PERMASALAHAN TERHADAP PRODUK IMPOR YANG DILABELI PRODUK MILIK DALAM NEGERI
Written by : Alfredo Joshua Bernando, Co Written by : Shafa Atthiyyah Raihana
Impor merupakan bentuk transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal atau resmi dan umumnya berada dalam proses perdagangan. Prosesnya berupa tindakan memasukan barang atau komoditas negara lain ke dalam negeri. Impor barang membutuhkan campur tangan bea cukai di negara pengirim dan penerima. [1] Pengertian dari impor berdasarkan Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagai berikut:
“Pasal 1
- Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah kepabeanan” [2]
Dapat dikatakan secara singkatnya bahwa impor adalah barang dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri membutuhkan capur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Kegiatan impor memiliki manfaat atau keuntungan antara lain seperti memperoleh barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan oleh negara penerima karena adanya keterbatasan, adanya bahan baku, dan teknologi yang lebih modern. Namun, di samping dari keuntungannya tersebut, terdapat kekurangan dari adanya proses impor tersebut seperti masyarakat yang menjadi konsumen dan membeli produk luar negeri secara terus menerus yang menimbulkan ketergantungan.
Permasalahan terhadap kekurangan tersebut, saat ini sedang terjadi di Indonesia karena ditemukannya barang impor yang dicap sebagai produk milik dalam negeri. Lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan, menemukan sejumlah pengadaan barang dan jasa impor yang diberikan label produk dalam negeri di Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di sejumlah daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta beberapa supermarket perbelanjaan dan marketplace di Indonesia. Penemuan ini mendapat perintah langsung dari Presiden RI. [3]
Beberapa barang impor yang ditemukan berlabel produk dalam negeri antara lain alat kesehatan, alat pertanian, tekstil, besi/baja, dan beberapa barang lain yang sedang berusaha dideteksi. Sebelumnya, Presiden RI telah meminta lembaga kekuasaan negara tersebut untuk untuk mengawasi dan menindak peredaran barang-barang impor yang dicap sebagai produk lokal. Hal ini sesuai dengan tugas yang dimiliki lembaga tersebut seperti dalam Pasal 30B huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu:
“Pasal 30B
- menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum”[4]
Tidak hanya lembaga negara di bidang penuntutan yang melakukan pengawasan, namun instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai serta Menteri Perdagangan juga dihimbau untuk melakukan pemantauan terhadap adanya barang impor yang dicap milik negara.
Padahal, di Indonesia telah menetapkan peraturan yang mencantumkan perlu adanya identitas dari pelaku usaha sehingga tidak adanya kecurangan dari produk lokal yang menganggap bahwa produk impor adalah buatan miliknya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan yaitu:
“Pasal 23
- Keterangan mengenai identitas Pelaku Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
- nama dan alamat Produsen untuk Barang produksi dalam negeri;
- nama dan alamat Importir untuk Barang asal Impor;
- nama dan alamat Pengemas, untuk Barang yang diproduksi dalam negeri atau asal Impor yang dikemas di wilayah Republik Indonesia; atau
- nama dan alamat Pedagang Pengumpul jika memperoleh dan memperdagangkan Barang hasil produksi usaha mikro dan usaha kecil.” [5]
Dalam permasalahan ini juga, beberapa alat impor seperti alat kesehatan dan alat pertanian yang berasal dari luar negeri bisa mendapatkan perlindungan Paten apabila alat-alat tersebut sudah didaftarkan secara resmi. Sistem Paten secara umum berlaku di seluruh dunia, termasuk pada alat kesehatan dan alat pertanian. Hal ini dikarenakan alat-alat tersebut merupakan bentuk inovasi dari adanya penemuan di bidang teknologi. Di Indonesia, perlindungan Paten dijelaskan Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yaitu:
“Pasal 1
Hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atau hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan invensi sendiri atau memberikan persetujuan terhadap pihak lain untuk melaksanakannya.” [6]
Sehingga, jika ingin mengimpor suatu produk terhadap pihak tertentu dan mau melabeli sendiri sebagai produk lokal, maka harus memastikan bahwa produk impor tersebut telah diselesaikan penuh haknya oleh pembuat barang. Tidak hanya itu, pendaftaran paten juga merupakan hal yang penting terhadap barang impor tersebut karena dengan adanya pendaftaran paten, barang tersebut mendapatkan perlindungan hukum, mengantisipasi pelanggaran dari paten, mencegah adanya duplikasi, dan pencipta bisa mendapatkan manfaat ekonomis dari karya yang sudah ia ciptakan. Maka dari itu, jika seseorang ingin mengklaim suatu barang yang merupakan invesi dari orang lain, perlu adanya izin dari pemilik atau pencipta barang melalui perjanjian resmi yang mengikat antara pemilik barang dengan seseorang yang ingin mengakui bahwa produk milik diri sendiri atau produk lokal agar tidak melanggar peraturan yang sudah ditetapkan.
Jika produk impor pada alat kesehatan dan alat pertanian dilabeli menjadi produk lokal tanpa adanya persetujuan dari pemegang paten, maka hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran. Seperti yang diketahui, dengan adanya hak paten maka hal ini dapat memberi perlindungan terhadap suatu invensi dari orang lain yang berniat untuk menggunakannya tanpa izin dari inventor. Pelarangan dari tidak adanya izin dari pemegang paten atas penggunaan barang dan melakukan perubahan label produk impor ke lokal, dijelaskan berdasarkan Pasal 19 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yaitu:
“Pasal 16
- Pemegang Paten memiliki hak eksekutif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya :
- Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten.” [7]
Berdasarkan pengaturan Undang-Undang Paten yang baru ini, ketentuan pidana tersebut diatur dalam delik aduan yaitu pada Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yaitu:
“Pasal 161
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”[8]
Selain mendapatkan perlindungan paten, produk impor pada alat kesehatan, alat pertanian, dan besi/baja tersebut juga bisa mendapatkan perlindungan merek terlebih jika produk tersebut sudah didaftarkan secara resmi. Merek memegang peranan penting dalam perdagangan. Hal ini dikarenakan merek adalah bentuk dari jaminan dari suatu produk barang dan jasa. Di Indonesia, perlindungan merek dijelaskan pada Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu:
“Pasal 1
- Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri -Meiek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.” [9]
Sehingga pemilik merek terdaftar mempunyai hak ekslusif yang berkaitan dengan mereknya, hal ini diberikan kepadanya untuk mencegah pihak tidak sah yang ingin menggunakan merek tersebut atau merek serupa yang membingungkan. Namun dalam kasus kasus ini, jika sebuah produk impor dilabeli menjadi produk lokal pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak dijelaskan adanya sanksi pidana bagi seseorang yang mengganti merek terdaftar pada suatu produk lalu menempelkan merek sendiri. Tetapi ada hukum lain yang dapat menjerat pelaku usaha jika produk yang dijual kembali menggunakan label miliknya ternyata mengalami kerusakan atau dalam komposisinya tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diperdagangkan.
Dengan adanya permasalahan tersebut, salah satu marketplace di Indonesia memberikan tanggapan karena adanya barang impor yang dicap menjadi produk dalam negeri. Mereka memastikan bahwa semua barang yang dijual dalam platform tersebut sudah melalui rangkaian proses di Bea Cukai dan kemudian dijual oleh pedagang domestik. [10]
Akibat dari adanya barang-barang impor yang dilabeli milik dalam negeri juga, hal tersebut dapat menghambat produksi anak bangsa yang tidak bisa bersaing di pasar lokal dan dapat menganggu pertumbuhan dari ekonomi Indonesia ini. Walaupun produk impor juga turut membantu perekonomian di Indonesia, namun pemerintah juga berharap untuk mengutamakan penggunaan dari produk lokal sendiri agar bisa berkembang untuk kedepannya.
DASAR HUKUM:
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
- Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021tentang Penyelangaraan Bidang Perdagangan
REFERENSI:
- Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Impor, diakses 04 April 2022
- Kompas, https://nasional.kompas.com/read/2022/03/28/16305721/kejagung-temukan-barang-impor-yang-dicap-sebagai-produk-dalam-negeri, diakses pada 04 April 2022
- Liputan 6, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4922176/respons-tokopedia-atas-kekesalan-jokowi-soal-banyak-produk-impor-dicap-buatan-dalam-negeri, diakses 05 April 2022
[1] Impor, Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Impor, diakses pada 4 April 2022
[2] Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
[3] Kompas, https://nasional.kompas.com/read/2022/03/28/16305721/kejagung-temukan-barang-impor-yang-dicap-sebagai-produk-dalam-negeri, diakses pada 04 April 2022
[4] Pasal 30B huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
[5] Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021tentang Penyelangaraan Bidang Perdagangan
[6] Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
[7] Pasal 19 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
[8] Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
[9] Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
[10] Liputan 6, https://www.liputan6.com/bisnis/read/4922176/respons-tokopedia-atas-kekesalan-jokowi-soal-banyak-produk-impor-dicap-buatan-dalam-negeri, diakses 05 April 2022