DASAR HUKUM:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
- Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 52 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 Tentang Ketentuan Ekspor Batubara dan
Produk Batubara.
REFERENSI:
- Irwandy Arif, ,
Batubara Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, hlm. Xvii
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/25/indonesia-jadi-eksportir-batu-bara-terbesar-pada-2019
- IPB,
“Gambaran Umum Pertambangan Batubara”
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58162/4/BAB%20IV%20Gambaran%20Umum.pdf
Sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945,
yang berbunyi:
“Pasal
33
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.“
Dalam hal ini memiliki
makna bahwa energi tak terbarukan pun dikuasai negara dan dipergunakan untuk
kemakmuran rakyat. Salah satu energi tak terbarukan yang bertujuan untuk
kemakmuran rakyat yaitu batubara.
Batubara adalah batuan sedimen
(padatan) yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan dan berwarna coklat sampai
hitam yang pada saat pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang
menjadikan kandungan karbonnya kaya.[1]
Pengertian batubara juga
terdapat dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
yang berbunyi :
“Pasal
1
3. Batubara adalah endapan senyawa organik
karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
Menurut Badan Energi Internasional
(IEA), Indonesia merupakan eksportir batu bara
terbesar sepanjang 2019. Setidaknya terdapat 455 juta ton batu bara yang
diperdagangkan di pasar global dari tanah air.[2] Jumlah batu bara yang
diekspor pada 2019 mengalami peningkatan hingga 4,8% dibanding tahun
sebelumnya. Pada 2018, Indonesia hanya mampu mengirim 434 juta ton batu bara ke
pasar global.[3]
Peningkatan produksi batubara
Indonesia dipicu oleh kenaikan permintaan pada pasar ekspor batubara Indonesia
yang salah satunya adalah negara Cina. Berkaitan dengan pembatasan impor
batubara dari Australia dengan pemberlakukan peraturan pengiriman barang yang
semakin ketat.[4]
Sehingga hal tersebut menyebabkan permintaan batubara dari Cina kepada
Indonesia mengalami peningkatan. Setiap tahunnya lebih dari 70% dari total
produksi batubara Indonesia dikirim untuk memenuhi permintaan importir batubara
di luar negeri sedangkan sisanya untuk memenuhi konsumsi batubara domestik.[5]
Terkait ketentuan ekspor
batubara sendiri terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 52 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 Tentang Ketentuan Ekspor Batubara dan Produk
Batubara, yang berbunyi :
“Pasal
2
- Batubara
dan Produk Batubara yang dibatasi ekspor tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.”
Bagi pelaku usaha
batubara harus memiliki izin, ada pun izin terkait batubara terdapat dalam
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :
“Pasal
35
- Usaha
Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
- Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian:
a. nomor induk berusaha;
b. sertifikat standar;
dan/atau
izin.
- lzin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:
- IUP;
- IUPK;
- IUPK
sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
- IPR;
- SIPB;
- izin
penugasan;
- Izin
Pengangkutan dan Penjualan;
- IUJP;
dan
- IUP
untuk Penjualan.
- Pemerintah
Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah
Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Adapun sanksi bagi para
pelaku usaha batubara yang tidak memiliki izin sebagaimana Pasal 35
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, sanksi-sanksi
terdapat dalam Pasal 151 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang berbunyi :
“Pasal
151
(1)
Menteri berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP, IUPK, IPR,
SIPB, atau IUP untuk Penjualan atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36A, Pasal 41, Pasal 52 ayat (4), Pasal 55 ayat (4), Pasal 58 ayat
(4ll, Pasal 61 ayat (4), Pasal 70, Pasal 7OA, Pasal 7l ayat (1), Pasal 74 ayat
(4), Pasal 74 ayat (61, Pasal 86F, Pasal 86G huruf b, Pasal 91 ayat (1), Pasal
93A, Pasal 93C, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97,Pasal 98, Pasal 99 ayat (1), ayat
(3), dan ayat (4), Pasal 100 ayat (1), Pasal 101A, Pasal LO2 ayat (1), Pasal
103 ayat (1), Pasal 1O5 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 106, Pasal lO7, Pasal 108
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 110, Pasal ii1 ayat (1), Pasal ll2 ayat (1), Pasal
ll2f. ayat (1), Pasal ll4 ayat (2)’, Pasal 115 ayat (2), Pasal 123, Pasal 123A
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 124 ayat (1), Pasal 125 ayat (3), Pasal 126 ayat
(1), Pasai 128 ayat (1), Pasal 729 ayat (1), Pasal 130 ayat (2), atau Pasal 136
ayat (1).
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
denda;
c.
penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi
Produksi; dan/atau
d.
pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan.
Adapun sanksi pidana bagi yang melakukan penambang
tanpa izin sebagaimana Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2020 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara, yang berbunyi :
“Pasal
151
Setiap
orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp100.OOO.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
[1] Irwandy Arif, ,
Batubara Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, hlm. xvii
[2] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/25/indonesia-jadi-eksportir-batu-bara-terbesar-pada-2019 diakses 7 Juni
2022
[3] Ibid
[4] IPB, “Gambaran
Umum Pertambangan Batubara”
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58162/4/BAB%20IV%20Gambara
n%20Umum.pdf diakses 7 Juni 2022
[5] Ibid
LEGAL
BASIS:
- Constitution of Republic Indonesia of 1945;
- 2. Law Number 3 of 2020 of Amendments to Law Number 4 of
2009 of Mineral and Coal Mining;
- Regulation of the Minister of Trade Number 52 of 2018 of the Second
Amendment to the Regulation of the Minister of Trade Number 39/M-DAG/PER/7/2014
of Provisions for the Export of Coal and Coal Products.
