0

GUGATAN PEMBATALAN MEREK TERKAIT ADANYA PERSAMAAN DENGAN MEREK LAIN

Author : Alfredo Joshua Bernando, Co-Author : Robby Malaheksa & Shafa Atthiyyah Raihana

Merek adalah tanda yang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dan sebagainya) pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal, cap (tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama dan sebagainya. [1] Dalam segi perlindungannya, merek merupakan salah satu bagian dari hak kekayaan intelektual yang diakui di Indonesia dalam lingkup Hak Milik Perindustrian.[2] Perlindungan hukum terhadap hak merek di Indonesia diatur secara resmi di Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pada pengertian dari merek dijelaskan Pasal 1 angka 1 Undang-undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis adalah :

“Pasal 1

  1. Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.” [3]

Dengan adanya pengertian dan perlindungan hukum terkait dengan merek, sehingga dalam melakukan pendaftaran merek, proses pendaftarannya sendiri memiliki sistem yang termasuk dalam sistem konstitutif.[4] Sistem Konstitutif maksudnya bahwa hak atas merek diperoleh karena proses pendaftaran, yaitu pendaftaran merek pertama yang mendapat atau berhak atas merek. Pemohon pertama yang mengajukan pendaftaran dengan itikad baik adalah pihak yang berhak atas merek.[5]

Walaupun perlindungan atas merek sudah diatur resmi secara hukum, namun permasalahan dalam penggunaan merek ternyata masih belum bisa dihindari. Salah satunya yaitu dengan adanya kesamaan dalam suatu merek dengan merek lainnya. Jika pada merek yang terdaftar ternyata ditemukan adanya kesamaan dalam merek yang ternyata sudah lebih dulu terdaftar, maka hal tersebut dikatakan sebagai dasar dari itikad tidak baik pendaftar karena itikad tidak baik dalam suatu pendaftaran sendiri memiliki arti yaitu perbuatan sengaja yang dilakukan pihak lain dengan meniru merek yang sudah terdaftar sebelumnya. Terhadap pendaftaran yang dilakukan dengan dasar itikad tidak baik dapat dilakukan upaya hukum yaitu pembatalan merek. Pembatalan merek adalah suatu prosedur yang ditempuh pleh salah satu pihak untuk mencari dan menghilangkan eksistensi pendaftaran dari suatu merek dari Daftar Umum Merek atau membatalkan keabsahan hak berdasarkan sertifikat merek. Umumnya suatu pihak yang merasa telah dirugikan oleh pendaftaran tersebut boleh mengajukan gugatan untuk pembatalan. [6]

Dengan adanya permasalahan kesamaan merek yang dilakukan terhadap suatu merek lainnya, maka merek yang sudah terdahulu terdaftar atau yang ditiru dapat mengajukan gugatan pembatalan terhadap merek yang melakukan peniruan tersebut.  Ketentuan ini diatur dalam Pasal 21 ayat (1) sampai ayat (3) Undang-undang nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang dijelaskan sebagai berikut:

“Pasal 21:

  • Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
  • Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
  • Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
  • Indikasi Geografis terdaftar.
  • Permohonan ditolak jika Merek tersebut:
  • merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali  persetujuan tertulis dari yang berhak;
  • merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau
  • merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
  •  Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang bertikad tidak baik. [7]

Pada penjelasan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Merek, inti dari “persamaan pada pokoknya” yang dimaksud yaitu kemiripan karena adanya unsur yang dominan antara merek yang satu dengan yang lain sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antar unsur, termasuk pula persamaan bunyi ucapan pada merek tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka suatu merek harus memiliki daya pembeda sebagai alasan relatif ditolak atau diterimanya pendaftaran merek.[8]

Untuk melakukan gugatan pembatalan merek, terdapat tata cara yang dapat dilakukan dan sudah diatur secara resmi pada pasal 76 Undang-Undang 20 tahun 2016 tentang Merek yang menjelaskan sebagai berikut:

“Pasal 76

  • Gugatan pembatalan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 danlatau Pasal 21.
  • Pemilik Merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mengajukan
  • Permohonan kepada Menteri. Gugatan pembatalan diajukan kepada Pengadilan Niaga terhadap pemilik Merek terdaftar.” [9]

