0

TINJAUAN STRUKTUR PASAR OLIGOPOLI PADA MINYAK GORENG NASIONAL MENURUT HUKUM PERSAINGAN USAHA

Author: Alfredo Joshua Bernando; Co-author: Natasya Oktavia & Shafa Atthiyyah Raihanna

Minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia, minyak goreng memiliki kontribusi yang sangat besar karena minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok.[1]Belakangan ini terjadi kenaikan harga minyak goreng dan kelangkaan di seluruh wilayah Indonesia. Banyak masyarakat Indonesia yang mengeluhkan kesulitan mendapatkan minyak goreng dan jika terdapat stoknya dijual dengan harga yang tinggi.[2] Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah melakukan intervensi dengan menetapkan Harga Eceran Maksimum (HET) melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 untuk minyak goreng kemasan sederhana sebesar 13.500 dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter .[3] Namun pada tanggal 16 Maret 2022 kebiajakan Harga Eceran Maksimum (HET) tersebut dicabut dan pemerintah mengembalikan harga minyak goreng pada mekanisme pasar. Sehingga, saat ini harga minyak goreng melonjak hingga Rp 26.250 per liter, naik 87,5%. [4]

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Indonesia (KPPU) menduga ada beberapa pihak yang mempengaruhi pasar minyak goreng.  Ketua KPPU menyatakan ada kenaikan harga yang kompak pada awal Januari 2022 meskipun masing-masing prosedur tersebut memperoleh bahan bakunya, sehingga KPPU mengindikasi adanya praktik kartel.[5]

Struktur Pasar Oligopoli

Pasar oligopoly adalah pasar yang terdiri dari sedikit produsen, sehingga memiliki kekuatan melakukan kontrol harga. Para pelaku usaha tersebut untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bekerja sama antar satu dengan pelaku usaha lain untuk mengurangi pasokan dan menaikkan harga jual.[6]Oleh karena itu, produsen bertindak sebagai penentu harga. Berikut penjelasan mengenai ciri- ciri pasar oligopolistik :[7]

  • Jumlah produsen yang sedikit

Dalam hal struktur pasar oligopoli, hanya ada sedikit produsen, meskipun jumlah pasti perusahaan tidak ditentukan, sebagian besar diasumsikan kurang dari sepuluh. Setiap perusahaan memiliki kekuasaan mengatur jumlah produksi barang dan atau jasa sehingga berpengaruh pada harga yang harus dibayarkan konsumen.

  • Saling ketergantungan

Keputusan satu perusahaan untuk menentukan harga dan kuantitas akan mempengaruhi perusahaan lain, baik perusahaan yang sudah ada maupun yang akan datang. Hal ini tentunya menciptakan suatu hambatan (barrier) bagi perusahaan baru untuk masuk ke dalam industri tersebut. Berdasarkan penjelasan Pasal 4 Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan  Persaingan Usaha Tidak Seha Indonesia, praktek oligopoli dibuat melalui suatu kesepakatan. Perusahaan-perusahaan tersebut sepakat untuk menetapkan harga pokok penjualan dan kuantitas produk.

  • Kompetisi Non-harga

Adapun bentuk kompetisi non-harga dapat berupa pelayanan purna jual serta iklan untuk memberikan informasi, membentuk citra yang baik terhadap perusahaan dan mempengaruhi perilaku konsumen. Tidak tertutup kemungkinan perusahaan melakukan kegiatan intelijen industri untuk memperoleh informasi (mengetahui) keadaan, kekuatan dan kelemahan pesaing nyata maupun potensial. Informasi-informasi ini sangat penting agar perusahaan dapat memprediksi reaksi pesaing terhadap setiap keputusan yang diambil.[8]

Perjanjian Oligopoli

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan  Persaingan Usaha Tidak Sehat,  menyatakan untuk memberikan larangan bahwa:

“ Pasal 4

Badan usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan badan usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.” [9]

Sedangkan, pengertian dari perjanjian sendiri dijelaskan menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, menyatakan bahwa :

“ Pasal 1

  • Perjanjian adalah perbuatan seorang atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri pada satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.” [10]

Hal ini mengandung pengertian perjanjian persaingan usaha tidak hanya secara tertulis tetapi juga tidak secara tertulis.

Perjanjian Penetapan Harga yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, terdiri atas Perjanjian Penetapan Harga yang diatur dalam Pasal 5, Diskriminasi Harga yang diatur dalam Pasal 6, Perjanjian Predatory Pricing yang diatur dalam Pasal 7, dan Pemeliharaan Harga Jual Kembali yang diatur dalam Pasal 8, Selaku usaha melakukan praktik Monopoli untuk menentukan harga, kualitas, dan kuantitas suatu produk yang ditawarkan kepada masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya kartel. Secara umum, praktek ini dilakukan oleh beberapa produsen/pedagang dengan bekerjasama dengan tujuan mengendalikan dan menentukan harga, system pemasaran, dan atau produksi. Dalam hal pelaku usaha mengurangi jumlah yang diproduksi, maka permintaan barang tersebut akan meningkat, sehingga secara langsung menyebabkan kenaikan harga barang tersebut.[11]

Temuan KPPU

KPPU menemukan bukti adanya kecurangan di balik isu perminyakan yang diduga melanggar Pasal 5 dan Pasal 11, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Persaingan Usaha Indonesia.[12] Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menyatakan bahwa,

“Pasal 5

  1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.”

Tingginya harga dan kelangkaan minyak goreng yang terjadi disebabkan permainan oknum-oknum terlibat. Dugaan pelanggaran pasal diatas, bermula dari sidak yang dilakukan oleh Satgas Pangan Provinsi Sumatera dengan Polda Sumatera Utara dengan ditemukan 1,1 juta kilogram minyak goreng siap edar dengan 3 merek berbeda. Barang bukti tersebut ditemukan di 3 (tiga) gudang berbeda di daerah Deli, Serdang.[13]  Dengan adanya tindakan oknum-oknum tersebut, hal ini merupakan termasuk ke dalam pelanggaran di mana dijelaskan menurut Pasal 11 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyatakan bahwa :

“Pasal 11

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dana tau pemasaran suatu barang dana tau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dana tau persaingan usaha tidak sehat.”

Dugaan pelanggaran pasal ini didasarkan pada fakta di lapangan, yang mana KPPU melihat terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5% di pasar minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng yang ada di Indonesia.[14]  

Berdasarkan temuan KPPU yang telah dijabarkan di atas jelas terdapat indikasi adanya praktik kartel karena pasar dominasi oleh sejumlah produsen dalam jumlah yang sedikit. Serta, permainan harga karena adanya pembatasan jumlah minyak goreng baik yang diproduksi maupun yang dijual ke pasar oleh oknum-oknum produsen tersebut.

Akibat Hukum bagi Pelaku Usaha yang Melanggar Ketentuan Persaingan Usaha

Sebagai konsekuensi bagi perusahaan yang melakukan praktek kartel, KPPU dapat mengenakan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Undang-Undang No. 5 1999, antara lain membatalkan ketentuan perjanjian diantara produsen yang bersepakat, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat hingga dapat mengenakan sanksi administratif berupa uang.[15]Berdasarkan pasal 47 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, denda administrasi berkisar antara Rp 1 miliar sampai Rp 25 miliar.

Namun, dalam Omnibus Law ketentuan tersebut diamandemen, denda administrasi maksimum kini dinaikkan menjadi 50 persen dari laba bersih atau 10 persen dari total omzet di pasar bersangkutan selama masa pelanggaran. Dalam beberapa hal, KPPU juga dapat memerintahkan penghentian kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.[16]Pada tahun 2021, KPPU mengumumkan Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif untuk melaksanakan regulasi teknis denda administratif. Peraturan No. 2/2021 lebih lanjut merumuskan laba bersih sebagai laba kotor dikurangi jumlah biaya tetap, pajak, dan retribusi, bukan dikurangi total biaya (biaya tetap dan variabel) dari laba kotor. Keuntungan bersih ditunjukkan berdasarkan data dukung laporan keuangan yang sah dan meyakinkan, dan dilengkapi dengan rekapitulasi dan bukti penjualan; rekapitulasi, rincian, dan bukti biaya tetap yang dibebankan; rekapitulasi dan bukti pembayaran pajak; dan rekapitulasi dan bukti pembayaran atas pungutan negara lainnya selain pajak.[17]

