Nominee Arrangement Related to Indonesian Regulations
Author: Ananta Mahatyanto
Legal Basis:
- Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation
- Presidential Regulation (Perpres) No. 10 of 2021
- Presidential Regulation No.49 of 2021
- Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies
- Law No. 25 of 2007 concerning Investment
Nominee adalah sebuah perjanjian innominaat, yang mana perjanjian Innominaat adalah perjanjian yang tumbuh dan berkembang di dalam praktek dan belum dikenal saat KUH perdata diundangkan Di Indonesia. Nominee adalah satu contoh dari perjanjian Innominaat. Praktek nominee saham ini timbul di Indonesia karena faktor regulasi dan juga faktor lainnya yaitu alasan yang bersifat pribadi dari pihak beneficiary itu sendiri, merupakan rahasia maupun kepentingan pribadi dari pihak beneficiary itu sendiri.
Pembatasan kepmilikan Saham
kepemilikan saham dalam perseroan juga sering dilakukan dalam bentuk nominee (orang atau badan hukum yang dipinjam dan dipakai namanya sebagai pemegang saham oleh Beneficiary), biasanya karena Beneficiary mempunyai keinginan untuk memperoleh saham melebihi pembatasan pemilikan saham di Indonesia. Terlebih lagi Beneficiary dalam hal ini juga melingkupi investor asing dimana dalam regulasi pembatasan pemilikan saham juga mengatur pembatasan pemilikan saham yang boleh dimiliki investor asing. Regulasi pembatasan diatur dalam Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2021 Tentang Daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal.
Hubungan Pembatasan kepemilikan saham di Indonesia dengan nominee
Dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang kini sudah diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal itu menyebut bahwa investasi sektor riil di Indonesia terbagi atas tiga golongan, yaitu:
1. Bidang usaha terbuka
2. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan
3. Bidang usaha tertutup, yang kemudian dicatat dalam daftar negatif investasi
Dalam pengertiannya sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021, Bidang Usaha Yang Tertutup adalah Bidang Usaha yang tercantum dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2OO7 tentang Penanaman Modai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Sebagaimana yang di maksud dengan daftar negative investasi meliputi 6 sektor menurut Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 yaitu;
- Budi daya atau industri narkoba
- Segala bentuk perjudian
- Penangkapan spesies ikan yang tercantum di dalam appendiks I the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES)
- Pengambilan atau pemanfaatan koral dari alam
- Industri senjata kimia
- Industri kimia perusak ozon.
Dan penambahan pada Peraturan Presiden nomor 49 tahun 2021 yaitu
- Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol
- Industri Minuman Mengandung Alkohol Anggur
- Industri Minuman Mengandung Malt
Melihat pasal 7 Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 sangat jelas membatasi kepemilikan saham bagi pemegang saham asing tetapi untuk tetap dapat berusaha untuk dapat memegang saham lebih dari yang ditentukan oleh peraturan yang berlaku, biasanya para pemegang saham asing ini menggunakan pihak ketiga/nominee yang berupa individu/badan hukum Indonesia untuk menjadi pemegang saham dalam salah satu bidang perusahaan tersebut. Jika pemegang saham asing tersebut menggunakan nama atau meminjam nama individu/badan hukum Indonesia tentunya pembatasan tersebut menjadi tidak masalah karena nama dari pihak asing tersebut tidak diketahui, dan akhirnya bisa memiliki saham lebih dari apa yang sudah diatur Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021. Dapat dikatakan faktor utama yang melatar belakangi timbulnya praktek dari nominee saham itu sendiri adalah regulasi pembatasan kepemilikan saham ini.
Ketentuan nominee dalam Perundang-undangan di Indonesia
Konsep nominee dalam beberapa transaksi bisnis antara lain dalam kepemilikan saham (nominee Shareholder) oleh pihak asing, kepemilikan tanah oleh warga negara asing (WNA) dengan status hak milik di Indonesia, serta penunjukan seseorang untuk menjabat sebagai direktur dari perusahaan / direktur nominee. Pihak asing yang menunjuk pihak Indonesia sebagai nominee bertujuan untuk mengatasi pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal kepemilikan saham ataupun asset oleh warga Negara asing. Nominee secara garis besar bertujuan agar kepemilikan saham oleh pihak asing, nama dan identitas dari pihak Beneficiary tidak diketahui oleh umum dan pemerintah. Hal ini sangatlah merugikan dan mempunyai dampak negatif dari segi perekonomian nasional.
Dalam Undang – Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Dapat dikaitkan dalam pasal 48 ayat (1) Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa kepemilikan saham Perseroan Terbatas atas nama pemiliknya. Dengan demikian, saham tersebut harus atas nama pemegang saham yang sebenarnya, dan tidak bisa nama pemegang saham yang berbeda seperti sebagaimana pemahaman mengenai praktek nominee ini. Pengaturan mengenai kepemilikan saham oleh lebih dari satu orang memang diperbolehkan menurut Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), dimana diatur dalam pasal 52 ayat (5) bahwa beberapa orang yang memiliki saham tersebut harus menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama. Praktek pasal ini berbeda dengan praktek nominee, dimana dalam pasal ini apabila saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka orang-orang tersebut tetap harus dicatatkan namanya sebagai menunjuk satu orang wakil untuk menggunakan hak yang timbul dari saham tersebut. Dalam kasus nominee pihak Beneficiary tidak tercatat namanya, dimana hanya pihak nominee saja yang tercatat.
Dalam Undang –Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Pada pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dimana diatur dalam ayat (1) disebutkan bahwa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan / atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Kemudian dalam ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing membuat perjanjian dan / atau pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),perjanjian dan / atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa para penanam modal yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.
Larangan adanya praktek nominee pada Undang-undang Penanaman Modal diperjelas oleh penjelasan pasal 33 ayat (1) Undang-undang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa tujuan pengaturan pasal tersebut adalah menghindari terjadinya perseroan yang secara Formil dimiliki seseorang, tetapi secara materil pemilik perseroan tersebut adalah orang lain. Isi ketentuan pasal 33 ayat (1)Undang-undang Penanaman Modal ini tidak memberikan batasan akan jenis perjanjian yang dapat dikenakan pasal tersebut, sehingga segala jenis perjanjian selama terdapat ketentuan mengenai nominee berupa penegasan akan kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain sehingga pada akhirnya menyebabkan adanya perbedaan kepemilikan saham nominee dan kepemilikan Beneficiary dapat dikenakan pasal 33 angka (1) Undang-undang Penanaman Modal.
Konsep dan Struktur Nominee
karakteristik yang terdapat dalam penggunaan konsep nominee adalah terdapatnya nominee agreement antara beneficiary dan nominee. Nominee agreement merupakan suatu trust atau kepercayaan yang lahir dari perjanjian dan merupakan suatu bentuk perjanjian tidak bernama yang lahir berdasarkan asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat dan itikad baik yang terdapat dalam buku II KUHper. Berdasarkan nominee agreement, dapat dilihat bahwa unsur-unsur atau ciri-ciri dalam penggunaan nominee memperlihatkan terdapatnya 2 pihak, yaitu pihak yang diakui secara hukum dan pihak yang berada di belakang pihak yang diakui secara hukum tersebut, dimana 2 pihak tersebut dalam kepemilikan saham ataupun kepemilikan tanah melahirkan pemisahan kepemilikan atas suatu benda yaitu pemilik yang diakui secara hukum (pihak nominee) dan pemilik yang sebenarnya atas benda (pihak beneficiary). Setelah terjadi kesepakatan antara nominee dan beneficiary, maka akan terdapat nominee agreement yang ditandatangani oleh nominee dan beneficiary dalam kepemilikan saham dengan konsep nominee akan menjadi pihak yang terdaftar sebagai pemilik secara hukum dalam perseroan namun seluruh keuntungan yang timbul dari saham yang bersangkutan termasuk dividen yang dibagikan akan menjadi hak dari beneficiary dan karenanya pemegang saham nominee hanya bertindak selaku kuasa dari pihak beneficiary.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, karakteristik atau ciri-ciri penggunaan konsep nominee antara lain:
- Terdapatnya jenis kepemilikan yaitu kepemilikan secara hukum dan secara tidak langsung.
- Nama dan identitas nominee akan didaftarkan sebagai pemilik dari saham di Daftar Pemegang Saham perusahaan dalam kepemilikan saham oleh nominee.
- Terdapat nominee agreement yang wajib ditandatangani antara nominee dan beneficiary sebagai landasan dari penggunaan konsep nominee.
- Pihak nominee menerima fee dalam jumlah tertentu sebagai kompensasi penggunaan nama dan identitas dirinya untuk kepentingan beneficiary.
Selain nominee agreement terdapat beberapa perjanjian dan kuasa yang biasanya ditandangani oleh pihak nominee dan pihak beneficiary sebagai komponen pendukung. Perjanjian dan kuasa-kuasa tersebut dibutuhkan untuk memberikan kepastian ataupun perlindungan kepada beneficiary sebagai pemilik sebenarnya atas benda yang dimiliki oleh nominee secara hukum. Dalam rangka melaksanakan praktek nominee saham di Indonesia, tidak dibuat perjanjian nominee saham yang hanya terdiri dari satu perjanjian saja, melainkan terdiri dari beberapa perjanjian yang apabila dihubungkan satu sama lain akan menghasilkan nominee saham inilah yang dapat dikatakan sebagai nominee arrangement, tetapi biasanya Nominee Arrangement ini dapat dibuat tanpa nomiee agreement. Hal ini dapat dikatakan sebagai penyelundupan hukum pada perjanjian nominee saham dalam prakteknya di Indonesia. Komponen pendukung lain yang umum yang dapat ditemukan dalam penilitian mengenai praktek nominee atau dapat disebut dengan nominee arrangement dalam kepemilikan saham adalah sebagai berikut:
- Akta Pengakuan Hutang (Loan agreement). Dalam akta ini disebutkan bahwa nominee menggunakan dana yang disediakan oleh beneficiary untuk melakukan penyetoran atas saham yang akan dimilikinya kelak dalam perusahaan.
- Perjanjian Gadai Saham (Pledge of shares agreement). Setelah perjanjian gadai saham ditandangani, maka nominee wajib menyerahkan surat saham kepada beneficiary.
- Surat Kuasa Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ). Berdasarkan surat kuasa ini, nominee memberikan kuasa kepada beneficiary untuk dapat secara sah menghadiri RUPS yang diadakan oleh perusahaan serta memberikan suaranya dalam RUPS .
- Surat Kuasa untuk menjual saham. Surat kuasa ini mencantumkan pemberian kuasa dari nomineekepada beneficiary secara hukum berhak untuk menjual saham yang dimiliki oleh nominee dalam perusahaan.
Akibat hukum yang terjadi terhadap praktik saham pinjam nama (Nominee arrangement)
Dalam prakteknya, pemakaian nominee ini sering dijumpai, tidak jarang juga sengketa yang yang diakibatkan oleh adanya praktek nominee tersebut. Hal tersebut dapat terjadi juga jika pihak nominee tidak mau mengembalikan saham-saham yang telah dimilikinya tersebut kepada beneficiary. Kesulitan-kesulitan lain yang akan dihadapi adalah masalah pembuktian kepemilikan saham serta mengenai tanggung jawab secara hukum kepada pihak ketiga. Secara de Jure saham nominee tersebut adalah mutlak milik nominee, sebab nama mereka lah yang akan tercatat dalam buku daftar pemegang saham perseroan disamping adanya bukti sertifikat saham, namun sebaliknya secara de Facto saham tersebut adalah kepunyaan pihak beneficiary.
Akibat yang ditimbulkan Nominee dalam Penanaman Modal
Dapat dilihat bahwa Undang-undang Penanaman Modal telah mengatur secara tegas pelarangan praktek nominee saham pada perseroan yang berbentuk penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. Akibat Hukum dari melanggar ketentuan pasal 33 ayat (1) Undang-undang Penanaman Modal diatur pada ayat berikutnya, yaitu pasal 33 ayat (2) Undang-undang Penanaman Modal. Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Penanaman modal menyatakan bahwa bila penanam modal, baik dalam negeri maupun asing, membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan kepemilikan saham perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain sehingga menyebabkan adanya perbedaan pada kepemilikan saham perseroan terbatas secara normatif (nominee) dan secara substansial (beneficiary) maka perjanjian dan/atau pernyataan tersebut akan batal demi hukum. Dengan demikian bila ada perjanjian yang melanggar ketentuan pasal 33 ayat (1) Undang-undang Penanaman Modal maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Dimana artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut dianggap tidak pernah ada. Akibat hukum yang diatur pada pasal 33 angka (2) Undang-undang Penanaman Modal bahwa suatu perjanjian akan batal demi hukum karena telah terlanggarnya ketentuan pasal 33 angka (1) Undang-undang Penanaman Modal ini sesuai dengan ketentuan hukum diatur pada pasal 1320 KUHper. Berdasarkan pasal 1320 KUHper, terdapat perjanjian Indonesia. Dimana berdasarkan hukum perjanjian di Indonesia agar suatu perjanjian menjadi sah maka perlu untuk mentaati syarat sahnya perjanjian, dimana ada 4 (empat) syarat yang harus terpenuhi agar suatu perjanjian menjadi sah, dan salah satunya adalah “suatu sebab yang halal”. Syarat “suatu sebab yang halal” ini mensyaratkan bahwa isi suatu perjanjian harus tetap memperhatikan ketentuan selain perjanjian itu sendiri, seperti Undang-undang, kesusilaan, kepatutan, dan ketertiban umum. Menurut subekti, syarat “syarat sebab yang halal” ini termasuk dalam syarat obyektif dari suatu perjanjian dan akibat hukum dari pelanggarannya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1335 KUHper dimana bila sebuah perjanjian dibuat berdasarkan sebab yang terlarang maka tidak memiliki kekuatan hukum, dan hal ini sesuai dengan ketentuan hukum perjanjian Indonesia bila perjanjian melanggar syarat obyektif “sebab yang halal” maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum.
Akibat Hukum Terhadap Pemegang Saham Nominee
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas diatur dalam pasal 48 angka (1) bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya yang berarti bahwa kepemilikan saham sepenuhnya dimiliki oleh pihak nominee. Berdasarkan hukum di Indonesia, hak dan kewajiban nominee shareholder / atau pihak nominee adalah hak dan kewajiban selayaknya pemegang saham biasa, karena pemegang saham nominee merupakan pemilik saham yang terdaftar menurut hukum.
Akibat Hukum Terhadap Pihak Beneficiary
pihak nominee diakui sebagai pemegang saham yang terdaftar, maka pihak beneficiary tidak diakui sebagai pemegang saham milik pihak nominee tersebut. Pihak beneficiary ini tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagai pemegang saham atas saham milik nominee tersebut.
Akibat Hukum Terhadap Perseroan Terbatas
Karena nominee dianggap seperti pemilik saham yang sesungguhnya, akibat hukum dari suatu perseroan terbatas yang menggunakan perjanjian nominee tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum jika memenuhi syarat-syarat normatif pendirian perseroan terbatas dan melakukan penanaman modal, akan tetapi dalam hal ini perseroan terbatas dapat dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan. Pembubaran ini pada umumnya sama seperti proses perkara perdata, yaitu adanya pihak yang mengajukan permohonan ke pengadilan terlebih dahulu. Di dalam Undang-undang Perseroan terbatas pada pasal 146 diatur bahwa suatu pengadilan negeri dapat membubarkan perseroan terbatas atas dasar:
- Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan perseroan terbatas melanggar kepentingan umum atau perseroan terbatas melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
- Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
- Permohonan pemegang saham, direksi atau dewan komisaris berdasarkan alasan perseroan terbatas tidak mungkin dilanjutkan.
Berdasarkan alasan-alasan diatas bahwa pengadilan negeri dapat membubarkan suatu perseroan terbatas yang menerapkan praktek nominee karena suatu perseroan terbatas yang terdapat praktek nominee dalam saham adalah perseroan terbatas yang melakukan perbuatan melanggar hukum. Selain perbuatan yang melanggar hukum, suatu perseroan terbatas yang terdapat praktek nominee dalam saham mempunyai cacat hukum dalam akta pendirian karen a terjadi pelanggaran dalam keterangan yang memuat keterangan mengenai nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor sesuai dengan pasal 8 angka (2) huruf c Undang-undang Perseroan Terbatas.
Nominee is an innominate agreement, an agreement that grows and develops in practice and was not known when the Civil Code was enacted in Indonesia. The nominee is an example of an Innominaat agreement. The practice of nominee shares arose in Indonesia due to regulatory factors and other factors, namely personal reasons from the beneficiary itself, which are private secrets from the beneficiary itself.
Restrictions on share ownership
Share ownership in a company is also often carried out in the form of a nominee (a person or legal entity chosen and used as a shareholder by the owner) usually because the owner has a desire to own shares more than the share ownership in Indonesia. What’s more, the Beneficiary in this case also covers foreign investors, in which the ownership of shares is also the owner of shares that foreign investors may own. Regulations are regulated in Presidential Regulation No.10 of 2021 concerning the list of business fields that are open with conditions in the investment sector.
Relation of Restrictions on share ownership in Indonesia with nominees
In Article 12 of Law Number 25 of 2007 concerning Investment, amended to Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation. The article states that real sector investment in Indonesia is divided into three groups, namely:
1. Open business field
2. Open business fields with conditions
3. Closed business fields, which are then recorded in the negative investment list
In the sense that according to Presidential Regulation (Perpres) No. 10 of 2021, Closed Business Fields are the Business Fields listed in Article 12 of Law Number 25 of 2OO7 concerning Capital Investment as amended by Law Number 11 of 2O2O concerning Job Creation. As meant by the negative investment list, it covers 6 sectors according to Presidential Regulation (Perpres) No. 10 of 2021, namely;
1. Cultivation or drug industry
2. Form of gambling
3. Catching fish species listed in appendix I of the Convention on International Trade in Endangered Species (CITES)
4. Retrieval or use of coral from nature
5. Chemical weapons industry
6. Ozone-depleting chemical industry.
And additions to Presidential Regulation number 49 of 2021 are:
1. Liquor Industry Containing Alcohol
2. Beverage Industry Containing Wine Alcohol
3. Beverage Industry Containing Malt
Looking at Article 7 of Presidential Regulation (Perpres) No. 10 of 2021, it severely limits the share ownership of foreign shareholders who still strives to be able to hold more shares than is determined by the applicable regulations. To do so, usually, foreign shareholders use third parties/candidates in the form of Indonesian individuals / legal entities to become shareholders in one the field of the company. If the shareholder uses the name or borrows the name of an Indonesian individual/legal entity, of course, there is no problem because the name of the foreign party is unknown, and in the end, they can own more shares than what has been regulated by Presidential Regulation (Perpres) No. 10 of 2021. It can be said that the factor behind the emergence of the practice of share nominees itself is the regulation of share ownership.
Nominee provisions in Indonesian legislation
The nominee concept in several transactions includes ownership of shares by foreign parties, ownership of land by citizens (foreigners) with property rights in Indonesia, as well as the appointment of a person’s business as director of the company/nominee director. Foreign parties appointing Indonesian parties as nominees aim to overcome the restrictions set by the Indonesian government on ownership or assets by foreign nationals. Candidates broadly aim to ensure that foreign ownership of shares, names, and identities of the Beneficiaries are not shared with the public and the government. This is detrimental and has a negative impact in terms of the national economy.
Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies
It can be accessed in Article 48 paragraph (1) of Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies which stipulates that the ownership of shares of Limited Liability Companies is in the name of the owner. Thus, these shares must be in the name of the actual shareholder, and cannot be named a different shareholder as the nominee’s understanding of practice is. Regulations regarding share ownership by more than one person are indeed permitted according to Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies (UUPT), which is regulated in article 52 paragraph (5) that several people who own the shares must appoint 1 (one) person as joint representatives. The practice of this article is different from the practice of nominees. In this article, if it is owned by more than one person, then the names of those people must still be recorded as appointing one representative to exercise the rights arising from the shares. In the case of the nomination of the Recipient party, the name is not mentioned, where only the candidate party is listed.
Law No. 25 of 2007 concerning Investment
In article 33 paragraph (1) and paragraph (2) of Law no. 25 of 2007 on Investment, which is regulated in paragraph (1), it is stated that domestic investors and foreign investors who invest in the form of a limited liability company are prohibited from making agreements and/or statements confirming that share ownership in a limited liability company and on behalf of a person other. In paragraph (2), it is stated that in the event that domestic investment and foreign investment make an agreement and/or statement as referred to in paragraph (1), the agreement and/or statement are declared null and void. In this article, it is explained that investors who invest in the form of a limited liability company are prohibited from making agreements and/or statements confirming that share ownership in a limited liability company makes an agreement and/or statement stating that share ownership in a limited liability company is for and on behalf of another person. other.
The prohibition on the practice of candidates in the Investment Law is clarified by the explanation of article 33 paragraph (1) of the Investment Law which states that the purpose of the regulation of this article is to avoid the occurrence of a company owned by someone, but materially the owner of the company is someone else. The contents of the provisions of article 33 paragraph (1) of this Investment Law do not provide restrictions on the types of agreements that can be subject to that article, so that all types of agreements as long as the provisions regarding nominees are in the form of affirmation of share ownership in a limited liability company for and on behalf of other people, in the end, causing differences in the nominee’s share ownership and the Beneficiary’s ownership may be subject to Article 33 number (1) of the Investment Law.
Nominee Concept and Structure
The characteristic contained in the use of the nominee concept is the existence of a nominee agreement between the beneficiary and the nominee. A nominee agreement is a trust born from an agreement, a form of an anonymous agreement, based on the principle of freedom of contract, as well as binding strength and good faith contained in book II of the Criminal Code. Based on the nominee agreement, it can be seen that the elements or characteristics in the use of the nominee are 2 parties, namely the legally recognized party and the party behind the legally recognized party, where the 2 parties are in share ownership or land ownership. the birth of ownership of an object, namely the legally recognized owner (the candidate) and the actual owner of the object (the recipient). After there is an agreement between the nominee and the beneficiary, there will be a nominee agreement signed by the nominee and beneficiary in share ownership with the concept that the nominee will be the registered party as the legal owner in the company, but all profits arising from the shares concerned include dividends distributed the rights of the beneficiary and therefore becoming a nominee shareholder only acts as a proxy for the beneficiary.
Based on the explanations above, the characteristics or characteristics of the use of the candidate concept include:
1. There are types of ownership, namely legal ownership and indirect ownership.
2. The name and identity of the candidate will be the owner of the shares in the Register of Shareholders of the company in the share ownership by the candidate.
3. There is a nominee agreement that must be signed between the nominee and the beneficiary as the basis for the use of the nominee concept.
4. Prospective parties receive a certain amount of fees as compensation for the use of their name and identity for the benefit of the beneficiary.
In addition to the nominee agreement, there are several agreements and powers of attorney which are usually signed by the nominee and the beneficiary as a supporting component. The agreement and the powers of attorney are needed to provide certainty or protection to the beneficiary as the actual owner of the object legally owned by the nominee. In order to carry out the practice of prospective shareholders in Indonesia, a prospective shareholder agreement is not made which only consists of one agreement, but consists of several agreements if each other will produce prospective shareholders. This can be made without the nominee’s consent. This can be considered as legal smuggling of nominee share agreements in practice in Indonesia. Other common supporting components that can be found in research on nominee practices or can be referred to as nominee arrangements in share ownership are as follows:
1. Deed of Debt Recognition (Loan Agreement). This deed states that the candidate uses the funds provided by the beneficiary to make a deposit for the shares to be deposited in the company.
2. Share Pledge Agreement. After the share pledge agreement is signed, the candidate must submit share certificates to the heirs.
3. Power of Attorney General Meeting of Shareholders ( GMS ). Letter Based on this power of attorney, the nominee grants power to the beneficiary to attend the GMS held by the company and cast his/her vote in the GMS.
4. Power of attorney to sell shares. This power of attorney is a power of attorney from the nominee to the beneficiary legally entitled to sell what the nominee owns in the company.
Legal consequences that occur on the practice of borrowing shares (Nominee arrangement)
In practice, using this nominee is often encountered, not infrequently disputes are caused by the practice of the nominee. This can also happen if the appointed party does not want to return the shares that have been given to the beneficiary. other difficulties that will be faced are the problem of proving share ownership and legal responsibility to third parties. In de Jure nominee the shares absolutely belong to the nominees, because their names will be recorded in the company’s shareholder register in addition to proof of share certificates, but on the other hand, de facto the shares are the beneficiary parties.
Consequences of Nominees in Investment
It can be seen that the Investment Law has clearly regulated the prohibition of the practice of prospective shares in companies in the form of domestic investment or foreign investment. The legal consequences of violating the provisions of article 33 paragraph (1) of the Investment Law are regulated in the next paragraph, namely article 33 paragraph (2) of the Investment Law. Article 33 paragraph (2) of the Investment Law states that if an investor, both domestic and foreign, makes an agreement and/or statement which is declared as ownership of a limited liability company and on behalf of another person, there will be differences in the ownership of the shares of the limited liability company. normatively (nominee) and substantially (beneficiary), the agreement and/or statement will be null and void. Thus, if there is an agreement that violates Article 33 paragraph (1) of the Investment Law, the agreement will be null and void by law. Where it means, the agreement made by the parties is considered never existed. The legal consequences regulated in article 33 number (2) of the Investment Law are that an agreement will be null and void due to the violation of the provisions of article 33 number (1) of this Investment Law in accordance with the legal provisions stipulated in article 1320 of the Criminal Code. Based on article 1320 of the Criminal Code, there is an Indonesian agreement. Where based on contract law in Indonesia, in order for an agreement to be valid, it is necessary to comply with the conditions for the validity of the agreement, where there are 4 (four) conditions that must be met for an agreement to be valid, and one of them is “a lawful cause”. The term “a lawful cause” requires that the contents of an agreement must still pay attention to provisions other than the agreement itself, such as law, morality, propriety, and generality. According to subekti, the conditions for this lawful cause are included in the objective conditions of an agreement and the legal consequence of its violation is that the agreement is null and void. This is in accordance with the provisions of Article 1335 of the Civil Code where if an agreement is made based on a prohibited cause it has no legal force, and this is in accordance with the provisions of Indonesian treaty law if the agreement violates the objective conditions then the agreement will be null and void.
Legal Consequences for Nominee Shareholders
Based on the provisions of the Limited Liability Company Law, it is regulated in article 48 number (1) that a limited liability company is issued in the name of the owner, which means that the ownership is wholly owned by the appointed party. Under Indonesian law, the rights and obligations of nominee shareholders / or nominee parties are the rights and obligations of ordinary shareholders, because nominee shareholders are shareholders who are registered according to law.
Legal Consequences on the Recipient
the nominee party is recognized as a registered shareholder, then the entitled party is not recognized as a shareholder belonging to the nominee party. The beneficiary of this party has no rights and obligations as a shareholder of the prospective shareholder.
Legal Consequences for Companies
Because the candidate is considered a real shareholder, the legal consequences of a limited company using the candidate’s agreement are still valid and have legal force if they meet the normative requirements of a limited company and invest, but in this case the limited liability company can be dissolved based on a court order. This dissolution is generally the same as the civil case process, namely that there are parties who submit an application to the court first. Article 146 of the Limited Liability Company Law provides that a district court may dissolve a limited liability company on the basis of:
1. The prosecutor’s application is based on the reason that the limited liability company commits an act that violates the laws and regulations;
2. An application from an interested party based on the reasons for the existence of a legal defect in the deed of establishment;
3. The application of the shareholders, the board or the board of commissioners based on the reasons for the limited liability company cannot be continued.
Based on the reasons above, that the district court may dissolve a limited liability company that applies a candidate because a limited liability company has the practice of a candidate in a limited liability company committing an unlawful act. In addition to violating the law, a company that has a nominee practice in the deed of establishment due to a violation in the statement containing registered shares, is limited in the number of shares and nominal shares issued and paid up in accordance with article 8 number (2) letter c of the Company Law.