KEBIJAKAN INVESTASI DAN ASET BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)
Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Robby Malaheksa
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang di bentuk dengan Undan-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai sejak 1 Januari 2014.[1] Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program-program berupa: jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian[2].
Dalam melaksanakan program-program yang telah di tentukan berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang berbunyi:
“Pasal 10
- Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta
- Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja
- Menerima bantuan iuran dari pemerintah
- Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta
- Mengumpulkan data dan mengelola peserta program jaminan sosial
- Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial
- Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.[3]
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan program-program, BPJS juga di berikan kewenangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang berbunyi:
“Pasal 20
- menagih pembayaran iuran;
- menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
- melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
- membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
- membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
- mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya
- melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.[4]
Selain memiliki wewenang dalam menjalakan program-program jaminan sosial, BPJS juga berhak mengelola aset yang mana tercantum dalam pasal 40 dan pasal 41 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang berbunyi :
“Pasal 40
- BPJS mengelola :
- aset BPJS; dan
- aset Dana Jaminan Sosial
- BPJS wajib memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial;
- Aset dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS;
- BPJS wajib menyimpan dan mengadministrasikan Dana Jamainan Sosial pada bank custodian yang merupakan badan usaha milik Negara.
“Pasal 41
- Aset BPJS bersumber dari :
- modal awal dari pemerintah, yang merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham;
- hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program jaminan sosial;
- hasil pengembangan aset BPJS;
- dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau
- sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Aset BPJS dapat digunakan untuk :
- biaya operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial;
- biaya pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan Jaminan Sosial;
- biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan; dan
- investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan aset BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah
Terdapat peraturan pemerintah yang menegaskan bahwa BPJS juga berwenang dalam pengembangaan aset yang dilakukan dalam bentuk investasi sebagaimana dijamin dalam pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelola Aset Jaminan Sosial Kesehatan yang berbunyi:
“Pasal 23
(2)Instrumen investasi dalam negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
- Deposito berjangka termasuk deposi on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan serta sertifikat deposito yang tidak dapat di perdagangkan/non negotiable certificate deposit pada bank (paling tinggi 15 % dari jumlah investasi untuk setiap Bank);
a1. Giro;
- Surat berharga yang diterbitkan Negara Republik Indonesia;
- Surat berharga yang diterbitkan oleh oleh Bank Indonesia;
- Surat utang korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek Indonesia;
- Saham yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia;
- Reksadana;
- Efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolekti efek beragun aset;
- Dana Investasi real estate;
- Tanah, Bangunan, atau tanah dengan bangunan (seluruhnya paling tinggi 5% dari jumlah investasi).[5]
Pelaksanaan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan meliputi 6 (enam) bagian yaitu: sumber aset, liabilitas, penggunaan, pengembangan, kesehatan keuangan, dan pertanggungjawaban.[6], sedangkan untuk penggunaan aset BPJS terdiri dari 2 (dua) yaitu: Penggunaan Aset BPJS Kesehatan dan Penggunaan aset dana jaminan sosial kesehatan[7].
Keuangan BPJS dibagi dua yang harus dipisahkan, yaitu aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial (DJS). Dalam hal terjadi kesulitan likuiditas, BPJS Kesehatan dapat memberikan dana talangan kepada aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan, dengan ketentuan paling banyak 35% (tiga puluh lima persen) dari aset BPJS Kesehatan yang tercatat dalam laporan keuangan bulan sebelumnya.[8]
Melihat Laporan keuangan tahun 2021, BPJS menyatakan total aset Dana Jaminan Sosial (DJS) yang di kelola meningkat 26 % menjadi Rp 551, 78 triliun. Hal itu juga terjadi pada jumlah klaim DJS yang meningkat 17 persen. Namun DJS tetap tumbuh karena di topang oleh Dana Investasi Aset DJS yang naik 14 persen serta hasil investasi yang turut membukukan kenaikan 10 persen di bandingkan tahun 2020.[9]
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas wewenang yang di berikan, BPJS wajib menyampaikan atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden dengan tembusan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Semua laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.[10]
Pengawasan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan dilakukan melalui pengawasan internal dan eksternal.[11] Pengawasan Internal terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan dilakukan oleh Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan Satuan Pengawas Internal. Sedangkan Pengawasan Eksternal dilakukan Dewan Jaminan sosial Nasional (DJSN), serta Lembaga Independen, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengawasan Eksternal oleh DJSN, dilakukan terhadap kinerja BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan Kesehatan, sedangkan pengawasan Eksternal oleh OJK dan BPK dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.[12]
DASAR HUKUM
- Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
- PP No 84 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
- PP No 53 Tahun 2018 tentang Perubahan kedua atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
REFRENSI
- Peta Jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019, disusun oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementrian Kesehatan, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Dewan Jaminan Sosial Nasional 2012.
- Buku Pegangan Sosialisasi JKN dalam SJSN
- Total Aset Dana Jaminan Sosial BPJamsostek Rp551,78 T di 2021, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220428144621-78-791013/total-aset-dana-jaminan-sosial-bpjamsostek-rp55178-t-di-2021.
[1] Buku Pegangan Sosialisasi JKN dalam SJSN, Latar Belakang , Hlm. 10
[2] Pasal 6 UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
[3] Pasal 10 Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
[4] Pasal 20 Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
[5] Pasal 23 PP No 53 Tahun 2018 tentang Perubahan kedua atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
[6] Pasal 10 PP No 84 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
[7] Pasal 19 – 21 PP No 84 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
[8] Psal 39 ayat (3) PP No 53 Tahun 2018 tentang Perubahan kedua atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
[9] Total Aset Dana Jaminan Sosial BPJamsostek Rp551,78 T di 2021, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220428144621-78-791013/total-aset-dana-jaminan-sosial-bpjamsostek-rp55178-t-di-2021.
[10] Pasal 37 UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
[11] Pasal 44 PP No 84 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan
[12] Peta Jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019, disusun oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementrian Kesehatan, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Dewan Jaminan Sosial Nasional 2012.