0

KEBIJAKAN INVESTASI DAN ASET BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Robby Malaheksa

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang di bentuk dengan Undan-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai sejak 1 Januari 2014.[1] Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program-program berupa: jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian[2].

Dalam melaksanakan program-program yang telah di tentukan berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang berbunyi:

Pasal 10

  1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta
  2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja
  3. Menerima bantuan iuran dari pemerintah
  4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta
  5. Mengumpulkan data dan mengelola peserta program jaminan sosial
  6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial
  7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.[3]

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan program-program, BPJS juga di berikan kewenangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang berbunyi:

“Pasal 20

  1. menagih pembayaran iuran;
  2. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
  3. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
  4. membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
  5. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
  6. mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya
  7. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  8. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.[4]

Selain memiliki wewenang dalam menjalakan program-program jaminan sosial, BPJS juga berhak mengelola aset yang mana tercantum dalam pasal 40 dan pasal 41 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang berbunyi :

Pasal 40

  • BPJS mengelola :
  • aset BPJS; dan
  • aset Dana Jaminan Sosial
  • BPJS wajib memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial;
  • Aset dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS;
  • BPJS wajib menyimpan dan mengadministrasikan Dana Jamainan Sosial pada bank custodian yang merupakan badan usaha milik Negara.

“Pasal 41

  • Aset BPJS bersumber dari :
  • modal awal dari pemerintah, yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham;
  • hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program jaminan sosial;
  • hasil pengembangan aset BPJS;
  • dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau
  • sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Aset BPJS dapat digunakan untuk :
  • biaya operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial;
  • biaya pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan Jaminan Sosial;
  • biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan; dan
  • investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan aset BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah

Terdapat peraturan pemerintah yang menegaskan bahwa BPJS juga berwenang dalam pengembangaan aset yang dilakukan dalam bentuk investasi sebagaimana dijamin dalam pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelola Aset Jaminan Sosial Kesehatan yang berbunyi:

“Pasal 23

(2)Instrumen investasi dalam negeri sebagaimana
                                                                          dimaksud pada ayat (1) meliputi :

  1. Deposito berjangka termasuk deposi on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan serta sertifikat deposito yang tidak dapat di perdagangkan/non negotiable certificate deposit pada bank (paling tinggi 15 % dari jumlah investasi untuk setiap Bank);

a1. Giro;

  • Surat berharga yang diterbitkan Negara Republik Indonesia;
  • Surat berharga yang diterbitkan oleh oleh Bank Indonesia;
  • Surat utang korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek Indonesia;
  • Saham yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia;
  • Reksadana;
  • Efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolekti efek beragun aset;
  • Dana Investasi real estate;
  • Tanah, Bangunan, atau tanah dengan bangunan (seluruhnya paling tinggi 5% dari jumlah investasi).[5]

Pelaksanaan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan meliputi 6 (enam) bagian yaitu: sumber aset, liabilitas, penggunaan, pengembangan, kesehatan keuangan, dan pertanggungjawaban.[6], sedangkan untuk penggunaan aset BPJS terdiri dari 2 (dua) yaitu: Penggunaan Aset BPJS Kesehatan dan Penggunaan aset dana jaminan sosial kesehatan[7].

Keuangan BPJS dibagi dua yang harus dipisahkan, yaitu aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial (DJS). Dalam hal terjadi kesulitan likuiditas, BPJS Kesehatan dapat memberikan dana talangan kepada aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan, dengan ketentuan paling banyak 35% (tiga puluh lima persen) dari aset BPJS Kesehatan yang tercatat dalam laporan keuangan bulan sebelumnya.[8]

Melihat Laporan keuangan tahun 2021, BPJS menyatakan total aset Dana Jaminan Sosial (DJS) yang di kelola meningkat 26 % menjadi Rp 551, 78 triliun. Hal itu juga terjadi pada jumlah klaim DJS yang meningkat 17 persen. Namun DJS tetap tumbuh karena di topang oleh Dana Investasi Aset DJS yang naik 14 persen serta hasil investasi yang turut membukukan kenaikan 10 persen di bandingkan tahun 2020.[9]

Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas wewenang yang di berikan, BPJS wajib menyampaikan atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden dengan tembusan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Semua laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.[10]

Pengawasan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan dilakukan melalui pengawasan internal dan eksternal.[11] Pengawasan Internal terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan dilakukan oleh Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan Satuan Pengawas Internal. Sedangkan Pengawasan Eksternal dilakukan Dewan Jaminan sosial Nasional (DJSN), serta Lembaga Independen, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengawasan Eksternal oleh DJSN, dilakukan terhadap kinerja BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan Kesehatan, sedangkan pengawasan Eksternal oleh OJK dan BPK dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.[12]

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
  2. PP No 84 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
  3. PP No 53 Tahun 2018 tentang Perubahan kedua atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

REFRENSI

  1. Peta Jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019, disusun oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementrian Kesehatan, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Dewan Jaminan Sosial Nasional 2012.
  2. Buku Pegangan Sosialisasi JKN dalam SJSN
  3. Total Aset Dana Jaminan Sosial BPJamsostek Rp551,78 T di 2021, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220428144621-78-791013/total-aset-dana-jaminan-sosial-bpjamsostek-rp55178-t-di-2021.

[1] Buku Pegangan Sosialisasi JKN dalam SJSN, Latar Belakang , Hlm. 10

[2] Pasal 6 UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS

[3] Pasal 10 Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS

[4] Pasal 20 Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS

[5] Pasal 23 PP No 53 Tahun 2018 tentang Perubahan kedua atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

[6] Pasal 10 PP No 84 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

[7] Pasal 19 – 21 PP No 84 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

[8] Psal 39 ayat (3) PP No 53 Tahun 2018 tentang Perubahan kedua atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

[9] Total Aset Dana Jaminan Sosial BPJamsostek Rp551,78 T di 2021, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220428144621-78-791013/total-aset-dana-jaminan-sosial-bpjamsostek-rp55178-t-di-2021.

[10] Pasal 37 UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS

[11] Pasal 44 PP No 84 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

[12] Peta Jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019, disusun oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementrian Kesehatan, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Dewan Jaminan Sosial Nasional 2012.

0

Kewajiban Keikutsertaan Masyarakat Dalam Program Jaminan Kesehatan

Author: Ananta Mahatyanto; Co-Author: Andreas Kevin Simanjorang, Alfredo Joshua Bernando

Salah satu tugas dan fungsi pemerintah adalah fungsi pelayanan (Service), yakni memberikan pelayanan kepada masyarakat (publik), dimana pelayanan tersebut mencakup semua sektor yang ada pada masyarakat, salah satunya sektor kesehatan. Terdapat banyak bentuk pelayanan pada sektor kesehatan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, salah satunya melalui Program Jaminan Sosial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional , dimana Jaminan Kesehatan merupakan salah satu jenis yang yang tercakup dalam Program Jaminan Sosial tersebut.

          Jaminan Sosial diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dimana Jaminan Sosial dan BPJS menurut definisi dalam Pasal 1 Angka 1 dan Angka 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), adalah:

Pasal 1

  1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
  2. Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. [1]

Dalam menyelenggarakan Program Jaminan Sosial yang dilakukan oleh BPJS, dibagi ke dalam 2 bentuk yakni BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenaga Kerjaan, dimana dari pengertian bentuk tersebut BPJS Kesehatan adalah Pihak yang menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia. Jaminan Kesehatan itu sendiri dijelaskan melalui Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (Permenkes 71/2013) yang telah mengalami 4 kali perubahan melalui Permenkes 99/2015, Permenkes 23/2017, Permenkes 5/2018, dan Perubahan ke-4 pada Permenkes 7/2021, dimana Jaminan Kesehatan memiliki definisi sebagai berikut:

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.[2]

Jaminan Kesehatan juga diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Perpres 82/2018) sebagaimana telah mengalami dua kali perubahan melalui Perpres 75/2019 serta Perpres 64/2020, dimana dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Perpres 82 Tahun 2018 mengatur mengenai kewajiban keikutsertaan setiap penduduk Indonesia dalam Program Jaminan Kesehatan melalui BPJS Kesehatan, yang berbunyi:

Pasal 6

  • Setiap Penduduk Indonesia wajib ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan.
  • Ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan sebagaimana dijelaskan pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara mendaftarkan atau didaftarkan pada BPJS Kesehatan.[3]

Dalam Pasal 6 ayat (3) Perpres 82 Tahun 2018 juga menjelaskan bahwa calon peserta BPJS Kesehatan berhak untuk menentukan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang diinginkan oleh Calon Peserta. Dimana berkaitan dengan Pasal 2 Permenkes 5/2018 tentang Perubahan ke-3 Permenkes 71/2013 menjelaskan tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dilakukan oleh semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa :

  1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, yakni:
  2. puskesmas atau yang setara;
  3. praktik dokter;
  4. praktik dokter gigi;
  5. praktik dokter layanan primer;
  6. klinik pratama atau yang setara; dan
  7. rumah sakit kelas D pratama atau yang setara.
  • Fasilitas Kesehatan rujukan Tingkat Lanjutan, yakni:
  • klinik utama atau yang setara;
  • rumah sakit umum; dan
  • rumah sakit khusus. [4]

Mengacu Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 Perpres 82/2018, Peserta Jaminan Kesehatan dalam hal ini adalah BPJS Kesehatan, meliputi: [5]

  1. PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan, dimana definisi PBI Jaminan Kesehatan dijelaskan melalui Pasal 1 Angka 5 Perpres 82/2018, yang menjelaskan bahwa :

Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta program Jaminan Kesehatan. [6]

  • Bukan PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan, yang terdiri dari:
  • PPU (Pekerja Penerima Upah) dan anggota keluarganya;
  • PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan anggota keluarganya; serta
  • BP (Bukan Pekerja) dan anggota keluarganya.

Didalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Perpres 82/2018 menjelaskan bahwa setiap calon peserta yang telah menjadi peserta BPJS Kesehatan berhak mendapatkan identitas peserta berupa Kartu Indonesia Sehat yang memuat nama  dan nomor identitas peserta yang terintegrasi dengan Nomor Identitas Kependudukan, kecuali untuk bayi baru lahir. [7] Serta, Penduduk yang belum terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan dapat didaftarkan pada BPJS Kesehatan oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota. [8]

Selain itu, pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta jaminan kesehatan BPJS Kesehatan dengan membayar iuran. Dalam hal pemberi kerja tidak mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, pekerja yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai peserta jaminan kesehatan. [9]

Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional melalui keikutsertaan seluruh penduduk Indonesia yang didaftarkan pada BPJS Kesehatan, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (Inpres 1/2022). Dimana optimalisasi program Jaminan Kesehatan Nasional tersebut melibatkan seluruh perangkat-perangkat pemerintahan dari kementerian dalam hal pemerintah pusat, Jaksa Agung, Kepolisian, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Gubernur dan Walikota/Bupati dalam hal pemerintah daerah, hingga Dewan Jaminan Sosial Nasional.

Dalam Inpres 1/2022 tersebut dijelaskan mengenai instruksi yang melibatkan pihak-pihak yang telah disebutkan diatas untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi program Jaminan Kesehatan. Dimana secara singkat, tujuan diterbitkannya Inpres 1/2022 tersebut adalah untuk melakukan persiapan, sinkronisasi dan penyempurnaan regulasi terkait dengan kepemilikan Kartu Indonesia Sehat yang merupakan peserta dari BPJS Kesehatan.

Contoh penerapan Kebijakan tersebut, dalam hal menginstruksikan perangkat-perangkat pemerintahan kepemilikan Kartu Indonesia Sehat sebagai peserta aktif program Jaminan Kesehatan dalam hal ingin mengurus perizinan berusaha melalui sistem OSS (Online Single Submission), Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan, peralihan hak dari jual beli tanah, hingga syarat kepemilikan rumah yang diatur dalam Inpres 1/2022 tersebut.

Penerapan peraturan tersebut juga merupakan perwujudan yang selaras dengan Pasal 6 ayat (1) Perpres 82/2018 yang mengatur bahwa setiap Penduduk Indonesia wajib ikutserta dalam program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Hal ini dijelaskan secara implisit, akan tetapi hal tersebut merupakan cara yang diambil pemerintah untuk melakukan program pemerataan kepemilikan Kartu Indonesia Sehat tersebut, yang secara langsung berimplikasi terhadap perwujudan pelayana kesehatan sebagaimana dijelaskan Pasal 28 H ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi :

Pasal 28

  • Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
  • Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.[10]

Terdapat sanksi administratif yang dapat diberikan kepada masyarakat yang tidak mengikuti program Jaminan Kesehatan, hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 17 Perpres 82/2018 jo. Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) UU BPJS, yang berbunyi:

Pasal 17 Perpres 82/2018

  • Kewajiban melakukan pendaftaran sebagai Peserta Jaminan Kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan batas waktunya namun belum dilakukan maka dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17 UU BPJS

  • Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif.
  • Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  • teguran tertulis;
  • denda; dan/atau
  • tidak mendapat pelayanan publik tertentu. [11]

“Tidak mendapat pelayan publik tertentu” sebagaimana dijelaskan pada Pasal 17 ayat (2) huruf c UU BPJS berkaitan dengan contoh penerapan dari optimalisasi program Jaminan Kesehatan Nasional pada Inpres 1/2022 mengenai pembuatan izin berusaha, Surat Izin Mengemudi, kepemilikan rumah dan sebagainya. Dimana apabila masyarakat yang tidak ikut serta dalam Program Jaminan Kesehatan (BPJS Kesehatan) sebagai peserta, yakni memiliki Kartu Indonesia Sehat, maka tidak mendapat pelayanan publik seperti mengurus izin-izin yang telah dijelaskan diatas.

Sehingga, pada dasarnya program Jaminan Kesehatan merupakan perwujudan dari amanat Pasal 28 H ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945 mengenai jaminan sosial dan pelayanan kesehatan yang harus diberikan oleh Pemerintah kepada Masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah mewujudkan hal tersebut melalui program yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam hal ini BPJS Kesehatan, dan seiring berjalannya penerapan program tersebut, pemerintah terus melakukan penyempurnaan program Jaminan Kesehatan Nasional melalui penerbitan peraturan seperti Perpres 82/2018 dan dalam hal melakukan optimalisasi Program Jaminan kesehatan tersebut Pemerintah dalam hal ini secara langsung memberikan instruksi kepada perangkat-perangkat pemerintahan dari tingkat pusat hingga tingkat daerah melalui Inpres 1 Tahun 2022.

Hal ini dilakukan demi melakukan mewujudkan pelayanan kesehatan yang maksimal melalui pemerataan keikutsertaan seluruh penduduk Indonesia dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional melalui pendaftaran pada BPJS Kesehatan serta Kepemilikan Kartu Indonesia Sehat, serta Pemerintah sanksi administratif yang diberikan kepada masyarakat seperti teguran, denda, serta tidak mendapat pelayanan publik tertentu apabila tidak ikut serta dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional atau memiliki Kartu Indonesia Sehat.

DASAR HUKUM:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
  3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
  4. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang telah mengalam 2 kali perubahan melalui Perpres 75/2019, dan Perubahan ke-2 melalui Perpres 64/2020
  5. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
  6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (Permenkes 71/2013) yang telah mengalami 4 kali perubahan melalui Permenkes 99/2015, Permenkes 23/2017, Permenkes 5/2018, dan Perubahan ke-4 pada Permenkes 7/2021

[1] Pasal 1 Angka 1 dan Angka 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

[2] Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

[3] Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

[4] Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

[5] Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

[6] Pasal 1 Angka 5 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

[7] Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

[8] Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

[9] Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

[10] Pasal 28 H ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

[11] Pasal 17 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan jo. Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Translate