0

Pemberian Izin Usaha Pertambangan Baru Mineral Logam Tanah Jarang yang Baru Ditemukan pada Daerah Pertambangan

Author: Ananta Mahatyanto ; Co-author: Alfredo Joshua Bernando & Andreas Kevin Simanjorang

Legal Basis:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
  4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2021

Negara Indonesia termasuk negara penghasil batu bara dan emas terbesar di dunia. Hal ini didukung dengan wilayah Indonesia yang menjadi tempat pertemuan lempeng-lempeng tektonik seperti Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Filipina. Pertemuan lempeng tektonik tersebut membuat kondisi geologis dan geomorfologis Indonesia menjadi kaya akan mineral dan produk-produk tambang.[1]

         Tidak hanya sejumlah komoditas tambang andalan seperti nikel, emas, tembaga, batu bara, maupun timah, namun ternyata Indonesia juga memiliki sumber daya tambang yang belum dikembangkan. Baru-baru ini juga ditemukan keberadaan logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Element di dalam sebuah wilayah pertambangan, Komoditas ini dinamai logam tanah jarang karena didasarkan pada asumsi yang menyatakan bahwa keberadaan logam tanah jarang ini tidak banyak dijumpai.[2]

         LTJ merupakan salah satu jenis sumber daya alam Indonesia yang merupakan bagian dari kekayaan bumi Indonesia, dan apabila mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 3 Tahun 2020) menjelaskan bahwa Mineral dan Batubara merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan yang merupakan kekayaan nasional, dimana kekayaan nasional tersebut dikuasai oleh negara untuk digunakan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. [3]

Hal tersebut sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi :

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. [4]

Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.[5] Dalam Pasal 4 ayat (2) & ayat (3) UU 3 Tahun 2020 mengatur tentang Kewenangan penyelenggaraan penguasaan mineral dan batubara oleh Pemerintah Pusat, yang berbunyi:

Pasal 4

  • Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
  • Penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengeloiaan, dan pengawasan.”[6]

Sehingga, pihak-pihak yang ingin mengelola LTJ tersebut harus mengajukan dan memperoleh izin dari pemerintah terkait dengan kegiatan usaha LTJ yang terdapat pada daerah pertambangan tersebut. Dimana LTJ merupakan bagian dari cakupan mineral logam yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara , yang menyatakan bahwa:

Pasal 2

  • Pertambangan Mineral dan Batubara dikelompokan ke dalam 5 (lima) golongan sebagai berikut:
  • Mineral logam meliputi aluminium, antimoni, arsenik, basnasit, bauksit, berilium, bijih besi, bismut, cadrnium, cesium, emas, galena, galium, germanium. hafnium, indium, iridium, khrom, kobal, kromit, litium, logam tanah jarang, magnesium, mangan, molibdenum, monasit, nikel, niobium, osmium, pasir besi, palladium, perak, platina, rhodium, ruthenium, selenium, seng, senotim, sinabar, stroniurn, tantalum, telurium, tembaga, timah, titanium, vanadium, wolfram, dan zirkonium;[7]

Pertambangan dapat dilakukan apabila pelaku usaha telah memiliki IUP pada wilayah yang mana menjadi wilayah usaha pertambangan (WUP) sebagaimana dimaksud dalam IUP tersebut (WIUP). Adapun kriteria untuk menentukan WUP tercantum dalam Pasal 14A UU 3/2020 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14A

Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WUP harus memenuhi kriteria:

  1. memiliki sebaran formasi batuan pembawa, data indikasi, data sumber daya, danf atau data cadangan Mineral dan/atau Batubara;
  2. memiliki 1 (satu) atau lebih jenis Mineral termasuk Mineral ikutannya dan I atau Batubara;
  3. tidak tumpang tindih dengan WPR, WPN, dan/atau WUPK;
  4. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan Pertambangan secara berkelanjutan ;
  5. merupakan eks wilayah IUP yang telah berakhir atau dicabut; dan/atau
  6. merupakan wilayah hasil penciutan atau pengembalian wilayah IUP.[8]

Poin yang menarik dari Pasal 14A ini adalah WUP dapat berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan Pertambangan secara berkelanjutan, merupakan eks WIUP yang telah berakhir atau dicabut, dan merupakan wilayah hasil penciutan atau pengembalian WIUP. Karena itu dapatlah diketahui bahwa WIUP yang sebelumnya telah diberikan IUP, apabila IUPnya telah dicabut, maka dapat dikenakan IUP yang baru sehingga menjadi WIUP yang baru.

Dalam hal pemegang Izin Usaha Pertambangan yang menemukan komoditas tambang lain dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang diatur dalam Pasal 50 (PP 96 Tahun 2021), yang berbunyi:

Pasal 50

  • Pemegang IUP yang menemukan komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda di dalam WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya.
  • Pemegang IUP yang berminat untuk mengusahakan komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) waiib mengajukan permohonan IUP baru.
  • Dalam hal pemegang IUP tidak berminat atas komoditas tambang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusahaannya dapat diberikan kepada pihak lain dan diseienggarakan dengan cara lelang atau permohonan wilayah.
  • Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mendapatkan IUP berdasarkan lelang atau permohonan wilayah harus berkoordinasi dengan pemegang IUP pertama.
  • Dalam hal pemegang IUP komoditas Mineral bukan logam, IUP komoditas Mineral bukan logam jenis tertentu, atau IUP komoditas batuan menemukan komoditas Mirreral logam atau Batubara yang keterdapatannya berbeda di dalam WIUP yang dikelola tidak dapat diberikan prioritas untuk mengusahakannya.[9]

Dapat diketahui bahwa terkait dengan ditemukannya komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda didalam WIUP yang dikelola oleh Pemegang IUP, dimana pemberian IUP tersebut diprioritaskan kepada Pemegang IUP yang memiliki kegiatan usaha di Wilayah sesuai WIUP tersebut, adapun Pemegang IUP harus mengajukan IUP yang baru, dimana IUP tersebut harus diberikan oleh Menteri dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (Menteri ESDM).[10] 

Mengacu pada Pasal 60 ayat (1) huruf i Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2021, yang berbunyi:

“Pasal 60

  • Pemegang IUP dan IUPK dapat:
  • mengusahakan mineral ikutan termasuk mineral logam tanah jarang setelah mendapatkan persetujuan Studi Kelayakan;[11]

Dimana persetujuan Studi Kelayakan menurut Pasal 1 Angka 19 PP 96 Tahun 2021, yaitu:

Pasal 1

  1. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomrs dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang.[12]

Adapun tahap studi kelayakan merupakan bagian dari tahap kegiatan Ekpslorasi, yang terdiri dari kegiatan Penyeledikan Umum, Eksplorasi dan Studi Kelayakan, yang selanjutnya akan memasuki tahap kegiatan Operasi Produksi yang meliputi kegiatan Konstruksi, Pertambangan, Pengolahan dan/atau Pemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan serta Pengangkutan dan Penjualan.  [13]

Apabila pihak pelaku usaha pertambangan yang menemukan komoditas lain dalam WIUP yang keterdapatannya berbeda dalam WIUP akan tetapi tidak mengajukan permohonan IUP yang baru, dapat dikenakan sanksi yang diatur dalam Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) PP 96 Tahun 2021 karena telah melanggar Pasal 50 ayat (2) PP 96 Tahun 2021, dimana sanksi tersebut bersifat administratif yang berupa :

  1. Peringatan Tertulis;
  2. Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi; dan/atau
  3. Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Surat izin Penambangan Batuan (SIPB), atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk Penjualan.[14]

Sehingga, dalam suatu wilayah pertambangan memungkinan untuk ditemukannya lebih dari 1 komoditas tambang baik berupa mineral maupun batubara dan pihak pelaku usaha dalam kegiatan pertambangan yang menemukan komoditas lain yang keterdapatannya berbeda dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan , yang dalam hal ini merupakan mineral logam LTJ, harus mengajukan permohonan Izin Usaha Pertambangan yang baru kepada Menteri ESDM sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai pengajuan permohonan IUP, tahap permohonan WIUP tidak perlu lagi dilakukan karena WIUP sudah diberikan terlebih dahulu kepada Pemegang IUP. Kegiatan usaha pertambangan mineral LTJ dapat dilakukan setelah Menteri ESDM memberikan IUP yang baru.

Pihak pelaku usaha yang menemukan komoditas lain yang keterdapatannya berbeda dalam WIUP yang tidak mengajukan permohonan IUP yang baru dapat diberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, serta pencabutan izin.


[1] Gisela Niken, “Ini Alasan Mengapa Indonesia Kaya Akan Sumber Daya Alam”, (https://ajaib.co.id/ini-alasan-mengapa-indonesia-kaya-akan-sumber-daya-alam/ ,diakses pada tanggal 6 Febuari 2022)

[2] Wilda Asmarani, CNBC Indonesia , “Harta Karun Super Langka RI Ternyata Ada Di Daerah-Daerah Ini”,https://www.cnbcindonesia.com/news/20210824100253-4-270714/harta-karun-super-langka-ri-ternyata-ada-di-daerah-daerah-ini , ,diakses pada tanggal 6 Febuari 2022)

[3] Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

[4] Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

[5] Bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

[6] Pasal 4 ayat (2) & ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

[7] Pasal 2 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[8] Pasal 14A UU 3/2020

[9] Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[10] Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[11] Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2021

[12] Pasal 1 Angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[13] Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

[14] Pasal 185 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara


REFERENSI:

  1. Gisela Niken, “Ini Alasan Mengapa Indonesia Kaya Akan Sumber Daya Alam”, (https://ajaib.co.id/ini-alasan-mengapa-indonesia-kaya-akan-sumber-daya-alam/ ,diakses pada tanggal 6 Febuari 2022)
  2. Wilda Asmarani, CNBC Indonesia , “Harta Karun Super Langka RI Ternyata Ada Di Daerah-Daerah Ini”,https://www.cnbcindonesia.com/news/20210824100253-4-270714/harta-karun-super-langka-ri-ternyata-ada-di-daerah-daerah-ini , ,diakses pada tanggal 6 Febuari 2022)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate