Author : Alfredo Joshua Bernando
Co Author : Robby Malaheksa
Hak
Kekayaan Intelektual (Haki) dikenal sebagai hak paten atau hak khusus yang
diberikan negara kepada inventor atas hasil karya invensinya di bidang
teknologi. Hak paten diatur khusus dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2016. Perlindungan hukum terhadap pemegang paten bertujuan
untuk memotivasi inventor dalam menigkatkan hasil karyanya baik secara
kuantitas maupun kualitas untuk mendorong kesejahteraan bangsa dan negara serta
menciptakan iklim usaha yang sehat.
Berdasarkan Undang-Undang
tersebut pada Pasal 1 angka 1, angka 2, dan angka 3 memberikan penjelasan
tentang definisi dari Paten yaitu:
“Pasal 1
- Paten adalah hak ekslusif
yang diberikan oleh negara kepada investor atas hasil invensinya di bidang
teknologi untuk jangka waktu teretntu melaksanakan sendiri invesi tersebut atau
memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya
- Invensi merupakan ide
inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahnan masalah yang
spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses penyempurnaan dan
pengembanagan produk atau proses.
- Investor adalah seorang
atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan
ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. [1]
Dalam hak paten, objek yang
diberikan perlindungan berupa invensi. Berdasarkan lingkupnya terdapat dua
jenis paten yaitu paten sederhana an paten biasa, Paten sederhana merupakan
invensi baru yang pengembangannya sudah ada dan dapat diterapkan di bidang
industri, Sedangkan untuk paten biasa merupakan invensi baru yang memiliki
langkah inventif dan dapat diterapkan pada bidang industri.
Seperti yang dijelaskan pada
pengertian Paten, dimana Paten diberikan oleh negara yang dalam hal ini melalui
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Paten yang diberikan
perlindungan bukan hanya terhadap temuan dibidang teknologi, tapi juga hak eksklusif
yang melekat pada pemilik atau pemegang hak paten, sehingga apabila pihak lain
yang yang menerima peralihan berkeinginan untuk mendapat manfaat ekonomi
mengunakan hak paten tersebut wajib memperoleh lisensi (izin) dari pemiliknya
atau pemegangnya.
Sebuah invensi dalam
paten dapat ditemukan dalam berbagai bidang, salah satunya bidang Bioteknologi,
Bioteknologi adalah Bioteknologi merupakan sebuah proses untuk menghasilkan
barang dan jasa bagi kepentingan manusia yang berasal dari pemanfaatan makhluk
hidup maupun produk yang berasal dari makhluk hidup tersebut. Pemanfaatan
biologis makhluk hidup yang dimaksud seperti bakteri, virus, fungi, dan lain
sebagainya. Sedangkan, produk yang berasal dari makhluk hidup memiliki contoh
seperti kandungan enzim. [2]
Terkait dengan
perkembangannya, bioteknologi dibagi menjadi dua jenis yaitu
bioteknologi konvesional dan bioteknologi modern. Bioteknologi konvesional
dilakukan dengan bahan dan peralatan yang sederhana pada prosesnya. Sedangkan
bioteknologi modern merupakan kemajuan bioteknologi konvesional yang
perkembangannya terus berlanjut hingga sekarang.[3]
Pasal 2 UNCBD
menyatakan definisi Bioteknologi sebagai penerapan teknologi yang menggunakan
sistem-sistem hayati, makhluk hidup atau derivatifnya, untuk membuat atau
memodifikasi produk-produk atau proses-proses untuk penggunaan khusus.[4] Bioteknologi
konvensional disebut juga bioteknologi tradisional, yaitu bioteknologi yang
memanfaatkan mikroorganisme dan proses biokimia dengan menggunkan peralatan dan
metode yang sederhana. Prinsip dasar proses bioteknologi konvensional adalah
melibatkan proses fermentasi dalam menghasilkan produk. Mikroorganisme berperan
dalam proses fermentasi untuk mengubah bahan mentah atau makanan menjadi produk
baru dengan kandungan nutrisi yang lebih baik. Kelemahan dari bioteknologi
konvensional adalah prosesnya yang relatif belum steril (bebas dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan), sehingga kualitasnya belum terjamin.
Contoh Produk bioteknologi konvensional dan telah digunakan mengahasilkan
produk, baik dalam skala kecil maupun industri besar anatara lain roti, tempe,
tapai, keju, yoghurt dan lain-lain.[5]
Fermentasi ialah
bagian penting dalam proses bioteknologi konvensional yang merupakan suatu
proses perubahan enzimatik secara anaerob yang berasal dari senyawa organik
kompleks menjadi produk organik yang lebih sederhana. Proses fermentasi
menggunakan mikroorganisme yang bersifat tidak patogen sehingga aman begi kesehatan
tubuh. Proses ini dapat menghasilkan alkohol, asam dan gas. Salah satu tujuan
utama fermentasi adalah untuk mengawetkan makanan. Adanya perubahan karbohidrat
menjadi asam organik dapat membuat makanan menjadi tahan lama.
Keberhasilan
proses fermentasi sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Hal ini terjadi
karena mikroorganisme yang digunakan membutuhkan kesesuaian lingkungan agar
dapat tumbuh dengan baik. Ketidaksesuaian kondisi lingkungan saat proses
inkubasi dapat menyebabkan fermentasi tidak berjalan atau produk yang di hasilkan
bersifat toksik.
Contoh
mengenai invensi pada bidang bioteknologi dapat berupa produk yang dikonsumsi
seperti obat-obatan yang terbuat dari unsur hayati maupun hewani, serta produk-produk
untuk dikonsumsi.
Pasal 5 huruf
(c) Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati produk
Rekayasa Genetik, menjelaskan jenis Produk Rekayasa Genetik (PRG) dimana salah
satunya adalah Tanaman, bahan asal tanaman, dan hasil olahannya. Mengacu dalam
jenis PRG tersebut maka yang merupakan hasil olahan dari Tanaman wajib di
berikan perlindungan hukum, hal ini sejalan dengan tujuan dalam Peraturan
Pemerintah No 21 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) yaitu untuk meningkatkan hasil
guna dan dayaguna bagi kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip kesehatan dan
pengelolaan sumber daya Hayati, perlindungan konsumen, kepastian hukum dan
kepastian dalam melakukan usaha.[6]
Tindakan lebih
lanjut terhadap pemberian Paten untuk produk-produk bioteknologi memang perlu di lakukan penelitian mendalam di
laboratorium sebelum diedarkan secara luas, guna mencegah dampak negatif yang
di timbulkan, selain
itu, untuk menjamin kemanan
produk bioteknologi, prinsip kehati-hatian dalam penggunaan produk tersebut
sebagai bahan pangan harus bersumber pada persepsi resiko yang dapat diterima (acceptable
risk).
Upaya
perlindungan Paten terhadap produk-produk hasil dari bioteknologi konvensional dapat dimungkinkan,
karena jika merujuk Pasal 9 Undang-Undang No 13 Tahun 2016 tentang Paten,
terkait Invensi yang tidak dapat diberi Paten meliputi :
“Pasal 9
- proses atau produk yang
pengumuman, penggunaan, atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
- metode pemeriksaan, perawatan,
pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/ atau
hewan;
- teori dan metode di bidang
ilmu pengetahuan dan matematika;
- makhluk hidup, kecuali jasad
renik; atau
- proses biologis yang esensial
untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau proses
mikrobiologis.[7]
Selain itu, terkait dengan
produk-produk yang merupakan hasil dari bioteknologi dapat diaplikasikan dengan
paten sederhana , maka paten sederhana
terhadap produk-produk tersebut memiliki jangka waktu maksimum perlindungan 10
tahun. Hal ini diatur dalam Pasal 23 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016
tentang Paten yaitu:
“Pasal 23
- Paten diberikan untuk
jangka waktu sepuluh tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan. “ [8]
Tidak hanya perlindungan
bagi masa berlakunya, jika bioteknologi sudah terdaftar dalam paten, maka
penemuan tersebut memiliki perlindungan berupa sanksi bagi mereka yang
melakukan pelanggaran dalam hak paten, Perlindungan tersebut tertulis dalam
Pasal 130, Pasal 131, Pasal 132, dan Pasal 134 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2001 tentang Paten sebagai berikut:
“Pasal 130
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar hak Pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)” [9]
“Pasal 131
Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan
melakukan salah satu tindakan yang dimaksud dalam Pasal 16 (melarang pihak lain
tanpa persetujuan membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan untuk dijual atau disewakn produk yang diberi paten) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)[10]
“Pasal
134
Dalam hal terbukti adanya pelanggaran
Paten, hakim dapat memerintahkan agar barangbarang hasil pelanggaran Paten
tersebut disita oleh Negara untuk dimusnahkan. [11]
Dapatdikatakan bahwa terdapat
perlindungan hukum bagi penemuan bioteknologi karena penemuan bioteknologi yang
sudah tercatat dan memiliki hak patennya sendiri sehingga jika adanya
pelanggaran yang dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik hak tersebut, maka dapat
dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 130, Pasal 131, dan Pasal 134
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Apabila diamati , maka terdapat keterbukaan peluang yang besar terhadap usaha untuk mematenkan produk-produk bioteknologi konvensional karena tidak termasuk ke dalam Pasal 9 UU
Paten tersebut, seperti
contoh yang sudah dijelaskan diatas yakni macam produk hasil dari bioteknologi
baik dari bahan dasar hewani maupun hayati, Tujuan nya adalah sebagai bagian dari peningkatan
produksi ekonomi kreatif, membuka lapangan kerja dan menjamin makanan khas yang
merupakan warisan budaya terlindungi, agar produk-produk hasil dari bioteknologi tersebut dapat
dipatenkan oleh pengusaha-pengusaha produk tersebut, hal ini dilakukan supaya
menghindari didahuluinya produk-produk bioteknologi konvensional tersebut
dipatenkan di luar negeri oleh pihak yang justru bukan pemilik invensi dari produk
bioteknologi tersebut.
DASAR HUKUM
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten
- Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati produk
Rekayasa Genetik
- Cartagena Protocol
on Biosafety to the Convention on Biological Diversity 2000 Indonesia, Undang-Undang No 5 Tahun 1994
tentang
Ratifikasi Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 41)
REFERENSI
- Abdulkadir, Muhammad. 2007, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti
- Krisnawati, Andriana. 2009, Perlindungan Hukum Varietas Baru Tanaman dalam Perspektif
Hak Paten dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta : Penerbit Grasindo
- Pendidikan Biologi. 2015, Materi penataran Guru MGMP Bidang Biologi. FMIPA Universitas
Negeri Yogyakarta
- Widya Karya Nasional 6-7
Juli 1995. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan, Jakarta
- Baharuddin Haryanto, Idrus Idham, 2020.Biologi untuk Hidup yang lebih Baik,
Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus-Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah-Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan
[1] Pasal 1 Angka 1 , Angka 2 dan Angka 3 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Bioteknologi
[3] https://www.kompas.com/skola/read/2021/07/19/135332069/bioteknologi-jenis-contoh-dan-penerapannya?page=all
[4] UNCBD
(United Nation Convention on Biological Diversity), sebuah Konvensi Keanekaragaman Hayati yang di hasilkan dalam KTT Bumi yang
diselenggarakan di Rio De Janeiro, 1992.
[5] Harianto Baharuddin, Idham Kahlik Idrus, 2020. Biologi untuk Hidup yang
lebih baik, hlm. 5
[6] Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2)
tentang Keamanan Hayati produk Rekayasa Genetik
[7] Pasal 9 Undang-Undang No 13 Tahun 2016 tentang Paten
[8] Pasal 23 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016
tentang Paten
[9] Pasal 130 Undang-Undang Nomoe 14 Tahun 2001 tentang
Paten
[10] Pasal 131 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten
[11] Pasal 134 Undang-Undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten