0

PELUNCURAN APLIKASI BARU DITJEN PAJAK, DARI PEMETAAN KEPATUHAN HINGGA TINDAK PIDANA PERPAJAKAN

Author : Bryan Hope Putra Benedictus, Co-Author : Anggie Fauziah Dwiliandari

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-24/PJ/2019 menjelaskan Compliance Risk Management (“CRM”) sebagai proses pengelolaan risiko kepatuhan Wajib Pajak secara menyeluruh yang mencakup identifikasi, pemetaan, dan mitigasi atas risiko kepatuhan Wajib Pajak serta evaluasinya. Dalam perkembangannya, Direktorat Jenderal Pajak (“DJP”) menyempurnakan implementasi CRM sebagaimana yang tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-39/PJ/2021. Setelah lebih dulu menggunakan CRM untuk Fungsi Pengawasan dan Pemeriksaan, Fungsi Penagihan, Fungsi Ekstensifikasi, Transfer Pricing, dan Edukasi Perpajakan, DJP secara resmi meluncurkan 2 (dua) aplikasi terbarunya, yakni CRM Fungsi Penegakan Hukum dan CRM Fungsi Penilaian. Keduanya merupakan alat indikator dalam menentukan prioritas wajib pajak yang perlu dilakukan tindakan penegakan hukum atau kegiatan penilaian secara teratur dan efisien. Aplikasi CRM yang baru diluncurkan ini akan menjadi landasan bagi DJP menuju implementasi Core Tax Administration System atau Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (“PSIAP”) pada 2023.

Aplikasi CRM merupakan salah satu perwujudan dari reformasi fundamental sebagai prasyarat implementasi sistem administrasi perpajakan modern, serta pembaruan perpajakan berkelanjutan dari amnesti pajak serta tranparansi informasi keuangan. Tidak hanya itu, aplikasi CRM juga didukung oleh banyak business intelligence, di antaranya Smartweb, Ability to Pay, Dashboard WP Madya, dan Smartboard. Produk-produk ini merupakan upaya serius DJP untuk mewujudkan komitmennya menjadi data driven organisation.

Pada prinsipnya, CRM Fungsi Penegakan Hukum akan memberikan gambaran terkait dengan wajib pajak yang mendapat prioritas untuk dilakukan penegakan hukum terhadapnya, dengan mengacu pada beberapa ketentuan pasal berikut ini.

  1. Pasal 37 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU No. 16 Tahun 2000”) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”).
  2. Pasal 37A, 38, 39, 39A, 41, 41A, 41B, dan 41C Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU No. 28 Tahun 2007”) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU HPP.
  3. Pasal 40 UU HPP.

CRM Fungsi Penegakan Hukum juga memetakan 3 (tiga) tindak pidana perpajakan yang membuat wajib pajak memiliki risiko tinggi. Ketiga tindak pidana yang dimaksud, yaitu pungut tidak setor (Pasal 39A ayat (1) UU KUP), faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya (Pasal 39A ayat (1) UU KUP), dan percobaan restitusi atau kompensasi pajak (Pasal 39A ayat (2) UU KUP). Di sisi lain, CRM Fungsi Penilaian akan memberikan peta kepatuhan wajib pajak yang didasarkan pada kegiatan-kegiatan yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh”), serta Pasal 16C Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (“UU PPN”).

Pasal 10

  • “Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
  • Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
  • Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.”[1]

Pasal 16C

“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiriatau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.”[2]

Pengembangan aplikasi CRM dinilai sebagai terobosan dalam menjawab tantangan keterbatasan sumber daya manusia dan waktu (early warning berdasarkan posisi risiko). Kedua aplikasi CRM yang baru diluncurkan oleh DJP ini merupakan hasil kerja sama dan kolaborasi daribanyak pihak dan pemangku kepentingan, di antaranya direktorat teknis terkait sebagai business owner, pengembang aplikasi, dan unit vertikal sebagai pengguna. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP, Dasto Ledyanto, mengenai kedua aplikasi CRM.[3] Proses pengembangan CRM dilakukan melalui berbagai tahapan dan international best practice OECD CRM Model, dengan pemenuhan parameter penilaian kesehatan otoritas pajak se-dunia, Tax Administration Diagnostic Assessment Tools (“TADAT”).[4]

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Referensi:

DDTC.co.id, https://news.ddtc.co.id/prioritas-wajib-pajak-dalam-penegakan-hukum-djp-pakai-aplikasi-baru-38434, diakses pada 15 Juni 2022.


[1] Pasal 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991

[2] Pasal 16C Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

[3] DDTC.co.id, https://news.ddtc.co.id/prioritas-wajib-pajak-dalam-penegakan-hukum-djp-pakai-aplikasi-baru-38434, diakses pada 15 Juni 2022.

[4] ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate