0

Nominee Arrangement Related to Indonesian Regulations

Author: Ananta Mahatyanto

Legal Basis:

  1. Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation
  2. Presidential Regulation (Perpres) No. 10 of 2021
  3. Presidential Regulation No.49 of 2021
  4. Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies
  5. Law No. 25 of 2007 concerning Investment

Nominee   adalah    sebuah   perjanjian innominaat, yang mana perjanjian Innominaat adalah perjanjian yang tumbuh dan   berkembang   di   dalam   praktek   dan belum dikenal saat KUH perdata diundangkan     Di     Indonesia.     Nominee adalah     satu     contoh     dari     perjanjian Innominaat.  Praktek  nominee  saham   ini timbul   di   Indonesia   karena   faktor regulasi dan juga faktor lainnya yaitu   alasan   yang   bersifat   pribadi   dari pihak beneficiary itu sendiri, merupakan  rahasia  maupun kepentingan  pribadi dari pihak beneficiary itu sendiri. 

 
Pembatasan kepmilikan Saham

  kepemilikan    saham dalam   perseroan   juga   sering   dilakukan dalam  bentuk nominee (orang  atau  badan hukum     yang     dipinjam     dan     dipakai namanya   sebagai  pemegang  saham  oleh Beneficiary),  biasanya  karena Beneficiary mempunyai  keinginan  untuk  memperoleh saham   melebihi   pembatasan   pemilikan saham     di Indonesia.     Terlebih lagi Beneficiary dalam  hal  ini  juga  melingkupi investor   asing   dimana   dalam   regulasi pembatasan pemilikan saham juga mengatur   pembatasan   pemilikan   saham yang    boleh    dimiliki     investor    asing. Regulasi  pembatasan  diatur dalam Peraturan  Presiden  No.  10  Tahun  2021 Tentang Daftar bidang usaha  yang tertutup dan  bidang  usaha   yang  terbuka  dengan persyaratan di bidang penanaman modal.

Hubungan  Pembatasan  kepemilikan saham di Indonesia dengan nominee

Dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang kini sudah diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal itu menyebut bahwa investasi sektor riil di Indonesia terbagi atas tiga golongan, yaitu:

1. Bidang usaha terbuka
2. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan
3. Bidang usaha tertutup, yang kemudian dicatat dalam daftar negatif investasi

Dalam   pengertiannya   sesuai   dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021, Bidang Usaha Yang Tertutup adalah Bidang Usaha yang tercantum dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2OO7 tentang Penanaman Modai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Sebagaimana yang di maksud dengan daftar negative investasi meliputi 6 sektor menurut Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 yaitu;

  1. Budi daya atau industri narkoba
  2. Segala bentuk perjudian
  3. Penangkapan spesies ikan yang tercantum di dalam appendiks I the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES)
  4. Pengambilan atau pemanfaatan koral dari alam
  5. Industri senjata kimia
  6. Industri kimia perusak ozon.

Dan penambahan pada Peraturan Presiden nomor 49 tahun 2021 yaitu

  1. Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol
  2. Industri Minuman Mengandung Alkohol Anggur
  3. Industri Minuman Mengandung Malt

Melihat    pasal 7   Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun  2021  sangat   jelas   membatasi kepemilikan  saham  bagi  pemegang  saham asing tetapi untuk  tetap  dapat  berusaha untuk dapat memegang saham lebih dari yang ditentukan  oleh  peraturan   yang  berlaku, biasanya  para  pemegang  saham  asing  ini menggunakan  pihak  ketiga/nominee  yang berupa   individu/badan   hukum   Indonesia untuk   menjadi   pemegang   saham   dalam salah satu bidang perusahaan tersebut.  Jika  pemegang  saham  asing  tersebut menggunakan  nama  atau  meminjam  nama individu/badan  hukum  Indonesia  tentunya pembatasan tersebut menjadi tidak masalah   karena   nama   dari   pihak   asing tersebut  tidak  diketahui,  dan  akhirnya  bisa memiliki  saham  lebih  dari  apa  yang  sudah diatur  Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021.  Dapat   dikatakan   faktor   utama   yang melatar  belakangi  timbulnya  praktek  dari nominee  saham  itu  sendiri  adalah  regulasi pembatasan kepemilikan saham ini.

Ketentuan nominee dalam Perundang-undangan di Indonesia

Konsep    nominee    dalam    beberapa transaksi bisnis antara lain dalam kepemilikan saham (nominee Shareholder) oleh  pihak  asing,  kepemilikan  tanah  oleh warga  negara  asing  (WNA)  dengan  status hak  milik di  Indonesia,  serta  penunjukan seseorang  untuk  menjabat  sebagai  direktur dari  perusahaan  /  direktur nominee.  Pihak asing   yang   menunjuk   pihak   Indonesia sebagai nominee bertujuan untuk mengatasi   pembatasan-pembatasan   yang ditetapkan    oleh    pemerintah    Indonesia dalam   hal   kepemilikan   saham   ataupun asset  oleh  warga  Negara  asing. Nominee secara garis besar bertujuan agar kepemilikan saham oleh pihak asing, nama dan  identitas  dari  pihak Beneficiary tidak diketahui oleh umum dan pemerintah.  Hal ini sangatlah merugikan   dan mempunyai   dampak   negatif   dari   segi perekonomian nasional.

