0

Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Shafa Atthiyyah Raihana

Crude Palm Oil (CPO) adalah salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di dunia. Penggunaan CPO bisa mencapai sekitar 40% dari seluruh jenis minyak nabati. Pemanfaatan minyak juga beragam, terutama seperti penggunaan bahan pangan pada minyak goreng, industri kosmetik, industri kimia, dan industri pakan ternak. [1]

Terkait dengan produksi CPO di Indonesia, beberapa industri di Indonesia menunjukkan perkembangan secepat industri minyak kelapa sawit selama 20 tahun terakhir. Pertumbuhan ini tampak dalam jumlah produksi dan ekspor dari Indonesia dan juga dari pertumbuhan luas area perkebunan sawit. Didorong oleh permintaan global yang terus meningkat dan keuntungan yang juga naik, budidaya kelapa sawit telah ditingkatkan secara signifikan baik oleh petani kecil maupun para pengusaha besar di Indonesia (dengan imbas negatif pada lingkungan hidup dan penurunan jumlah produksi hasil-hasil pertanian lain karena banyak petani beralih ke budidaya kelapa sawit). Mayoritas hasil produksi minyak kelapa sawit Indonesia diekspor.[2]

Walaupun mayoritas minyak kelapa sawit di Indonesia banyak diekspor, namun seiring dengan berkembangnya populasi masyarakat di Indonesia dan dukungan pemerintah untuk program diesel terus meningkat, permintaan minyak sawit domestik di Indonesia juga berkembang. Meningkatnya permintaan minyak sawit dalam negeri sebenarnya bisa berarti bahwa pengiriman minyak sawit mentah dari Indonesia akan berkurang di tahun-tahun mendatang. [3]

Pada saat ini, pemerintah telah melakukan tindakan pelarangan ekspor terhadap CPO di Indonesia ke sejumlah negara. Pelarangan ekspor ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi kuota kebutuhan pasar dalam negeri akan minyak goreng. Produksi kelapa sawit dalam negeri seharusnya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, apalagi dilihat dari segi volumenya, kebutuhan minyak goreng domestik sangat kecil dibandingkan yang selama ini diekspor keluar negeri. Jika semua pihak mengutamakan stok kebutuhan dalam negeri, maka masyarakat tidak perlu dibuat resah dengan kelangkaan minyak goreng. Namun, kondisi saat ini justru sebaliknya mengingat persediaan minyak goreng saat ini yang semakin langka. Dengan adanya permasalahan tersebut, pemerintah akhirnya mengambil tindakan untuk melarang ekspor CPO dan minyak goreng. Keputusan ini baru akan dicabut jika persediaan minyak goreng di dalam negeri sudah tercukupi dan tidak ada lagi kelangkaan yang diakibatkan.[4]

Kemudian, pemerintah juga sudah membuat aturan resmi terkait dengan larangan ekspor CPO yang dimuat pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein dan Used Cooking Oil. Pernyataan pelarangan ekspor CPO juga dipertegas dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan No. 22 Tahun 2022 tersebut yaitu:

“Pasal 2

  • Dengan Peraturan Menteri ini, Menteri mengatur larangan sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized palm olein dan Used Cooking Oil.”[5]

Akibat dari kebijakan pemerintah tentang pelarangan ekspor CPO tersebut, sejumlah saham emiten perusahaan kelapa sawit dalam negeri mengalami penurunan. Penurunan pergerakan saham emiten sawit tersebut terjadi setelah pengumuman adanya pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng dimulai.[6] Pengertian dari emiten merupakan pihak yang dapat berbentuk orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok terorganisasi yang melakukan penawaran umum, yaitu penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam peraturan Undang-undang yang berlaku.

Salah satu tata cara dalam penerbitan emiten dijelaskan dalam penjelasan Pasal 40 tentang Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Penanaman Modal sebagai berikut:

“Pasal 40

Pada dasarnya Emiten dapat menerbitkan Efek tanpa menggunakan jasa Penjamin Emisi Efek. Dalam hal ini penetapan harga dilaksanakan oleh Emiten yang bersangkutan. Pengguna jasa Penjamin Emisi Efek dimaksudkan untuk membantu Emiten memasarkan dan atau menjual Efek yang ditawarkan sehingga ada kepastian perolehan dana hasil penjualan Efek dimaksud. Sedangkan keputusan untuk melakukan investasi terhadap Efek yang ditawarkan sepenuhnya berada di tangan pemodal. Oleh karena itu, penggunaan jasa Penjamin Emisi Efek yang terafiliasi dengan Emiten pada dasarnya dapat dipersamakan dengan penawaran Efek tanpa menggunakan jasa Penjamin Emisi Efek. Namun, penjaminan tersebut harus benar-benar memperhatikan adanya kemungkinan benturan penting.”[7]

Dengan adanya penjelasan bahwa emiten yang seharusnya melakukan penetapan harga bersangkutan, namun, saat ini malah timbul permasalahan pada saham emiten karena adanya pelarangan ekspor CPO yang menyebabkan beberapa saham emiten dalam negeri berguguran. Salah satunya saham sebuah perusahaan yang memproduksi minyak sawit mentah, karet, kakao, teh, dan biji-bijian tercatat turun 6,94% dari 1.440 menjadi 1.340 per saham. Penurunan tertinggi lainnya tercatat pada perusahaan yang memiliki 24 perkebunan kelapa sawit dan karet di Sumatera dan Jambi yang mengalami penurunan sebanyak 6,92% dari 650 menjadi 605 dan harga saham salah satu perusahaan industri perkebunan yang juga anjlok 6,98% atau 45 poin ke angka Rp 600 dari level harga Rp 645 pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. [8]

Dampak pelarangan ekspor CPO terhadap emiten di sektor minyak sawit juga akan memicu oversupply CPO dan minyak goreng di dalam negeri. Hal ini dikarenakan konsumsi minyak sawit dalam negeri hanya setara 35% dari gabungan konsumsi domestik dan ekspor, sedangkan jumlah minyak sawit Indonesia yang diekspor mencapai 65%.[9]

Selain berpotensi memicu terjadinya oversupply, larangan ekspor minyak sawit atau CPO juga dapat mempengaruhi hal-hal yang merupakan bagian dari pelaksanaan aktivitas ekspor tersebut, seperti bentuk-bentuk dari kerjasama antar pihak yang terjalin terkait aktivitas ekspor dan distributor, sebut saja salah satunya perjanjian kontrak dengan pihak lain yang telah terjalin sebelumnya berkenaan dengan aktivitas ekspor dan bisnis minyak sawit tersebut. Dengan adanya larangan ekspor pada sektor tertentu, dalam hal ini minyak sawit, dapat menyebabkan berakhirnya kerjasama eksportir dengan pihak terkait lainnya secara force majeure atau tidak sesuai dengan klausul dalam kontrak yang telah disepakati sebelumnya.  Force majeure sendiri terdapat dalam Pasal 1245 KUH Perdata, sebagai berikut :

“Pasal 1245 KUH Perdata

Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.”[10]

Pelarangan ekspor sementara minyak goreng ini merupakan komitmen kuat pemerintah untuk memprioritaskan masyarakat, dalam hal dianggap perlu, akan dilakukan penyesuaian kebijakan dengan situasi yang ada.[11] Dengan adanya pelarangan terkait ekspor CPO hal ini akan sejalan dengan peluang adanya transisi aturan baru terkait suplai CPO untuk kebutuhan minyak goreng di dalam negeri. Nantinya perubahan tersebut akan membuat tingkat penjualan CPO di pasar dalam negeri bisa lebih besar. Pelarangan ekspor tersebut diharapkan berdampak terhadap peningkatan suplai minyak goreng domestik, sehingga harga jual produk ini bisa ditekan dan akhirnya inflasi bisa diredam. Berdasarkan hasil analisa, setiap penurunan harga minyak goreng mencapai 1%, inflasi diprediksi bisa turun hingga 0,15%. [12]Para pengusaha kelapa sawit juga menyatakan akan mendukung setiap kebijakan pemerintah terkait sektor kelapa sawit dan berharap penurunan saham emiten sektor minyak sawit ini juga tidak akan berlangsung secara lama walaupun akan terjadinya penurunan untuk beberapa waktu kedepan.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
  2. Peraturan Menteri Perdagangan No. 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein dan Used Cooking Oil;
  3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Referensi:

Mutu Institute, https://mutuinstitute.com/post/crude-palm-oil/, diakses pada 28 April 2022

Indonesia Investments, https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166, diakses pada 28 April 2022

Liputan 6, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4950557/jokowi-soal-larangan-ekspor-cpo-negara-perlu-devisa-tapi-kebutuhan-rakyat-prioritas, diakses pada 28 April 2022

Bisnis Tempo, https://bisnis.tempo.co/read/1585171/analis-larangan-ekspor-cpo-berdampak-negatif-ke-saham-emiten-kelapa-sawit, diakses pada 28 April 2022

KataData, https://www.katadata.co.id/lavinda/finansial/62664fabb901a/jokowi-larang-ekspor-cpo-harga-saham-perusahaan-sawit-kompak-anjlok, diakses pada 28 April 2022

Investasi Kontan, https://investasi.kontan.co.id/news/ekspor-cpo-dilarang-saham-emiten-sawit-diramal-terdampak-dalam-jangka-pendek, diakses pada 28 April 2022

Investor. ID, https://investor.id/market-and-corporate/291821/saham-cpo-berguguran-dampak-negatif-larangan-ekspor-bersifat-sementara, diakses pada 28 April 2022

CNBC. https://www.cnbcindonesia.com/news/20220428020301-4-335532/review-ekspor-cpo-resmi-dilarang-per-28-april-2022 diakses pada 28 April 2022


[1] Mutu Institute, https://mutuinstitute.com/post/crude-palm-oil/, diakses pada 28 April 2022

[2] Indonesia Investment. https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166, diakses pada 28 April 2022

[3] Indonesia Investments, https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166, diakses pada 28 April 2022

[4] Liputan 6, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4950557/jokowi-soal-larangan-ekspor-cpo-negara-perlu-devisa-tapi-kebutuhan-rakyat-prioritas, diakses pada 28 April 2022

[5] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan No. 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized palm olein dan Used Cooking Oil.

[6] Bisnis Tempo, https://bisnis.tempo.co/read/1585171/analis-larangan-ekspor-cpo-berdampak-negatif-ke-saham-emiten-kelapa-sawit, diakses pada 28 April 2022

[7] Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

[8] KataData, https://www.katadata.co.id/lavinda/finansial/62664fabb901a/jokowi-larang-ekspor-cpo-harga-saham-perusahaan-sawit-kompak-anjlok, diakses pada 28 April 2022

[9] Investasi Kontan, https://investasi.kontan.co.id/news/ekspor-cpo-dilarang-saham-emiten-sawit-diramal-terdampak-dalam-jangka-pendek, diakses pada 28 April 2022

[10] Pasal 1245 KUH Perdata

[11] CNBC. https://www.cnbcindonesia.com/news/20220428020301-4-335532/review-ekspor-cpo-resmi-dilarang-per-28-april-2022 diakses pada 28 April 2022

[12] Investor. ID, https://investor.id/market-and-corporate/291821/saham-cpo-berguguran-dampak-negatif-larangan-ekspor-bersifat-sementara, diakses pada 28 April 2022

1

Kebijakan terkait Pengetatan & Pengaturan Ekspor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Author: Ananta Mahatyanto; Co-Authors: Alfredo Joshua Bernando & Andreas Kevin Simanjorang

Minyak kelapa sawit merupakan salah satu bahan baku di dunia yang memiliki banyak kegunaan, sebut saja minyak goreng. Produksi minyak sawit berawal dari benih kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit memiliki masa produktif 25-30 tahun, karena itu pemilihan benih akan memengaruhi produktivitas untuk beberapa dekade mendatang.[1] Selain batubara, sawit dan produk turunannya adalah komoditas perdagangan terpenting di Indonesia.

