0

THE IMPLEMENTATION OF TRAVELLER PROTECTION REGULATIONS FOR TOURISTS DURING COVID-19 PANDEMIC

Author: Nirma Afianita
Co-Author: Bryan Hope Putra Benedictus

DASAR HUKUM:

  1. Undang-Undang   Nomor   8   Tahun   1999   tentang   Perlindungan   Konsumen
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
  3. Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

REFERENSI:

  1. Muhammad Afdi Nizar, Pengaruh Pariwisata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Munich Personal RePEc Archive (2011)
  2. Beritasatu.com,https://www.beritasatu.com/archive/596358/kedatangan-wisatawan-global-2019-ukir-rekor-15-miliar, diakses pada 23 Agustus 2022.
  3. Badan Pusat Statistik, Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional Januari 2020, Berita Resmi Statistik (2020).
  4. Annisa Puspitadelia, Perlindungan Hukum bagi Wisatawan di Masa Pandemi COVID-19 Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Jurnal Jurist-Diction Vol. 4, No. 3, Mei 2021.
  5. Ni Made Novi Rahayo Widiastari, Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Wisatawan, (2013) Vol. 01 No. 05 Kertha Semaya.
  6. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Rajawali Pers 2017).
  7. Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar Grafika 2018).
  8. Kompas.com,https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/12/083129823/who-resmi-sebut-virus-corona-covid-19-sebagai-pandemi-global?page=all, diakses pada 23 Agustus 2022.
  9. Detik.com, https://travel.detik.com/travel-news/d-4986458/sedih-96-tempat-wisata-di-seluruh-dunia-ditutup-efek-corona, diakses pada 23 Agustus 2022.
  10. Finance.detik.com,https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4989978/objek-wisata-tutup-imbas-corona-pengusaha-pendapatan-hampir-zero, diakses pada 23 Agustus 2022.
  11. Dewa Gede Atmaja, Asas-Asas Hukum dalam Sistem Hukum, (2018) Vol.  12 No.  2 Kertha Wicaksana, hal. 146.
  12. Republika.co.id,https://republika.co.id/berita/qfp1iw370/pemerintah-segera-sertifikasi-chse-sektor-pariwisata, diakses pada 23 Agustus 2022.
  13. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Rencana Strategis Ke-menparekraf/Baparekraf 2020-2024, (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia 2020).

Kata pariwisata secara etimologi merupakan gabungan dari kata pari dan wisata dalam bahasa Sansekerta.  Pari memiliki arti semua, seluruh, penuh, sedangkan wisata berarti perjalanan.  Maka dari penggabungan keduanya dihasilkan kata pariwisata yang dapat diartikan sebagai perjalanan penuh. Perkembangan ekonomi dunia dewasa ini tidaklah dapat terlepas dari peran pariwisata.  Kini pariwisata merupakan elemen penting dalam kehidupan masyarakat, yang setiap kegiatannya memiliki kaitan erat dengan pertumbuhan sosial dan ekonomi.[1]

United Nation World Tourism Organizations (UNWTO) dalam laporannya menyatakan bahwa pada Januari 2020, kedatangan wisatawan internasional di seluruh dunia naik 4% dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi 1,5 miliar.[2] Angka tersebut merupakan salah satu bukti bahwa sektor pariwisata telah menjadi industri yang memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi di dunia.

Di Indonesia sendiri, pariwisata merupakan salah satu sektor yang menjadi andalan dalam perkembangan ekonomi. Badan Pusat Statistik mengemukakan bahwa terdapat peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 5,85% pada bulan Januari 2020 apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan pada bulan Januari 2019.[3] Dengan berbagai macam budaya dan segala kekayaan alam yang dimiliki, potensi yang dimiliki Indonesia dalam bidang pariwisata sangatlah besar.

Pengaturan mengenai kepariwisataan termuat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor  11  Tahun  2020  tentang  Cipta  Kerja  sebagai  “Keseluruhan  kegiatan  yang  terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai  wujud  kebutuhan  setiap  orang  dan  negara  serta  interaksi  antara  wisatawan  dan  masyarakat  setempat,  sesama  wisatawan,  pemerintah,  pemerintah  daerah,  dan  pengusaha”. Berdasarkan hal tersebut, penting bagi Indonesia untuk memperhatikan pembangunan   pariwisata   di   era   modern   ini   dengan   senantiasa   memperbarui   kebijakan-kebijakan terkait kepariwisataan, agar dapat terus meningkatkan kualitas dan mempertahankan eksistensi pariwisatanya di mata dunia.[4]

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah perlindungan terhadap wisatawan. Perkembangan pariwisata suatu negara tentu saja tidak dapat terlepas dari jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke negara tersebut.  Maka guna meningkatkan jumlah tersebut, adanya jaminan bagi keamanan serta keselamatan wisatawan sangatlah diperlukan. Andai kata suatu negara yang menjadi tujuan wisata gagal dalam membuat wisatawan merasa aman dan menyediakan pelayanan yang baik, hal tersebut tentu saja akan memberikan dampak buruk bagi perkembangan pariwisata di negara tersebut.[5]

Beranjak   dari   paragraf   sebelumnya, maka   tampak   mengapa   hukum   perlindungan konsumen mendapatkan perhatian yang besar di tengah pesatnya perkembangan   zaman   ini.   Undang-Undang   Nomor   8   Tahun   1999   tentang   Perlindungan   Konsumen menentukan   bahwa “perlindungan konsumen merupakan segala usaha yang memastikan terjaminnya kepastian hukum guna memberikan perlindungan kepada konsumen”.  Hal ini merupakan   wujud   tameng   bagi   konsumen   dari   kesewenangan   pelaku   usaha   dalam mengutamakan kepentingannya di era perdagangan bebas.[6] Konsumen memiliki posisi yang lemah dalam hubungannya dengan pelaku usaha, maka dari itu dibutuhkan perlindungan hukum yang bersifat mengatur dan melindungi, mengingat kompleksnya permasalahan perlindungan konsumen yang kian muncul di era dimana perkembangan zaman tidak mengenal kata henti.[7]

Pada   12   Maret   2020, World Health Organization   resmi   menetapkan   mewabahnya COVID-19 sebagai pandemi global.[8] Wabah ini menyebar hingga ke lintas negara dengan sangat cepat dan telah meluas ke berbagai belahan dunia. Penyebaran virus Corona mau tidak mau mempengaruhi berbagai aktivitas global, tidak terkecuali sektor pariwisata. UNWTO melaporkan bahwa dalam merespons pandemi ini, 96% dari destinasi wisata di dunia menerapkan larangan perjalanan wisata, baik bagi seluruh negara maupun beberapa negara tertentu.[9]

Indonesia   merupakan   satu   dari   sekian   banyak   negara   yang   merasakan   dampak pandemi ini pada sektor pariwisata. Dalam upayanya mencegah dan mengendalikan penyebaran virus ini, Presiden menerbitkan ketentuan baru yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang mana penerapannya diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Dengan diterapkannya kebijakan tersebut, masyarakat dihadapkan dengan kebiasaan baru yang mengharuskan segala kegiatan untuk dilakukan di dalam rumah dengan adanya imbauan physical distancing dan isolasi mandiri, dengan harapan orang-orang dapat menghindari bepergian keluar apabila tidak ada kepentingan yang mendesak.[10]

Kebijakan ini tentu saja berdampakpula pada penutupan objek wisata di Indonesia dengan jumlah yang tidak sedikit dengan adanya anjuran bagi masyarakat untuk menghindari keramaian guna mencegah penularan virus Corona.[11]

Kemudian   seiring   berjalannya   waktu,  pemerintah   terus   memperbarui   kebijakannya dengan memperhatikan keadaan perputaran roda ekonomi Indonesia yang tidak dapat dibiarkan berhenti begitu saja.  Sektor pariwisata sebagai salah satu   industri   yang   memberikan   kontribusi   cukup   besar   bagi   perekonomian   Indonesia merupakan salah satu yang memerlukan perhatian khusus. Maka dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020/ tentang Protokol Kesehatan bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), era new normal resmi berlaku d Indonesia dengan  tetap  memperhatikan  ketentuan-ketentuan  yang  ada  dalam  keputusan  menteri  tersebut. Tempat-tempat wisata di beberapa wilayah di Indonesia diizinkan untuk kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan pembatasan kapasitas pengunjung.  Hal ini bertujuan agar perekonomian dapat tetap berjalan dan memberikan dampak baik khususnya bagi industri pariwisata yang bergantung pada wisatawan domestik.[12]

Selama ini, pengusaha pariwisata diwajibkan untuk senantiasa memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan serta keselamatan untuk wisatawan, sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 26 huruf d Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kewajiban ini secara tidak langsung dimaksudkan guna memberikan jaminan dalam penggunaan jasa pariwisata yang diperoleh  wisatawan,  sehingga  wisatawan  sebagai  konsumen  dapat  terhindar  dari  kerugian  apabila  mengkonsumsi  jasa  pariwisata.[13]

Adapun kewajiban setiap pengusaha pariwisata berdasarkan Pasal 67 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai berikut:

Pasal 67

4. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 26

(1)Setiap pengusaha pariwisata wajib:

a.menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;

b.memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab;

c.memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;

d.memberikan kenyamanan, keramahan, pelindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan;

e.memberikan pelindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi;

f.mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan;

g.mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal;

h.meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan;

i.berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat;

j.turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya;

k.memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri;

l.memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya;

m.menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab; dan

n.memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat”.

