Energy Sector Investment: Solutions and Problems
Author : Alfredo Joshua Bernando , Co-Author : Robby Malaheksa & Shafa Atthiyyah Raihana
DASAR HUKUM:
- Peraturan Pemerinthan No 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional
- Permen ESDM No 21 Tahun 2016 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas oleh PT. PLN (Persero)
REFERENSI :
- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi . Outlook Energy Indonesia, 2016. Jakarta
- Dewan Energi Nasional. Ketahanan Energi. 2014. Jakarta. 2014
- Akhir 2016, Harga Batu Bara Acun Tembus US$ 100 Per Ton, https://www.beritasatu.com/ekonomi/402831/akhir-2016-harga-batu-bara-acuan-tembus-us-100-per-ton, diakses tanggal 31 Maret 2022.
- Fikri Adzikri, Didik Notosudjono, Dede Suhendi, “Strategi Pengembangan Enrgi terbarukan Indonesia”. 2010.
- Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), https://ebtke.esdm.go.id/post/2017/03/09/1585/laporan.kinerja.ditjen.ebtke.tahun.2016, diakses tanggal 2 April 2022
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp30 Triliun Sepanjang 2020, https://ekonomi.bisnis.com/read/20210525/44/1397847/investasi-energi-terbarukan-capai-rp30-triliun-sepanjang-2020, diakses tanggal 2 April 2022
LEGAL BASIS:
- Government Regulation No. 79 of 2014 on National Energy Policy
- Permen ESDM No. 21 of 2016 concerning The Purchase of Electricity from Biomass Power Plants and Biogas Power Plants by PT. PLN (Persero)
REFERENCE :
- Agency for the Assessment and Application of Technology. Outlook Energy Indonesia, 2016. Jakarta
- National Energy Council. Energy Security. 2014. Jakarta. 2014
- At the end of 2016, Acun Coal Price Reached US$ 100 Per Ton, https://www.beritasatu.com/ekonomi/402831/akhir-2016-harga-batu-bara-acuan-tembus-us-100-per-ton, accessed March 31, 2022.
- Fikri Adzikri, Didik Notosudjono, Dede Suhendi, “Indonesia’s renewable Enrgi Development Strategy”. 2010.
- Renewable Energy and Energy Conservation (EBTKE), https://ebtke.esdm.go.id/post/2017/03/09/1585/laporan.kinerja.ditjen.ebtke.tahun.2016, accessed April 2, 2022
- Renewable Energy Investment Reaches RP30 Trillion Throughout 2020, https://ekonomi.bisnis.com/read/20210525/44/1397847/investasi-energi-terbarukan-capai-rp30-triliun-sepanjang-2020, accessed April 2, 2022
Penggunaan energi di Indonesia ternyata masih bergantung sepenuhnya pada Energi yang tidak dapat di perbaharui seperti Minyak Bumi, Batubara dan Gas alam sebagai sumber kebutuhan energi. Sedangkan melihat dari hasil implementasi yang telah di lakukan oleh Pemerintah untuk mewujudkan bauran Energi terbarukan (ET) masih mengalami berbagai kendala. Kendala yang di maksud antara lain kendala teknis, non teknis dan persaingan harga tarif dengan energi fosil yang cendrung lebih murah, sehingga menyebabkan pembangunan Energi terbarukan menjadi terhambat dan baruan Energi yang di capai dari ET baru sekitar 6,2 % secara keseluurhan dengan pertumbuhan 0,39 % per tahun.
Energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) ini memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh energi yang tidak dapat diperbaharui (non renewable energy), yaitu energi tersebut tidak akan pernah berhenti atau habis selama siklus alam masih berlangsung, ramah lingkungan dan dapat meminimalisir polusi lingkungan. Sedangkan non renewable energy merupakan energi yang akan habis jika di pakai terus menerus dana mengahsilkan polusi jika di gunakan, namn memiliki kelebihan yaitu dapat menghasilkan energi yang lebih besar dari pda renewable energy dengan konsentrasi yang lebih sedikit.[1]
Upaya untuk mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan sebagaimana tertulis pada Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerinthan No 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menjelaskan tentang prioritas pengembangan eergi nasional sebagai berikut :
“Pasal 11
- Untuk mewujudkan keseimbangan keekonomian Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, prioritas pengembangan Energi nasional didasarkan pada prinsip:
- Memaksimalkan penggunaan energi terbarukan dengan memperhatikan tingkat keekonomian.
- Meminimalkan penggunaan minyak bumi.
- Memanfaatkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru.
- Menggunakan batu bara sebagai andalan pasokan energi Nasional.” [2]
Indonesia sendiri mematok targer pencapaian energi sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 9 huruh (f) PP No 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional sebagai berikut :
“Pasal 9
- Tercapainya bauran Energi Primer yang optimal:
- Pada tahun 2025 peran energi baru daan energi terbarukan paling sedikit 23% dan pada tahun 2050 paling sedikit 31 % sepanjang keekonomian terpenuhi.
- Pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang urang dari 25% dan pada tahun 2050 menjadi kurang dari 20%
- Pada tahun 2025 peran batubara minimal 30% dan pada tahu 2050 minimal 25%.
- Pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 22% dan pada tahun 2050 minimal 24%”[3]
Bila melihat dari hasil implementasi yang telah di lakukan oleh Pemerintah untuk mewujudkan targetan tersebut, sampai tahun 2015 dalam perincian sumber energi secara keseluruhan disemua sektor. Minyak bumi masih menjadi tumpuan utama masyrakat Indonesia dengan persentase sebesar 43%, disusul kemudian Batubar dan gas bumi masing-masing 28,7% dan 22%. Sisanya, yaitu hanya sebanyak 6,2% yang berasal dari sumbangsih energi terbarukan dalam baruan pemanfaataan energi nasional. Ini artinya pemanfaatan energi terbarukan masih belum maksimal sampai dengan saat ini dan belum bisa menutupi pertumbuhan konsumsi energi sampai 3,2% dan konsumsi listrik sekitar 6% setiap tahunnya, sedangkan bauran energi terbarukan bertambah 0,36 % per-tahunnya. Hal ini akan membuat sulit untuk mencapai target 23% pada tahun 2025. [4]
Bentuk-bentuk permasalahan yang dihadapi oleh kondisi energi terbarukan Indonesia, seperti masih mengalami berbagai masalah teknis, non teknis, perizinan yang menghambat perkembangan energi baru dan terbarukan nasional. Tidak hanya itu keterbatasan infrastruktur juga menjadi salah satu faktor permasalahan dalam penggunaan energi terbarukan, yang menyebabkan adanya akses pembatasan bagi masyarakat, penerapan insentif pajak yang semakin tinggi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), dalam bentuk resiko dan penugasan eksplorasi kepada BUMN, ditambah dengan adanya tantangan global yang di hadapi oleh Indonesia, sehingga penggunaan potensi sumber daya energi nasional yang ada belum efisien dan masih sangat rendah bila di bandingkan dengan potensi yang dimiliki.[5]
Dengan adanya permasalahan tersebut, sehingga dalam penggunaan energi di Indonesia, masih dilakukan dengan sumber energi yang tidak dapat di perbaharui, hal ini juga di dorong dengan tarif listrik dari energi fosil (batubara) di anggap lebih murah karena harga batubara dunia yang rendah dan ketergantungan kepada sumber energi berbasis minyak dikarenakan subsidi yang di berikan, serta komponen-komponen energi terbarukan yang mahal dikarenakan harus mengimpor dari luar negeri dan terbatasnya industri energi terbarukan di Indonesia. Berdasarkan permasalahan energi terbarukan yang melanda, maka di perlukan sebuah strategi untuk pengembangan energi terbarukan yang dapat meningkatkan perkembangan energi terbarukan di Indonesia secara signifikan untuk mencapai targetan bauran energi terbarukan pada tahun 2025 dan 2050, serta mendapatkan solusi untuk menuju pemanfaatan energi terbarukan yang optimal dan efisien demi kepentingan ketahanan energi nasional.[6]
Salah satu tujuan dari pengembangan energi terbarukan adalah meningkatkan investasi sektor ESDM khussnya energi terbarukan. Tahun 2016 Investasi di sektor energi terbarukan mencapai U$D 1,593 Miliar dengan rincian U$D 1,13 Miliar (panas bumi), U$D 0,41 Miliar (Bioenergi), U$D 0,056 Miliar (PLTS dan PLTMh), dan U$D 0,003 Miliar (Konservasi Energi). Dari ke-4 bidang Investasi tersebut hanya gabungan Investasi PLTS dan PLTMh yang pencapaiannya tidak sesuai target di tahun 2016 dengan prosentase 56% dari pencapaian toal sebesar U$D 0,1 Miliar.[7]
Sektor panas bumi dapat melebihi target yang dicanangkan dalam Investasi yakni sebesar U$D 0,96 Miliar di karenakan pada tahun 2016 banyak terdapat PLTP yang COD (Commercial Operating Date). Sedangkan untuk Bioenergi dikarenakan ketertarikan Investor terhadap kebijakan Permen ESDM No 21 Tahun 2016 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas oleh PT. PLN (Persero). Menurut Laporan kinerja dari EBTKE[8] tahun 2016 tercatat ada sekitar 15 Badan Usaha yang berinvestasi di sektor Bioenergi.
Melihat beberapa permasalahan yang di hadapai maka perlu dicarikan solusi agar dapat meningkatkan peranan energi terbarukan dalam bauran energi di Indonesia, solusi tersebut dapat berupa :[9]
- Potensi energi terbarukan (matahari, angin, air, bioenergi, panas bumi) yang dimiliki Indonesia perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik, rasio elektrifikasi dan penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan yang dicanangkan PP. No.79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, mengingat daya bangun pembangkit listrik yang harus ditingkatkan dari 4 GW/tahun menjadi 6 GW/tahun dan bertahap menjadi 12 GW/tahun
- Menjalankan feed in tariff energi terbaharukan yang ada untuk Investor dan di bantu subsidi listrik ET dari Pemerintah untuk konsumen sampai biaya pokok penyediaan listrik ET memungkinkannya untuk di cabutnya subsidi harga listrik ET.
- Memberikan pajak emisis C kepada pengelola pembangkit listrik energi fossil, sebagi bentuk komitmen negara terhadap perjanjian penurunan emisis dengan dunia serta utnuk pembangunan Energi ramah lingkungan di Indoneia.
- Pembebasan pajak impor peralatan energi terbaharukan dan mendorong produsen peralatan energi terbaharukan lokal melalui pembebeasa pajak dan dukungan keuangan secara langsung.
- Menggencarkan studi dan penelitian serta mengidentivikasi setiap jenis potensi sumber daya energi terbaharukan secara lengkap di setiap wilayah, merumuskan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konservasi energi yang sesuai dengan kondisi Indonesia dengan di dukung anggaran dana dari Pemerintah.
- Perlu adanya dukungan berupa kebijakan bantuan investasi dari pemerintah sekitar 20 – 30% untuk menggairahkan pembangunan energi terbarukan ditengah masih mahalnya harga operasional untuk membangun pembangkitan energi terbarukan, faktor perizinan, biaya eksplorasi dan pengeboran (panas bumi), pembelian bahan baku (biomassa), perencanaan dan sebagainya.
- Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kemudian lembaga lembaganya baik kementerian ESDM, Kementerian Riset, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau pun lembaga lain saling bekerja sama secara nyata untuk pengembangan di bidang energi terbarukan tanpa mengedepankan ego sektoral.
- Mensosialisasikan dan memberi pendidikan kepada masyrakat mengenai energi terbaharukan agar isu-isu negatih yag ada pada benak masyarakat mengenai pemnafaatan energi terbaharukan dapat tertanggulangi.
Berdasarkan data Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), Singapura menjadi kontributor terbesar dalam investasi sektor energi terbarukan di Indonesia. Pada 2020, nilai investasinya mencapai US$ 453,1 juta. Secara akumulasi dari 2016-2020, Investasi Energi terbarukan dari Singapura mencapai US$ 1.176,9 juta atau kontribusinya mencapai 34,5 persen dari total investasi asing sektor energi terbarukan di Indonesia.
Kontributor selanjutnya adalah Korea Selatan, yang dalam 5 tahun terakhir ini nilai investasinya mencapai US$ 564,8 juta atau berkontribusi sebesar 16,6 persen dari keseluruhan investasi asing sektor ET di Indonesia. Kemudian disusul oleh Belanda yang mencapai total US$ 502 juta (14,7 persen), Jepang total US$ 416,7 juta (12,2 persen), dan China total US$ 191,9 juta (5,6 persen). China ada diurutan ke lima yang memiliki investasi besar di Indonesia dan terus menigkat dari tahun ke tahun kecuali di 2020 yang turun karena dampak Covid-19[10]
Pertumbuhan energi terbarukan harus dipercepat, karena
kepedulian terhadap perubahan iklim dan dukungan untuk lingkungan,
keberlanjutan, terus tumbuh, dan permintaan akan sumber energi yang lebih
bersih pun juga terus meningkat. Tahun 2022 merupakan tahun kritis untuk
transisi energi, sehingga kesuksesan tahun ini akan menjadi penentu
keberhasilan dalam pencapaian komitmen netral karbon pada tahun 2050. Semua stakeholders,
baik pemerintah maupun swasta perlu melakukan upaya terbaik untuk mewujudkan
energi bersih yang berkelanjutan, yang pada akhirnya membawa kita lebih dekat
menuju tercapainya kondisi netral karbon.
[1] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi . Outlook Energy Indonesia, 2016. Jakarta
[2] Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerinthan No 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional
[3] Pasal 9 huruh (f) PP No 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional
[4] Fikri Adzikri, Didik Notosudjono, Dede Suhendi, “Strategi Pengembangan Enrgi terbarukan Indonesia”. 2010. Hlm. 2
[5] Akhir 2016, Harga Batu Bara Acun Tembus US$ 100 Per Ton, https://www.beritasatu.com/ekonomi/402831/akhir-2016-harga-batu-bara-acuan-tembus-us-100-per-ton, diakses tanggal 31 Maret 2022.
[6] Fikri Adzikri, Didik Notosudjono, Dede Suhendi, “Strategi Pengembangan Enrgi terbarukan Indonesia”. 2010. Hlm. 2
[7] Dewan Energi Nasional, Ketahanan Energi. 2014. Jakarta. 2014
[8] Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), https://ebtke.esdm.go.id/post/2017/03/09/1585/laporan.kinerja.ditjen.ebtke.tahun.2016, diakses tanggal 2 April 2022
[9] Fikri Adzikri, Didik Notosudjono, Dede Suhendi, “Strategi Pengembangan Enrgi terbarukan Indonesia”. 2010. Hlm. 11-12
[10] Investasi Energi Terbarukan Capai Rp30 Triliun Sepanjang
2020, https://ekonomi.bisnis.com/read/20210525/44/1397847/investasi-energi-terbarukan-capai-rp30-triliun-sepanjang-2020, diakses tanggal
2 April 2022
The use of energy in Indonesia is still completely dependent on energy that cannot be renewed such as petroleum, coal and natural gas as a source of energy needs. Meanwhile, seeing from the results of the implementation that has been done by the Government to realize the renewable energy mix (ET) is still experiencing various obstacles. The constraints that are meant between the design of technical, non-technical constraints and tariff price competition with fossil energy are cheaper, thus causing the development of renewable energy to be hampered and recently The energy achieved from the new ET is about 6.2% in a comprehensive manner with a growth of 0.39% per year.
This renewable energy has a priority that is not owned by non-renewable energy, that is, it will never stop or run out as long as the natural cycle is still ongoing, environmentally friendly and can minimize environmental pollution. While non-renewable energy is energy that will be consumed if used continuously funds to produce pollution if used, namn has the advantage that it can produce more energy than pda renewable energy with less concentration.[1]
Efforts to optimize the use of renewable energy as written in Article 11 paragraph (2) of Government Regulation No. 79 of 2014 concerning National Energy Policy which explains the priorities of national eergi development as follows:
“Article 11 paragraph (2):
- Maximize the use of renewable energy by paying attention to the level of economy.
- Minimize the use of petroleum.
- Utilizing the utilization of natural gas and new energy.
- Using coal as a mainstay of the National energy supply.”
Indonesia itself pegs the targer of energy achievement as mentioned in Article 9 huruh (f) PP No. 79 of 2014 concerning National Energy Policy as a provision:
“Article 9 letter (f):
- By 2025 the role of new energy and renewable energy is at least 23% and by 2050 at least 31% as long as the economy is fulfilled.
- By 2025 the role of petroleum is less than 25% and by 2050 it will be less than 20%.
- By 2025 the role of coal is at least 30% and by 2050 at least 25%.
- By 2025 the role of natural gas is at least 22% and by 2050 it is at least 24%.[2]
If we saw from the results of the implementation that has been carried out by the Government to realize this target, until 2015 in the details of energy sources as a whole in all sectors. Petroleum is still the main focus of the Indonesian community with a percentage of 43%, followed by Batubar and natural gas respectively 28.7% and 22%. The rest, namely hanya as much as 6.2% which comes from the contribution of renewable energy in the new national energy utilization. This means that the use of renewable energy is still not optimal until now and has not been able to cover the growth of energy consumption up to 3.2% and electricity consumption of about 6% annually, while the renewable energy mix increased by 0.36% per year. This will make it difficult to reach the 23% target by 2025. [3]
The forms of problems faced by Indonesia’s renewable energy conditions, such as still experiencing various technical, non-technical, licensing problems that hinder the development of new and national renewable energy. Not only that, limited infrastructure is also one of the problem factors in the use of renewable energy, which causes access restrictions for the community, the application of higher tax incentives for Geothermal Power Plants (PLTP), in the form of risk and exploration assignments to SOEs, plus with the global challenges faced by Indonesia, so that the use of the potential of existing national energy resources is not yet efficient and is still very low when compared to its potential.[4]
With these problems, so that energy use in Indonesia is still carried out with energy sources that cannot be renewed, this is also driven by electricity tariffs from fossil energy (coal) which are considered cheaper because of low world coal prices and dependence on electricity. oil-based energy sources due to subsidies provided, as well as expensive renewable energy components due to having to import from abroad and the limited renewable energy industry in Indonesia. Based on the renewable energy problems that hit, a strategy is needed for the development of renewable energy that can significantly increase the development of renewable energy in Indonesia to achieve the target of the renewable energy mix in 2025 and 2050, as well as to find solutions for optimal and efficient use of renewable energy. in the interest of national energy security.[5]
One of the goals of renewable energy development is to increase investment in the ESDM sector, especially renewable energy. In 2016 investment in the renewable energy sector reached U$D 1.593 billion with details of U$D 1.13 Billion (geothermal), U$D 0.41 Billion (Bioenergy), U$D 0.056 Billion (PLTS and PLTMh), and U$D 0.003 Billion (Energy Conservation). Of the 4 investment fields, only a combination of PLTS and PLTMh investments whose achievements were not on target in 2016 with a percentage of 56% of the toal achievement of U$D 0.1 billion.[6]
The geothermal sector can exceed the target set in the Investasi which is US $ D 0.96 billion because in 2016 there are many COD (Commercial Operating Date) PLTP. As for Bioenergy due to investor interest in the esdm candy policy No. 21 of 2016 concerning the purchase of electricity from biomass power plants and biogas power plants by PT. PLN (Persero). According to the performance report from EBTKE[7] in 2016, there were about 15 Business Entities that invested in the Bioenergy sector.
Looking at some of the problems that are addressed, it is necessary to find solutions in order to increase the role of renewable energy in the energy mix in Indonesia, these solutions can be in the form of:[8]
- The potential of renewable energy (solar, wind, water, bioenergy, geothermal) owned by Indonesia needs to be utilized to the maximum to increase the installed capacity of power plants, electrification ratios and reduce greenhouse gas emissions in accordance with the pp. No.79 of 2014 on National Energy Policy, considering the power plant building power that must be increased from 4 GW / year to 6 GW / year and gradually to 12 GW / year
- Running the feed in tariff of the latest energy that exists for investors and assisted by et electricity subsidies from the Government for consumers until the cost of providing ET electricity allows it to be revoked et electricity price subsidies.
- Providing C emissions tax to fossil energy power plant managers, as a form of state commitment to emissions reduction agreements with the world and for the development of environmentally friendly energy in Indonesia.
- The exemption of the import tax on renewable energy equipment and encourages local renewable energy equipment manufacturers through tax relief and direct financial support.
- Intensifying studies and research and identifying every type of potential energy resources in each region, formulating basic specifications and engineering standards of energy conservation systems in accordance with Indonesian conditions with the support of government budgets.
- There needs to be support in the form of investment assistance policies from the government of around 20-30% to stimulate renewable energy development amid the high operational price to build renewable energy generation, licensing factors, exploration and drilling costs (geothermal), purchase of raw materials (biomass), planning and so on.
- The central government and local government, then the institutions of the ministry of energy and mineral resources, ministry of research, and ministry of environment and forestry or other institutions cooperate with each other in real terms for development in the field of renewable energy tanpa put forward sectoral ego.
- Socializing and educating the community about renewable energy so that the issues of the country are in the minds of the community regarding the use of the renewable energy can be overcome.
Based on data from the Investment Coordinating Board (BKPM), Singapore is the largest contributor in renewable energy sector investment in Indonesia. In 2020, the investment value reached US $ 453.1 million. Accumulated from 2016-2020, renewable energy investment from Singapore reached US$ 1,176.9 million or its contribution reached 34.5 percent of the total foreign investment of the renewable energy sector in Indonesia.
The next contributor is South Korea, which in the last 5 years has an investment value of US $ 564.8 million or contribute 16.6 percent of the overall foreign investment of the ET sector in Indonesia. It was followed by the Netherlands which reached a total of US$ 502 million (14.7 percent), Japan totaled US$ 416.7 million (12.2 percent), and China totaled US $ 191.9 million (5.6 percent). China is ranked fifth which has a large investment in Indonesia and continues to increase from year to year except in 2020 which fell due to the impact of Covid-19.[9]
The growth of renewable energy must be accelerated,
because concern for climate change and support for the environment,
sustainability, continues to grow, and the demand for cleaner energy sources
also continues to increase. 2022 is the year for the energy transition, so this
year’s success will be the determinant of success in achieving carbon neutral
commitments by 2050. All stakeholders,
both government and private, need to make their best efforts to realize
sustainable clean energy, which ultimately brings us closer to achieving carbon
neutral conditions.
[1] Agency for the Assessment and Application of Technology. Outlook Energy Indonesia, 2016. Jakarta
[2] Article 9 huruh (f) PP No. 79 of 2014 concerning National Energy Policy
[3] Fikri Azikri, Didik Notosudjono, Dede Suhendi, “Indonesia’s Renewable Energy Development Strategy”. 2010. Pg. 2
[4] End of 2016, Acun Coal Price Reached US$ 100 Per Ton, https://www.beritasatu.com/economy/402831/akhir-2016-harga-batu-bara-acuan-tembus-us-100-per-ton, accessed on March 31, 2022.
[5] Fikri Azikri, Didik Notosudjono, Dede Suhendi, “Indonesia’s Renewable Energy Development Strategy”. 2010. Pg. 2
[6] National Energy Council, Energy Security. 2014. Jakarta. 2014
[7] Renewable New Energy and Energy Conservation (EBTKE), https://ebtke.esdm.go.id/post/2017/03/09/1585/laporan.kinerja.ditjen.ebtke.tahun.2016, retrieved April 2, 2022
[8] Fikri Adzikri, Didik Notosudjono, Dede Suhendi, “Renewable Enrgi Development Strategy Indonesian”. 2010. P. 11-12
[9] Renewable Energy Investment Reaches RP30 Trillion
Throughout 2020, https://ekonomi.bisnis.com/read/20210525/44/1397847/investasi-energi-terbarukan-capai-rp30-triliun-sepanjang-2020, retrieved April 2, 2022