Dalam Undang –   Undang   No.40   Tahun   2007 Tentang Perseroan Terbatas

Dapat dikaitkan dalam pasal 48  ayat (1) Undang-undang  No.40   Tahun   2007   tentang    Perseroan    Terbatas    mengatur bahwa     kepemilikan     saham    Perseroan Terbatas  atas  nama  pemiliknya.  Dengan demikian,  saham  tersebut  harus  atas  nama pemegang   saham   yang   sebenarnya,   dan tidak  bisa  nama  pemegang  saham   yang berbeda  seperti  sebagaimana  pemahaman mengenai praktek nominee ini. Pengaturan  mengenai  kepemilikan saham  oleh  lebih  dari  satu  orang  memang diperbolehkan    menurut    Undang-undang No.40   Tahun   2007   tentang   Perseroan Terbatas   (UUPT),   dimana   diatur   dalam pasal  52  ayat (5)  bahwa  beberapa  orang yang    memiliki    saham    tersebut    harus menunjuk  1  (satu)  orang   sebagai   wakil bersama. Praktek  pasal  ini  berbeda dengan  praktek nominee,  dimana  dalam pasal  ini  apabila  saham dimiliki  oleh  lebih dari satu orang, maka orang-orang tersebut tetap   harus   dicatatkan   namanya   sebagai menunjuk satu orang wakil untuk menggunakan  hak  yang  timbul  dari  saham tersebut.   Dalam   kasus   nominee  pihak Beneficiary tidak   tercatat   namanya,   dimana hanya pihak nominee saja yang tercatat.

Dalam Undang –Undang  No.25  Tahun  2007  Tentang Penanaman Modal

Pada  pasal  33 ayat (1)   dan   ayat (2)   Undang-Undang No. 25   Tahun   2007   tentang   Penanaman Modal,   dimana   diatur   dalam   ayat (1) disebutkan  bahwa  penanam  modal  dalam negeri   dan   penanam   modal   asing   yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat  perjanjian  dan  / atau  pernyataan yang    menegaskan    bahwa    kepemilikan saham  dalam  perseroan  terbatas  untuk  dan atas  nama  orang   lain.  Kemudian  dalam ayat (2)   disebutkan   bahwa   dalam   hal penanaman    modal    dalam    negeri    dan penanaman modal asing membuat perjanjian dan / atau pernyataan sebagaimana   dimaksud   dalam   ayat (1),perjanjian    dan    /    atau    pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa para penanam modal yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas    dilarang    membuat    perjanjian dan/atau    pernyataan    yang    menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan    terbatas    dilarang     membuat perjanjian     dan/atau     pernyataan     yang menegaskan   bahwa   kepemilikan   saham dalam  perseroan  terbatas  untuk  dan  atas nama orang  lain.

Larangan adanya praktek nominee  pada  Undang-undang  Penanaman Modal  diperjelas  oleh  penjelasan  pasal  33 ayat (1)     Undang-undang     Penanaman Modal   yang   menyatakan   bahwa   tujuan pengaturan pasal tersebut adalah menghindari   terjadinya   perseroan   yang secara  Formil  dimiliki  seseorang,  tetapi secara  materil  pemilik  perseroan  tersebut adalah  orang  lain.  Isi  ketentuan  pasal  33 ayat (1)Undang-undang     Penanaman Modal  ini  tidak  memberikan  batasan  akan jenis   perjanjian   yang   dapat   dikenakan pasal    tersebut,    sehingga    segala    jenis perjanjian     selama     terdapat     ketentuan mengenai nominee  berupa  penegasan  akan kepemilikan     saham     dalam     perseroan terbatas  untuk  dan  atas  nama  orang  lain sehingga    pada    akhirnya    menyebabkan adanya    perbedaan    kepemilikan    saham nominee    dan    kepemilikan Beneficiary dapat  dikenakan  pasal 33 angka (1)  Undang-undang Penanaman Modal.

Konsep dan Struktur Nominee

karakteristik   yang terdapat dalam penggunaan konsep nominee adalah    terdapatnya nominee agreement antara beneficiary dan nominee. Nominee agreement merupakan suatu trust atau kepercayaan  yang   lahir dari perjanjian   dan   merupakan   suatu   bentuk perjanjian  tidak    bernama    yang    lahir  berdasarkan   asas   kebebasan   berkontrak, asas  kekuatan  mengikat  dan  itikad  baik yang   terdapat   dalam   buku  II  KUHper. Berdasarkan nominee   agreement, dapat dilihat   bahwa   unsur-unsur   atau   ciri-ciri dalam penggunaan nominee memperlihatkan terdapatnya 2 pihak, yaitu pihak yang diakui  secara hukum dan pihak yang berada di belakang pihak yang diakui secara  hukum  tersebut,  dimana  2  pihak tersebut dalam kepemilikan saham ataupun kepemilikan  tanah  melahirkan  pemisahan kepemilikan atas suatu benda yaitu pemilik yang diakui secara hukum (pihak nominee) dan  pemilik  yang  sebenarnya  atas  benda (pihak beneficiary). Setelah    terjadi    kesepakatan    antara nominee dan beneficiary, maka    akan terdapat nominee agreement yang ditandatangani oleh nominee dan beneficiary dalam    kepemilikan    saham dengan   konsep nominee akan   menjadi pihak    yang    terdaftar    sebagai    pemilik secara   hukum   dalam   perseroan   namun seluruh    keuntungan    yang    timbul    dari saham yang bersangkutan termasuk dividen  yang  dibagikan  akan  menjadi  hak dari beneficiary dan  karenanya  pemegang saham nominee hanya   bertindak   selaku kuasa dari pihak beneficiary.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, karakteristik atau ciri-ciri penggunaan konsep nominee antara lain:

  1. Terdapatnya  jenis   kepemilikan yaitu   kepemilikan   secara   hukum dan secara tidak langsung.
  2. Nama  dan  identitas nominee  akan didaftarkan   sebagai   pemilik   dari saham  di  Daftar  Pemegang  Saham perusahaan     dalam kepemilikan saham oleh nominee.
  3. Terdapat   nominee  agreement  yang wajib ditandatangani antara nominee   dan   beneficiary   sebagai landasan  dari  penggunaan  konsep nominee.
  4. Pihak nominee menerima fee dalam jumlah tertentu sebagai kompensasi penggunaan   nama   dan    identitas dirinya untuk kepentingan beneficiary.

Selain nominee   agreement terdapat beberapa    perjanjian    dan    kuasa    yang biasanya  ditandangani  oleh  pihak nominee dan  pihak beneficiary sebagai  komponen pendukung.   Perjanjian   dan   kuasa-kuasa tersebut   dibutuhkan   untuk   memberikan kepastian   ataupun   perlindungan   kepada beneficiary sebagai   pemilik   sebenarnya atas   benda   yang   dimiliki   oleh nominee secara hukum. Dalam  rangka  melaksanakan  praktek nominee saham  di  Indonesia,  tidak  dibuat perjanjian nominee saham   yang   hanya terdiri  dari  satu  perjanjian  saja,  melainkan terdiri    dari    beberapa    perjanjian    yang apabila  dihubungkan  satu  sama  lain  akan menghasilkan nominee saham  inilah  yang dapat dikatakan sebagai nominee arrangement, tetapi   biasanya Nominee Arrangement ini dapat dibuat tanpa nomiee agreement. Hal ini dapat dikatakan sebagai penyelundupan   hukum   pada   perjanjian nominee saham   dalam prakteknya   di Indonesia. Komponen pendukung    lain yang  umum  yang  dapat  ditemukan  dalam penilitian  mengenai  praktek nominee atau dapat disebut dengan nominee arrangement dalam   kepemilikan   saham adalah sebagai berikut:

  1.  Akta    Pengakuan    Hutang    (Loan agreement). Dalam  akta  ini  disebutkan  bahwa nominee  menggunakan  dana  yang disediakan  oleh beneficiary  untuk melakukan  penyetoran  atas  saham yang  akan  dimilikinya  kelak  dalam perusahaan.
  2. Perjanjian  Gadai  Saham (Pledge  of shares agreement). Setelah    perjanjian    gadai    saham ditandangani,  maka nominee  wajib menyerahkan  surat  saham    kepada beneficiary.
  3. Surat Kuasa Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ). Berdasarkan surat kuasa ini, nominee memberikan  kuasa kepada beneficiary  untuk  dapat  secara  sah menghadiri  RUPS  yang  diadakan oleh  perusahaan  serta  memberikan suaranya dalam RUPS .
  4. Surat Kuasa untuk menjual saham. Surat    kuasa    ini    mencantumkan pemberian    kuasa    dari nomineekepada beneficiary  secara  hukum berhak  untuk  menjual  saham  yang dimiliki     oleh nominee     dalam perusahaan.

Akibat hukum yang terjadi terhadap praktik saham pinjam nama (Nominee arrangement)

Dalam prakteknya, pemakaian nominee  ini  sering  dijumpai,  tidak  jarang juga  sengketa  yang  yang  diakibatkan  oleh adanya   praktek nominee   tersebut.   Hal tersebut   dapat   terjadi   juga   jika   pihak nominee tidak mau mengembalikan saham-saham     yang     telah     dimilikinya tersebut   kepada beneficiary.   Kesulitan-kesulitan  lain  yang  akan  dihadapi  adalah masalah  pembuktian   kepemilikan   saham serta   mengenai   tanggung   jawab   secara hukum kepada pihak ketiga. Secara de Jure saham nominee   tersebut   adalah   mutlak milik nominee,  sebab  nama   mereka   lah yang   akan   tercatat   dalam   buku   daftar pemegang    saham   perseroan   disamping adanya   bukti   sertifikat   saham,   namun sebaliknya  secara  de  Facto  saham  tersebut adalah     kepunyaan     pihak beneficiary.

Akibat   yang   ditimbulkan Nominee dalam Penanaman Modal

Dapat  dilihat  bahwa  Undang-undang Penanaman  Modal  telah  mengatur  secara tegas  pelarangan  praktek nominee saham pada perseroan yang berbentuk penanaman modal  dalam  negeri  maupun  penanaman modal asing. Akibat Hukum dari melanggar   ketentuan   pasal   33   ayat   (1) Undang-undang  Penanaman  Modal  diatur pada  ayat  berikutnya,  yaitu  pasal  33  ayat (2)   Undang-undang   Penanaman   Modal. Pasal     33     ayat     (2)     Undang-undang Penanaman  modal  menyatakan  bahwa  bila penanam    modal,    baik    dalam    negeri maupun asing, membuat perjanjian dan/atau    pernyataan    yang    menegaskan kepemilikan    saham    perseroan    terbatas untuk  dan  atas  nama  orang  lain  sehingga menyebabkan    adanya    perbedaan    pada kepemilikan    saham    perseroan    terbatas secara   normatif   (nominee)   dan   secara substansial  (beneficiary)  maka  perjanjian dan/atau   pernyataan   tersebut   akan   batal demi  hukum.  Dengan  demikian  bila  ada perjanjian  yang melanggar  ketentuan pasal 33  ayat  (1)  Undang-undang  Penanaman Modal maka perjanjian  tersebut akan batal demi  hukum.  Dimana  artinya,  perjanjian yang   dibuat   oleh   para   pihak   tersebut dianggap tidak pernah ada.  Akibat  hukum  yang  diatur  pada  pasal 33  angka  (2)  Undang-undang  Penanaman Modal  bahwa  suatu  perjanjian  akan  batal demi  hukum   karena   telah  terlanggarnya ketentuan   pasal   33   angka   (1)   Undang-undang    Penanaman    Modal    ini    sesuai dengan  ketentuan hukum diatur pada pasal 1320   KUHper.   Berdasarkan   pasal   1320 KUHper,   terdapat   perjanjian   Indonesia. Dimana  berdasarkan  hukum  perjanjian  di Indonesia  agar   suatu  perjanjian   menjadi sah   maka   perlu   untuk   mentaati   syarat sahnya  perjanjian,  dimana  ada  4  (empat) syarat   yang   harus   terpenuhi   agar   suatu perjanjian  menjadi  sah,  dan  salah  satunya adalah “suatu  sebab  yang  halal”.  Syarat “suatu sebab yang halal” ini mensyaratkan bahwa   isi   suatu   perjanjian   harus   tetap memperhatikan  ketentuan  selain perjanjian itu sendiri, seperti Undang-undang, kesusilaan,     kepatutan,    dan     ketertiban umum.   Menurut   subekti,   syarat  “syarat sebab  yang  halal”  ini  termasuk  dalam syarat  obyektif dari  suatu  perjanjian  dan akibat  hukum  dari  pelanggarannya  adalah perjanjian  tersebut  batal  demi  hukum.  Hal ini  sesuai  dengan   ketentuan  pasal  1335 KUHper   dimana   bila   sebuah   perjanjian dibuat  berdasarkan  sebab  yang  terlarang maka tidak memiliki  kekuatan hukum, dan hal   ini   sesuai  dengan   ketentuan  hukum perjanjian Indonesia bila perjanjian melanggar  syarat  obyektif    “sebab  yang halal”  maka  perjanjian  tersebut  akan  batal demi hukum.

Akibat Hukum Terhadap Pemegang Saham Nominee

Berdasarkan ketentuan Undang-undang  Perseroan  Terbatas diatur  dalam  pasal  48  angka  (1)  bahwa saham  perseroan  dikeluarkan  atas  nama pemiliknya yang berarti bahwa kepemilikan   saham   sepenuhnya   dimiliki oleh  pihak nominee.  Berdasarkan  hukum di  Indonesia,  hak  dan  kewajiban nominee shareholder  / atau  pihak nominee adalah hak  dan  kewajiban  selayaknya  pemegang saham   biasa,   karena   pemegang   saham nominee merupakan  pemilik  saham  yang terdaftar menurut hukum.

Akibat   Hukum   Terhadap   Pihak Beneficiary

pihak nominee diakui  sebagai pemegang   saham   yang   terdaftar,   maka pihak beneficiary tidak   diakui   sebagai pemegang   saham   milik   pihak nominee tersebut. Pihak beneficiary ini tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagai pemegang saham atas saham milik nominee tersebut.

Akibat  Hukum  Terhadap  Perseroan Terbatas

Karena nominee dianggap seperti pemilik  saham  yang  sesungguhnya,  akibat hukum  dari  suatu  perseroan  terbatas  yang menggunakan  perjanjian nominee tersebut tetap  sah dan mempunyai  kekuatan hukum jika    memenuhi    syarat-syarat    normatif pendirian perseroan terbatas dan melakukan  penanaman  modal,  akan  tetapi dalam   hal   ini   perseroan   terbatas   dapat dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan. Pembubaran ini pada umumnya   sama   seperti   proses   perkara perdata, yaitu adanya pihak yang mengajukan   permohonan   ke   pengadilan terlebih  dahulu.  Di  dalam  Undang-undang Perseroan  terbatas  pada  pasal  146  diatur bahwa    suatu    pengadilan    negeri    dapat membubarkan    perseroan    terbatas    atas dasar:

  1. Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan perseroan terbatas melanggar  kepentingan  umum  atau perseroan terbatas melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
  2. Permohonan pihak yang berkepentingan  berdasarkan  alasan adanya   cacat   hukum   dalam   akta pendirian;
  3. Permohonan     pemegang     saham, direksi     atau     dewan     komisaris berdasarkan alasan perseroan terbatas tidak mungkin dilanjutkan.

Berdasarkan alasan-alasan diatas bahwa pengadilan negeri dapat membubarkan   suatu   perseroan   terbatas yang  menerapkan  praktek nominee karena suatu   perseroan   terbatas   yang   terdapat praktek nominee dalam   saham   adalah perseroan terbatas yang melakukan perbuatan     melanggar     hukum.     Selain perbuatan  yang  melanggar  hukum,  suatu perseroan  terbatas  yang  terdapat  praktek nominee dalam  saham  mempunyai  cacat hukum dalam akta pendirian  karen a terjadi pelanggaran     dalam     keterangan yang memuat     keterangan     mengenai     nama pemegang  saham  yang  telah  mengambil bagian  saham,  rincian  jumlah  saham  dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan   dan   disetor   sesuai   dengan pasal  8  angka  (2)  huruf  c  Undang-undang Perseroan Terbatas.

Nominee is an innominate agreement, an agreement that grows and develops in practice and was not known when the Civil Code was enacted in Indonesia. The nominee is an example of an Innominaat agreement. The practice of nominee shares arose in Indonesia due to regulatory factors and other factors, namely personal reasons from the beneficiary itself, which are private secrets from the beneficiary itself.