Dalam penerapannya, perlindungan konsumen merupakan istilah yang digunakan untuk mewakili perlindungan hukum bagi konsumen dengan wujud asas-asas dan kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan melindungi kepentingan konsumen.[14] Perlindungan konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur dalam Pasal 1 angka 1   yang   menyatakan bahwa:

Pasal 1

  1. perlindungan   konsumen   adalah   segala   upaya   yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

Segala upaya tersebut memiliki tujuan yang menjadi target akhir yang wajib terwujud dalam pelaksanaannya, sebagaimana termuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang bunyinya:

Pasal 3

Perlindungan konsumen bertujuan:

a.meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b.mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c.meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d.menciptakan    sistem    perlindungan    konsumen    yang    mengandung    unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e.menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;

f.meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen”.

Dalam pemenuhan enam tujuan tersebut, tentu saja erat kaitannya dengan asas-asas hukum yang berlaku.  Asas hukum dipahami sebagai nilai-nilai yang lahir dari pikiran dan hati nurani manusia dalam membedakan antara baik dan buruk, yang menjadi dasar tumpuan atau latar belakang dari pembentukan suatu peraturan hukum yang berlaku demi tercapainya ketertiban dalam masyarakat.[15]

Bentuk lain dari perlindungan bagi wisatawan adalah dengan dilakukannya sertifikasi CHSE (cleanliness, health, safety, and environmental sustainability) pada sektor pariwisata oleh pemerintah. Sertifikasi tersebut dibuat untuk memastikan penerapan protokol kesehatan dalam pengendalian virus Corona. Kegiatan sertifikasi pada dasarnya bersifat sukarela untuk hotel dan usaha pariwisata lainnya dan tidak dipungut biaya. Kegiatan sertifikasi ini pada sektor wisata diantaranya mencakup hotel, restoran, destinasi daya tarik, homestay, usaha perjalanan wisata, pemandu, SPA, MICE, serta wisata minat khusus. Sementara untuk ekonomi kreatif yakni menjangkau bioskop, seni pertunjukan, musik, seni rupa, fesyen, kuliner, kriya, fotografi, dan permainan. Tim sertifikasi selain dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bakal melibatkan Kementerian Kesehatan, serta sejumlah asosiasi seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia dan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia. Selain itu, tim provinsi dan kabupaten kota juga ikut dilibatkan serta lembaga sertifikasi yang nantinya bertugas menjadi asesor atau auditor.[16]

Selain itu pemerintah juga telah mengupayakan perlindungan konsumen dengan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019. Di dalam peraturan tersebut memerintahkan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota untuk menyusun dan menetapkan peraturan gubernur/peraturan bupati/wali kota yang memuat ketentuan antara lain:
1) kewajiban mematuhi protokol kesehatan antara lain meliputi:

a) perlindungan kesehatan individu yang meliputi:

(1) menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya;

(2) membersihkan tangan secara teratur;

(3) pembatasan interaksi fisik (physical distancing); dan

(4) meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);

b) perlindungan kesehatan masyarakat, antara lain meliputi: (1) sosialisasi, edukasi, dan penggunaan berbagai media informasi untuk memberikan pengertian dan pemahaman mengenai pencegahan dan pengendalian Corona Virus Desease 2019 (COVID-19);

(2) Penyediaan sarana cuci tangan pakai sabun yang mudah diakses dan memenuhi standar atau penyediaan cairan pembersih tangan (hand sanitizer);

(3) Upaya penapisan dan pemantauan kesehatan bagi setiap orang yang akan beraktivitas;

(4) Upaya pengatur jaga jarak;

(5) Pembersihan dan disinfeksi lingkungan secara berkala;

(6) Penegakan kedisiplinan pada perilaku masyarakat yang berisiko dalam penularan dan tertularnya Corona Virus Desease 2019 (COVID-19); dan

(7) Fasilitasi dalam deteksi dini dan penanganan kasus untuk mengantisipasi penyebaran Corona Virus Desease 2019 (COVID-19).

2) Kewajiban mematuhi protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada angka 1) dikenakan kepada perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum.

3) Tempat dan fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada angka 2), meliputi: a)perkantoran/tempat kerja, usaha, dan industri;

b)sekolah/institusi pendidikan lainnya;

c)tempat ibadah;

d)stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandar udara;

e)transportasi umum;

f)kendaraan pribadi;

g)toko, pasar modern, dan pasar tradisional;

h)apotek dan toko obat;

i)warung makan, rumah makan, cafe, dan restoran;

j)pedagang kaki lima/lapak jajanan;

k)perhotelan/penginapan lain yang sejenis;

l)tempat pariwisata;

m)fasilitas layanan kesehatan;

n)area publik, tempat lainnya yang dapat menimbulkan kerumunan massa; dan

o)tempat dan fasilitas umum dalam protokol kesehatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada angka 2), wajib memfasilitasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-1 9).

5)memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-1 9) yang dilakukan oleh perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum.

Sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) berupa:

a.Teguran lisan atau teguran tertulis;

b.Kerja sosial;

c.Denda administratif; atau

d.Penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.

Pandemi ini menyebabkan bergesernya orientasi segmen pasar pariwisata yang sebelumnya wisatawan mancanegara menjadi wisatawan nusantara. Pergeseran ini diakibatkan belum pulihnya arus penerbangan internasional sepenuhnya. Maka dari itu, dibutuhkan suatu strategi khusus dari pemerintah dalam menghadapi imbas dari kondisi ini terhadap sektor pariwisata agar tidak membuatnya semakin terpuruk dan dapat segera bangkit kembali. Pariwisata Indonesia haruslah beradaptasi di era new normal dengan selalu memberi perhatian khusus pada aspek kebersihan, keselamatan, dan keamanan.  Implementasi protokol kesehatan di setiap destinasi pariwisata haruslah diusahakan agar terwujud secara maksimal. [17]

Selama ini, menjaga jarak dengan orang lain, menghindari kerumunan, menjauhi keramaian, dan tidak berdesakan bukanlah kebiasaan yang umumnya ada di suatu destinasi pariwisata, khususnya pada masa-masa tertentu seperti pada saat liburan dan akhir pekan. Hal ini tentu saja berpotensi untuk menjadi ancaman bagi keamanan, kesehatan, serta keselamatan wisatawan dan lebih lanjut akan berdampak kepada bagaimana suatu destinasi wisata akan bertahan di kemudian hari.[18] Sehingga sebagai bentuk perlindungan hukum bagi wisatawan di masa pandemi COVID-19, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat dijadikan payung hukum untuk menghindarkan wisatawan dari kerugian, terkhusus kerugian kesehatan yaitu tertular virus Corona.  Pengusaha pariwisata selaku pelaku usaha wajib  memberikan  jaminan  atas  mutu  dan  kondisi  jasa  pemenuhan  kebutuhan  bagi  wisatawan  dan  penyelenggaraan  pariwisata  yang  disediakan.  Caranya adalah dengan memberikan informasi dan keterangan yang benar, jelas dan jujur mengenai bagaimana suatu destinasi pariwisata itu dikelola saat pandemi COVID-19 masih berlangsung. Pengusaha pariwisata juga wajib memastikan senantiasa dipatuhinya protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai bentuk pelayanan yang benar dan pemenuhan hak yang dimiliki wisatawan sebagai konsumen. Di lain sisi, wisatawan selaku konsumen juga berkewajiban untuk menaati kebijakan yang telah ditetapkan oleh pengusaha pariwisata selama masa pandemi COVID-19 demi keamanan dan keselamatan diri sendiri maupun orang lain. Kewajiban konsumen ini perlu ditekankan karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen hanya dapat memberikan perlindungan secara efektif dan maksimal apabila kesadaran hukum dari masyarakat dalam hal ini wisatawan selaku konsumen telah terwujud.[19]


[1] Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Rencana Strategis Ke-menparekraf/Baparekraf 2020-2024, (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indo-nesia 2020), hal. 42.

[2] Annisa Puspitadelia, Ibid. hal 883.

[3] Annisa Puspitadelia, Ibid. hal 884.


[1] Dewa Gede Atmaja, Asas-Asas Hukum dalam Sistem Hukum, (2018) Vol.  12 No.  2 Kertha Wicaksana, hal. 146.

[2] Republika.co.id, https://republika.co.id/berita/qfp1iw370/pemerintah-segera-sertifikasi-chse-sektor-pariwisata, diakses pada 23 Agustus 2022



[1] Celina Tri Siwi Kristiyanti, Loc.cit.



[1] Muhammad Afdi Nizar, Pengaruh Pariwisata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Munich Personal RePEc Archive (2011), hal 2.

[2] Beritasatu.com, https://www.beritasatu.com/archive/596358/kedatangan-wisatawan-global-2019-ukir-rekor-15-miliar, diakses pada 23 Agustus 2022.

[3] Badan Pusat Statistik, Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional Januari 2020, Berita Resmi Statistik (2020).

