0

MERGERS AND ACQUISITIONS IN A FRANCHISE SYSTEM COMPANY

Author : Nirma Afianita, Co-Author : Robby Mahaleksa & Shafa Atthiyyah Raihana

DASAR HUKUM:

  1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
  3. Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

REFERENSI :

  1. Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Merger_dan_akuisisi, diakses pada 22 Maret 2022
  2. Pengadaan, https://www.pengadaan.web.id/2021/03/merger-dan-akuisisi.html, diakses pada 22 Maret 2022
  3. Hukum Online, https://www.hukumonline.com/klinik/a/simak-ini-5-langkah-merger-pt-lt4d1358d8a0a80, diakses pada 22 Maret 2022
  4. Hukum Perseroan Terbatas, https://www.hukumperseroanterbatas.com/akusisi-perusahaan/prosedur-hukum-pengambilalihan-perseroan-terbatas/, diakses pada 22 Maret 2022
  5. Santos Lolowang, www.santoslolowang.com , diakses tanggal 30 Maret 2022

Merger dan akuisisi merupakan dua istilah di dunia bisnis yang paling sering disebut, sehingga terkadang kedua istilah tersebut dianggap memiliki arti yang sama. Kedua istilah tersebut digunakan untuk menyebut aksi korporasi berupa penggabungan dua perusahaan, Namun, ternyata pengartian dari istilah merger dan akuisisi ternyata berbeda dan harus dipahami. Beberapa perusahaan biasanya lebih memilih menggunakan istilah merger dibandingkan dengan akuisisi ketika membeli sebagian besar saham perusahaan yang lebih kecil.

Merger adalah proses menggabungkan dua perusahaan atau lebih yang kemudian menjadi satu perusahaan saja, dimana perusahaan tersebut mengambil dengan cara menyatukan saham berupa aset dan non aset perusahaan yang di merger. Perusahaan yang melakukan merger dengan perusahaan lainnya harus memiliki setidaknya 50% saham dan sisanya bisa di miliki oleh investor dari luar perusahaan. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya, perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Sedangkan akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain dimana membeli sebagian besar atau seluruh saham perusahaan lain dengan tujuan untuk mengambil kendali. Tujuan utama sebuah perusahaan bergabung dengan perusahaan lain atau melakukan akuisisi karena perusahaan akan mencapai pertumbuhan lebih cepat daripada harus membangun unit usaha sendiri selain untuk mendapatkan keuntungan. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh pasar. [1]

Pengertian tentang merger juga dijelaskan pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) pada Pasal 1 ayat (9) yang berisikan:

“Pasal 1

  • Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan selanjutnya status badan hukum kepada Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum[2]

Sedangkan, pengertian dari akuisisi dijelaskan pada Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT)  yaitu:

“Pasal 1

  1. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseroangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan terjadinya peralihan pengendalian atas Perseroan Tersebut.”[3]

Setiap perusahaan memiliki beberapa tujuan dalam melakukan merger dan akuisisi. Terdapat dua tujuan utama yaitu tujuan ekonomi dan non ekonomi. Tujuan ekonomi dari perusahaan yaitu untuk memaksimalkan nilai perusahaan sehingga mencapai posisi yang strategis di pasar. Selain itu, kemakmuran/kesejahteraan para karyawannya dan pemegang saham juga menjadi salah satu bagian dari tujuan merger dan akuisisi ini. Sedangkan pada tujuan non-ekonomi dari kegiatan merger dan akuisisi ini didasarkan pada keinginan subyektif dari pemilik atau manajemen perusahaan. Seperti karena adanya kepentingan pribadi (personal interest motive) dari pemilik perusahaan maupun manajemen perusahaan maupun karena prestige[4]

Perbedaan dari merger dan akuisis dapat dilihat dari prosesnya. Untuk dapat melakukan merger atau penggabungan, setidaknya terdapat lima tahapan yang harus dilakukan yaitu pertama, memenuhi persyaratan penggabungan. Perlu diperhatikan bahwa penggabungan untuk mencegah monopoli atau monopsoni yang dapat merugikan masyarakat. Dalam melakukan penggabungan, perseroan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari instansi terkait. Kedua, menyusun rancangan penggabungan. Setelah rancangan penggabungan tersebut dibuat, kemudian rancangan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris setiap perseroan yang akan menggabungkan diri. Ketiga, persetujuan rancangan penggabungan. Setelah rancangan disetujui oleh Dewan Komisaris di setiap PT, selanjutnya harus diajukan pada RUPS yang berdasarkan pada Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan sebagai berikut:

“Pasal 87

Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, yang artinya hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili RUPS” [5]

Keempat membuat akta penggabungan. Jika penggabungan PT tidak disertai dengan anggaran dasar, salinan akta penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar PT. Kelima, pengumuman hasil penggabungan. Direksi PT yang menerima penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan maksimal tiga puluh hari terhitung sejak tanggal persetujuan Menteri. Pengumuman dimaksud agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan penggabungan. [6]

Sedangkan pada akuisisi memiliki dua jenis proses pada pengambilalihannya, yaitu proses pengambilalihan melalui direksi perseroan dan proses pengambilalihan langsung dari pemegang saham. Pada Proses Pengambilalihan melalui Direksi Perseroan,  dijelaskan berdasarkan Pasal 125 ayat (1) Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu:

“Pasal 125

  1. Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham. Hal ini dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Pengambilalihan saham yang dimaksud adalah Pengambilalihan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan” [7]

Terdapat tujuh proses pengambilalihan atau akuisisi melalui direksi perseroan. Pertama keputusan RUPS. Pengambilalihan harus berdasarkan RUPS yang memenuhi ketentuan dan persyaratan  tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 yaitu:

“Pasal 89

Terdapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau RUPS yang lebih besar” [8]

Kedua, Pemberitahuan kepada Direksi Perseroan. Ketiga, penyusunan rancangan pengambilalihan. Keempat, pengambilalihan ringkasan rancangan. Kelima, pengajuan keberatan kreditor. Keenam, pembuatan akta pengambilalihan di hadapan notaris. Ketujuh, pemberitahuan kepada Menteri, dan yang terakhir pengumuman hasil pengambilalihan.

Sedangkan, pada proses pengambil alihan secara langsung dari pemegang saham memiliki prosedur yang lebih sederhana yaitu wajib tunduk dengan ketentuan akuisisi saham sesuai dengan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa Akuisisi saham wajib memperhatikan ketentuan pemindahan hak atas saham dalam Anggaran Dasar, serta mendapat persetujuan rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RUPS wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengumuman, Direksi perseroan yang akan melakukan akuisisi wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perseroan dalam waktu paling lambat 30 hari sebelum pemanggilan RUPS. Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan dalam waktu paling lambat 14 hari setelah pengumuman mengenai akuisisi sesuai dengan rancangan dimaksud. Apabila kreditor tidak mengajukan keberatan dlm jangka waktu tersebut maka kreditor dianggap menyetujui. Dalam hal keberatan dari kreditor sampai dengan tanggal diselenggarakannya RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi perseroan maka keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. Sebelum keberatan ini diselesaikan maka akuisisi tidak dapat dilaksanakan. Akta pemindahan hak atas saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dan dalam bahasa Indonesia. Salinan dari kata pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang perubahan Struktur Pemegang Saham Perseroan. Direksi perseroan wajib mengumumkan hasil akuisisi dalam 1 surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak tanggal pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau sejak tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. [9]

Franchise atau Waralaba dalam praktek dunia bisnis telah cukup lama di kenal secara Internasional. Meskipun secara yuridis baru di atus di Indonesia pada tahun 17 dengan di keluarkannya PP RI No. 16 Tahun 17 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 17 tentnag Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba dan kemudian telah dirubaj dengan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007, serta Peraturan Mentri Perdagangan RI No: 31/MDAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

Menurut Pasal 1 ayat (1) PP No 42 Tahun 2007 Tetang Waralaba. Waralaba (Franchise) diartikan sebagai: hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba

Waralaba daam dunia perdagangan merupakan salah satu sistem yang dianggap sangat menguntungkan ini telah di buktikan oleh berbagai  perusahaan nasional maupun perusahaan berkaliber Internasioinal. Di Indonesia aturan hukum mengenai Waralaba (Franchise) belum lengkap. Indikator ini dapat kita cermati dari ketentuan hukum yang mengatur bisnis Waralaba yang sampai saat ini baru di atur dalm satu (1) Peraturan Pemerintah dan satu 1) Peraturan sebagimana di sebutkan di atas. Pengaturan melalui Undang-undang belum tersentuh oleh Pemerintah. Memang ada Peratura dari Departemen Teknis yang bersangkutan, namun pengaturan ini sama seklai belum memadai mengingat bisnis melalui sistem waralaba ini selalu berkembang secara dinamis sesuai perkembangan dunia usaha, dan membentuk model-model baru dalam prakteknya.[10]

Pengenbangan usaha melalui waralaba pada dasarnya mengembangkan usaha secara cepat memakai modal pihak lain, tentu saja risikonya juga ditanggung oleh penerima waralaba. Penerima Waralaba akan mendapatkan pelatihan, sistem, hak kekayaan intelektual, bahkan peraatan maupun bahan baku, tanpa harus memiliki pengalaman usaha lebih dahulu. Adapaun Pemberi Waralaba mempunyai hak untuk mendapatkan franchise fee atas penggunaan merek dan sistem, yang diterimakan pada awal perjanjian untuk suatu jangka waktutertentu biasanya sekurang-kurangnya lima tahun. Selain itu juga mendaatkan royalty dari penerima waralaba, yang berupa persentase dari nilai penjualan setiap bulannya.

Pada dasarnya waralaba terbentuk ketika pemberi waralaba menjalin hubungan hukum untuk melakukan kontrak kerjasama secara terpadu terhadap merek, desaintata letak dan lain sebagainya yang berkenaan dengan hak kekayaan intelektual serta metode bisnis secara kontinyu dalam suatu periode tertentu dengan penerima waralaba.

Merger pada Perusahaan yang bergerak di bidang Waralaba, sejauh ini belum ada peraturan yang melarangnya, Waralaba adalah jenis Usaha/Kegiatan yang di lakukan suatu perseroan, sedangkan Perseroan nya sendiri adalah suatu Subyek hukum yang mempunyai hak untuk dapat melakukan pengembangan Usaha dengan perseroan lain salah satunya dengan cara Merger. Dalam pengertian Merger sendiri sebagaimana yang disebutkan sebelumnya ialah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan selanjutnya status badan hukum kepada Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum

Merujuk pada penjelasan Merger yang di sebutkan dalam Pasal 1 ayat (9) maka Perusahaan yang bergerak dalam bidang apapun termasuk Waralaba dapat melakukan Merger dengan Perusahaan lain sesuai jenis merger yang di ingingkan seperti yang telah di jelaskan diatas serta dengan syarat dan ketentuan berlaku sebagaimana yang di jelaskan dalam Pasal 123 Undang-Undang No 40 Tahun 2007  Tentang Perseroan Terbatas yakni :

“Pasal 123

  1. Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun rancangan Penggabungan.
  2. Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
  3. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  4. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
  5. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
  6. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
  7. laporan keuangan yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Persroan yang akan melakukan Penggabungan;
  8. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  9. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akutansi yang berlaku umum di Indonesia
  10. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan penggabungan diri;
  11. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
  12. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
  13. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewa Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
  14. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
  15. laporan mengenai keadaan perkembangan, dan hasil yang akan dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan penggabungan;
  16. kegiatan utama setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabugan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang danng berjalan; dan
  17.  rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan
  18. Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masing-masing unduk mendapatkan persetujuan
  19. Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan selain beraku ketentuan dalam Undang-Undang ini, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  20. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal” [11]

Dengan adanya penjelasan berikut dihimbau kepada pelaku usaha untuk tidak ragu melakukan konsultasi mengenai merger, akuisisi dan waralaba kepada lembaga resmi yang berwenang terkait dengan aturan dalam penggabungan atau peleburan badan usaha. Konsultasi tersebut diharapkan dapat mencegah pelanggaran aturan dalam praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta menghindari kesalahan-kesalahan yang akan terjadi.

Jika dilihat dari hukum persaingan usaha di Indonesia, merger dan akuisisi dilarang jika kedua tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu:

“Pasal 28

Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”[12]

Merger dan Akusisi yang dilakukan oleh pelaku usaha harus memiliki nilai aset hasil Merger dan Akusisi melebihi Rp 2,5 triliun atau nilai penjualan hasil Merger dan Akusisi melebihi Rp 5 triliun wajib diberitahukan secara tertulis kepada KPPU paling lama 30 hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis merger dan akuisisi tersebut diatur berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu:

“Pasal 29

Penggabungan atau peleburan badan usaha atau pelgambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut” [13]

Jika pelaku usaha melakukan keterlambatan dalam melapor setiap transaksi merger atau akuisisi, berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2010 menjelaskan bahwa dikenakan sanksi yaitu:

“Pasal 6

Sanksi hukum yang akan dikenakan kepada pelaku usaha yang tidak melakukan kewajiban ini dikenakan sanksi berupa denda adninistratif sebesat Rp1.000.000.000,00 (satu miliar) setiap hari keterlambatan dengan ketentuan denda administratef secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar)” [14] Sehingga dihimbau kepada pelaku usaha untuk tidak ragu melakukan konsultasi mengenai akuisisi, merger dan konsolidasi kepada lembaga resmi yang berwenang terkait dengan aturan dalam penggabungan atau peleburan badan usaha. Konsultasi tersebut diharapkan dapat mencegah pelanggaran aturan dalam praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta menghindari kesalahan-kesalahan yang akan terjadi.


[1] Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Merger_dan_akuisisi, diakses pada 22 Maret 2022

[2] Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[3] Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[4] Pengadaan, https://www.pengadaan.web.id/2021/03/merger-dan-akuisisi.html, diakses pada 22 Maret 2022

[5] Pasal 87 Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

[6] Hukum Online, https://www.hukumonline.com/klinik/a/simak-ini-5-langkah-merger-pt-lt4d1358d8a0a80, diakses pada 22 Maret 2022

[7] Pasal 125 ayat (1) Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[8] Pasal 89 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[9] Hukum Perseroan Terbatas, https://www.hukumperseroanterbatas.com/akusisi-perusahaan/prosedur-hukum-pengambilalihan-perseroan-terbatas/, diakses pada 22 Maret 2022

[10] www.santoslolowang.com, di akses tanggal 30 Maret 2022

[11] Pasal 123 Undang-Undang No 40 Tahun 2007  Tentang Perseroan Terbatas

[12] Pasal 28 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

[13] Pasal 29 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

[14] Pasal Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

LEGAL BASIS:

  1. Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies
  2. Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopoly Practices and Unfair Business Competition.
  3. Government Regulation No. 57 of 2010 concerning Merger or Merger of Business Entities and Takeover of Company Shares that Can Result in Monopolistic Practices and Unfair Business Competition.

REFERENCE :

  1. Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Merger_dan_akuisisi, accessed March 22, 2022
  2. Procurement, https://www.pengadaan.web.id/2021/03/merger-dan-akuisisi.html, accessed on March 22, 2022
  3. Online Law, https://www.hukumonline.com/klinik/a/simak-ini-5-langkah-merger-pt-lt4d1358d8a0a80, accessed March 22, 2022
  4. Limited Liability Company Law, https://www.hukumperseroanterbatas.com/akusisi-perusahaan/prosedur-hukum-pengambilalihan-perseroan-terbatas/, accessed on March 22, 2022
  5. Santos Lolowang, www.santoslolowang.com, accessed on March 30, 2022
Mergers and acquisitions are two terms in the business world that are most often discussed, so sometimes both terms are  considered to have the same meaning.  Both terms are used to refer to corporate action in the form of the merger of two companies, however, it turns out that the  meaning of the  terms merger and acquisition turns out to be different and must be understood.  Some companies usually prefer to use the term merger as opposed to  acquisition when buying most of the shares of smaller companies.   Merger is the process of combining two or more companies that then become one company only, where the company takes by uniting shares in the form of assets and non-assets of the merged company. Companies that merge with other companies must own at least 50% of the shares and the rest can be owned by investors from outside the company. In this case the buying company will continue its name and identity, the buyer’s company will also take both the assets and liabilities of the purchased company.  An acquisition is the purchase of a company by another company where it buys most or all of the shares of another company with the aim of taking control. The main goal of a company is to join another company or make acquisitions because the company will achieve faster growth than having to build its own business unit in addition to making a profit.  Acquisitions are often used to maintain the availability of raw material supplies or guarantee that products will be absorbed by the market.[1]   The understanding of mergers is also explained in Law No. 40  of  2007 concerning Limited Liability Companies  (UUPT) in Article 1 paragraph (9) which contains: “Article 1 Merger is a legal action carried out by one other existing Company that results in assets and pasiva of the Company that merge themselves switched because of the law to the Company that received the subsequent incorporation of legal entity status to the Company that merged itself ends because of the law[2]   Meanwhile, the understanding of the acquisition is explained in Article 1 paragraph (11) of Law No. 40  of  2007 concerning Limited Liability Companies  (UUPT)  namely: “Article 1 Takeover is a legal act carried out by a legal entity or company to take over the Company’s shares which results in a transfer of control over the Company.”[3] Every company has several objectives in making mergers and acquisitions.  There are two main objectives: economic and non-economic goals.   The economic objective of the company is to maximize the value of the company so as to achieve a strategic position in the market. In addition, the prosperity /well-being of its employees and shareholders is also one part of the purpose of this merger and acquisition.  While on the non-economic purpose of merger and acquisition activities it is based on the subjective wishes of the owner or management of the company. Such as because of the personal interest motive of the company owner and company management and because of prestige. [4]   The difference between mergers and acquisitions can be seen from the process.  To be able to merge or merge,  there are at least five stages that must be done, namely first, meeting the requirements of incorporation.  It should be noted that incorporation to prevent monopolies or monopsonies that can harm society.  In  merging,  the company must obtain approval from the relevant agencies.  Second, draw up a merger plan. After   the merger plan  is made, then the  design must get approval from the Board  of Commissioners of  each company that will merge.  Third, the approval of the merger plan. After the draft is approved by the Board of Commissioners at each PT,  it must then be submitted at the GMS  based on Article 87 paragraph (1) of Law No. 40 of 2008 concerning the Company. Limited explains as follows:   Article 87 The decision of the GMS is taken based on deliberations for consensus, which means the results of the agreement approved by the shareholders present or represented by the GMS”[5]   The fourth made a joining deed. If the incorporation of THE PT  is not accompanied by the articles of association, a copy of the  merger deed  must be submitted to the Minister to be recorded in the list of PT.  Fifth, the announcement of the results of the merger.  The Board of Directors of PT who receive the merger must announce the results of the merger a maximum of  thirty days from the date of  approval of the  Minister.  The announcement is intended so that   interested  third parties  know that a  merger has been made. [6]   While the acquisition has two types of processes on its takeover, namely the takeover process  through the company’s board of directors and the takeover process  directly from  shareholders.  In the Takeover Process through the Board of Directors of the Company, explained based on Article 125 paragraph (1) of Undang-Law No. 40  of  2007 concerning Limited Liability Companies  , namely: “Article 125 The takeover is carried out by means of a takeover of shares that have been issued by the Company through the Company’s Board of Directors or directly from shareholders. This is done by a legal entity or individual person. The takeover of the shares in question is a takeover that results in a change of control of the Company”[7]   There are seven takeover or acquisition processes  through the company’s directors.  First the decision of the GMS.  The election must be based on the GMS that meets the provisions and requirements on the requirements for gms decision making as intended in Article 89 Undang-Law No. 40  of  2007, namely:   “Article 89 There are at least 3/4 (three-quarters) part of the total number of shares with voting rights present or represented at the GMS and the decision is valid if approved at least 3/4 (three quarters) part of the number of votes issued, unless the articles of association determine the quorum of attendance and/or a larger GMS”[8]   Second, Notice to the Board of Directors of the Company.  Third, the preparation of the takeover plan.  Fourth, the takeover of the draft summary.  Fifth, the submission of creditor objections.   Sixth, the creation of a  takeover deed in front of a notary.  Seventh, notice to the Minister, and finally the  announcement of the results of the takeover.   Meanwhile, in the process   of taking over directly  from  shareholders has a simpler procedure that  is  obliged to be subject to the provisions of  stock acquisition in accordance with Law No. 40 of 2007.  about the Limited Liability Company  which explains that the acquisition of shares must pay attention to the provisions of the transfer of rights to shares in the Articles of Association, as well as obtaining approval from the General Meeting of Shareholders (GMS). Gms must be carried out no later than 30 (thirty) days after the announcement, the Board of Directors of the company who will make the acquisition must announce a summary of the draft in at least 1 (one) newspaper and announce in writing to the employees of the company within 30 days before the summons of the GMS. Creditors may object to the company within 14 days after the announcement of the acquisition in accordance with the draft. If the creditor does not raise objections within that period of time then the creditor is considered to agree.  In the case of the validity of the creditors until the date of the GMS cannot be completed by the Board of Directors of the company, the objection must be submitted at the GMS to get a settlement. Before these objections are resolved, the acquisition cannot be implemented. The deed of transfer of rights to shares must be declared by notary deed and in Indonesian.  A copy of the word transfer of the right to shares must be attached to the submission of notification to the Minister of Law and Human Rights about changes to the Company’s Shareholder Structure.  The Board of Directors of the Company shall announce the results of the acquisition in 1 or more newspapers within a period of no later than 30 days from the date of notification to the Minister of Law and Human Rights or from the date of approval of changes to the Articles of Association by the Minister of Law and Human Rights. [9]  
Franchise or Franchise in the practice of the business world has long been known internationally. Although juridically new in atus in Indonesia in 17 years with the issuance of PP RI No. 16 Of 17 concerning Franchising with the Decree of the Minister of Industry and Trade of the Republic of Indonesia  No. 259 / MPP / Kep / 7/1997 dated July 30, 17, 17, 17, 17,  2007,  and The Minister  of Trade  Regulation No: 31/MDAG/PER/8/2008 concerning The Implementation of Franchises.   According to Pasal 1 paragraph (1) PP No. 42 of 2007 Tetang Waralaba.  Franchising (Franchise) is defined as: special rights owned by individuals or business entities to business systems with business characteristics in order to market goods and / or services that have been proven successful and can be utilized and / or used by other parties based on franchise agreements.   Franchising in the trading world is one of the systems that are considered very profitable has been proven by various national companies and companies of international caliber.  In Indonesia, the rule of law regarding Waralaba (Franchise) is not complete. This indicator can be observed from the legal provisions governing franchise business which until now has only been regulated in one (1) Government Regulation and one 1) Regulation as mentioned above. Arrangements through the Law have not been touched by the Government. Indeed, there is a Regulation from the Technical Department concerned, but this arrangement is the same as  inadequate considering that business through this franchise system is always developing dynamically according to the development of the business world, and forming new models in practice.[10]   Business development through franchising basically develops the business quickly using the capital of other parties, of course the risk is also borne by the franchisee.  Franchisees will get training, systems, intellectual property rights, even cultivation and raw materials, without having to have business experience first.  There is a Franchisee has the right to obtain a franchise fee for the use of the brand and system, which is accepted at the beginning of the agreement for a period of time usually at least five years.  In addition, it also raises royalties  from franchisees, which is a percentage of the sales value every month.   Basically, a franchise is formed when the franchisor establishes a legal relationship to enter into an integrated cooperation contract with the brand, layout design and so on with regard to intellectual property rights and business methods continuously in a certain period with the franchisee.   Merger in companies engaged in franchising, so far there is no regulation that prohibits it, Franchising is a type of Business / Activity carried out by a company, while the Company  itself is a legal subject that has the right to be able to develop a business with other companies, one of which is by way of merger. Dalam understanding merger itself as a mentioned earlier is a legal action carried out by one other existing Company that results in assets and pasiva of the Company that merges itself switched because of the law to the Company that received the subsequent merger of legal entity status to the Company that joined itself ended because of the law.   Referring to the explanation of the Merger mentioned in Article 1 paragraph (9) then companies engaged in any field including Franchises can merge with other companies in accordance with the type of merger  that has been described above and with the terms and conditions apply as described in Article 123 of Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies, namely:   “Article 23: The Board of Directors of the Company who will merge and accept the Merger drafts a merger.The Merger Plan as intended in paragraph (1) contains at least: the name and place of position of each Company that will merge; reasons and explanations of the Board of Directors of the Company who will merge and merge requirements;procedures for the assessment and conversion of the Company’s shares that combine themselves against the Shares of the Company that received the Merger;plan changes to the Articles of Association of the Company that accept mergers if any;financial statements covering the last 3 (three) financial years of each Persroan that will merge; plan for the continuation or termination of business activities of the Company that will merge; balance sheet proforma of the Company that accepts incorporation in accordance with the principles of accounting that is generally accepted in Indonesia ;how to resolve the status, rights and obligations of members of the Board of Directors, Board of Commissioners, and employees of the Company who will merge themselves; how to resolve the rights and obligations of the Company that will merge with third parties; how to resolve the rights of shareholders who do not agree to the Merger of the Company; names of members of the Board of Directors and the Board of Commissioners as well as salaries, honorariums and benefits for members of the Board of Directors and Dewa Commissioners of the Company who receive mergers; estimated period of implementation of the Merger; reports on the state of development, and the results to be achieved from each Company that will merge; the main activities of each Company that will carry out the Incursion and changes that occur during the current financial year; and details of issues arising during the current financial year affecting the Activities of the Company that will merge The Merger Draft as intended in paragraph (2) after obtaining the approval of the Board of Commissioners of each Company submitted to the GMS respectively to get approval For certain Companies that will merge in addition to the provisions in this Law, it is necessary to get prior approval from the relevant agencies in accordance with the provisions of the laws and regulations. The provisions as intended in paragraph (1) to paragraph (4) apply also to open companies as long as they are not regulated in other laws and regulations in the field of capital markets” [11]   With the following explanation, it is advisable for business actors not to hesitate to consult on mergers, acquisitions and franchises to authorized institutions related to the rules in the merger or fusion of business entities. The consultation is expected to prevent rule violations in monopoly practices and unfair business competition and avoid mistakes that will occur.