Restrictions on share ownership

Share ownership in a company is also often carried out in the form of a nominee (a person or legal entity chosen and used as a shareholder by the owner) usually because the owner has a desire to own shares more than the share ownership in Indonesia.  What’s more, the Beneficiary in this case also covers foreign investors, in which the ownership of shares is also the owner of shares that foreign investors may own.  Regulations are regulated in Presidential Regulation No.10 of 2021 concerning the list of business fields that are open with conditions in the investment sector.

Relation of Restrictions on share ownership in Indonesia with nominees

In Article 12 of Law Number 25 of 2007 concerning Investment, amended to Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation.  The article states that real sector investment in Indonesia is divided into three groups, namely:

  1. Open business field

  2. Open business fields with conditions

  3. Closed business fields, which are then recorded in the negative investment list

In the sense that according to Presidential Regulation (Perpres) No.  10 of 2021, Closed Business Fields are the Business Fields listed in Article 12 of Law Number 25 of 2OO7 concerning Capital Investment as amended by Law Number 11 of 2O2O concerning Job Creation.  As meant by the negative investment list, it covers 6 sectors according to Presidential Regulation (Perpres) No.  10 of 2021, namely;

  1. Cultivation or drug industry

  2. Form of gambling

  3. Catching fish species listed in appendix I of the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES)

  4. Retrieval or use of coral from nature

  5. Chemical weapons industry

  6. Ozone-depleting chemical industry.

  And additions to Presidential Regulation number 49 of 2021 are:

  1. Liquor Industry Containing Alcohol

  2. Beverage Industry Containing Wine Alcohol

  3. Beverage Industry Containing Malt

  Looking at Article 7 of Presidential Regulation (Perpres) No.  10 of 2021, it severely limits the share ownership of foreign shareholders who still strives to be able to hold more shares than is determined by the applicable regulations. To do so, usually, foreign shareholders use third parties/candidates in the form of Indonesian individuals / legal entities to become shareholders in one the field of the company.  If the shareholder uses the name or borrows the name of an Indonesian individual/legal entity, of course, there is no problem because the name of the foreign party is unknown, and in the end, they can own more shares than what has been regulated by Presidential Regulation (Perpres) No.  10 of 2021. It can be said that the factor behind the emergence of the practice of share nominees itself is the regulation of share ownership.

Nominee provisions in Indonesian legislation

The nominee concept in several transactions includes ownership of shares by foreign parties, ownership of land by citizens (foreigners) with property rights in Indonesia, as well as the appointment of a person’s business as director of the company/nominee director.  Foreign parties appointing Indonesian parties as nominees aim to overcome the restrictions set by the Indonesian government on ownership or assets by foreign nationals.  Candidates broadly aim to ensure that foreign ownership of shares, names, and identities of the Beneficiaries are not shared with the public and the government.  This is detrimental and has a negative impact in terms of the national economy.

Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies

  It can be accessed in Article 48 paragraph (1) of Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies which stipulates that the ownership of shares of Limited Liability Companies is in the name of the owner.  Thus, these shares must be in the name of the actual shareholder, and cannot be named a different shareholder as the nominee’s understanding of practice is.  Regulations regarding share ownership by more than one person are indeed permitted according to Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies (UUPT), which is regulated in article 52 paragraph (5) that several people who own the shares must appoint 1 (one) person as joint representatives.  The practice of this article is different from the practice of nominees. In this article, if it is owned by more than one person, then the names of those people must still be recorded as appointing one representative to exercise the rights arising from the shares. In the case of the nomination of the Recipient party, the name is not mentioned, where only the candidate party is listed.

Law No. 25 of 2007 concerning Investment

  In article 33 paragraph (1) and paragraph (2) of Law no.  25 of 2007 on Investment, which is regulated in paragraph (1), it is stated that domestic investors and foreign investors who invest in the form of a limited liability company are prohibited from making agreements and/or statements confirming that share ownership in a limited liability company and on behalf of a person other. In paragraph (2), it is stated that in the event that domestic investment and foreign investment make an agreement and/or statement as referred to in paragraph (1), the agreement and/or statement are declared null and void.  In this article, it is explained that investors who invest in the form of a limited liability company are prohibited from making agreements and/or statements confirming that share ownership in a limited liability company makes an agreement and/or statement stating that share ownership in a limited liability company is for and on behalf of another person.  other.

  The prohibition on the practice of candidates in the Investment Law is clarified by the explanation of article 33 paragraph (1) of the Investment Law which states that the purpose of the regulation of this article is to avoid the occurrence of a company owned by someone, but materially the owner of the company is someone else.  The contents of the provisions of article 33 paragraph (1) of this Investment Law do not provide restrictions on the types of agreements that can be subject to that article, so that all types of agreements as long as the provisions regarding nominees are in the form of affirmation of share ownership in a limited liability company for and on behalf of other people, in the end, causing differences in the nominee’s share ownership and the Beneficiary’s ownership may be subject to Article 33 number (1) of the Investment Law.

  Nominee Concept and Structure

  The characteristic contained in the use of the nominee concept is the existence of a nominee agreement between the beneficiary and the nominee.  A nominee agreement is a trust born from an agreement, a form of an anonymous agreement, based on the principle of freedom of contract, as well as binding strength and good faith contained in book II of the Criminal Code.  Based on the nominee agreement, it can be seen that the elements or characteristics in the use of the nominee are 2 parties, namely the legally recognized party and the party behind the legally recognized party, where the 2 parties are in share ownership or land ownership.  the birth of ownership of an object, namely the legally recognized owner (the candidate) and the actual owner of the object (the recipient).  After there is an agreement between the nominee and the beneficiary, there will be a nominee agreement signed by the nominee and beneficiary in share ownership with the concept that the nominee will be the registered party as the legal owner in the company, but all profits arising from the shares concerned include dividends distributed the rights of the beneficiary and therefore becoming a nominee shareholder only acts as a proxy for the beneficiary.

  Based on the explanations above, the characteristics or characteristics of the use of the candidate concept include:

  1. There are types of ownership, namely legal ownership and indirect ownership.

  2. The name and identity of the candidate will be the owner of the shares in the Register of Shareholders of the company in the share ownership by the candidate.

  3. There is a nominee agreement that must be signed between the nominee and the beneficiary as the basis for the use of the nominee concept.

  4. Prospective parties receive a certain amount of fees as compensation for the use of their name and identity for the benefit of the beneficiary.

  In addition to the nominee agreement, there are several agreements and powers of attorney which are usually signed by the nominee and the beneficiary as a supporting component.  The agreement and the powers of attorney are needed to provide certainty or protection to the beneficiary as the actual owner of the object legally owned by the nominee.  In order to carry out the practice of prospective shareholders in Indonesia, a prospective shareholder agreement is not made which only consists of one agreement, but consists of several agreements if each other will produce prospective shareholders.  This can be made without the nominee’s consent.  This can be considered as legal smuggling of nominee share agreements in practice in Indonesia.  Other common supporting components that can be found in research on nominee practices or can be referred to as nominee arrangements in share ownership are as follows:

  1. Deed of Debt Recognition (Loan Agreement).  This deed states that the candidate uses the funds provided by the beneficiary to make a deposit for the shares to be deposited in the company.

  2. Share Pledge Agreement.  After the share pledge agreement is signed, the candidate must submit share certificates to the heirs.

  3. Power of Attorney General Meeting of Shareholders ( GMS ).  Letter Based on this power of attorney, the nominee grants power to the beneficiary to attend the GMS held by the company and cast his/her vote in the GMS.

  4. Power of attorney to sell shares.  This power of attorney is a power of attorney from the nominee to the beneficiary legally entitled to sell what the nominee owns in the company.

  Legal consequences that occur on the practice of borrowing shares (Nominee arrangement)

  In practice, using this nominee is often encountered, not infrequently disputes are caused by the practice of the nominee.  This can also happen if the appointed party does not want to return the shares that have been given to the beneficiary.  other difficulties that will be faced are the problem of proving share ownership and legal responsibility to third parties.  In de Jure nominee the shares absolutely belong to the nominees, because their names will be recorded in the company’s shareholder register in addition to proof of share certificates, but on the other hand, de facto the shares are the beneficiary parties.

  Consequences of Nominees in Investment

  It can be seen that the Investment Law has clearly regulated the prohibition of the practice of prospective shares in companies in the form of domestic investment or foreign investment.  The legal consequences of violating the provisions of article 33 paragraph (1) of the Investment Law are regulated in the next paragraph, namely article 33 paragraph (2) of the Investment Law.  Article 33 paragraph (2) of the Investment Law states that if an investor, both domestic and foreign, makes an agreement and/or statement which is declared as ownership of a limited liability company and on behalf of another person, there will be differences in the ownership of the shares of the limited liability company.  normatively (nominee) and substantially (beneficiary), the agreement and/or statement will be null and void.  Thus, if there is an agreement that violates Article 33 paragraph (1) of the Investment Law, the agreement will be null and void by law.  Where it means, the agreement made by the parties is considered never existed.  The legal consequences regulated in article 33 number (2) of the Investment Law are that an agreement will be null and void due to the violation of the provisions of article 33 number (1) of this Investment Law in accordance with the legal provisions stipulated in article 1320 of the Criminal Code.  Based on article 1320 of the Criminal Code, there is an Indonesian agreement.  Where based on contract law in Indonesia, in order for an agreement to be valid, it is necessary to comply with the conditions for the validity of the agreement, where there are 4 (four) conditions that must be met for an agreement to be valid, and one of them is “a lawful cause”.  The term “a lawful cause” requires that the contents of an agreement must still pay attention to provisions other than the agreement itself, such as law, morality, propriety, and generality.  According to subekti, the conditions for this lawful cause are included in the objective conditions of an agreement and the legal consequence of its violation is that the agreement is null and void.  This is in accordance with the provisions of Article 1335 of the Civil Code where if an agreement is made based on a prohibited cause it has no legal force, and this is in accordance with the provisions of Indonesian treaty law if the agreement violates the objective conditions then the agreement will be null and void.

  Legal Consequences for Nominee Shareholders

  Based on the provisions of the Limited Liability Company Law, it is regulated in article 48 number (1) that a limited liability company is issued in the name of the owner, which means that the ownership is wholly owned by the appointed party.  Under Indonesian law, the rights and obligations of nominee shareholders / or nominee parties are the rights and obligations of ordinary shareholders, because nominee shareholders are shareholders who are registered according to law.

  Legal Consequences on the Recipient

  the nominee party is recognized as a registered shareholder, then the entitled party is not recognized as a shareholder belonging to the nominee party.  The beneficiary of this party has no rights and obligations as a shareholder of the prospective shareholder.

Legal Consequences for Companies

  Because the candidate is considered a real shareholder, the legal consequences of a limited company using the candidate’s agreement are still valid and have legal force if they meet the normative requirements of a limited company and invest, but in this case the limited liability company can be dissolved based on a court order. This dissolution is generally the same as the civil case process, namely that there are parties who submit an application to the court first.  Article 146 of the Limited Liability Company Law provides that a district court may dissolve a limited liability company on the basis of:

  1. The prosecutor’s application is based on the reason that the limited liability company commits an act that violates the laws and regulations;

  2. An application from an interested party based on the reasons for the existence of a legal defect in the deed of establishment;

  3. The application of the shareholders, the board or the board of commissioners based on the reasons for the limited liability company cannot be continued.

Based on the reasons above, that the district court may dissolve a limited liability company that applies a candidate because a limited liability company has the practice of a candidate in a limited liability company committing an unlawful act.  In addition to violating the law, a company that has a nominee practice in the deed of establishment due to a violation in the statement containing registered shares, is limited in the number of shares and nominal shares issued and paid up in accordance with article 8 number (2) letter c of the Company Law. 


0

Foreign Investment in Pharmaceutical Medicine during a Pandemic

Author: Fitriyani Wospakrik

Dasar Hukum

  • Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
  • Perpres No. 49 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal
  • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan.
  • Keputusan Kepala BKPM No. 86 Tahun 2020 Tentang Pemberian Kemudahan Perizinan Berusaha bagi Bidang Usaha Tertentu Terkait Penanganan Wabah COVID-19

Legal Basis

  • Law number 25 of 2007 concerning Capital investment
  • Presidential Regulation Number 49 of 2021 concerning Amendments to Presidential Regulation Number 10 of 2021 concerning the Investment Business Sector
  • Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 14 of 2021 concerning Standards for Business Activities and Products in the Implementation of Risk-Based Business Licensing in the Health Sector
  • The Chairman of Ministry of Investment (‘BKPM’) Decree No. 86 of 2020 concerning the Granting of Ease of Business Licensing for Certain Business Fields Related to the Handling of the COVID-19

Kegiatan penanaman modal atau investasi juga sangat diperlukan dalam sektor perekonomian suatu negara. Investasi dapat diartikan sebagai kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh investor, baik investor asing maupun domestik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Investasi dibagi dua macam, yaitu penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal luar negeri (PMA). PMA merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri. Sementara itu, PMDN merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri.

Kebijakan dasar penanaman modal dilakukan dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, yakni menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Syarat Penanaman Modal Asing Bagi investor asing yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia, harus mendirikan perusahaan berdasarkan bidang usaha yang tercantum dalam KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia). Perusahaan asing ini berbentuk PT (Perseroan Terbatas) yang dimiliki oleh setidaknya dua pemegang saham, baik itu perorangan atau perusahaan., investor harus memperhatikan panduan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan untuk asing yang tercantum dalam •       Perpres No. 49 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Apabila bidang usahanya tidak tercantum dalam daftar tersebut, berarti kepemilikan saham asing bisa sampai 100%.

Nilai minimum investasi asing di Indonesia adalah Rp 10 miliar (tidak termasuk harga tanah dan bangunan). Jumlah minimal modal yang disetor ke bank di Indonesia adalah Rp 2,5 miliar.

Cara Berinvestasi di Indonesia

Setelah berdiri, sebuah PT harus mendaftar melalui OSS (Online Single Submission) untuk mendapatkan NIB (Nomor Induk Berusaha) dan Izin Operasional atau Izin Komersial. Apabila NIB dan Izin Operasional atau Komersial ini tidak diurus, perusahaan tersebut tidak dapat menjalankan usahanya di Indonesia.

Manfaat Penanaman Modal Asing bagi Indonesia

  1. Alih teknologi : Mereka membawa pengetahuan teknologi baru ke Indonesia yang lama-kelamaan akan dikembangkan pula di Indonesia.
  2. Menciptakan lapangan kerja
  3. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
  4. Pembangunan ekonomi berkelanjutan

INDUSTRI FARMASI

Izin Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.. Namun ada persyaratan umum dan persyaratan khusus usaha yang harus dipenuhi oleh industri farmasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan.

Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal,

Bahan Baku Obat

Industri farmasi bahan baku obat yang sebelumnya kepemilikan asing masih dibatasi 85%, sekarang dikeluarkan dari Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi terbuka 100% asing.  Revisi DNI dilakukan merupakan bukti bahwa pemerintah mendukung berkembangnya industri-industri bahan baku obat dalam negeri

Investor asing dibuka kesempatan untuk membangun pabrik bahan baku obat dengan kepemilikan hingga 100% di dalam negeri. Membangun industri di dalam negeri maka akan menghemat devisa yang keluar akibat impor,

Perubahan diharapkan akan meningkatkan investasi di bidang farmasi bahan baku obat, jadi karena pelaku industri obat jadi memiliki pilihan bahan baku dengan harga yang lebih rendah dan mengurangi impor bahan baku untuk industri obat. Untuk menekan harga obat di pasaran, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memproduksi bahan baku obat di negeri sendiri.

Hukum itu berperan menciptakan keseimbangan karena hal ini berkaitan dengan inisiatif pembangunan ekonomi. Dalam kaitannya dengan peraturan investasi, maka substansi peraturan investasi harus mampu menciptakan keseimbangan antara kepentingan investor dan tujuan yang ingin dicapai pemerintah dan kepentingan PMA dan PMDN.

Undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal mengatur bahwa pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanaman modal yang berasal dari negara manapun di Indonesia. Obat termasuk cabang produksi yang seharusnya dikuasai oleh negara bukan dikuasai pasar. Perpres No. 49 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modaljuga sejalan dengan undang-undang penanaman modal. Perpres ini bahkan memberi peluang investasi obat jadi sebesar 100% bagi investor asing untuk menanamkan dananya di Indonesia.

Kemudahan Investasi Saat Pandemi Melalui Regulasi Dengan adanya pandemi menyebabkan sektor usaha terpuruk. Namun beberapa sektor mengalami kenaikan yang signifikan, Melihat kondisi tersebut, diterbitkanlah Keputusan Kepala BKPM No. 86 Tahun 2020 tentang Pemberian Kemudahan Perizinan Berusaha bagi Bidang Usaha Tertentu Terkait Penanganan Wabah COVID-19.

Kemudahan Perizinan

Proses perizinan yang dipercepat tersedia dalam sistem online Online Single Submission (OSS) : membantu para pelaku usaha untuk berhubungan dengan stakeholders, menyimpan data perizinan yang sudah diperoleh, melaporkan isu terkait izin

Meningkatkan Arus Investasi

BKPM memutuskan untuk memberikan kemudahan perizinan usaha berupa:

  • Pengurangan dan/atau keringanan persyaratan perizinan berusaha;
  • Percepatan proses perizinan berusaha;
  • Layanan berbantuan secara khusus.

Bidang usaha yang berhak untuk mendapatkan kemudahan perizinan berusaha selama masa pandemi ini adalah industri alat kesehatan dan industri kefarmasian

Investment or investment activities are also very necessary in the economic sector of a country. Investment can be interpreted as investment activities carried out by investors, both foreign and domestic investors in various business fields that are open to investment, with the aim of obtaining profits. Investment is divided into two types, namely domestic investment (PMDN) and foreign investment (PMA). Foreign investment (PMA) is an investment sourced from foreign financing. Meanwhile, domestic investment (PMDN) is an investment sourced from domestic financing.

The basic investment policy is carried out with due regard to the national interest, namely ensuring legal certainty, business certainty and business security for investors from the licensing process until the end of investment activities in accordance with the provisions of the legislation.

Foreign Investment Requirements For foreign investors who want to invest in Indonesia, they must establish a company based on the business fields listed in the Indonesian Standard Classification of Business Fields (KBLI). This foreign company is in the form of a Limited Liability Company (PT) which is owned by at least two shareholders, be it individuals or companies. Presidential Regulation Number 49 of 2021 concerning Amendments to Presidential Regulation Number 10 of 2021 concerning the Investment Business Sector. If the line of business is not listed in the list, it means that foreign share ownership can be up to 100%.

The minimum value of foreign investment in Indonesia is IDR 10 billion (excluding land and building prices). The minimum amount of paid-up capital to a bank in Indonesia is IDR 2.5 billion.

How to Invest in Indonesia

Once established, a limited liability company (PT) must register through Online Single Submission (OSS) to obtain a Business Registration Number (NIB) and an Operational Permit or Commercial Permit. If this Business Registration Number (NIB) and Operational or Commercial Permit are not taken care of, the company cannot run its business in Indonesia.

Benefits of Foreign Investment for Indonesia

  1. Technology transfer: They bring new technological knowledge to Indonesia which will eventually be developed in Indonesia as well.
  2. Creating employment
  3. Encouraging the development of the people’s economy
  4. Sustainable economic development

PHARMACEUTICAL INDUSTRY

Pharmaceutical Industry Permit is a business entity that has a permit from the Minister of Health to carry out drug manufacturing activities or drug ingredients. However, there are general requirements and specific business requirements that must be met by the pharmaceutical industry. Based on the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 14 of 2021 concerning Standards for Business Activities and Products in the Implementation of Risk-Based Business Licensing in the Health Sector

An applicant for a pharmaceutical industry license with the status of Foreign Investment or Domestic Investment who has obtained an Investment Approval Letter from the agency that administers investment affairs

Medicinal raw materials

The Industry pharmaceutical for medicinal raw materials, previously limited to 85% foreign ownership, has now been removed from the Negative Investment List (DNI) to become 100% foreign. The revision of the Negative Investment List (DNI) is proof that the government supports the development of domestic drug raw material industries

Foreign investors are given the opportunity to build factories for medicinal raw materials with up to 100% ownership in the country.

The changes are expected to increase investment in pharmaceutical raw materials because the pharmaceutical industry players have a choice of raw materials at lower prices and reduce imports of raw materials for the drug industry. To reduce drug prices in the market, one of the efforts that can be done is to produce medicinal raw materials in their own country.

The law plays a role in creating a balance because it is related to economic development initiatives. In relation to investment regulations, the substance of investment regulations must be able to create a balance between the interests of investors and the goals to be achieved by the government and the interests of foreign investment (PMA) and domestic investment (PMDN).

Law number 25 of 2007 concerning capital investment that the government provides equal treatment to all investments originating from any country in Indonesia. Medicine is a branch of production that should be controlled by the state, not controlled by the market. Presidential Regulation Number 49 of 2021 concerning Amendments to Presidential Regulation Number 10 of 2021 concerning the Investment Business Sector. This Presidential Regulation even provides a 100% finished drug investment opportunity for foreign investors to invest their funds in Indonesia.

Ease of Investment During a Pandemic Through Regulation

With the pandemic causing the business sector to slump. However, several sectors experienced a significant increase. Seeing these conditions, the Decree of the Head of Ministry of Investment (‘BKPM’) No. 86 of 2020 concerning the Granting of Ease of Business Licensing for Certain Business Fields Related to the Handling of the COVID-19 Outbreak.

Ease of Licensing

Accelerated licensing process available in the online system Online Single Submission (OSS): helping business actors to communicate with stakeholders, storing data on permits that have been obtained, reporting issues related to permits

Increasing Investment Flow

Ministry of Investment (‘BKPM’) decided to provide ease of business licensing in the form of:

  • Reduction and/or relief of business licensing requirements;
  • Acceleration of the business licensing process;
  • Special assistance services.

The business fields that are entitled to obtain ease of business licensing during this pandemic are the medical device industry and the pharmaceutical industry 

Translate