Ketentuan dari sanksi administratif lainnya yang dilakukan terhadap pelanggaran terkait dengan persaingan usaha dijelaskan berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa,

“Pasal 48

  1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 hingga Pasal 14, Pasal 16 hingga Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000,00, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
  2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5, Pasal 8 hingga Pasal 15, Pasal 20 hingga Pasal 24, Pasal 26 Undang-Undang ini diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000,00, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
  3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41, Undang-Undang ini diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000,00, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.”

Namun, Omnibus law mengamandemen pasal 48 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sehingga diatur hanya pelanggaran Pasal 41 yang diancam dengan pidana denda paling banyak Rp 5 miliar atau kurungan selama satu tahun.[18]

Kesimpulan

Melalui Pemeriksaan KPPU ditemukan adanya dugaan praktik kartel, khususnya pelanggaran pasal-pasal perjanjian oligopoli, praktik kartel, dan pengendalian harga. Kondisi inilah yang menjadi penyebab utama melonjaknya harga minyak goreng dan kelangkaan di pasaran. KPPU sebagai organ pelengkap negara berwenang menjatuhkan sanksi administratif. Di lain sisi, jika terbukti terdapat pelanggaran pada Pasal 48 Omnibus Law, para penegak hukum yang berwenang dapat memproses secara pidana pelaku usaha tersebut. Pada akhirnya, pelaku usaha harus bersaing secara sehat agar tidak melanggar ketentuan persaingan usaha. Karena, praktik

kartel cenderung merugikan baik negara (dan pembangunan ekonominya), khususnya konsumen.

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Hukum Persaingan Usaha Indonesia.
  2. Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif
  3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Harga Eceran Maksimal Minyak Goreng

REFERENSI

  1. Catur Agus Saptono, Economic Analysis of Law dalam Merger, retrived from https://repository.uai.ac.id/wp-content/uploads/2020/09/Economic-Anlysisi-Of-Law_Hukum-Persaingan-Usaha_Editor.pdf
  2. CNBC Indonesia, Senjata KPPU Bongkar Dugaan Kartel minyak Goreng , retrived from https://www.youtube.com/watch?v=d57CxYLFAwE
  3. CNN Indonesia, Pasar Oligopoli: Pengertian, Ciri-ciri, dan Contoh, retrived from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220120090010-97-748912/pasar-oligopoli-pengertian-ciri-ciri-dan-contoh
  4. Emeria, D. C., Jreng! KPPU Panggil 19 Perusahaan Soal Dugaan Kartel Migor,retrived from https://www.cnbcindonesia.com/news/20220411161946-4-330689/jreng-kppu-panggil-19-perusahaan-soal-dugaan-kartel-migor
  5. Jawani, L., (2022) Prinsip Rule of Reason Terhadap Praktik Dugaan Kartel di Indonesia, Lex Renaissance No.1(7), 31-41
  6. Kompas, Berawal dari Sidak, Ini Kronologi Penemuan 1,1 Juta kg Minyak Goreng di Deli Serdang, retrived fromhttps://regional.kompas.com/read/2022/02/20/083500878/berawal-dari-sidak-ini-kronologi-penemuan-1-1-juta-kg-minyak-goreng-di-deli?page=all
  7. Kusumawardhani, A., HET Minyak Goreng Curah Rp 14.000 per liter, Kemendag: Ada Potensi Kelangkaan, retrived fromhttps://ekonomi.bisnis.com/read/20220325/12/1515014/het-minyak-goreng-curah-rp14000-per-liter-kemendag-ada-potensi-kelangkaan
  8. Nicholas, H., For Indonesians, Palm Oil is Everywhere but on Supermarket Shelves, retrived from https://news.mongabay.com/2022/04/for-indonesians-palm-oil-is-everywhere-but-on-supermarket-shelves/
  9. Oswaldo, I. G.,  Harga Minyak Goreng 12 April di Alfamart&Indomaret : Bimoli, Filma, Sania, SunCo,retrived from https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6028488/harga-minyak-goreng-12-april-di-alfamart–indomaret-bimoli-filma-sania-sunco
  10. Putra, R. I. (2012). Indikasi Perjanjian Oligopoli aan Perjanjian Tertutup PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) TBK (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 10/KPPU-L/2001) (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
  11. Sandi, F., Blak-Blakan KPPU Soal Dugaan Kartel Minyak Gorengretrived from https://www.cnbcindonesia.com/news/20220222081106-4-317176/blak-blakan-kppu-soal-dugaan-kartel-minyak-goreng
  12. Sariamas, Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di Indonesia Menurut Pakar Ekonomi,retrived from https://sarimas.com/id/post/detail/3-causes-of-scarcity-of-cooking-oil-in-indonesia-according-to-economists
  13. Susanto, V. Y., Soal Minyak Goreng, KPPU dalami Dugaan Pelanggaran Persaingan Usaha Tidak Sehat, retrived from https://nasional.kontan.co.id/news/soal-minyak-goreng-kppu-dalami-dugaan-pelanggaran-persaingan-usaha-tidak-sehat

[1]Sarimas, Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di Indonesia Menurut Pakar Ekonomi, retrived from https://sarimas.com/id/post/detail/3-causes-of-scarcity-of-cooking-oil-in-indonesia-according-to-economists

[2] Hans Nicholas, For Indonesians, Palm Oil is Everywhere but on Supermarket Shelves, retrived from https://news.mongabay.com/2022/04/for-indonesians-palm-oil-is-everywhere-but-on-supermarket-shelves/

[3] Amanda Kusumawardhani, HET Minyak Goreng Curah Rp 14.000 per liter, Kemendag: Ada Potensi Kelangkaan, retrived from https://ekonomi.bisnis.com/read/20220325/12/1515014/het-minyak-goreng-curah-rp14000-per-liter-kemendag-ada-potensi-kelangkaan

[4] Ignacio Geordi Oswaldo, Harga Minyak Goreng 12 April di Alfamart&Indomaret : Bimoli, Filma, Sania, SunCo, retrived from https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6028488/harga-minyak-goreng-12-april-di-alfamart–indomaret-bimoli-filma-sania-sunco

[5]CNBC Indonesia, Senjata KPPU Bongkar Dugaan Kartel Minyak Goreng, retrived from https://www.youtube.com/watch?v=d57CxYLFAwE

[6]CNN Indonesia, Pasar Oligopoli: Pengertian, Ciri-ciri, dan Contoh”, retrived from https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220120090010-97-748912/pasar-oligopoli-pengertian-ciri-ciri-dan-contoh

[7] Catur Agus Saptono, Economic Analysis of Law dalam Merger, retrived from https://repository.uai.ac.id/wp-content/uploads/2020/09/Economic-Anlysisi-Of-Law_Hukum-Persaingan-Usaha_Editor.pdf

[8] Rizky Ichwansyah Putra, Dissertasi : “Indikasi Perjanjian Oligopoli dan Perjanjian Tertutup PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) TBK (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 10/KPPU-L/2001)” (Surabaya: UNAIR, 2012),  hal.22

[9] Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan  Persaingan Usaha Tidak Sehat

[11] Lunita Jawani, Prinsip Rule of Reason Terhadap Praktik Dugaan Kartel di Indonesia, Lex Renaissance No.1(7). 2022. page 35

[12] Damiana Cut Emeria, Jreng! KPPU Panggil 19 Perusahaan Soal Dugaan Kartel Migor, retrived from https://www.cnbcindonesia.com/news/20220411161946-4-330689/jreng-kppu-panggil-19-perusahaan-soal-dugaan-kartel-migor

[13] Kompas, Berawal dari Sidak, Ini Kronologi Penemuan 1,1 Juta kg Minyak Goreng di Deli Serdang, retrived fromhttps://regional.kompas.com/read/2022/02/20/083500878/berawal-dari-sidak-ini-kronologi-penemuan-1-1-juta-kg-minyak-goreng-di-deli?page=all