            Ekspor produk minyak sawit di Indonesia pada 2021 mencakup minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO), olahan CPO, palm kernel oil (PKO), oleokimia (termasuk dengan kode HS 2905, 2915, 3401 dan 3823), dan biodiesel (kode HS 3826) telah mencapai 34,2 juta ton.[2] Adapun sepanjang 2021, Kementerian Perdagangan mencatat nilai ekspor CPO dan turunannya dalam kode HS 15 mencapai USD 32,83 miliar, naik 58,48% dibandingkan dengan realisasi ekspor pada 2020 sebesar USD 20,72 miliar.[3] Oleh sebab itu, kegiatan usaha di sektor perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya merupakan salah satu sektor yang paling berkembang di Indonesia.

            Kebijakan dan Pengaturan Ekspor di Indonesia berdasarkan perkembangannya saat ini mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (Permendag 19/2021), akan tetapi terdapat perubahan yang signifikan terhadap kebijakan dan pengaturan ekspor pada sektor minyak kelapa sawit, sehingga peraturan kebijakan dan pengaturan ekspor tersebut diubah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (Permendag 2/2022).

            Adapun pengertian perkebunan kelapa sawit dan usaha perkebunan kelapa sawit tercantum dalam Pasal 1 Angka 1 dan Angka 2 Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan dan Perkebunan Kelapa Sawit, yang berbunyi:

Pasal 1

  1. Perkebunan Kelapa Sawit adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait tanaman perkebunan Kelapa Sawit.
  2. Usaha Perkebunan Kelapa Sawit adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa Perkebunan Kelapa Sawit. [4]

Dalam melakukan kegiatan usaha di bidang ekspor, pelaku usaha harus memiliki izin usaha di bidang ekspor melalui Persyaratan Pengajuan Permohonan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor, dimana hal tersebut diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Permendag No. 19 Tahun 2021, sebagai berikut:

Pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.[5]

Adapun “Perizinan berusaha di bidang ekspor” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diatur dalam Pasal 3 ayat (4), yang berbunyi sebagai berikut:

Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:

  1. Eksportir Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; dan/atau
  2. Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b [6]

Dengan demikian, eksportir wajib memberikan dokumen sebagaimana dimuat dalam Lampiran I agar dapat melakukan pengajuan permohonan Perizinan berusaha di bidang Ekspor. Kebijakan dan Pengaturan Ekspor komoditas minyak kelapa sawit yang berubah tercantum dalam Pasal 2 Angka 1 Permendag 2/2022 , yang berbunyi:

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil sebagaimana tercantum dalam Lampiran I angka romawi XVIII yang pengajuan permohonan pemuatan Barang untuk Ekspor dalam bentuk curah dan/atau pemeriksaan fisik sebelum pengajuan pemberitahuan ekspor barang telah disetujui kepala kantor pabean sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dilaksanakan tanpa dilengkapi dengan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor.[7]

Adapun alasan perubahan tersebut menurut bagian menimbang adalah sebagai berikut:

  1. bahwa untuk menjaga ketersediaan bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, perlu pengaturan mengenai ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai kebijakan dan pengaturan ekspor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor;[8]

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perubahan pada Permendag terjadi untuk mengatur kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, Refined, Bleached, dan Deodorized Palm. Pengaturan tersebut diperlukan untuk menjaga ketersediaan bahan baku minyak goreng dan minyak goreng itu sendiri.

Adapun persyaratan Persyaratan untuk Persetujuan Ekspor minyak sawit dan turunannya dalam Lampiran I Nomor XVIII Permendang 02/2022 ini adalah sebagai berikut:[9]

Persyaratan untuk Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil:

  1. Surat Pernyataan Mandiri bahwa Eksportir telah menyalurkan Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil untuk kebutuhan dalam negeri, dilampirkan dengan kontrak penjualan;
  2. Rencana ekspor dalam jangka waktu 6 (enam) bulan; dan
  3. Rencana distribusi ke dalam negeri dalam jangka waktu 6 (enam) bulan

Penerbitan Persetujuan Ekspor dilakukan berdasarkan:

  1. Neraca Komoditas, dalam hal Neraca Komoditas telah ditetapkan; atau
  2. ketentuan dan Data yang tersedia, dalam hal Neraca Komoditas belum ditetapkan.

Dengan masa berlaku sebagai berikut:

  1. Selama 1 (satu) tahun takwim dalam hal Neraca Komoditas telah ditetapkan; atau
  2. Selama 6 (enam) bulan dalam hal Neraca Komoditas belum ditetapkan.

Adapun syarat perubahan Persetujuan Ekspor untuk Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil adalah sebagai berikut:[10]

  1. Dalam hal perubahan identitas eksportir:
    • Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil yang masih berlaku; dan
    • Dokumen yang mengalami perubahan.
  2. Dalam hal perubahan Pos Tarif/HS, uraian barang, jumlah dan satuan, pelabuhan muat, dan/atau negara tujuan:
    • Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil yang masih berlaku; dan
    • Laporan Hasil Realisasi Ekspor.

Perubahan yang terakhir dalam Permendag 2/2022 yang mengatur mengenai masa berlaku Perubahan Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil adalah selama masa sisa masa berlaku Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil, RBD Palm Olein dan Used Cooking Oil.[11]

Selain sebagai komoditas ekspor yang berperan penting bagi sektor perdagangan di Indonesia, kebutuhan pasokan minyak kelapa sawit dan produk turunannya juga dibutuhkan menjaga ketersediaan bahan baku minyak goreng dan minyak dalam negeri, sehingga, melalui pertimbangan tersebut, Pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor, dimana dalam peraturan tersebut mengatur spesifik terhadap kebijakan dan pengaturan ekspor Crued Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, dan Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil.

DASAR HUKUM:

  1. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan dan Perkebunan Kelapa Sawit
  2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor sebagaimana telah dibuah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022.

REFERENSI :

  1. ASIAN AGRI, “Bagaimanakah Minyak Kelapa Sawit Dibuat?” , (https://www.asianagri.com/id/media-id/faqs/bagaimana-minyak-kelapa-sawit-dibuat#:~:text=Selanjutnya%20CPO%20ditransfer%20ke%20pabrik,digunakan%20dalam%20kosmetik%20dan%20sabun , diakses pada 28 Januari 2022)
  2. Lim Fathhimah Timorria, “Volume Ekspor CPO Naik Tipis Imbas Pasokan Terbatas”,( https://ekonomi.bisnis.com/read/20220128/12/1494451/volume-ekspor-cpo-naik-tipis-imbas-pasokan-terbatas , diakses pada 28 Januari 2022)
  3. Lim Fathhimah Timorria, “Ekspor CPO Terkena Dampak DMO Minyak Sawit, Kemendag Beri Penjelasan”, ( https://ekonomi.bisnis.com/read/20220128/12/1494284/ekspor-cpo-terkena-dampak-dmo-minyak-sawit-kemendag-beri-penjelasan , diakses pada 28 Januari 2022)

[1] ASIAN AGRI, “Bagaimanakah Minyak Kelapa Sawit Dibuat?” , (https://www.asianagri.com/id/media-id/faqs/bagaimana-minyak-kelapa-sawit-dibuat#:~:text=Selanjutnya%20CPO%20ditransfer%20ke%20pabrik,digunakan%20dalam%20kosmetik%20dan%20sabun , diakses pada 28 Januari 2022)

[2] Lim Fathhimah Timorria, “Volume Ekspor CPO Naik Tipis Imbas Pasokan Terbatas”,( https://ekonomi.bisnis.com/read/20220128/12/1494451/volume-ekspor-cpo-naik-tipis-imbas-pasokan-terbatas , diakses pada 28 Januari 2022)

[3]   Lim Fathhimah Timorria, “Ekspor CPO Terkena Dampak DMO Minyak Sawit, Kemendag Beri Penjelasan”, ( https://ekonomi.bisnis.com/read/20220128/12/1494284/ekspor-cpo-terkena-dampak-dmo-minyak-sawit-kemendag-beri-penjelasan , diakses pada 28 Januari 2022)

[4] Pasal 1 Angka 1 dan Angka 2 Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan dan Perkebunan Kelapa Sawit

[5] Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[6] Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[7] Pasal 2 Angka 1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[8] Bagian Menimbang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[9] Lampiran I Nomor XVIII Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor

[10] Ibid

[11] Ibid.

Translate