0

Taksonomi Hijau Indonesia Dari Sisi Penerapan Keuangan Berkelanjutan

Author: Ananta Mahatyanto; Co-Author: Andreas Kevin Simanjorang, Alfredo Joshua Bernando

Perubahan Iklim yang menyebabkan naiknya suhu bumi yang mendekati ambang batas wajar yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang terus dieksploitasi, mengharuskan setiap negara membuat kebijakan dan aksi iklim untuk mencegah suhu bumi tidak melewati ambang batas 2 derajat celsius dan berupaya maksimal untuk tidak melewati ambang batas 1,5 derajat celcius dibandingkan masa pra-industri.[1]
 
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka banyak negara ikut menandatangani Perjanjian Paris 2016 (Paris Agreement), [na1] dimana Perjanjian Paris ini merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim. Indonesia ikut menandatangani Perjanjian Paris 2016, dan dalam hal mewujudkan hal yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut, Indonesia menerapkan aksi keuangan berkelanjutan (sustainable finance) , dimana aksi keuangan berkelanjutan merupakan praktek industri keuangan yang mengedepankan pertumbuhan berkelanjutan dengan menyelaraskan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. [2]
 
              Pasal 1 Angka 8 POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik , yang berbunyi:
“Keuangan Berkelanjutan adalah dukungan menyeluruh dari sektor jasa keuangan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.”[3]
 
              Untuk Penerapan keuangan berkelanjutan, maka lembaga jasa keuangan wajib menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) yang disampaikan setiap tahun kepada Otoritas Jasa Keuangan, dimana RAKB tersebut wajib disusun oleh Direksi dan disetujui oleh Dewan Komisaris, serta RAKB tersebut dilaksanakan secara efektif. [4]
 
Dalam Penerapan Pengembangan Keuangan berkelanjutan sebagaimana di jelaskan dalam Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021 – 2025) dijelaskan mengenai beberapa prioritas yang akan menjadi landasan pengembangan keuangan berkelanjutan ke depan, yaitu pengembangan taksonomi hijau, implementasi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola; pelaksanaan program riil; inovasi produk dan layanan  keuangan serta kampanye nasional keuangan berkelanjutan. [5]
 
Pengembangan taksonomi hijau merupakan salah satu prioritas sekalipun menjadi kunci sukses ekosistem keuangan berkelanjutan , dimana Taksonomi Hijau adalah klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, atau  Taksonomi hijau dapat diartikan sebagai kerangka yang akan digunakan pemerintah untuk memisahkan sektor dan subsektor usaha yang ramah lingkungan, kurang ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan.[6]
 
Pengembangan taksonomi hijau yang bertujuan mengklasifikasikan aktivitas pembiayaan dan investasi berkelanjutan di Indonesia. Klasifikasi ini menjadi dasar bagi seluruh pemangku kepentingan di Indonesia dalam aktivitas ekonomi yang berkelanjutan. Penyusunan taksonomi hijau tersebut dilakukan melalui pembentukan task force nasional keuangan berkelanjutan, yang melibatkan kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan terkait. Taksonomi yang dikembangkan akan mengakomodasi keseluruhan pedoman yang ada saat ini terkait sektor hijau.[7]
 
 
Beberapa tujuan strategis Taksonomi Hijau adalah :
1.       Mengembangkan standar definisi dan kriteria-kriteria hijau dari kegiatan sektor ekonomi yang mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia dengan menerapkan pendekatan berbasis ilmiah/sains.
2.       Mendorong inovasi dan investasi di kegiatan ekonomi yang memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup dengan menerapkan pendekatan berbasis ilmiah/sains.
3.       Mendorong pertumbuhan sektor keuangan dalam pendanaan dan pembiayaan kegiatan ekonomi hijau.
4.       Memberikan acuan bagi SJK, investor, pelaku bisnis (nasional maupun internasional) untuk mengungkapkan informasi terkait pembiayaan, pendanaan, atau investasi untuk kegiatan ekonomi hijau. [8]
 
Taksonomi Hijau ini didasari oleh empat prinsip sebagai berikut:
1.       Prinsip Investasi Bertanggung Jawab
Pendekatan yang mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial, lingkungan hidup, dan tata kelola dalam aktivitas ekonomi.
2.       Prinsip Strategi dan Praktik Bisnis Berkelanjutan
Kewajiban untuk menetapkan dan menerapkan strategi dan praktik bisnis berkelanjutan pada setiap pengambilan keputusan.
3.       Prinsip Pengelolaan Risiko Sosial dan Lingkungan Hidup
Mencakup prinsip kehati-hatian dalam mengukur risiko sosial dan lingkungan hidup melalui proses identifikasi, pengukuran, mitigasi, pengawasan, dan pemantauan.
4.       Prinsip Tata Kelola
Terkait penerapan penegakan tata kelola SJK melalui manajemen dan operasi bisnis yang mencakup antara lain: transparansi, akuntabel, bertanggung jawab, independen, profesional, setara dan wajar.[9]
 
Di dalam kegiatan usaha pada Taksonomi Hijau, maka akan terdapat 3 Klasifikasi , yaitu:
1.       Hijau
Kegiatan usaha yang melindungi, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta mematuhi standar tata kelola yang ditetapkan pemerintah dan menerapkan praktik terbaik di tingkat nasional ataupun tingkat internasional.
 
2.       Kuning
Kegiatan usaha yang memenuhi beberapa kriteria/ambang batas hijau. Penentuan manfaat kegiatan usaha ini terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan masih harus ditetapkan melalui pengukuran serta dukungan praktik terbaik lainnya.
 
3.       Merah
Kegiatan usaha tidak memenuhi kriteria/ambang batas kuning dan/atau hijau.
 
 
Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0 disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi (GKKT) dan satuan kerja terkait di OJK dengan melibatkan delapan kementerian antara lain:
1.   Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK);
2.   Kementerian Perindustrian (Kemenperin);
3.   Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP);
4.   Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM);
5.   Kementerian Perhubungan (Kemenhub);
6.   Kementerian Pertanian (Kementan);
7.   Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf); dan
8.   Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).[10]
 
Sehingga, sebagai wujud dari penerapan perjanjian paris yang ditandatangani oleh Indonesia, maka Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Roadmap mengenai Keuangan Berkelanjutan, dimana salah satu prioritas dalam penerapan keuangan berkelanjutan tersebut merupakan pengembangan taksonomi hijau di Indonesia
 
Pengembangan Taksonomi Hijau di Indonesia dilakukan dengan memiliki tujuan strategis didasari dengan Prinsip Investasi Bertanggung Jawab, Prinsip Strategi dan Praktik Bisnis Berkelanjutan, Prinsip Pengelolaan Risiko Sosial dan Lingkungan Hidup, serta Prinsip Tata Kelola, melalui penentuan klasifikasi pada kegiatan-kegiatan usaha yang ada di Indonesia. Taksonomi hijau di Indonesia di Indonesia disusun oleh OJK melalui GKKT dan melibatkan 8 kementerian yakni KLHK, Kemenperin, KKP,  ESDM, Kemenhub, Kementan, Kemenparekraf, PUPR.
 
 
Dasar Hukum:
POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik
 
Referensi :
1.   Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Lima Tahun Perjanjian Paris: Kebijakan Iklim Indonesia Tidak Serius dan Ambisius, ( https://www.walhi.or.id/lima-tahun-perjanjian-paris-kebijakan-iklim-indonesia-tidak-serius-dan-ambisius , diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)
2.   Kurnia Hadi, Implementasi Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB), ( https://hrdspot.com/event/penerapan-keuangan-berkelanjutan/ , diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)
3.   Otoritas Jasa Keuangan, ROADMAP KEUANGAN BERKELANJUTAN TAHAP II (2021 – 2025), ( https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Roadmap-Keuangan-Berkelanjutan-Tahap-II-(2021-2025)/Roadmap%20Keuangan%20Berkelanjutan%20Tahap%20II%20(2021%20-%202025).pdf , diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)
4.   Desi Angriani, Apa itu Taksonomi Hijau, ( https://www.medcom.id/ekonomi/keuangan/ybDXMepb-apa-itu-taksonomi-hijau , diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)
5.   Otoritas Jasa Keuangan, Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0 – 2022 (https://www.ojk.go.id/keuanganberkelanjutan/Uploads/Content/Regulasi/Regulasi_22012011321251.pdf, diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)

[1] Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Lima Tahun Perjanjian Paris: Kebijakan Iklim Indonesia Tidak Serius dan Ambisius
, ( https://www.walhi.or.id/lima-tahun-perjanjian-paris-kebijakan-iklim-indonesia-tidak-serius-dan-ambisius , diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)

[2] Kurnia Hadi, Implementasi Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB), ( https://hrdspot.com/event/penerapan-keuangan-berkelanjutan/ , diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)

[3] Pasal 1 Angka 8 POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik

[4] Pasal 4 jo. Pasal 5 POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik

[5] Otoritas Jasa Keuangan, ROADMAP KEUANGAN BERKELANJUTAN TAHAP II (2021 – 2025), ( https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Roadmap-Keuangan-Berkelanjutan-Tahap-II-(2021-2025)/Roadmap%20Keuangan%20Berkelanjutan%20Tahap%20II%20(2021%20-%202025).pdf , diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)

[6] Desi Angriani, Apa itu Taksonomi Hijau, ( https://www.medcom.id/ekonomi/keuangan/ybDXMepb-apa-itu-taksonomi-hijau , diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)

[7] Op.cit, Otoritas Jasa Keuangan, ROADMAP KEUANGAN BERKELANJUTAN TAHAP II (2021 – 2025)

[8] Otoritas Jasa Keuangan, Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0 – 2022 (https://www.ojk.go.id/keuanganberkelanjutan/Uploads/Content/Regulasi/Regulasi_22012011321251.pdf, diakses pada tanggal 18 Febuari 2022)

[9] Ibid.

[10] Ibid.

Translate