Singkatnya, dalam melakukan pembatalan atau menghapuskan merek yang terdaftar, yaitu Pihak yang memiliki kepentingan seperti pemilik merek terdaftar, jaksa, yayasan, atau lembaga di bidang konsumen, dan majelis atau lembaga keagamaan mengajukan Gugatan Pembatalan atau Penghapusan Merek Terdaftar Ke Pengadilan Niaga. Jangka waktu pengajuan gugatan pembatalan merek hanya di ajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek dan gugatan pembatalan merek dapat diajukan tanpa jangka waktu apabila yang merek yang bersangkutan bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Apabila pengadilan niaga telah memutuskan bahwa merek tersebut harus dibatalkan, maka pihak yang berkepentingan tersebut (dalam hal ini pihak yang menggugat) dapat memberikan salinan bukti putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap kepada Subdirektorat Pelayanan Hukum dan Fasilitasi Komisi Banding Merek.  Kemudian, panitera akan menyampaikan kepada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual dan Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual melaksanakan pembatalan pendafataran merek yang bersangkutan dari daftar umum merek dan mengumumkannya dalam berita resmi merek sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek maka Sertifikat Merek yang bersangkutan serta dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan adanya Penghapusan pendaftaran merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum merek yang bersangkutan. [10]

Upaya lainnya yang dapat dilakukan selain mengajukan gugatan pembatalan merek, dalam kasus pelanggaran penggunaan hak atas penggunaan merek yang sama dengan merek yang sudah terdaftar sebelumnya, tindakan ini juga dapat dikenakan sanksi pidana yang dijelaskan berdasarkan Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis yang menjelaskan bahwa:

“Pasal 100

  • Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 Miliar.”[11]

Merek adalah tanda yang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dan sebagainya) pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal. Merek merupakan salah satu hak kekayaan intelektual yang diakui di Indonesia. Perlindungan Merek sendiri tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Pelindungan merek di Indonesia sudah ada secara resmi, tetapi masih adanya permasalahan dalam penggunaan salah satunya yaitu dengan adanya kesamaan dalam suatu merek dengan merek lainnya. Untuk menyelesaikan permasalahan dari adanya kesamaan merek dengan merek lainnya, maka dapat dilakukan upaya pembatalan merek yang ketentuan tata caranya diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan adanya sanksi pidana yang juga dijelaskan pada Pasal 100 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Referensi:

  1. Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Merek, diakses pada 12 April 2022
  2. Optimasi HKI, https://optimasihki.id/sistem-konstitutif-dalam-kepemilikan-hak-atas-merek/, diakses pada 12 April 2022
  3. Ni Ketut Supati Dharmawan, 2016, Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Deepublish, Yogyakarta, h.55
  4. Rahmi Jened, 2015, Hukum Merek dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi, PT Kharisma Putra Utama, Jakarta, h.291.

[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Merek, https://kbbi.web.id/merek

[2] Ni Ketut Supati Dharmawan, 2016, Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Deepublish, Yogyakarta, h.54

[3] Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

[4] Optimasi HKI, https://optimasihki.id/sistem-konstitutif-dalam-kepemilikan-hak-atas-merek/, diakses pada 12 April 2022

[5] Ni Ketut Supati Dharmawan,Op.Cit ., h.55

[6] Rahmi Jened, 2015, Hukum Merek dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi, PT Kharisma Putra Utama, Jakarta, h.291.

[7] Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

[8] Rahmi Jened.,Op. Cit., h.181

[9] Pasal 76 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

[10] Mandras Januari Siregar, 2013, Pembatalan Merek di Pengadilan Niaga Medan (Studi Putusan No. 03/Merek/2008/PN.Niaga/Medan), Mercatoria Vol.6 No.2, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Negeri Medan, h.198.

[11] Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

0

PERMASALAHAN TERHADAP PRODUK IMPOR YANG DILABELI PRODUK MILIK DALAM NEGERI

Written by : Alfredo Joshua Bernando, Co Written by : Shafa Atthiyyah Raihana 

Impor merupakan bentuk transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal atau resmi dan umumnya berada dalam proses perdagangan. Prosesnya berupa tindakan memasukan barang atau komoditas negara lain ke dalam negeri. Impor barang membutuhkan campur tangan bea cukai di negara pengirim dan penerima. [1] Pengertian dari impor berdasarkan Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagai berikut:

“Pasal 1

  1. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah kepabeanan” [2]

Dapat dikatakan secara singkatnya bahwa impor adalah barang dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri membutuhkan capur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Kegiatan impor memiliki manfaat atau keuntungan antara lain seperti memperoleh barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan oleh negara penerima karena adanya keterbatasan, adanya bahan baku, dan teknologi yang lebih modern. Namun, di samping dari keuntungannya tersebut, terdapat kekurangan dari adanya proses impor tersebut seperti masyarakat yang menjadi konsumen dan membeli produk luar negeri secara terus menerus yang menimbulkan ketergantungan.

Permasalahan terhadap kekurangan tersebut, saat ini sedang terjadi di Indonesia karena ditemukannya barang impor yang dicap sebagai produk milik dalam negeri. Lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan, menemukan sejumlah pengadaan barang dan jasa impor yang diberikan label produk dalam negeri di Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di sejumlah daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta beberapa supermarket perbelanjaan dan marketplace di Indonesia. Penemuan ini mendapat perintah langsung dari Presiden RI. [3]

Beberapa barang impor yang ditemukan berlabel produk dalam negeri antara lain alat kesehatan, alat pertanian, tekstil, besi/baja, dan beberapa barang lain yang sedang berusaha dideteksi. Sebelumnya, Presiden RI telah meminta lembaga kekuasaan negara tersebut untuk untuk mengawasi dan menindak peredaran barang-barang impor yang dicap sebagai produk lokal. Hal ini sesuai dengan tugas yang dimiliki lembaga tersebut seperti dalam Pasal 30B huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu:

“Pasal 30B

  1. menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum”[4]

Tidak hanya lembaga negara di bidang penuntutan yang melakukan pengawasan, namun instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai serta Menteri Perdagangan juga dihimbau untuk melakukan pemantauan terhadap adanya barang impor yang dicap milik negara.

Padahal, di Indonesia telah menetapkan peraturan yang mencantumkan perlu adanya identitas dari pelaku usaha sehingga tidak adanya kecurangan dari produk lokal yang menganggap bahwa produk impor adalah buatan miliknya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan yaitu:

“Pasal 23

  • Keterangan mengenai identitas Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    • nama dan alamat Produsen untuk Barang produksi dalam negeri;
    • nama dan alamat Importir untuk Barang asal Impor;
    • nama dan alamat Pengemas, untuk Barang yang diproduksi dalam negeri atau asal Impor yang dikemas di wilayah Republik Indonesia; atau
    • nama dan alamat Pedagang Pengumpul jika memperoleh dan memperdagangkan Barang hasil produksi usaha mikro dan usaha kecil.” [5]

Dalam permasalahan ini juga, beberapa alat impor seperti alat kesehatan dan alat pertanian yang berasal dari luar negeri bisa mendapatkan perlindungan Paten apabila alat-alat tersebut sudah didaftarkan secara resmi. Sistem Paten secara umum berlaku di seluruh dunia, termasuk pada alat kesehatan dan alat pertanian. Hal ini dikarenakan alat-alat tersebut merupakan bentuk inovasi dari adanya penemuan di bidang teknologi. Di Indonesia, perlindungan Paten dijelaskan Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yaitu:

“Pasal 1

Hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atau hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan invensi sendiri atau memberikan persetujuan terhadap pihak lain untuk melaksanakannya.” [6]

Sehingga, jika ingin mengimpor suatu produk terhadap pihak tertentu dan mau melabeli sendiri sebagai produk lokal, maka harus memastikan bahwa produk impor tersebut telah diselesaikan penuh haknya oleh pembuat barang. Tidak hanya itu, pendaftaran paten juga merupakan hal yang penting terhadap barang impor tersebut karena dengan adanya pendaftaran paten, barang tersebut mendapatkan perlindungan hukum, mengantisipasi pelanggaran dari paten, mencegah adanya duplikasi, dan pencipta bisa mendapatkan manfaat ekonomis dari karya yang sudah ia ciptakan.  Maka dari itu, jika seseorang ingin mengklaim suatu barang yang merupakan invesi dari orang lain, perlu adanya izin dari pemilik atau pencipta barang melalui perjanjian resmi yang mengikat antara pemilik barang dengan seseorang yang ingin mengakui bahwa produk milik diri sendiri atau produk lokal agar tidak melanggar peraturan yang sudah ditetapkan.

Jika produk impor pada alat kesehatan dan alat pertanian dilabeli menjadi produk lokal tanpa adanya persetujuan dari pemegang paten, maka hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran. Seperti yang diketahui, dengan adanya hak paten maka hal ini dapat memberi perlindungan terhadap suatu invensi dari orang lain yang berniat untuk menggunakannya tanpa izin dari inventor. Pelarangan dari tidak adanya izin dari pemegang paten atas penggunaan barang dan melakukan perubahan label produk impor ke lokal, dijelaskan berdasarkan Pasal 19 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yaitu:

“Pasal 16

  • Pemegang Paten memiliki hak eksekutif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya :
  • Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten.”  [7]

Berdasarkan pengaturan Undang-Undang Paten yang baru ini, ketentuan pidana tersebut diatur dalam delik aduan yaitu pada Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yaitu:

Pasal 161

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[8]

Selain mendapatkan perlindungan paten, produk impor pada alat kesehatan, alat pertanian, dan besi/baja tersebut juga bisa mendapatkan perlindungan merek terlebih jika produk tersebut sudah didaftarkan secara resmi. Merek memegang peranan penting dalam perdagangan. Hal ini dikarenakan merek adalah bentuk dari jaminan dari suatu produk barang dan jasa. Di Indonesia, perlindungan merek dijelaskan pada Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu:

“Pasal 1

  • Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri -Meiek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.” [9]

Sehingga pemilik merek terdaftar mempunyai hak ekslusif yang berkaitan dengan mereknya, hal ini diberikan kepadanya untuk mencegah pihak tidak sah yang ingin menggunakan merek tersebut atau merek serupa yang membingungkan. Namun dalam kasus kasus ini, jika sebuah produk impor dilabeli menjadi produk lokal pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak dijelaskan adanya sanksi pidana bagi  seseorang yang mengganti merek terdaftar pada suatu produk lalu menempelkan merek sendiri. Tetapi ada hukum lain yang dapat menjerat pelaku usaha jika produk yang dijual kembali menggunakan label miliknya ternyata mengalami kerusakan atau dalam komposisinya tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diperdagangkan.

Dengan adanya permasalahan tersebut, salah satu marketplace di Indonesia memberikan tanggapan karena adanya barang impor yang dicap menjadi produk dalam negeri. Mereka memastikan bahwa semua barang yang dijual dalam platform tersebut sudah melalui rangkaian proses di Bea Cukai dan kemudian dijual oleh pedagang domestik. [10]

Akibat dari adanya barang-barang impor yang dilabeli milik dalam negeri juga, hal tersebut dapat menghambat produksi anak bangsa yang tidak bisa bersaing di pasar lokal dan dapat menganggu pertumbuhan dari ekonomi Indonesia ini. Walaupun produk impor juga turut membantu perekonomian di Indonesia, namun pemerintah juga berharap untuk mengutamakan penggunaan dari produk lokal sendiri agar bisa berkembang untuk kedepannya.

DASAR HUKUM:

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
  2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia 
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021tentang Penyelangaraan Bidang Perdagangan

REFERENSI:

  1. Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Impor, diakses 04 April 2022
  2. Kompas, https://nasional.kompas.com/read/2022/03/28/16305721/kejagung-temukan-barang-impor-yang-dicap-sebagai-produk-dalam-negeri, diakses pada 04 April 2022
  3. Liputan 6, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4922176/respons-tokopedia-atas-kekesalan-jokowi-soal-banyak-produk-impor-dicap-buatan-dalam-negeri, diakses 05 April 2022

[1] Impor, Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Impor, diakses pada 4 April 2022

[2] Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995

[3] Kompas, https://nasional.kompas.com/read/2022/03/28/16305721/kejagung-temukan-barang-impor-yang-dicap-sebagai-produk-dalam-negeri, diakses pada 04 April 2022

[4] Pasal 30B huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia 

[5] Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021tentang Penyelangaraan Bidang Perdagangan

[6] Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

[7] Pasal 19 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

[8] Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

[9] Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

[10] Liputan 6, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4922176/respons-tokopedia-atas-kekesalan-jokowi-soal-banyak-produk-impor-dicap-buatan-dalam-negeri, diakses 05 April 2022

