Sanksi Terhadap Pelanggaran Paten Perusahaan Telefon Genggam
Author: Ananta Mahatyanto ; Co-author: Alfredo Joshua Bernando & Andreas Kevin Simanjorang
Legal Basis:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
Sebuah perusahaan telefon genggam akan selalu memiliki kaitan dengan teknologi, sebuah teknologi yang diciptakan oleh perusahaan telefon genggam tersebut yang berbentuk komponen atau fitur apabila ingin digunakan oleh perusahaan telefon genggam lainnya, maka harus melalui persetujuan pemilik hak paten tersebut, dan harus disetujui melalui suatu perjanjian yang dibuat antara kedua belah pihak.
Apabila terdapat teknologi yang telah menjadi hak paten dari sebuah perusahaan telefon genggam yang dipakai oleh perusahaan lainnya dengan sengaja dan tanpa hak serta tanpa melalui persetujuan pemilik hak paten teknologi tersebut atau penggunaan paten tanpa lisensi, maka terdapat perlindungan hukum bagi pemilik hak paten yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).
Hak-hak pemegang paten diatur dalam Pasal 19 UU Paten ,yaitu:
“Pasal 19
- Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
- Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;
- dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
- Larangan menggunakan proses produksi yang diberi Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan proses yang diberi pelindungan Paten.
- Dalam hal untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis, larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikecualikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten dan tidak bersifat komersial.”[1]
Selain hak-hak yang diatur dalam Pasal 19 UU Paten, pemegang Paten juga memiliki hak untuk memberikan lisensi kepada Pihak ketiga. Hal ini diatur dalam Pasal 76 UU Paten yang mengatur sebagai berikut:
“Pasal 76
- Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi baik eksklusif maupun non-eksklusif untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
- Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencakup semua atau sebagian perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”[2]
Dalam hal penyelesaian sengketa terkait dengan penggunaan teknologi tanpa hak pemilik paten, mengacu kepada Pasal 143 UU Paten yang berbunyi:
“Pasal 143
(1) Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan Niaga terhadap setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).
(2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diterima jika produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi paten. “[3]
Undang-Undang Paten secara khusus mengatur lebih untuk melindungi hak-hak pemegang paten, yakni dengan mengatur perbuatan yang dilarang. Pasal 160 UU Paten mengatur perbuatan yang dilarang sebagai berikut:
“Pasal 160
Setiap orang tanpa persetujuan pemegang Paten dilarang :
- Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten; dan/atau
- dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.”[4]
Sehingga jika terdapat Pihak yang membuat barang berdasarkan suatu invensi yang telah dipatenkan tanpa sepersetujuan pemegang Paten, maka Pihak tersebut dikategorikan telah melakukan perbuatan yang dilarang. Terhadap Pihak yang melakukan hal tersebut dapat dikenakan sanksi berupa sanksi pidana. Ketentuan mengenai sanksi ini termuat dalam Pasal 161 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 161
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”[5]
Sehingga, sanksi perdata berupa denda atau
ganti rugi dapat diterapkan kepada pihak yang memakai/menggunakan invensi atau
suatu teknologi tanpa persetujuan pemegang paten, selain itu pemegang paten
dapat menuntut sanksi pidana berupa pidana penjara atau pidana denda kepada
pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak serta tanpa persetujuan menggunakan
suatu teknologi paten milik perusahaan telefon genggam pemegang paten.
[1] Pasal 19 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
[2] Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
[3] Pasal 143 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
[4] Pasal 160 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
[5] Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten