0

INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH BERBASIS ONE VILLAGE ONE PRODUCT: PERKEMBANGAN DAN ATURAN HUKUMNYA

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Natasya Oktavia

One Village One Product (OVOP) merupakan salah satu gerakan terintegrasi yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi dan kekayaan komoditas lokal atau daerahnya. Adapun beberapa negara telah menerapkan konsep OVOP, seperti Thailand yang menggunakan terminologi OTOP (One Tambon One Product), di Taiwan menggunakan istilah One Town One Product, sementara di Kamboja dan Jepang mengenal istilah One Village One Product. [1]Melalui konsep OVOP ini akan membantu mengeksplorasi dan mempromosikan produk unggulan daerah yang memiliki potensi pemasaran lokal dan global. Jika komoditas unggulan daerah yang bersangkutan mendapat dukungan oleh pemerintah tentunya meningkatkan daya saing untuk berkembang.[2]        

Kemudian konsep ini diadopsi ke Indonesia pada tahun 2007 sebagaimana diamanatkan pada Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Saat ini pengaturan terbaru yang berkenaan dengan konsep OVOP adalah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 14 tahun 2021 tentang Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di Sentra IKM One Village One Product.[3] Tujuan adanya pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) melalui OVOP adalah untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai potensi ekonomi dari kekayaan daerah yang dimiliki, mengembangkan motivasi, kreativitas dan inovasi masyarakat lokal untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi yang bercirikan kearifan lokal, dan meningkatkan kemandirian masyarakat lokal dalam membangun ekonomi daerah sehingga mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat.[4]

Adapun strategi yang dilakukan untuk pengembangan IKM melalui OVOPdilakukan dengan berkolaborasi antara pemangku kepentingan, mengutamakan perbaikan mutu dan penampilan produk, melakukan pembinaan secara berkesinambungan, dan meningkatkan promosi dan pemasaran pada tingkat domestik baik regional maupun nasional serta tingkat global.[5]Persyaratan IKM yang dapat dikembangkan melalui OVOP adalah menghasilkan produk yang memenuhi kriteria komoditi IKM OVOP, merupakan penghela di Sentra IKM yang memberikan dampak yang besar terhadap ekonomi daerah, memiliki aspek legalitas di bidang industri, dan diusulkan oleh dinas yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang perindustrian di kabupaten/kota.[6]

Kriteria yang dapat dijadikan komoditi IKM OVOP harus merupakan unggulan daerah yang memiliki keunikan baik motif, desain produk, teknik pembuatan, keterampilan dan/bahan baku, yang berbasis pada kearifan lokal, memiliki pasar domestik di tingkat regional, nasional serta global, dan memiliki kualitas dan diproduksi berkesinambungan.[7] Jenis komoditinya sendiri dapat berupa makanan dan minuman, kain tenun, kain batik, anyaman, gerabah, dan komoditi IKM OVOP lain yang ditetapkan oleh Menteri.[8] Terkhusus komoditi makanan dan minuman harus memiliki izin edar produk pangan dan sertifikat halal.[9]

Klasifikasi Industri Kecil Menengah

Kegiatan usaha industri diklasifikasikan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan/atau nilai investasinya sebagaimana dimuat dalam Permenperin Nomor 64/M-IND/PER/7/2016 tentang Besaran Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Investasi untuk Klasifikasi Usaha Industri[10] :

  1. Industri Kecil

Industri yang mempekerjakan paling banyak 19 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi kurang dari 1milliar rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

  • Industri Menengah

Industri yang mempekerjakan paling banyak 19 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi paling sedikit 1milliar rupiah; atau mempekerjakan paling sedikit 20 orang tenaga kerja dengan nilai investasi paling banyak 15 milliar rupiah.

  • Industri Besar

Industri yang mempekerjakan paling sedikit 20 orang tenaga kerja dan memiliki investasi lebih dari 15 milliar rupiah.

Adapun perbedaan antara IKM dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dari sisi kegiatan operasionalnya adalah UKM bersifat umum meliputi distribusi, produksi, konsumsi, atau berfokus pada industri dagang dan jasa. Sementara, IKM berfokus pada bidang produksi dan sektor industri. Lebih lanjut dari sisi legalitasnya terkait perizinan usaha, UKM mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk kartu Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-Dag/Per/9/2009 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan. Di sisi lain, perizinan IKM diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 107 tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri.[11]

Kesimpulan

Pengembangan IKM berbasis One Village One Product adalah upaya bersama baik dari pihak UMKM, pemerintah, masyarakat dan seluruh stakeholder dalam rangka meningkatkan added value serta kemandirian pelaku usaha lokal yang mendasarkan pada potensi khas daerah yang dimiliki. Indonesia sudah menerapkan program OVOP sejak tahun 2007 berdasarkan Peraturan Kementerian Perindustrian Nomor 78/M-IND/9/2007. Penerapan program ini bukan hanya semata dalam rangka kepentingan ekonomi tetapi juga mampu mendorong meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Jika dibandingkan dengan UKM, IKM sendiri memiliki perbedaan yang signifikan baik dari sisi kegiatan operasionalnya dan juga regulasi yang mengaturnya.

Dasar Hukum

  • Peraturan Pemerintah Nomor 107 tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri;
  • Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk kartu Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK);
  • Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
  • Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-Dag/Per/9/2009 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
  • Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78 tahun 2007 tentang Peningkatan Efektifitas Pengembangan Industri Kecil dan Menengah melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product) di Sentra;
  • Peraturan Menteri Perindustrian 14 tahun 2021 tentang Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di Sentra IKM One Village One Product.

Referensi

Biztech, Sering Dengar Istilah IKM dan UKM?, retrieved from https://biztech.proxsisgroup.com/istilah-ikm-dan-ukm/#:~:text=UMKM%20lebih%20bersifat%20umum%20pada,bidang%20produksi%20atau%20sektor%20industri.

Disperindag, Pengembangan Industri Kecil dan Industri Menengah di Sentra IKM Melalui One Village One Product (OVOP), retrieved from https://disperindag.sumbarprov.go.id/details/news/9190

Harmony, Mengenal IKM dan Perbedaannya dengan UKM, retrieved from https://www.harmony.co.id/blog/mengenal-ikm-dan-perbedaannya-dengan-ukm

Miagina, A., dkk. Sustainable Development Through the One Village Product Approach for Local Commodities, IOP Conference Series : Earth and Environmental Science, 2021, doi:10.1088/1755-1315/755/1/012071


[1] Aveanty Miagina, dkk. Sustainable Development Through the One Village Product Approach for Local Commodities, IOP Conference Series : Earth and Environmental Science, 2021, doi:10.1088/1755-1315/755/1/012071, hal. 1

[2] Ibid, hal.2

[3] Disperindag, Pengembangan Industri Kecil dan Industri Menengah di Sentra IKM Melalui One Village One Product (OVOP), retrieved from https://disperindag.sumbarprov.go.id/details/news/9190

[4] Pasal 3 Permenperin 14 tahun 2021

[5] Pasal 4 Permenperin 14 tahun 2021

[6] Pasal 10  ayat (1) Permenperin 14 tahun 2021

[7] Pasal 10 ayat (2) Permenperin 14 tahun 2021

[8] Pasal 10 ayat (3) Permenperin 14 tahun 2021

[9] Pasal 10 ayat (4) Permenperin 14 tahun 2021

[10]Biztech, Sering Dengar Istilah IKM dan UKM?, retrieved from https://biztech.proxsisgroup.com/istilah-ikm-dan-ukm/#:~:text=UMKM%20lebih%20bersifat%20umum%20pada,bidang%20produksi%20atau%20sektor%20industri.

[11] Harmony, Mengenal IKM dan Perbedaannya dengan UKM, retrieved from https://www.harmony.co.id/blog/mengenal-ikm-dan-perbedaannya-dengan-ukm

0

Investor Activity Report (LKPM)

Author: Ananta Mahatyanto

Berdasarkan pasal 1 ayat 20 Peraturan BKPM No.5 tahun 2021 yang dimaksud dengan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) adalah laporan mengenai perkembangan realisasi Penanaman Modal dan permasalahan yang dihadapi Pelaku Usaha yang wajib dibuat dan disampaikan secara berkala.

Dalam Pasal 1 ayat 6 Perpres No. 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, disebutkan yang dimaksud dengan Penanaman Modal dalam adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Sebagaimana diatur pada pasal 1 ayat 10 Peraturan BKPM No.4 tahun 2021dan pasal 1 ayat 2 Peraturan BPKM No.5 tahun 2021 Penanam Modal dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha dalam bentuk orang perseorangan, badan usaha, kantor perwakilan, dan badan usaha luar negeri.

Salah satu kewajiban Penanam Modal sebagaimana diatur dalamPasal 15 huruf c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah membuat LKPM dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Lebih lanjut ketentuan mengenai LKPM juga dapat dilihat pada Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2021”). Dalam peraturan tersebut diatur bahwa kewajiban penyampaian LKPM berlaku untuk setiap bidang usaha dan/atau lokasi dan dilakukan secara daring melalui sistem Online Single Submission (“OSS”) dengan mengacu pada data Perizinan Berusaha, termasuk perubahan data yang tercantum dalam Sistem OSS sesuai dengan periode berjalan. Namun, perlu digaris bawahi bahwa terdapat sejumlah Pelaku Usaha yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan LKPM ini, yaitu:

  1. Pelaku usaha mikro[1]; dan
  2. Bidang usaha hulu migas, perbankan, lembaga keuangan non-bank, dan asuransi.

Periode Penyampaian

Berdasarkan Pasal 32 ayat (4) Peraturan Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2021, diatur bahwaperiode Penyampaian LKPM disampaikan oleh Pelaku Usaha untuk setiap tingkat risiko secara berkala dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. bagi pelaku usaha kecil[2] setiap 6 bulan dalam 1 tahun laporan; dan
  2. bagi pelaku usaha menengah[3] dan besar[4] setiap 3 bulan (triwulan).

Verifikasi dan Evaluasi

Bedasarkan Pasal 35 Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2021, kegiatan pemantauan atas laporan pelaku usaha dilaksanakan oleh BKPM, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (“DPMPTSP”) provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota, administrator Kawasan Ekonomi Khusus (“KEK”), dan badan pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (“KPBPB”), sesuai kewenangannya sejak pelaku usaha mendapatkan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Pemantauan tersebut dilakukan melalui pengumpulan, verifikasi, dan evaluasi terhadap laporan berkala. Dalam melakukan verifikasi dan evaluasi data, BKPM, DPMPTSP provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota, administrator KEK, atau badan pengusahaan KPBPB dapat meminta penjelasan dari Pelaku Usaha atau meminta perbaikan LKPM. Jika Pelaku Usaha tidak melakukan perbaikan atas LKPM, Pelaku Usaha dianggap tidak menyampaikan LKPM.

Hasil verifikasi dan evaluasi data realisasi penanaman modal yang dicantumkan dalam LKPM yang telah disetujui, disimpan secara daring dalam subsistem pengawasan pada Sistem OSS. BKPM melakukan kompilasi data realisasi penanaman modal secara nasional berdasarkan data hasil pencatatan LKPM secara daring tersebut.

Hasil kompilasi disampaikan ke publik paling lambat:

  1. tanggal 30 bulan April tahun yang bersangkutan untuk laporan triwulan I;
  2. tanggal 31 bulan Juli tahun yang bersangkutan untuk laporan triwulan II;
  3. tanggal 31 bulan Oktober tahun yang bersangkutan untuk laporan triwulan III; dan
  4. tanggal 31 bulan Januari tahun berikutnya untuk laporan triwulan IV.

Sanksi Administratif

Dalam Pasal 47 Pe raturan BKPM No. 5 Tahun 2021 diatur bahwabagi Pelaku Usaha yang tidak menyampaikan LKPM, maka seseuai kewenangannya BKPM, DPMPTSP Provinsi, DPMPTSP Kabupaten/Kota, administrator KEK, dan Badan Pengusahaan KPBPB dapat memberikan sanksi administratif berupa:

  1. peringatan tertulis;
  2. Penghentian Sementara Kegiatan Usaha;
  3. Pencabutan Perizinan Berusaha; atau
  4. Pencabutan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha.

Based on article 1 paragraph 20 of the Ministry of Investment (BKPM) Regulation No. 5 of 2021, what is meant by the Investment Activity Report (LKPM) is a report on the progress of investment realization and problems faced by businessmen that must be prepared and submitted periodically.

In Article 1 paragraph 6 of Presidential Regulation No.  10 of 2021 concerning the Investment Business Sector, it is stated that what is meant by internal investment is all forms of investment activities, both by domestic investors and foreign investors to conduct business in the territory of the Republic of Indonesia.  As regulated in Article 1 paragraph 10 of the Ministry of Investment (BKPM) Regulation No. 4 of 2021 and Article 1 paragraph 2 of Ministry of Investment (BKPM) Regulation No. 5 of 2021 Investments can be made by Businessmen in the form of individuals, business entities, representative offices, and foreign business entities.

One of the obligations of the Investor, as regulated in Article 15 letter c of Law Number 25 of 2007 concerning Investment, is to make LKPM and submit it to the Investment Coordinating Board.

Further provisions regarding Investment Activity Report (LKPM) can also be seen in Regulation of the Investment Coordinating Board Number 5 of 2021 concerning Guidelines and Procedures for Supervision of Risk-Based Business Licensing (“BKPM Regulation No. 5 of 2021”).  In the regulation, it is stipulated that The obligation to submit Investment Activity Report (LKPM) applies to each business field and/or location and is carried out online through the Online Single Submission (“OSS”) system with reference to the Business Licensing data, including changes to the data listed in the OSS System according to the current period. However, It should be underlined that there are a number of businessmen who are exempt from the obligation to submit this LKPM, namely:

  1. Micro businessmen;  and
  2. Upstream oil and gas business, banking, non-bank financial institutions, and insurance.
  3. Submission Period

Based on Article 32 paragraph (4) of Regulation of the Investment Coordinating Board Number 5 of 2021, it is regulated that the Investment Activity Report (LKPM) Submission period is submitted by Businessmen for each level of risk on a regular basis with the following provisions:

  1. for small businessmen every 6 months in 1 reporting year;  and
  2. for medium and large businessmen every 3 months (quarterly).

Verification and Evaluation

Based on Article 35 of Ministry of Investment (“BKPM”) Regulation No.  5 of 2021, monitoring activities on reports of businessmen are carried out by the Ministry of Investment (“BKPM”), the Provincial Investment and One-Stop Services Service (“DPMPTSP”), district/city Investment and One Stop Services Service (“DPMPTSP”), administrators of Special Economic Zones (“KEK”), and the Free Trade Zone concession agency. and Free Port (“KPBPB”), according to their authority since the businessmen obtains a Risk-Based Business License.

The monitoring is carried out through the collection, verification, and evaluation of periodic reports. In conducting data verification and evaluation, Ministry of Investment, provincial Investment and One-Stop Services Service (“DPMPTSP”), district/city Investment and One-Stop Services Service (“DPMPTSP”), Special Economic Zones (“KEK”) administrators, or Free Port (“KPBPB”) concessions may request explanations from businessmen or request improvements to the Investment Activity Report (“LKPM”) .  If the Businessmen does not make improvements to the Investment Activity Report (“LKPM”), the Businessmen is considered not to have submitted the Investment Activity Report (“LKPM”).

The results of the verification and evaluation of investment realization data included in the approved Investment Activity Report (“LKPM”) are stored online in the supervision subsystem of the OSS System.  Ministry of Investment (“BKPM”) compiles data on investment realization nationally based on the data from the online recording of the Investment Activity Report (“LKPM”).

 The compilation results are submitted to the public no later than:

  1. April 30 of the year concerned for the first quarter report;
  2. the 31st of July of the year concerned for the second quarter report;
  3. the 31st of October of the year concerned for the third quarter report;  and
  4. January 31 of the following year for the fourth-quarter report.

 Administrative Sanctions

 In Article 47 of Ministry of Investment (“BKPM”) Regulation No.  5 of 2021 stipulates that for businessmen who do not submit the Investment Activity Report (“LKPM”), according to their authority, Ministry of Investment (“BKPM”), Provincial Investment and One-Stop Services Service (“DPMPTSP”), Regency/Municipal Investment and One-Stop Services Service (“DPMPTSP”), Special Economic Zones (“KEK”) administrators, and the Free Trade Zone concession agency. and Free Port (“KPBPB”) Concession Board can provide

 administrative sanctions in the form of:

  1. written warning;
  2. Temporary Suspension of Business Activities;
  3. Revocation of Business License;  or
  4. Revocation of Business License to Support Business Activities.

[1] Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Kriteria Usaha Mikro adalah memiliki modal usaha sampai dengan maksimal Rp1 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan maksimal Rp2 miliar

[2] Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Kriteria Usaha Kecil adalah memiliki modal usaha lebih dari Rp. 1.000.000.000,- sampai dengan maksimal Rp. 5.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) serta memiliki penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.000.000.000,- sampai dengan maksimal Rp. 15.000.000.000,-

[3] Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Kriteria Usaha Menengah adalah memiliki modal usaha lebih dari Rp. 5.000.000.000,- sampai dengan maksimal Rp. 10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) serta memiliki penjualan tahunan lebih dari Rp. 15.000.000.000,- sampai dengan maksimal Rp. 50.000.000.000,-

Translate