (one hundred billion rupiah).

1

Kebijakan terkait Pengetatan & Pengaturan Ekspor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Author: Ananta Mahatyanto; Co-Authors: Alfredo Joshua Bernando & Andreas Kevin Simanjorang

Minyak kelapa sawit merupakan salah satu bahan baku di dunia yang memiliki banyak kegunaan, sebut saja minyak goreng. Produksi minyak sawit berawal dari benih kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit memiliki masa produktif 25-30 tahun, karena itu pemilihan benih akan memengaruhi produktivitas untuk beberapa dekade mendatang.[1] Selain batubara, sawit dan produk turunannya adalah komoditas perdagangan terpenting di Indonesia.

            Ekspor produk minyak sawit di Indonesia pada 2021 mencakup minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO), olahan CPO, palm kernel oil (PKO), oleokimia (termasuk dengan kode HS 2905, 2915, 3401 dan 3823), dan biodiesel (kode HS 3826) telah mencapai 34,2 juta ton.[2] Adapun sepanjang 2021, Kementerian Perdagangan mencatat nilai ekspor CPO dan turunannya dalam kode HS 15 mencapai USD 32,83 miliar, naik 58,48% dibandingkan dengan realisasi ekspor pada 2020 sebesar USD 20,72 miliar.[3] Oleh sebab itu, kegiatan usaha di sektor perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya merupakan salah satu sektor yang paling berkembang di Indonesia.

            Kebijakan dan Pengaturan Ekspor di Indonesia berdasarkan perkembangannya saat ini mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (Permendag 19/2021), akan tetapi terdapat perubahan yang signifikan terhadap kebijakan dan pengaturan ekspor pada sektor minyak kelapa sawit, sehingga peraturan kebijakan dan pengaturan ekspor tersebut diubah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (Permendag 2/2022).

            Adapun pengertian perkebunan kelapa sawit dan usaha perkebunan kelapa sawit tercantum dalam Pasal 1 Angka 1 dan Angka 2 Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan dan Perkebunan Kelapa Sawit, yang berbunyi:

Pasal 1

  1. Perkebunan Kelapa Sawit adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait tanaman perkebunan Kelapa Sawit.
  2. Usaha Perkebunan Kelapa Sawit adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa Perkebunan Kelapa Sawit. [4]

Dalam melakukan kegiatan usaha di bidang ekspor, pelaku usaha harus memiliki izin usaha di bidang ekspor melalui Persyaratan Pengajuan Permohonan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor, dimana hal tersebut diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Permendag No. 19 Tahun 2021, sebagai berikut:

Pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.[5]

Adapun “Perizinan berusaha di bidang ekspor” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diatur dalam Pasal 3 ayat (4), yang berbunyi sebagai berikut:

Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:

  1. Eksportir Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; dan/atau
  2. Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b [6]

Dengan demikian, eksportir wajib memberikan dokumen sebagaimana dimuat dalam Lampiran I agar dapat melakukan pengajuan permohonan Perizinan berusaha di bidang Ekspor. Kebijakan dan Pengaturan Ekspor komoditas minyak kelapa sawit yang berubah tercantum dalam Pasal 2 Angka 1 Permendag 2/2022 , yang berbunyi:

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil sebagaimana tercantum dalam Lampiran I angka romawi XVIII yang pengajuan permohonan pemuatan Barang untuk Ekspor dalam bentuk curah dan/atau pemeriksaan fisik sebelum pengajuan pemberitahuan ekspor barang telah disetujui kepala kantor pabean sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dilaksanakan tanpa dilengkapi dengan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor.[7]

Adapun alasan perubahan tersebut menurut bagian menimbang adalah sebagai berikut:

  1. bahwa untuk menjaga ketersediaan bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, perlu pengaturan mengenai ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai kebijakan dan pengaturan ekspor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor;[8]

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perubahan pada Permendag terjadi untuk mengatur kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, Refined, Bleached, dan Deodorized Palm. Pengaturan tersebut diperlukan untuk menjaga ketersediaan bahan baku minyak goreng dan minyak goreng itu sendiri.

Adapun persyaratan Persyaratan untuk Persetujuan Ekspor minyak sawit dan turunannya dalam Lampiran I Nomor XVIII Permendang 02/2022 ini adalah sebagai berikut:[9]

Persyaratan untuk Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil:

  1. Surat Pernyataan Mandiri bahwa Eksportir telah menyalurkan Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil untuk kebutuhan dalam negeri, dilampirkan dengan kontrak penjualan;
  2. Rencana ekspor dalam jangka waktu 6 (enam) bulan; dan
  3. Rencana distribusi ke dalam negeri dalam jangka waktu 6 (enam) bulan

Penerbitan Persetujuan Ekspor dilakukan berdasarkan:

  1. Neraca Komoditas, dalam hal Neraca Komoditas telah ditetapkan; atau
  2. ketentuan dan Data yang tersedia, dalam hal Neraca Komoditas belum ditetapkan.