When viewed from  the   competition law  in Indonesia, mergers and acquisitions are prohibited if both actions can result in monopolistic practices and unfair business competition. This is  stipulated in Article 28 of Law No. 5  of  1999 concerning Prohibition of  Monopoly Practices and Unfair  Business Competition, namely:   “Article 28 Business actors are prohibited from combining or smelting business entities that can lead to monopolistic practices and/or unfair business competition” [12] Mergers and Acquisitions carried out by business actors must have the value of assets resulting from mergers and acquisitions exceeding Rp 2.5 trillion or the value of sales of mergers and acquisitions exceeding Rp 5 trillion must be notified in writing to the KPPU no later than 30 working days from the date it has been effective juridically the merger and the acquisition is regulated under Article 29 of Law No. 5 years.  1999  on Prohibition of Monopoly Practices and Unfair  Business Competition, namely:   “Article 29 The merger or merger of a business entity, or the takeover od shares an intended in Artcile 28 which results in the value of the asset and or the value of its sale exceeding a certain amount, must be notified to the Commission, no later than 30 (thirty) days from the date of incorporation, smelting or takeover.” [13] If  business actors make a delay in reporting any merger or acquisition transactions, based on Article 6  of Government Regulation No. 57 of 2010 explains that sanctions are subject to:   “Article 6 Legal sanctions that will be imposed on business actors who do not perfrom this obligation are subject to sancton in the fomr of administrative fines of Rp 1,0000,000,000.00 (one billion every day) delay with the provision of administrative fines as a whole as high as Rp25,000,000,000.00 (two recover five billion)” [14]   So it is appealed to business actors not to hesitate to consult on acquisitions, mergers and consolidations to authorized official institutions related to the rules in the merger or fusion of business entities. The consultation is expected to prevent rule violations in monopoly practices and unfair business competition and  avoid mistakes that will occur.                                  

[1] Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Merger_dan_akuisisi, Accessed at 22 March 2022

[2] Article 1 paragraph (9) of Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies

[3] Article 1 paragraph (11) of Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies

[4] Procurement, https://www.pengadaan.web.id/2021/03/merger-dan-akuisisi.html, Accessed at 22 March 2022

[5] Article 87 of Law No.40 of 2007 concerning Limited Liability Companies.

[6] Online Law, https://www.hukumonline.com/klinik/a/simak-ini-5-langkah-merger-pt-lt4d1358d8a0a80, Accessed at 22 March 2022

[7]Article 125 paragraph (1) of Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies

[8] Article 89 of Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies

[9] The Company’s Law Limited, https://www.hukumperseroanterbatas.com/akusisi-perusahaan/prosedur-hukum-pengambilalihan-perseroan-terbatas/, Accessed at 22 March 2022

[10] www.santoslolowang.com, accessed march 30 2022

[11] Article 123 Law No 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies

[12] Article 28 Law No. 5 year 1999 about Prohibition Practice Monopoly and Competition Effort Not Healthy.

[13] Article 29 Law No. 5 year 1999 about Prohibition Practice Monopoly and Competition Effort Not Healthy

[14] Article 6 Regulation Government No. 57 year 2010 about Merging or Smelting Business Entities and Takeover Shares of the Company Get Cause Occurrence Practice Monopoly and Competition Effort Not Healthy.

0

BUSINESS FIELDS THAT ARE LIMIRED AND SUPERVISED BASED ON PRESIDENTAL REGULATION NO. 49 OF 2021 CONCERNING THE FIELD OF INVESTMENT BUSINESS

Author : Ananta Mahatyanto

Co Author : Rizky Tri Cahyanto

DASAR HUKUM:

  1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  3. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal
  4. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal
  5. Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor  10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal
  6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /  POJK.01 / 2015 tentang Penyidikan Tindak Pidana Di Sektor Jasa Keuangan

REFERENSI:

  1. Penanam Modal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), https://kbbi.lektur.id/Penanaman-Modal#:~:text=Menurut%20Kamus%20Besar%20Bahasa%20Indonesia,obligasi%20dari%20badan%20usaha%20tersebut
  2. Memahami Perbedaan Bidang Usaha Terbuka dan Tertutup, diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/a/memahami-perbedaan-bidang-usaha-tertutup-dan-bidang-usaha-terbuka-lt6040b886f3f29?page=all
  3. Pemerintah Putuskan Industri Miras Tertutup Untuk Investasi, diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/a/pemerintah-putuskan-industri-miras-tertutup-untuk-Investasi-lt60bdc8efc6959/?page=all
  4. Amri Hakim, “Hukum Praktik Saham Pinjam Nama (Nomine Arrangement)”, diakses dari https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-p

[1] Law Number 25 of 2007 concerning Investment

[2] Dhaniswara K Harjono, “Investment Law”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, p. 20

[4] Presidential Regulation Number 49 of 2021 concerning Amendments to Presidential Regulation Number 10 of 2021 concerning the Investment Business Sector

  1. raktik-saham-pinjam-nama-nominee-arrangement–lt4dafe64c121c5

JURNAL:

  1. Judhy Maramis, “Penyelesaian Sengketa Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Vol. V, No. 4, 2016

E-BOOK:

  1. Dhaniswara K Harjono, “Hukum Penanaman Modal”, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2007

LEGAL BASIS:

  1. Law Number 25 of 2007 concerning Investment
  2. Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies
  3. Presidential Regulation Number 44 of 2016 concerning List of Business Fields Closed and Business Fields Open With Requirements in the Investment Sector
  4.  Presidential Regulation Number 10 of 2021 concerning the Investment Business Sector
  5. Presidential Regulation Number 49 of 2021 concerning Amendments to Presidential Regulation Number 10 of 2021 concerning the Investment Business Sector
  6. Financial Services Authority Regulation Number 22 / POJK.01 / 2015 concerning Criminal Acts in the Financial Services Sector

REFERENCE :

  1. Penanam Modal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), https://kbbi.lektur.id/Penanaman-Modal#:~:text=Menurut%20Kamus%20Besar%20Bahasa%20Indonesia,obligasi%20dari%20badan%20usaha%20tersebut
  2. Memahami Perbedaan Bidang Usaha Terbuka dan Tertutup, diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/a/memahami-perbedaan-bidang-usaha-tertutup-dan-bidang-usaha-terbuka-lt6040b886f3f29?page=all
  3. Pemerintah Putuskan Industri Miras Tertutup Untuk Investasi, diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/a/pemerintah-putuskan-industri-miras-tertutup-untuk-Investasi-lt60bdc8efc6959/?page=all
  4. Amri Hakim, “Hukum Praktik Saham Pinjam Nama (Nomine Arrangement)”, diakses dari https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-praktik-saham-pinjam-nama-nominee-arrangement–lt4dafe64c121c5

JOURNAL:

  1. Judhy Maramis, “Penyelesaian Sengketa Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Vol. V, No. 4, 2016

E-BOOK:

  1. Dhaniswara K Harjono, “Hukum Penanaman Modal”, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2007

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Penanaman Modal adalah penyertaan Modal dalam badan usaha dengan cara membeli saham atau obligasi dari badan usaha tersebut.[1] Sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Penanaman Modal bertujuan untuk :

  1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
  2. Menciptakan lapangan kerja
  3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
  4. Meningkatkan daya saing dunia usaha nasional
  5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,  Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanamkan Modal, baik oleh penanam Modal dalam Negeri maupun penanam Modal Asing untuk melakukan usaha diwilayah Negara Republik Indonesia.[2] Investasi atau Penanaman Modal adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau badan hukum, menyisihkan sebagian pendapatannya agar dapat digunakan untuk melakukan suatu usaha dengan harapan pada suatu waktu tertentu akan mendapatkan hasil atau keuntungan.[3]

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Pelaksana memberikan pengertian yang sama mengenai Penanaman Modal, yaitu sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 1 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008), dan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal (Perka BKPM No. 12/2009) yang menyatakan :

“Penanaman Modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan menanamkan Modal, baik oleh Penanam Modal Dalam Negeri maupun Penanaman Modal Asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia” [4]

Penanaman Modal terbuka untuk semua bidang usaha baik penanam Modal dalam Negeri maupun penanam Modal Asing sebagaimana tercantum didalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yaitu :

“Semua bidang usaha terbuka bagi Penanaman Modal, kecuali Bidang Usaha:

  1. Yang dinyatakan tertutup untuk Penanaman Modal
  2. Untuk kegiatan yang hanya dapat dilajukan oleh pemerintah pusat.” [5]

Adapun perubahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yaitu :

“Bidang usaha terbuka sebagai mana dimaksud pada ayat (1) adalah bidang usaha yang bersifat komersil”[6]

Bidang Usaha Terbuka dan Bidang Usaha Tertutup adalah istilah yang dikenal dalam Penanaman Modal. Kedua bidang usaha ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Ketentuan mengenai semua bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal bidang usaha kegiatan Penanaman Modal terdiri atas :

  1. Bidang Usaha Terbuka
  2. Bidang Usaha Tertutup
  3. Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan. [7]

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal Bidang Usaha Yang Terbuka adalah Bidang Usaha yang dilakukan tanpa persyaratan dalam rangka Penanaman Modal.[8]

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal Bidang Usaha Yang Tertutup adalah Bidang Usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan Penanaman Modal.[9]

Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Bidang Usaha Yang Tertutup Bagi Penanam Modal Asing adalah :

  1. Produksi senjata, mesin, alat peledak, dan peralatan perang
  2. Bidang usaha yang secara eksplsit dinyatakan tertutup berdasarkan Undang-Undang[10]

Berkaitan dengan Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal juga mengatur mengenai Bidang Usaha Yang Terbuka dengan persyaratan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1), yang menyatakan bidang Usaha dengan persyaratan tertentu scbagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c merupakan Bidang Usaha yang dapat diusahakan oleh semua Penanam Modal termasuk Koperasi dan UMKM yang mernenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Persyaratan Penanaman Modal untuk Penanaman Modal Dalam Negeri
  2. Persyaratan Penanaman Modal dengan pembatasan kepemilikan Modal Asing
  3. Persyaratan Penanaman Modal dengan Izin Khusus. [11]

Ketentuan mengenai Legalisasi Investasi minuman keras beralkohol dibeberapa provinsi yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Sulawesi Utara sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, Investasi industri minuman keras beralkohol ini masuk dalam Daftar Bidang Usaha dengan Persyaratan Tertentu sebagai tertuang dalam Lampiran III angka 31,32, dan 33 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 sebagai salah satu bidang usaha dari 46 bidang usaha dengan persyaratan. Seperti, Industri Minuman Keras Mengandung beralkohol, Industri Minuman Mengandung Alkohol Anggur, Industri Minuman Mengandung, Perdagangan Eceran Minuman Keras atau Beralkohol, Perdagangan Eceran Kaki Lima Minuman Keras atau Beralkohol. Jenis Investasi ini hanya dapat dilakukan di 4 provinsi dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Di luar itu, Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) dapat menetapkan provinsi lain berdasarkan usulan dari Gubernur.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, mengeluarkan/mencabut bidang usaha miras dari daftar bidang usaha tertutup yang dilarang diusahakan untuk kegiatan Penanaman Modal. Oleh karena itu, Pasal 14 huruf a Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 telah mencabut Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.[12]

Dalam rangka pembatasan pelaksanaan Penanaman Modal serta pengendalian dan pengawasan minuman yang mengandung alkohol, diperlukan perubahan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Sebelumnya dalam Peraturan Presiden Nomor  10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, Penanaman Modal sektor industri minuman keras mengandung alkohol, industri minuman mengandung alkohol anggur, dan minuman mengandung malt, ini masih diperbolehkan di empat provinsi yakni Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua. Dalam Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 Tentang Perubahatan Atas Peraturan Presiden Nomor  10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal ini disebutan prinsipnya semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan Penanaman Modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi Penanaman Modal. Bidang usaha terbuka bagi kegiatan Penanaman Modal merupakan bidang usaha yang bersifat komersil. Sedangkan bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi Penanaman Modal terdiri dari beberapa jenis. [13]

Rumusan norma amanat pembentukan peraturan perundang-undangan tersendiri dalam hal pengawasan miras beralkohol yang termuat dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor  10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yaitu :

  1. Persyaratan Penanaman Modal untuk Penanaman Modal Dalam Negeri
  2. Persyaratan Penanaman Modal dengan pembatasan kepemilikan Modal Asing
  3. Persyaratan Penanaman Modal dengan Izin Khusus
  4. Persyaratan Penanaman Modal lainnya yaiut Bidang Usaha yang dibatasi dan diawasi secara ketat dan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri dibidang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol. [14]

Berkaitan dengan akta pengikatan saham dan kuasa saham tersebut beresiko untuk dikategorikan sebagai praktek Nominee arrangement.Dalam perjanjian tersebut kuasa atas saham tersebut dilimpahkan kepada orang lain. Nominee arrangement tidak diperbolehkan sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.[15] Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yaitu:

  1. Penanam Modal dalam Negeri dan penanam Modal Asing yang melakukan Penanamn Modal dalam bentuk pereorang terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain
  2. Dalam hal penanam Modal dalam Negeri dan penanam Modal Asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum. [16]

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) UU Penanaman Modal melarang penanam Modal dalam Negeri dan penanam Modal Asing untuk membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam PT untuk dan atas nama orang lain. Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Penanaman Modal selanjutnya mengatur bahwa perjanjian Nominee Arrangement dinyatakan batal demi hukum.

Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan secara tegas bahwa saham dikeluarkan atas nama pemiliknya, sehingga untuk penanam Modal diwajibkan atas nama pemegang saham, dan tidak diperbolehkan nama saham berbeda dengan pemilik sebenarnya.[17]

Penyelesaian sengketa Penanaman Modal dalam Negeri diatur didalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,  dalam hal terjadi sengketa di bidang Penanaman Modal antara Pemerintah dengan penanam Modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat apabila tidak tercapai mufakat, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal terjadi sengketa di bidang Penanaman Modal antara Pemerintah dengan penanam Modal dalam Negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak. Apabila penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.[18]

Dalam hal terjadi sengketa dibidang Penanaman Modal antara Pemerintah dengan Penanam Modal Asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Pemerintah Indonesia juga telah melakukan ratifikasi terhadap Convention on the Settlement of Investment Dispute between States and National of other States dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1968, dengan adanya ratifikasi ini maka Investor Asing dapat terlindung dari resiko Investasi termasuk dari resiko politik.[19]

 Sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /  POJK.01 / 2015 tentang Penyidikan Tindak Pidana Di Sektor Jasa Keuangan, pihak yang berwenang melakukan penyidikan, yaitu :

  1. Pejabat Penyidikan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipekerjakan OJK.
  2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan OJK dan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik. [20]

Sanksi yang dapat diberikan terhadap Penanam Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing dapat berupa Sanksi Administif sebagaimana termuat dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu :

  1. Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan tebatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan aats nama orang lain.
  2. Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.
  3. Dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama dengan Pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan, dan bentuk penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam modal yang bersangkutan. [21]

[1] Penanam Modal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), https://kbbi.lektur.id/Penanaman-Modal#:~:text=Menurut%20Kamus%20Besar%20Bahasa%20Indonesia,obligasi%20dari%20badan%20usaha%20tersebut,  diakses pada tanggal 7 Maret 2022

[2] Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

[3] Dhaniswara K Harjono, “Hukum Penanaman Modal”, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2007,hlm. 20

[4] Ibid.

[5] Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal

[6] Pasal 2 ayat (1) a Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal

[7] Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal

[8] Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan

[9] Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal

[10] Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

[11] Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal

[12] Memahami Perbedaan Bidang Usaha Terbuka dan Tertutup, diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/a/memahami-perbedaan-bidang-usaha-tertutup-dan-bidang-usaha-terbuka-lt6040b886f3f29?page=all, pada tanggal 8 Maret 2022

[13] Pemerintah Putuskan Industri Miras Tertutup Untuk Investasi, diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/a/pemerintah-putuskan-industri-miras-tertutup-untuk-Investasi-lt60bdc8efc6959/?page=all, pada tanggal 8 Maret 2022

[14] Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor  10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal

[15] Amri Hakim, “Hukum Praktik Saham Pinjam Nama (Nomine Arrangement)”, diakses dari https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-praktik-saham-pinjam-nama-nominee-arrangement–lt4dafe64c121c5

[16] Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

[17] Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

[18] Judhy Maramis, “Penyelesaian Sengketa Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Vol. V, No. 4, 2016

[19] Ibid.

[20]

[21] Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

According to the Indonesian Dictionary (KBBI), Investment is the participation of Capital in a business entity by buying shares or bonds from the business entity. As stated in Article 3 Paragraph (2) of Law No. 25 of 2007 on Investment, Investment aims to:

  1. Increase national economic growth
  2. Creating jobs
  3. Promote sustainable economic development
  4. Increase competitiveness of the national business world
  5. Increase national technological capacity and capabilities

Based on Law No. 25 of 2007 on Investment, Investment is any form of investment activity, both by domestic investors and foreign investors to conduct business in the Region of the Republic of Indonesia.[1] Investment is an activity carried out by a person or legal entity, setting aside some of his income so that it can be used to conduct a business in the hope that at some time will get results or profits.[2]

Law No. 25 of 2007 on Investment and Implementing Regulation provides the same understanding of Investment, as stated in Article 1 Paragraph (1) of Law No. 25 of 2007 on Investment, Article 1 paragraph (7) of Government Regulation No. 45 of 2008 on Guidelines for Incentives and Ease of Investment in the Region (Government Regulation No. 45 of 2008),  and Article 1 paragraph (1) of BKPM Head Regulation No. 12 of 2009 on Guidelines and Procedures for Investment Applications (Perka BKPM No. 12/2009) which states:

“Capital Investment is interpreted as all forms of capital investment activites, both by Domestic Investors and Foreign Investors to conduct business in the territory of the Republic Indonesia”.

Investment is open to all business fields both domestic investors and foreign investors as stated in Article 2 of Presidential Regulation No. 10 of 2021 concerning the Field of Investment Business, namely :

“All business fields are open to investment, except business fields:

  1. Declared closed for Investment
  2. For activites that can only be done by the central government

As for the changes as stated in Article 2 of Presidential Regulation No. 49 of 2021 concerning Changes to Presidential Regulation No. 10 of 2021 concerning investment business, namely:

“The field of open business as refrred to in paragtaph (1) is a field of business of a commercial nature.”

Open Business Field and Closed Business Field is a term known in Investment. Both of these business fields are regulated in Law No. 25 of 2007 on Investment, Presidential Regulation No. 10 of 2021 on Investment Business. Provisions regarding all business fields or types of businesses that are declared closed and open with the requirements as stated in Article 12 of Law No. 25 of 2007 on Investment. In Article 2 paragraph (1) of Presidential Regulation No. 44 of 2016 concerning the List of Closed Business Fields and Open Business Fields With Requirements in the Field of Investment in the field of Investment activities consisting of:

  1. Open Business Field
  2. Closed Buisness Field
  3. Open Business Field With Persyaratan

Based on Article 1 paragraph (2) of Presidential Regulation No. 44 of 2016 concerning The List of Closed Business Fields and Open Business Fields With Requirements in the Field of Investment In Open Business Fields are Business Fields that are carried out without requirements in the framework of Investment.

Based on Article 1 paragraph (3) of Presidential Regulation No. 44 of 2016 concerning The List of Closed Business Fields and Open Business Fields With Requirements in the Field of Investment in Closed Business Fields are certain Business Fields that are prohibited from being pursued as Investment activities.[3]

Based on Article 12 paragraph (2) of Law No. 25 of 2007 on Investment in Business Areas Closed to Foreign Investors are:

  1. Production of weapons, gunpowder, explosive devices, and war equipment
  2. Business fields that are externally declared closed under the Law

Related to the Field of Closed Business and Open Business, Presidential Regulation No. 10 of 2021 concerning the Field of Investment Business also regulates the Open Business Field with the requirements stipulated in Article 6 paragraph (1), which states the business field with certain requirements as referred to in Article 3 paragraph (1) letter c is a Business Field that can be attempted by all Investors including Cooperatives and MSMEs that meet the following requirements:

  1. Investment Requirements for Domestic Investment
  2. Investment Requirements with restriction on foreign capital ownership
  3. Investment Requirements with Special Permission

Provisions regarding the Legalization of Investment of alcoholic liquor in several provinces namely Bali, East Nusa Tenggara, Papua, and North Sulawesi as stated in Annex to Presidential Regulation No. 10 of 2021 on Investment Business, Investment in the alcoholic liquor industry is included in the List of Business Fields with Certain Requirements as stated in Annex III number 31, 32, and 33 Presidential Regulation No. 10 of 2021 as one of the business fields of 46  business field with requirements. Such as, Liquor Industry Contains Alcoholic, Beverage Industry Contains Wine Alcohol, Beverage Industry Contains, Retail Trade Liquor or Alcoholic, Retail Trade Street Liquor or Alcoholic. This type of investment can only be done in 4 provinces concerning local culture and wisdom. Beyond that, the Investment Coordinating Board (BKPM) can establish other provinces based on proposals from the Governor.

As stated in Article 77 paragraph (2) of Law No. 11 of 2020 on Copyright Work that amends Article 12 of Law No. 25 of 2007 on Investment, issues / revokes the business field of liquor from the list of closed business fields that are prohibited from being attempted for Investment activities. Therefore, Article 14 letter a Presidential Regulation No. 10 of 2021 has revoked Presidential Regulation No. 76 of 2007 on Criteria and Requirements for The Preparation of Closed Business Fields and Open Business Fields with Requirements in the Field of Investment.

To limit the implementation of investment and control and supervision of beverages containing alcohol, changes are needed to presidential regulation No. 10 of 2021 on investment business. Previously in Presidential Regulation No. 10 of 2021 on Investment Business, Investment sector of liquor industry contains alcohol, beverage industry contains wine alcohol, and beverages containing malt, this is still allowed in four provinces namely Bali, East Nusa Tenggara (NTT), North Sulawesi, and Papua. In Presidential Regulation No. 49 of 2021 concerning Changes to Presidential Regulation No. 10 of 2021 concerning Investment Business, it is called in principle all business fields are open to Investment activities, except business fields that are declared closed to Investment. The business field is open to investment activities is a commercial business field. While the business field that is declared closed to investment consists of several types.

Formulation of the mandate norm for the establishment of its laws and regulations in terms of supervision of alcoholic beverages contained in Article 6 paragraph (1) letter d of Presidential Regulation No. 49 of 2021 concerning Changes to Presidential Regulation No. 10 of 2021 concerning the Field of Investment Business, namely:

  1. Investment Requirements for Domestic Investment
  2. Investment Requirements with restrictions on foreign capital ownership
  3. Investment Requirements with Special Permission
  4. Other Investment Requirements are Business Fields that are limited and closely monitored and regulated in their laws and regulations in the field of control and supervision of alcoholic beverages.[4]

Concerning the deed of binding of the shares and the power of the stock is at risk to be categorized as a nominee arrangement practice. In the agreement, the power of the shares is transferred to others. Nominee arrangements are not allowed since the enacting of Law No. 25 of 2007 on Investment.  Based on Article 33 paragraph (1) of Law No. 25 of 2007 on Investment, namely:

  1. Domestic Investors and Foreign Investors who invest in limited liability companies are prohibited from making agreements and/or statements affirming that ownership of shares in limited liability companies for and on behalf of others
  2. In the event that domestic investors and foreign investors make agreements and/or statements as referred to in paragraph (1), the agreement and/or statement is declared null and void.

As stated in Article 33 paragraph (1) of the Investment Law prohibits domestic investors and foreign investors from making agreements and/or statements affirming that share ownership in PT is for and on behalf of others. Article 33 paragraph (2) of the Investment Act further provides that the Nominee Arrangement agreement is declared null and void.

Based on Article 48 paragraph (1) of Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies, expressly states that shares are issued on behalf of their owners, so that investors are required on behalf of shareholders, and are not allowed to name shares different from the actual owner.

Settlement of domestic investment disputes is regulated in Article 32 of Law No. 25 of 2007 on Investment, in the event of disputes in the field of Investment between the Government and investors, the parties first resolve the dispute through deliberation and consensus if no consensus is reached, the resolution of the dispute can be done through arbitration or alternative dispute resolution or court following the provisions of the dispute.  laws and regulations. In the event of a dispute in the field of Investment between the Government and domestic investors, the parties can resolve the dispute through arbitration based on the agreement of the parties. If dispute resolution through arbitration is not agreed, the settlement of the dispute will be done in court.

In the event of a dispute in the field of Investment between the Government and Foreign Investors, the parties will resolve the dispute through international arbitration that must be agreed upon by the parties. The Government of Indonesia has also ratified the Convention on the Settlement of Investment Dispute between States and National of other States by Law No. 5 of 1968, with this ratification, Foreign Investors can be protected from investment risks including political risks.[5]

As stated in Article 3 of The Financial Services Authority Regulation No. 22 / POJK.01 / 2015 on Investigation of Criminal Acts in the Financial Services Sector, the authorities conduct investigations, namely:

  1. The Investigation Officer of the State Police of the Republic of Indonesia is employed by OJK
  2. Civil Servants employed by OJK and given special aunthority as Investigators.

Sanctions that can be given against Domestic Investors and Foreign Investments can be administrative sanctions as contained in Article 33 of Law No. 25 of 2007 on Investment, namely:

  1. Domestic investors and foreign investors who invest in the form of limited investments are prohibited from makin agreements and/or statemets affirming that share ownership in limited liability companies for and on behalf of others.
  2. If domestic investors and foreign investors make agreements and/or statements as referred to in paragraph (1), the agreement and/or statement are declared null and void.

In the case of investors who carry out business activites under agreements or cooperation contratcs with the Government to commit corporate crimes in the form of tax crimes, inflatinf recovery costs, and other forms of cost inflating to minimize profits that result in state losses based on findings or examinations by the competent authorities and have received court rulings with permanent legal force, The government terminates the agreement or cooperation contract with the investor concerned.

0

Going Private Company Through Voluntary Delisting

Author: Ananta Mahatyanto; Co-Author: Alfredo Joshua Bernando

           Going private atau Go-Private adalah perubahan status suatu perusahaan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup, melalui prosedur tertentu.[1] Perseroan Tertutup adalah PT yang sahamnya tidak ditawarkan ke publik dan tidak terdaftar di bursa efek. Biasanya, jumlah pemegang saham Perseroan Tertutup hanya sedikit (minimal 2 orang saja bisa mendirikan Perseroan Tertutup). Oleh karena itu, terkait kegiatan RUPS Perseroan Tertutup juga relatif lebih sederhana dibandingkan Perseroan Terbuka.[2]

Cara melakukan perubahan status dari Perseroan Terbuka menjadi Perusahaan Tertutup adalah melalui Delisting Saham. Dimana secara singkat, delisting adalah penghapusan pencatatan saham pada Bursa Efek Indonesia (lebih lanjut disebut ‘Bursa’) yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa. Sedangkan, go-private merupakan perubahan status suatu perusahaan, dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup melalui prosedur tertentu. Beberapa alasan suatu perusahaan tercatat memilih untuk melaksanakan delisting adalah karena tidak likuidnya saham yang tercatat di Bursa yang disebabkan kepemilikan saham oleh publik yang tidak signifikan; atau karena perusahaan tercatat tersebut tidak lagi membutuhkan pendanaan yang bersumber dari pasar modal.[3]

Perusahaan dapat mengubah status Perseroan Terbuka menjadi Perseroan yang tertutup dengan menyampaikan permohonan pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum Efek bersifat ekuitas atau Pernyataan Pendaftaran Perusahaan Publik kepada OJK dengan wajib memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 64 & Pasal 65 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021), yakni:

  1. Memperoleh persetujuan Pemegang Saham Independen dalam RUPS;
  2. Melakukan pembelian kembali atas seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik sehingga jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 (lima puluh) Pihak atau jumlah lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan;
  3. Mengumumkan keterbukaan informasi kepada masyarakat dan menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan bersamaan dengan pengumuman RUPS.[4]

Dalam menyampaikan permohonan pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran, perseroan harus menyertakan dokumen berupa:

  1. pernyataan dari:
    1. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian; dan
    1. Biro Administrasi Efek atau Perusahaan Terbuka yang menyelenggarakan administrasi Efek sendiri,

Bahwa pemegang saham Perusahaan Terbuka telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan dilampiri susunan pemegang saham terakhir;

  • pernyataan dari Bursa Efek bahwa Perusahaan Terbuka tersebut telah memenuhi seluruh kewajibannya kepada Bursa Efek;
  • pernyataan dari Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian bahwa Perusahaan Terbuka telah memenuhi kewajibannya kepada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
  • bukti penyelesaian kewajiban pembayaran sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga dan kewajiban lainnya kepada Otoritas Jasa Keuangan, jika terdapat kewajiban sanksi adminitratif berupa denda dan/atau bunga dan kewajiban lainnya; dan
  • salinan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia atas perubahan anggaran dasar. [5]

Jika permohonan pencabutan sudah diterima secara lengkap oleh OJK, OJK akan mencabut efektifnya Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum Efek bersifat ekuitas dan/atau Pernyataan Pendaftaran Perusahaan Publik paling lama 14 (empat belas) hari kerja (Pasal 64 ayat (4)) dan menerbitkan surat perintah kepada (ayat 5):

  1. Bursa Efek untuk membatalkan pencatatan Efek di Bursa Efek
  2. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian untuk membatalkan pendaftaran Efek pada penitipan kolektif di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. [6]

Bursa Efek memiliki kewajiban untuk membatalkan pencatatan Efek Perusahaan Terbuka paling lambat 14 hari setelah diterima surat perintah dari OJK, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian memiliki kewajiban membatalkan pendaftaran Efek Perusahaan Terbuka pada penitipan kolektif paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya surat perintah dari OJK tersebut.[7] (Pasal 65)

Dalam proses perubahan status Perusahaan dari Perseroan Terbuka menjadi Perseroan Tertutup seperti yang diatur dalam Pasal 64 dan Pasal 65 POJK 3/2021, terdapat sanksi yang dapat dikenakan kepada Perusahaan dan pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan tersebut apabila melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, hal tersebut diatur dalam Pasal 100 mengenai sanksi yang diterapkan kepada pihak yang melakukan pelanggaran Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 65 POJK 3/2021 yang berupa sanksi administratif.

Sanksi administratif tersebut diatur dalam Pasal 93 dan Pasal 94 POJK 3/2021, yang berbunyi:

Pasal 93

Emiten, Perusahaan Publik, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, lembaga penilaian harga Efek, penyelenggara dana perlindungan pemodal, Pihak penerbit daftar Efek syariah, Perusahaan Pemeringkat Efek, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, wakil Penjamin Emisi Efek, wakil Perantara Pedagang Efek, wakil Manajer Investasi, Agen Penjual Efek Reksa Dana, wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana, ahli syariah pasar modal, Agen Perantara Pedagang Efek, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian, Wali Amanat, profesi penunjang Pasar Modal, dan Pihak lain yang telah memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Otoritas Jasa Keuangan, anggota direksi, anggota dewan komisaris, dan setiap Pihak yang memiliki secara langsung maupun tidak langsung paling sedikit 5% (lima persen) saham Emiten atau Perusahaan Publik, serta Pihak lain yang melakukan pelanggaran dan/atau menyebabkan terjadinya pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal dikenai sanksi administratif berupa:

  1. peringatan tertulis;
    1. denda berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
    1. pembatasan kegiatan usaha;
    1. pembekuan kegiatan usaha;
    1. pencabutan izin usaha;
    1. pembatalan persetujuan;
    1. pembatalan pendaftaran;
    1. pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran; dan/atau
    1. pencabutan izin orang perseorangan.

Pasal 94

Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan tertentu dan/atau memerintahkan Pihak yang melakukan pelanggaran dan/atau Pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran untuk melakukan tindakan tertentu berupa: a. pengembalian keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang dihindari secara tidak sah; b. pembayaran ganti kerugian kepada Pihak tertentu; c. pembekuan atau pembatalan hak dan manfaat; d. pembatasan untuk melaksanakan kegiatan tertentu; dan/atau e. tindakan tertentu lainnya.”[8]

            Sehingga, apabila sebuah Perseroan Terbuka ingin melakukan perubahan status menjadi Perseroan Tertutup atau biasa disebut dengan Going Private, dimana perusahaan tersebut tidak akan mempunyai saham yang diperjualbelikan dalam Bursa Efek Indonesia , maka Perseroan harus melakukan Delisting Saham yang telah bereda melalui Pembatalan Pencatatan Efek dimana hal tersebut diatur dalam Pasal 64 & Pasal 65 POJK 3/2021.

          Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Perseroan dalam proses Going Private, mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, dan apabila dilanggar dapat dikenai sanksi administratif dari peringatan tertulis, hingga pencabutan izin usaha serta pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran.

DASAR HUKUM:

  1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

REFERENSI :

  1. Hukumonline ,  Assegaf Hamzah & Partners,  Memahami Lebih Jauh tentang Delisting dan Go-Private, ( https://www.hukumonline.com/berita/a/memahami-lebih-jauh-tentang-delisting-dan-go-private-lt5d6f2b56bd9ff?page=all , diakses pada tanggal 25 Febuari 2022)
  2. Pusat Pengembangan Hukum & Bisnis Indonesia, Perbedaan Perseroan Tertutup dan Perseroan Terbuka, ( https://www.pphbi.com/perbedaan-perseroan-tertutup-dan-perseroan-terbuka/ , diakses pada tanggal 25 Febuari 2022)

[1] Hukumonline ,  Assegaf Hamzah & Partners. Memahami Lebih Jauh tentang Delisting dan Go-Private, ( https://www.hukumonline.com/berita/a/memahami-lebih-jauh-tentang-delisting-dan-go-private-lt5d6f2b56bd9ff?page=all , diakses pada tanggal 25 Febuari 2022)

[2] Pusat Pengembangan Hukum & Bisnis Indonesia, Perbedaan Perseroan Tertutup dan Perseroan Terbuka, (

https://www.pphbi.com/perbedaan-perseroan-tertutup-dan-perseroan-terbuka/ , diakses pada tanggal 25 Febuari 2022)

[3] Op. Cit, Hukum Online , Assegaf Hamzah & Partners.

[4] Pasal 64 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

[5] Pasal 64 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

[6] Pasal 64 ayat (4) & ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

[7] Pasal 65 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

[8] Pasal 93 & Pasal 94 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021)

Translate