[4] Annisa Puspitadelia, Perlindungan Hukum bagi Wisatawan di Masa Pandemi COVID-19 Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Jurnal Jurist-Diction Vol. 4, No. 3, Mei 2021, hal. 865.

[5] Ni Made Novi Rahayo Widiastari, Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Wisatawan, (2013) Vol. 01 No. 05 Kertha Semaya, hal. 2.

[6] Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Rajawali Pers 2017), hal. 1.

[7] Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar Grafika 2018), hal. 13.

[8] Kompas.com, https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/12/083129823/who-resmi-sebut-virus-corona-covid-19-sebagai-pandemi-global?page=all, diakses pada 23 Agustus 2022.

[9] Detik.com, https://travel.detik.com/travel-news/d-4986458/sedih-96-tempat-wisata-di-seluruh-dunia-ditutup-efek-corona, diakses pada 23 Agustus 2022.

[10] Annisa Puspitadelia, Op.cit, hal. 866

[11] Finance.detik.com, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4989978/objek-wisata-tutup-imbas-corona-pengusaha-pendapatan-hampir-zero, diakses pada 23 Agustus 2022

[12] Annisa Puspitadelia, Op.cit, hal. 867

[13] Annisa Puspitadelia, Ibid. hal 868.

LEGAL BASIS:

  1. Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection
  2. Law Number 10 of 2009 concerning Tourism
  3. Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation

REFERENCES: 

  1. Muhammad Afdi Nizar, Pengaruh Pariwisata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Munich Personal RePEc Archive (2011)
  1. Beritasatu.com,https://www.beritasatu.com/archive/596358/kedatangan-wisatawan-global-2019-ukir-rekor-15-miliar, diakses pada 23 Agustus 2022.
  2. Badan Pusat Statistik, Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional Januari 2020, Berita Resmi Statistik (2020).
  3. Annisa Puspitadelia, Perlindungan Hukum bagi Wisatawan di Masa Pandemi COVID-19 Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Jurnal Jurist-Diction Vol. 4, No. 3, Mei 2021.
  4. Ni Made Novi Rahayo Widiastari, Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Wisatawan, (2013) Vol. 01 No. 05 Kertha Semaya.
  5. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Rajawali Pers 2017).
  6. Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar Grafika 2018).
  7. Kompas.com,https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/12/083129823/who-resmi-sebut-virus-corona-covid-19-sebagai-pandemi-global?page=all, diakses pada 23 Agustus 2022.
  8. Detik.com, https://travel.detik.com/travel-news/d-4986458/sedih-96-tempat-wisata-di-seluruh-dunia-ditutup-efek-corona, diakses pada 23 Agustus 2022.
  9. Finance.detik.com,https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4989978/objek-wisata-tutup-imbas-corona-pengusaha-pendapatan-hampir-zero, diakses pada 23 Agustus 2022.
  10. Dewa Gede Atmaja, Asas-Asas Hukum dalam Sistem Hukum, (2018) Vol.  12 No.  2 Kertha Wicaksana, hal. 146.
  11. Republika.co.id,https://republika.co.id/berita/qfp1iw370/pemerintah-segera-sertifikasi-chse-sektor-pariwisata, diakses pada 23 Agustus 2022.
  12. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Rencana Strategis Ke-menparekraf/Baparekraf 2020-2024, (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia 2020).

The word tourism is etymologically a combination of the words pari and tourism in Sanskrit. Pari means all, whole, full, while tourism means journey. Therefore the combination of the two, the word tourism can be interpreted as a full trip. The development of the world economy today cannot be separated from the role of tourism. Today, tourism is an important element in people’s lives, whose activities are closely related to social and economic growth.

United Nations World Tourism Organizations (UNWTO) in its report stated that in January 2020, international tourist arrivals worldwide rose 4% from the previous year, which was 1.5 billion. This number is a proof that the tourism sector has become an industry that has a major influence on economic growth in the world.

In Indonesia itself, tourism is one of the mainstay sectors in economic development. The Central Statistics Agency stated that there was an increase in the number of foreign tourist arrivals by 5.85% in January 2020 when compared to the number of visits in January 2019. With a variety of cultures and all the natural resources it has, Indonesia’s potential in the tourism sector is very large.

The regulation regarding tourism is regulated in Law Number 10 of 2009 concerning Tourism as amended by Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation as “All activities related to tourism and are multidimensional and multidisciplinary in nature that arise as a manifestation of the needs of each person and country and interaction between tourists and local communities, fellow tourists, the Government, Regional Governments, and entrepreneurs”. Based on this, it is important for Indonesia to pay attention to tourism development in this modern era by constantly updating tourism-related policies, so that it can continue to improve the quality and maintain its tourism existence in the eyes of the world.

Another thing that needs attention is the protection of tourists. The development of a country’s tourism certainly cannot be separated from the number of tourist visits that come to the country. Therefore in order to increase this number, guarantees for the safety and security of tourists are needed. If a country’s tourist destination fails to make tourists feel safe and provide good service, this will certainly have a negative impact on the development of tourism in that country.

Proceeding from the previous paragraph, it appears why consumer protection law has received great attention in the midst of the rapid development of this era. Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection stipulates that “consumer protection is all efforts to ensure legal certainty in order to provide protection to consumers”. This is the form of protection to traveller from the arbitrariness of business actors in prioritizing their interests in the era of free trade. Traveller has a weak position in relation to business actors, therefore it is necessary to have a legal protection that regulates and protects traveller, considering the complexity of traveller protection problems that are increasingly emerging in an era where the development of the times does not know the word stop.

On March 12, 2020, the World Health Organization   officially declared the COVID-19 outbreak a global pandemic. This epidemic spread across countries very quickly and has spread to various parts of the world. The spread of the Coronavirus inevitably affects various global activities, including the tourism sector. UNWTO reports that in response to this pandemic, 96% of tourist destinations in the world have implemented travel bans, both for all countries and certain countries.

Indonesia is one of the many countries that have felt the impact of this pandemic on the tourism sector. In his efforts to prevent and control the spread of this virus, the President issued new provisions contained in Government Regulation Number 21 of 2020 concerning Large-Scale Social Restrictions, the implementation of which is regulated in detail in the Regulation of the Minister of Health Number 9 of 2020 concerning Guidelines for Large-Scale Social Restrictions in the Context Acceleration of Handling COVID-19. With the implementation of this policy, people are faced with a new habit that requires all activities to be carried out at home with the advice of physical distancing and self-isolation, this is done in the hope that people can avoid traveling outside if there is no urgent need.

This policy certainly also has an impact on the closure of tourist attractions in Indonesia in large numbers with recommendations for the public to avoid crowds in order to prevent the transmission of the Coronavirus.

As time goes by, the Government continues to update its policies by taking into account the state of the Indonesian economy, which cannot be allowed to just stop. The tourism sector as one of the industries that contributes significantly to the Indonesian economy is one that requires special attention. So with the issuance of the Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number HK.01.07 / MENKES / 382/2020 / concerning Health Protocols for The Public in Public Places and Facilities in the Context of Prevention and Control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), the new normal officially applies in Indonesia with due observance of the provisions contained in the Ministerial Decree. Tourist attractions in several regions in Indonesia are allowed to reopen by implementing strict health protocols and limiting visitor capacity. This is intended so that the economy can continue to run and have a good impact, especially for the tourism industry which depends on domestic tourists.

During this time, tourism entrepreneurs are required to always provide comfort, friendliness, security and safety protection for tourists, in accordance with what is stipulated in Article 26 letter d of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism as amended by Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation. This obligation is indirectly intended to provide guarantees in the use of tourism services obtained by tourists so that tourists as consumers can avoid losses when consuming tourism services.

The obligations of every tourism entrepreneur based on Article 67 number 4 of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation are as follows:

The regulation regarding tourism is regulated in Law Number 10 of 2009 concerning Tourism as amended by Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation as “All activities related to tourism and are multidimensional and multidisciplinary in nature that arise as a manifestation of the needs of each person and country and interaction between tourists and local communities, fellow tourists, the Government, Regional Governments, and entrepreneurs”. Based on this, it is important for Indonesia to pay attention to tourism development in this modern era by constantly updating tourism-related policies, so that it can continue to improve the quality and maintain its tourism existence in the eyes of the world.

Another thing that needs attention is the protection of tourists. The development of a country’s tourism, of course, cannot be separated from the number of tourist visits that come to the country. So in order to increase this number, guarantees for the safety and security of tourists are needed. If a country that is a tourist destination fails to make tourists feel safe and provide good service, this will of course have a negative impact on the development of tourism in that country.

Moving on from the previous paragraph, it appears why consumer protection law has received great attention in the midst of the rapid development of this era. Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection stipulates that “consumer protection is all efforts to ensure legal certainty in order to provide protection to consumers”. This is a form of shield for consumers from the arbitrariness of business actors in prioritizing their interests in the era of free trade. Consumers have a weak position in relation to business actors, therefore legal protection is needed that is regulating and protecting, given the complexity of consumer protection issues that are increasingly emerging in an era where the development of the times does not know stopping.

On March 12, 2020, the World Health Organization   officially declared the COVID-19 outbreak a global pandemic. This epidemic spread across countries very quickly and has spread to various parts of the world. The spread of the Coronavirus inevitably affects various global activities, including the tourism sector. UNWTO reports that in response to this pandemic, 96% of tourist destinations in the world have implemented travel bans, both for all countries and certain countries.

Indonesia is one of the many countries that have felt the impact of this pandemic on the tourism sector. In his efforts to prevent and control the spread of this virus, the President issued new provisions contained in Government Regulation Number 21 of 2020 concerning Large-Scale Social Restrictions, the implementation of which is regulated in detail in the Regulation of the Minister of Health Number 9 of 2020 concerning Guidelines for Large-Scale Social Restrictions in the Context Acceleration of Handling COVID-19. With the implementation of this policy, the community is faced with new habits that require all activities to be carried out at home with the appeal of physical distancing and self-isolation, with the hope that people can avoid traveling out if there is no urgent need.

This policy, of course, also has an impact on the closure of tourist attractions in Indonesia in large numbers with recommendations for the public to avoid crowds in order to prevent the transmission of the Coronavirus.

Then over time, the Government continues to update its policies by taking into account the state of the Indonesian economy, which cannot be allowed to just stop. The tourism sector as one of the industries that contributes significantly to the Indonesian economy is one that requires special attention. So with the issuance of the Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number HK.01.07/MENKES/382/2020/ concerning Protocols for Public Health in Public Places and Facilities in the Context of Prevention and Control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), the new normal officially applies in Indonesia with due observance of the provisions contained in the Ministerial Decree. Tourist attractions in several regions in Indonesia are allowed to reopen by implementing strict health protocols and limiting visitor capacity. This is intended so that the economy can continue to run and have a good impact, especially for the tourism industry which depends on domestic tourists.

So far, tourism entrepreneurs are required to always provide comfort, friendliness, security and safety protection for tourists, in accordance with what is stipulated in Article 26 letter d of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism as amended by Law Number 11 of 2020 concerning Copyrights. Work. This obligation is indirectly intended to provide guarantees in the use of tourism services obtained by tourists, so that tourists as consumers can avoid losses when consuming tourism services.

The obligations of every tourism entrepreneur based on Article 67 number 4 of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation are as follows:

“Article 67

4. The provisions of Article 26 are amended to read as follows:

Article 26

(1)    Every tourism entrepreneur shall:

a.    maintain and respect religious norms, customs, culture, and values that live in the local community;

b. provide an accurate and responsible information;

c. provide non-discriminatory services;

d. provide a comfort, hospitality, security and safety to traveller;

e. provide an insurance protection to tourism businesses with high-risk activities;

f. develop partnerships with local micro, small, and cooperative enterprises that mutually require,strengthen, and profitable each other;

g. prioritize the use of local community products, domestic products, and provide opportunities for local work force;

h. improving the competence of the work force through training and education;

i. play an active role in infrastructure development efforts and community empowerment programs;

j. participate in preventing all forms of acts that violate decency and unlawful activities in the environment where the business is located;

k. maintain a healthy, clean and beautiful environment;

l. maintain the sustainability of the natural and cultural environment;

m. maintain the image of Indonesia through responsible tourism business activities; and

n. comply the business licenses from the central government”.

In its application, traveller protection is a term used to represent legal protection for traveller in the form of principles and rules that regulate and protect traveller interests. Traveller protection is regulated in Article 1 Number 1 Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection which states that:

“Article 1

consumer protection is all efforts that guarantee legal certainty to provide protection to consumers”.

All of these efforts have objectives that are the final target that must be realized in their implementation, as regulated in Article 3 of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection which states:

“Article 3

Consumer protection aims:

a. increase consumer awareness, ability and independence to protect themselves;

b. elevating the dignity of consumers by preventing them from the negative excesses of the use of goods and/or services;

c.          increasing the empowerment of consumers in choosing, determining, and demanding their rights as consumers;

d. create protection system consumer that contains elements of legal certainty and information disclosure as well as access to information;

e. raise awareness of business actors regarding the importance of consumer protection so that an honest and responsible attitude in doing business grows;

f. improve the quality of goods and/or services that ensure the continuity of the business of producing goods and/or services, health, comfort, security, and safety of consumers”.

In fulfilling these six objectives, it is closely related to the principles of applicable law. Legal principles are understood as values ​​born from the mind and conscience of human in distinguishing between good and bad, which are the basis or background of the formation of an applicable legal regulation for achievement of order in society.

