0

Going Private Company Through Voluntary Delisting

Author: Ananta Mahatyanto; Co-Author: Alfredo Joshua Bernando

           Going private atau Go-Private adalah perubahan status suatu perusahaan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup, melalui prosedur tertentu.[1] Perseroan Tertutup adalah PT yang sahamnya tidak ditawarkan ke publik dan tidak terdaftar di bursa efek. Biasanya, jumlah pemegang saham Perseroan Tertutup hanya sedikit (minimal 2 orang saja bisa mendirikan Perseroan Tertutup). Oleh karena itu, terkait kegiatan RUPS Perseroan Tertutup juga relatif lebih sederhana dibandingkan Perseroan Terbuka.[2]

Cara melakukan perubahan status dari Perseroan Terbuka menjadi Perusahaan Tertutup adalah melalui Delisting Saham. Dimana secara singkat, delisting adalah penghapusan pencatatan saham pada Bursa Efek Indonesia (lebih lanjut disebut ‘Bursa’) yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa. Sedangkan, go-private merupakan perubahan status suatu perusahaan, dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup melalui prosedur tertentu. Beberapa alasan suatu perusahaan tercatat memilih untuk melaksanakan delisting adalah karena tidak likuidnya saham yang tercatat di Bursa yang disebabkan kepemilikan saham oleh publik yang tidak signifikan; atau karena perusahaan tercatat tersebut tidak lagi membutuhkan pendanaan yang bersumber dari pasar modal.[3]

Perusahaan dapat mengubah status Perseroan Terbuka menjadi Perseroan yang tertutup dengan menyampaikan permohonan pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum Efek bersifat ekuitas atau Pernyataan Pendaftaran Perusahaan Publik kepada OJK dengan wajib memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 64 & Pasal 65 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021), yakni:

  1. Memperoleh persetujuan Pemegang Saham Independen dalam RUPS;
  2. Melakukan pembelian kembali atas seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik sehingga jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 (lima puluh) Pihak atau jumlah lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan;
  3. Mengumumkan keterbukaan informasi kepada masyarakat dan menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan bersamaan dengan pengumuman RUPS.[4]

Dalam menyampaikan permohonan pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran, perseroan harus menyertakan dokumen berupa:

  1. pernyataan dari:
    1. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian; dan
    1. Biro Administrasi Efek atau Perusahaan Terbuka yang menyelenggarakan administrasi Efek sendiri,

Bahwa pemegang saham Perusahaan Terbuka telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan dilampiri susunan pemegang saham terakhir;

  • pernyataan dari Bursa Efek bahwa Perusahaan Terbuka tersebut telah memenuhi seluruh kewajibannya kepada Bursa Efek;
  • pernyataan dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian bahwa Perusahaan Terbuka telah memenuhi kewajibannya kepada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
  • bukti penyelesaian kewajiban pembayaran sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga dan kewajiban lainnya kepada Otoritas Jasa Keuangan, jika terdapat kewajiban sanksi adminitratif berupa denda dan/atau bunga dan kewajiban lainnya; dan
  • salinan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia atas perubahan anggaran dasar. [5]

Jika permohonan pencabutan sudah diterima secara lengkap oleh OJK, OJK akan mencabut efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum Efek bersifat ekuitas dan/atau Pernyataan Pendaftaran Perusahaan Publik paling lama 14 (empat belas) hari kerja (Pasal 64 ayat (4)) dan menerbitkan surat perintah kepada (ayat 5):

  1. Bursa Efek untuk membatalkan pencatatan Efek di Bursa Efek
  2. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian untuk membatalkan pendaftaran Efek pada penitipan kolektif di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. [6]

Bursa Efek memiliki kewajiban untuk membatalkan pencatatan Efek Perusahaan Terbuka paling lambat 14 hari setelah diterima surat perintah dari OJK, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian memiliki kewajiban membatalkan pendaftaran Efek Perusahaan Terbuka pada penitipan kolektif paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya surat perintah dari OJK tersebut.[7] (Pasal 65)

Dalam proses perubahan status Perusahaan dari Perseroan Terbuka menjadi Perseroan Tertutup seperti yang diatur dalam Pasal 64 dan Pasal 65 POJK 3/2021, terdapat sanksi yang dapat dikenakan kepada Perusahaan dan pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan tersebut apabila melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, hal tersebut diatur dalam Pasal 100 mengenai sanksi yang diterapkan kepada pihak yang melakukan pelanggaran Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 65 POJK 3/2021 yang berupa sanksi administratif.

Sanksi administratif tersebut diatur dalam Pasal 93 dan Pasal 94 POJK 3/2021, yang berbunyi:

Pasal 93

Emiten, Perusahaan Publik, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, lembaga penilaian harga Efek, penyelenggara dana perlindungan pemodal, Pihak penerbit daftar Efek syariah, Perusahaan Pemeringkat Efek, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, wakil Penjamin Emisi Efek, wakil Perantara Pedagang Efek, wakil Manajer Investasi, Agen Penjual Efek Reksa Dana, wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana, ahli syariah pasar modal, Agen Perantara Pedagang Efek, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian, Wali Amanat, profesi penunjang Pasar Modal, dan Pihak lain yang telah memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Otoritas Jasa Keuangan, anggota direksi, anggota dewan komisaris, dan setiap Pihak yang memiliki secara langsung maupun tidak langsung paling sedikit 5% (lima persen) saham Emiten atau Perusahaan Publik, serta Pihak lain yang melakukan pelanggaran dan/atau menyebabkan terjadinya pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal dikenai sanksi administratif berupa:

  1. peringatan tertulis;
    1. denda berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
    1. pembatasan kegiatan usaha;
    1. pembekuan kegiatan usaha;
    1. pencabutan izin usaha;
    1. pembatalan persetujuan;
    1. pembatalan pendaftaran;
    1. pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran; dan/atau
    1. pencabutan izin orang perseorangan.

Pasal 94

Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan tertentu dan/atau memerintahkan Pihak yang melakukan pelanggaran dan/atau Pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran untuk melakukan tindakan tertentu berupa: a. pengembalian keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang dihindari secara tidak sah; b. pembayaran ganti kerugian kepada Pihak tertentu; c. pembekuan atau pembatalan hak dan manfaat; d. pembatasan untuk melaksanakan kegiatan tertentu; dan/atau e. tindakan tertentu lainnya.”[8]

            Sehingga, apabila sebuah Perseroan Terbuka ingin melakukan perubahan status menjadi Perseroan Tertutup atau biasa disebut dengan Going Private, dimana perusahaan tersebut tidak akan mempunyai saham yang diperjualbelikan dalam Bursa Efek Indonesia , maka Perseroan harus melakukan Delisting Saham yang telah bereda melalui Pembatalan Pencatatan Efek dimana hal tersebut diatur dalam Pasal 64 & Pasal 65 POJK 3/2021.

          Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Perseroan dalam proses Going Private, mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, dan apabila dilanggar dapat dikenai sanksi administratif dari peringatan tertulis, hingga pencabutan izin usaha serta pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran.

DASAR HUKUM:

  1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

REFERENSI :

  1. Hukumonline ,  Assegaf Hamzah & Partners,  Memahami Lebih Jauh tentang Delisting dan Go-Private, ( https://www.hukumonline.com/berita/a/memahami-lebih-jauh-tentang-delisting-dan-go-private-lt5d6f2b56bd9ff?page=all , diakses pada tanggal 25 Febuari 2022)
  2. Pusat Pengembangan Hukum & Bisnis Indonesia, Perbedaan Perseroan Tertutup dan Perseroan Terbuka, ( https://www.pphbi.com/perbedaan-perseroan-tertutup-dan-perseroan-terbuka/ , diakses pada tanggal 25 Febuari 2022)

[1] Hukumonline ,  Assegaf Hamzah & Partners. Memahami Lebih Jauh tentang Delisting dan Go-Private, ( https://www.hukumonline.com/berita/a/memahami-lebih-jauh-tentang-delisting-dan-go-private-lt5d6f2b56bd9ff?page=all , diakses pada tanggal 25 Febuari 2022)

[2] Pusat Pengembangan Hukum & Bisnis Indonesia, Perbedaan Perseroan Tertutup dan Perseroan Terbuka, (

https://www.pphbi.com/perbedaan-perseroan-tertutup-dan-perseroan-terbuka/ , diakses pada tanggal 25 Febuari 2022)

[3] Op. Cit, Hukum Online , Assegaf Hamzah & Partners.

[4] Pasal 64 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

[5] Pasal 64 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

[6] Pasal 64 ayat (4) & ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

[7] Pasal 65 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

[8] Pasal 93 & Pasal 94 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

Translate