[14] Vendy Yhulia Susanto, Soal Minyak Goreng, KPPU dalami Dugaan Pelanggaran Persaingan Usaha Tidak Sehat, retrived from https://nasional.kontan.co.id/news/soal-minyak-goreng-kppu-dalami-dugaan-pelanggaran-persaingan-usaha-tidak-sehat

[15] Pasal 47 UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

[16] Pasal 49 UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

[17] Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Denda Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

[18] Fitri Novia Heriani, 4 Poin Penting Terkait Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam UU Cipta Kerja, retrived from  https://www.hukumonline.com/berita/a/4-poin-penting-terkait-penegakan-hukum-persaingan-usaha-dalam-uu-cipta-kerja-lt5fa38acac9fab/?page=all

0

Sanksi Terhadap Pelanggaran Paten Perusahaan Telefon Genggam

Author: Ananta Mahatyanto ; Co-author: Alfredo Joshua Bernando & Andreas Kevin Simanjorang

Legal Basis:

  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

Sebuah perusahaan telefon genggam akan selalu memiliki kaitan dengan teknologi, sebuah teknologi yang diciptakan oleh perusahaan telefon genggam tersebut yang berbentuk  komponen atau fitur apabila ingin digunakan oleh perusahaan telefon genggam lainnya, maka harus melalui persetujuan pemilik hak paten tersebut, dan harus disetujui melalui suatu perjanjian yang dibuat antara kedua belah pihak.

         Apabila terdapat teknologi yang telah menjadi hak paten dari sebuah perusahaan telefon genggam yang dipakai oleh perusahaan lainnya dengan sengaja dan tanpa hak serta tanpa melalui persetujuan pemilik hak paten teknologi tersebut atau penggunaan paten tanpa lisensi, maka terdapat perlindungan hukum bagi pemilik hak paten yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).

         Hak-hak pemegang paten diatur dalam Pasal 19 UU Paten ,yaitu:

Pasal 19

  • Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
    • Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;
    • dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
  • Larangan menggunakan proses produksi yang diberi Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan proses yang diberi pelindungan Paten.
  • Dalam hal untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis, larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikecualikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten dan tidak bersifat komersial.”[1]

         Selain hak-hak yang diatur dalam Pasal 19 UU Paten, pemegang Paten juga memiliki hak untuk memberikan lisensi kepada Pihak ketiga. Hal ini diatur dalam Pasal 76 UU Paten yang mengatur sebagai berikut:

Pasal 76

  • Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi baik eksklusif maupun non-eksklusif untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
  •  Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencakup semua atau sebagian perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”[2]

Dalam hal penyelesaian sengketa terkait dengan penggunaan teknologi tanpa hak pemilik paten, mengacu kepada Pasal 143 UU Paten yang berbunyi:

Pasal 143

(1) Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan Niaga terhadap setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).

(2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diterima jika produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi paten. “[3]

Undang-Undang Paten secara khusus mengatur lebih untuk melindungi hak-hak pemegang paten, yakni dengan mengatur perbuatan yang dilarang. Pasal 160 UU Paten mengatur perbuatan yang dilarang sebagai berikut:

Pasal 160

Setiap orang tanpa persetujuan pemegang Paten dilarang :

  1. Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten; dan/atau
  2. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.”[4]

Sehingga jika terdapat Pihak yang membuat barang berdasarkan suatu invensi yang telah dipatenkan tanpa sepersetujuan pemegang Paten, maka Pihak tersebut dikategorikan telah melakukan perbuatan yang dilarang. Terhadap Pihak yang melakukan hal tersebut dapat dikenakan sanksi berupa sanksi pidana. Ketentuan mengenai sanksi ini termuat dalam Pasal 161 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 161

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[5]

         Sehingga, sanksi perdata berupa denda atau ganti rugi dapat diterapkan kepada pihak yang memakai/menggunakan invensi atau suatu teknologi tanpa persetujuan pemegang paten, selain itu pemegang paten dapat menuntut sanksi pidana berupa pidana penjara atau pidana denda kepada pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak serta tanpa persetujuan menggunakan suatu teknologi paten milik perusahaan telefon genggam pemegang paten.


[1] Pasal 19 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

[2] Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

[3] Pasal 143 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

[4] Pasal 160 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

[5] Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

Translate