0

Intellectual Property Copyright Related to State Event Mascot

Author: Ananta Mahatyanto; Co-Author: Alfredo Joshua Bernando

Maskot adalah bentuk atau benda yang dapat berbentuk seseorang, binatang, atau objek lainnya yang dianggap dapat membawa keberuntungan dan untuk menyemarakkan suasana acara yang diadakan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Maskot adalah orang, binatang, atau benda yang diperlakukan oleh suatu kelompok sebagai lambang pembawa keberuntungan atau keselamatan. [1] Maskot pada umumnya merepresentasikan kepada masyarakat luas dari sekolah, universitas, klub olahraga, ataupun pengembangan atas suatu produk komersial. Setiap maskot yang dibuat akan diberikan nama panggilan yang sesuai dengan karakter dari maskot itu sendiri.[2]

Penggunaan atas maskot sekarang telah semakin meluas dengan selalu digunakan dalam setiap acara olahraga di dunia ini, seperti Piala Dunia maupun Olimpiade sebagai bagian dari promosi dari acara olahraga saat ini. Pemilihan atas maskot akan disesuaikan dengan karakter dari acara yang akan dibuat ataupun dari organisasi, klub, maupun lembaga yang akan menggunakan maskot sebagai alat untuk berpromosi.[3]

Setiap maskot seperti yang mempresentasikan suatu negara dapat disebut maskot acara negara, maskot tersebut biasa dimunculkan pada suatu ajang antar negara seperti acara olahraga dunia, seperti contoh SEA Games, Piala Dunia dan sebagainya. Maskot tersebut diciptakan oleh masing-masing negara, dimana dalam hal ini memiliki pencipta baik ia perseorangan maupun kelompok, dan dalam hal ciptaan berupa maskot tersebut, tentunya memiliki hak cipta yang menimbulkan hak eksklusif pada penciptanya.

Terkait dengan karya cipta berupa maskot yang memiliki pencipta, maka maskot tersebut dapat dikategorikan sebagai objek kekayaan intelektual yang mendapat perlindungan hak cipta, dan apabila maskot tersebut didaftarkan melalui suatu merek tertentu, maka dapat dilindungi dengan hak atas merek. Pasal 1 Angka 1 dan Angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menjelaskan tentang definisi Hak Cipta dan Ciptaan yang merupakan objek yang dilindungi oleh Hak Cipta, yang merupakan:

Pasal 1

  • Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.[4]

Dalam penggunaan maskot tersebut, tidak jarang terdapat pihak-pihak yang melakukan pelanggaran hak cipta maupun hak atas merek, melalui memproduksi kostum, boneka, baju ataupun membuat gambar yang memuat maskot tersebut tanpa persetujuan dari pencipta atau pemilik merek, dan hal tersebut dilakukan untuk memperoleh keuntungan dan hal ini melanggar hak ekonomi yang dimiliki oleh pencipta berdasarkan hak kekayaan intelektual yang dimilikinya.

Dalam Pasal 8 jo. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur tentang pelanggaran hak ekonomi milik pencipta berkaitan dengan hak cipta yang dilanggar , yang berbunyi:

Pasal 8

Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.

Pasal 9

  • Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
    • penerbitan Ciptaan;
    • Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
    • penerjemahan Ciptaan;
    • pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
    • pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
    • pertunjukan Ciptaan;
    • Pengumuman Ciptaan;
    • Komunikasi Ciptaan; dan
    • penyewaan Ciptaan.
  • Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. (3)
  • Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”  [5]

Pengaturan mengenai pelanggaran Hak Ekonomi Pencipta terhadap Objek Ciptaan tersebut diatur dalam Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang berbunyi:

“ Pasal 113

  1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
  2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).[6]

Selain perlindungan sebagai objek hak cipta, apabila suatu maskot telah didaftarkan oleh suatu merek, dapat dilindungi dengan hak atas merek apabila terjadi pembajakan merek terhadap suatu produksi maskot yang menggunakan merek dagang tersebut. Hak atas merek dijelaskan dalam Pasal 1 Ankga 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang berbunyi:

Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.[7]

Pembajakan merek atau penggunaan merek tanpa hak atau tanpa izin dari pemilik merek diatur dalam Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang berbunyi :

Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:

  1. gugatan ganti rugi; dan/atau
    1. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.[8]

Sanksi atas Pembajakan Merek itu sendiri diatur dalam Pasal 100 ayat (1) & ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang berbunyi :

Pasal 100

  • Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
  • Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).[9]

Sehingga, perlindungan hukum terhadap maskot acara negara, dikarenakan maskot acara negara tersebut merupakan suatu objek perlindungan hak cipta , dimana apabila terjadi pembajakan terhadap hak cipta yang dimiliki oleh pencipta maskot tersebut, terdapat perlindungan hukum terhadap hak ekonomi pencipta yang diatur dalam Pasal 8 jo. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang memiliki sanksi pidana serta denda.