Dengan masa berlaku sebagai berikut:

  1. Selama 1 (satu) tahun takwim dalam hal Neraca Komoditas telah ditetapkan; atau
  2. Selama 6 (enam) bulan dalam hal Neraca Komoditas belum ditetapkan.

Adapun syarat perubahan Persetujuan Ekspor untuk Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil adalah sebagai berikut:[10]

  1. Dalam hal perubahan identitas eksportir:
    • Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil yang masih berlaku; dan
    • Dokumen yang mengalami perubahan.
  2. Dalam hal perubahan Pos Tarif/HS, uraian barang, jumlah dan satuan, pelabuhan muat, dan/atau negara tujuan:
    • Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil yang masih berlaku; dan
    • Laporan Hasil Realisasi Ekspor.

Perubahan yang terakhir dalam Permendag 2/2022 yang mengatur mengenai masa berlaku Perubahan Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil adalah selama masa sisa masa berlaku Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil.[11]

Selain sebagai komoditas ekspor yang berperan penting bagi sektor perdagangan di Indonesia, kebutuhan pasokan minyak kelapa sawit dan produk turunannya juga dibutuhkan menjaga ketersediaan bahan baku minyak goreng dan minyak dalam negeri, sehingga, melalui pertimbangan tersebut, Pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor, dimana dalam peraturan tersebut mengatur spesifik terhadap kebijakan dan pengaturan ekspor Crued Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, dan Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil.

DASAR HUKUM:

  1. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan dan Perkebunan Kelapa Sawit
  2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor sebagaimana telah dibuah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022.

REFERENSI :

  1. ASIAN AGRI, “Bagaimanakah Minyak Kelapa Sawit Dibuat?” , (https://www.asianagri.com/id/media-id/faqs/bagaimana-minyak-kelapa-sawit-dibuat#:~:text=Selanjutnya%20CPO%20ditransfer%20ke%20pabrik,digunakan%20dalam%20kosmetik%20dan%20sabun , diakses pada 28 Januari 2022)
  2. Lim Fathhimah Timorria, “Volume Ekspor CPO Naik Tipis Imbas Pasokan Terbatas”,( https://ekonomi.bisnis.com/read/20220128/12/1494451/volume-ekspor-cpo-naik-tipis-imbas-pasokan-terbatas , diakses pada 28 Januari 2022)
  3. Lim Fathhimah Timorria, “Ekspor CPO Terkena Dampak DMO Minyak Sawit, Kemendag Beri Penjelasan”, ( https://ekonomi.bisnis.com/read/20220128/12/1494284/ekspor-cpo-terkena-dampak-dmo-minyak-sawit-kemendag-beri-penjelasan , diakses pada 28 Januari 2022)

[1] ASIAN AGRI, “Bagaimanakah Minyak Kelapa Sawit Dibuat?” , (https://www.asianagri.com/id/media-id/faqs/bagaimana-minyak-kelapa-sawit-dibuat#:~:text=Selanjutnya%20CPO%20ditransfer%20ke%20pabrik,digunakan%20dalam%20kosmetik%20dan%20sabun , diakses pada 28 Januari 2022)

[2] Lim Fathhimah Timorria, “Volume Ekspor CPO Naik Tipis Imbas Pasokan Terbatas”,( https://ekonomi.bisnis.com/read/20220128/12/1494451/volume-ekspor-cpo-naik-tipis-imbas-pasokan-terbatas , diakses pada 28 Januari 2022)

[3]   Lim Fathhimah Timorria, “Ekspor CPO Terkena Dampak DMO Minyak Sawit, Kemendag Beri Penjelasan”, ( https://ekonomi.bisnis.com/read/20220128/12/1494284/ekspor-cpo-terkena-dampak-dmo-minyak-sawit-kemendag-beri-penjelasan , diakses pada 28 Januari 2022)

[4] Pasal 1 Angka 1 dan Angka 2 Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan dan Perkebunan Kelapa Sawit

[5] Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[6] Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[7] Pasal 2 Angka 1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[8] Bagian Menimbang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[9] Lampiran I Nomor XVIII Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[10] Ibid

[11] Ibid.

Translate