REFERENCE
:
- Irwandy Arif, ,
Batubara Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, hlm. Xvii
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/25/indonesia-jadi-eksportir-batu-bara-terbesar-pada-2019
- IPB, “Gambaran
Umum Pertambangan Batubara” https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58162/4/BAB%20IV%20Gambaran%20Umum.pdf
As
mandated by Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution, which reads:
“Article
33”
(3)
The earth and water and the natural resources contained therein are controlled
by the state and used for the greatest prosperity of the people.”
In
this case, it means that even non-renewable energy is controlled by the state
and used for the prosperity of the people. One of the non-renewable energy that
aims for the prosperity of the people is coal.
Coal
is a sedimentary rock (solid) that can burn, comes from plants and is brown to
black in colour which at the time of deposition is exposed to physical and
chemical processes that make its carbon content rich.
The
definition of coal is also contained in Article 1 point 3 of Law Number 3 of
2020 of Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining,
which reads:
“Article
1
3.
Coal is a carbonaceous organic compound deposit formed naturally from plant
residues.
According
to the International Energy Agency (IEA), Indonesia was the largest coal
exporter throughout 2019. There are at least 455 million tons of coal traded in
the global market from Indonesia. The amount of coal exported in 2019 increased
by 4.8% compared to the previous year. In 2018, Indonesia was only able to send
434 million tons of coal to the global market.
The
increase in Indonesian coal production was triggered by an increase in demand
in the Indonesian coal export market, one of which is China. Regarding the
restrictions on coal imports from Australia with the implementation of
increasingly stringent shipping regulations. This causes the demand for coal
from China to Indonesia to increase. Every year more than 70% of Indonesia’s
total coal production is sent to meet the demands of coal importers abroad
while the rest is to meet domestic coal consumption.
Regarding
the provisions for the export of coal itself, it is contained in Article 2
paragraph (1) of the Regulation of the Minister of Trade Number 52 of 2018 of
the Second Amendment to the Regulation of the Minister of Trade Number
39/M-DAG/PER/7/2014 concerning Provisions on the Export of Coal and Coal
Products, which reads:
“Article
2
(1)
Coal and Coal Products that are restricted for export are listed in Appendix I
which is an integral part of this Ministerial Regulation.”
For
coal business actors, they must have a permit, there is also a permit related
to coal contained in Article 35 of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments
to Law Number 4 of 2009 of Mineral and Coal Mining, which reads:
“Article
35”
(1) Mining Business is carried out
based on Business Licensing from the Central Government.
(2)
Business Licensing as referred to in paragraph (1) is implemented through the
granting of:
a.
trying main number;
b.
standard certificate; and/or permission.
(3)
The permit as referred to in paragraph (2) letter c consists of:
a.
IUP;
b.
IUPK;
c.
IUPK as Continuation of Contract/Agreement Operation;
d.
IPR;
e.
SIPB;
f.
assignment permit;
g.
Transport and Sales Permit;
h.
IUJP; and
i.
IUP for Sales.
(4)
The Central Government may delegate the authority to grant Business Licensing
as referred to in paragraph (2) to the Provincial Government in accordance with
the provisions of the legislation.”
As for sanctions for coal business
actors who do not have permits as referred to in Article 35 of Law Number 3 of
2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal
Mining, the sanctions are contained in Article 151 of Law Number 3 of 2020
concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal
Mining, which reads:
“Article
151
(1)
The Minister has the right to give administrative sanctions to holders of IUP,
IUPK, IPR, SIPB, or IUP for Sales for violating the provisions as referred to
in Article 36A, Article 41, Article 52 paragraph (4), Article 55 paragraph (4),
Article 58 paragraph (4ll). , Article 61 paragraph (4), Article 70, Article
7OA, Article 7l paragraph (1), Article 74 paragraph (4), Article 74 paragraph
(61, Article 86F, Article 86G letter b, Article 91 paragraph (1), Article 93A, Article
93C, Article 95, Article 96, Article 97, Article 98, Article 99 paragraph (1),
paragraph (3), and paragraph (4), Article 100 paragraph (1), Article 101A,
Article LO2 paragraph (1 ), Article 103 paragraph (1), Article 1O5 paragraph
(1) and paragraph (4), Article 106, Article 107, Article 108 paragraph (1) and
paragraph (2), Article 110, Article ii1 paragraph (1), Article 122 paragraph
(1), Article ll2f paragraph (1), Article 144 paragraph (2)’, Article 115
paragraph (2), Article 123, Article 123A paragraph (1) and paragraph (2),
Article 124 paragraph (1) , Article 125 paragraph (3), Article 126 paragraph
(1), Article 128 paragraph (1), Article 729 paragraph (1), Article 130
paragraph (2), or Article 136 paragraph (1).
(2)
The administrative sanctions as referred to in paragraph (1) are in the form
of:
a.
written warning;
b.
fine;
c.
temporary suspension of part or all of Exploration activities or Production
Operations; and/or
d.
revocation of IUP, IUPK, IPR, SIPB, or IUP for Sales.
The criminal sanctions for mining
without a permit are as stated in Article 158 of Law Number 3 of 2020
concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal
Mining, which reads:
“Article
151
Any
person who conducts Mining without a permit as referred to in Article 35 shall
be punished with imprisonment for a maximum of 5 (five) years and a fine of a
maximum of Rp100,000,000,000.00 (one hundred billion rupiah).