Hal tersebut juga diatur apabila maskot acara negara tersebut dilindungi melalui merek terdaftar yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dimana terdapat perlindungan hak atas merek terkait dengan pembajakan merek yang memiliki sanksi pidana serta denda, serta pelanggar hak atas merek tersebut diwajibkan untuk mengganti kerugian atas pembajakan merek tersebut.

Dasar Hukum :

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Referensi :

  1. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Wikipedia


[1] https://kbbi.web.id/maskot

[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Maskot

[3] Ibid.

[4] Pasal 1 Angka 1 dan Angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

[5] Pasal 8 jo. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

[6] Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

[7] Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

[8] Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

[9] Pasal 100 ayat (1) & ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

0

1 DAY TRAINING CLASS: TRADEMARK

Sabtu, 26 Februari 2022

Pelajari tujuan merek dagang, proses pendaftarannya, tujuannya dalam bisnis, dan perselisihan yang mungkin timbul darinya

Kontak: +62 877 7776 1447 (Afina)

Registrasi

Link: https://bit.ly/AfiaandcoTrademarkClass

Tanggal pendaftaran: 14 Januari 2022 – 24 Februari 2022

Biaya pendaftaran kelas & modul:

BCA 2940950832 a/n Aprilia Purwanto

Umum: IDR 1,250,000
Mahasiswa: IDR 650,000

Rundown

(09:00 – 10.30) Ananta Mahatyanto, S.H – Attorney at Afia & Co Attorneys

  • Pelajari tujuan merek dagang
  • Proses pendaftarannya
  • Tujuannya dalam bisnis
  • Perselisihan yang mungkin timbul darinya

(10:30 – 12:00) Raden Ayumas Zisni, S.H – Asisten Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Biokrasi dan Regulasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

  • Pencegahan penolakan merek
  • Lisensi & izin terkait merek
  • Branding merek

(13:00 – 14:30) Rizki Haryo Kusumo, S.H – Partner at Afia & Co Attorneys

  • Merek dalam bisnis
  • Agreement, Kerjasama & Investment merek

(14:30 – 16:00) Nirma Afianita, S.H., CTL – Managing Partner at Afia & Co Attorneys

  • Perselisihan merek
  • Penyelesaian sengketa merek

1

Joint Webinar:Afia & Co – IP March: Intellectual Property Indonesia & China

14.30-16.05 (GMT+7) Jakarta 雅加达
Session – I (Presented in Chinese)
Why Prioritize Intellectual Property in Indonesia is Important?
(Investment and Intellectual Property Protection related to Regulation in Indonesia)

第一节(中文)
第一个链接-优先级为何重要印度尼西亚的知识产权保护?
(印度尼西亚投资与知识产权相关法规。)

Speakers 演讲人:
Yunarto Zeng 曾伟龙
Lawyer | 律师
Partner Afia & Co. | 合伙人 Afia & Co.

Nirma Afianita
Registered IP Consultant | 知识产权顾问
Managing Partner Afia & Co.| 管理合伙人 Afia & Co.


16.15-17.50 (GMT+7) Jakarta 雅加达
Session II – Session – II (Presented in English)
What You Need to Know about Protecting Your Intellectual Property Rights in China?
(Trademark and Invention Protection related to China Intellectual Property Regulation)

第二场(英语发言)
了解怎么在中国保护您的知识产权?
(与中国知识产权的相关法规。)

Speakers 演讲人:
Stephen Yang 杨勇
Patent Attorney | 专利律师
Managing Partner IP March | 管理合伙人 IP March

Nina Li 李娜
Trademark Attorney | 商标律师
Partner IP March | 合伙人 IP March

Host | 主持人:
Yanhong Yang 杨彦鸿 – Patent Attorney | 专利律师
Partner IP March | 合伙人 IP March

Renat Sofie
Research & Public Relation Afia & Co.
研究与公共关系 – Afia & Co.

📆  *Date 日期 : Thursday, 4 March 2021 / 2021年3月4日,星期四
⏰  *Time 时间 : 14.30 – 17.50 (GMT+7) Jakarta 雅加达
🏣  *Location 地点: (online/网络) zoom

Translate