Another form of protection for tourists is to carry out CHSE certification (cleanliness, health, safety, and environmental sustainability) in the tourism sector by the government. The certification was made to ensure the implementation of health protocols in controlling the coronavirus. Certification activities are basically voluntary for hotels and other tourism businesses and are free of charge. This certification activity in the tourism sector includes hotels, restaurants, attraction destinations, homestays, travel businesses, guides, SPA, MICE, and special interest tours. Meanwhile, for the creative economy, it covers cinema, performing arts, music, fine arts, fashion, culinary, crafts, photography, and games. The certification team apart from the Ministry of Tourism and Creative Economy will involve the Ministry of Health, as well as a number of associations such as the Indonesian Hotel and Restaurant Association and the Association of Indonesian Travel Companies. In addition, provincial and district-city teams are also involved as well as certification bodies who will later serve as assessors or auditors.

In addition, the government has also sought consumer protection by issuing Presidential Instruction No. 6 of 2020 concerning Improvement of Discipline and Law Enforcement of Health Protocols in the Prevention and Control of Corona Virus Disease 2019. The regulation instructs the Governor, Regent, and Mayor to prepare and stipulate a governor/regent/mayor regulation which contains provisions, among others:

1) The obligations to comply with health protocols includes:

a) protection of infividual health which includes:

  1. use personal protective equipment in the form of a mask that covers the nose and mouth to the chin, if you have to leave the house or interact with other people whose health status is unknown;
  2. clean hands regularly;
  3. physical distancing; and
  4. increase endurance by implementing clean and healthy living behaviors;
  5. b)public health protection, including:
  1. socialization, education, and the use of various information media to provide understanding of the prevention and control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
  2. Provision of hand washing facilities with soap that are easily accessible and meet standards or provision of hand sanitizer;
  3. Health screening and monitoring efforts for everyone who will have an activity;
  4. Social distancing measures;
  5. Periodic cleaning and disinfection of the environment;
  6. Enforcement of discipline on community behavior that is at risk in the transmission and contraction of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); and
  7. Facilitation in early detection and handling of cases to anticipate the spread of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

2) The obligation to comply with health protocols in the prevention and control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) as referred to in number 1) is imposed on individuals, business actors, managers, organizers, or persons in charge of public places and facilities.

3) Public places and facilities as referred to in number 2), including:

a. offices/workplaces, businesses, and industries;

b. schools/ other educational institutions;

c.place of worship;

d.stations, terminals, ports, and airports;

e.public transport;

f.private vehicles;

g.shops, modern markets, and traditional markets;

h.pharmacies and drugstores;

i.food stalls, cafes, and restaurants;

j.street vendors/snack stalls;

k.hospitality/other similar hospitality;

l.tourism places;

m.health care facilities;

n.public areas, other places that can cause crowds; and

o.public places and facilities in other health protocols in accordance with the provisions of laws and regulations.

4) individuals, business actors, managers, organizers, or person in charge of public places and facilities as referred to in number 2), shall facilitate the implementation of prevention and control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

5) Contains sanctions for violations of the application of health protocols in the prevention and control of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) carried out by individuals, business actors, managers, organizers, or persons in charge of public places and facilities.

6) The sanctions as referred to in number 5) are in the form of: a)verbal warning or written warning;

b)Social work;

c)Administrative fines; or

d)Termination or temporary closure of business operations.

This pandemic has caused a shift in the orientation of the tourism market segment from foreign tourists to domestic tourists. This shift is due to the fact that international flight flows have not fully recovered. Therefore, a special strategy is needed from the government in dealing with the impact of this condition on the tourism sector so as not to make it worse and can immediately bounce back. Indonesian tourism must adapt to the new normal era by always paying special attention to aspects of cleanliness, safety and security. The implementation of health protocols in every tourism destination must be endeavored to be realized to the fullest.

During this time, keeping a distance from other people, avoiding crowds, staying away from crowds, and not being overcrowded are not habits that generally exist in a tourism destination, especially at certain times such as holidays and weekends. This certainly has the potential to be a threat to the security, health, and safety of tourists and will further have an impact on how a tourist destination will survive in the future.

Therefore as a form of legal protection for tourists during the COVID-19 pandemic, Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection can be used as a legal basis to prevent tourists from losses, especially health losses due to contracting the Corona virus. Tourism entrepreneurs as business actors are obliged to provide guarantees for the quality and condition of services to meet the needs of tourists and the provision of tourism services. The way that can be done is to provide true, clear and honest information about how a tourism destination is managed while the COVID-19 pandemic is still ongoing. Tourism entrepreneurs are also required to ensure that the health protocols set by the government are always adhered to as a form of correct service and the fulfillment of the rights of tourists as consumers. On the other hand, tourists as consumers are also obliged to obey the policies that have been set by tourism entrepreneurs during the COVID-19 pandemic for the safety and security of themselves and others. This consumer obligation needs to be emphasized because Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection can only provide protection effectively and optimally if legal awareness of the public, in this case tourists as consumers, has been realized.

Translate