Pelanggaran terhadap Pemakaian Tenaga Listrik di Indonesia

Author: Bryan Hope Putra Benedictus
Co-author: Alexandra Hartono Lee

Seorang pelanggan Perusahaan Listrik Negara (“PLN”) dikenakan sanksi hingga lebih dari Rp41.000.000 atau terbilang empat puluh satu juta rupiah akibat pemakaian yang dinilai tidak normal oleh pihak PLN.[1] PLN curiga bahwa pelanggan melakukan pencurian listrik akibat menurunnya jumlah tagihan yang harus dibayar. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tali segel meteran tersebut putus, dan perubahan pola penggunaan listrik yang berubah drastis memperkuat dugaan pencurian listrik oleh PLN atas pelanggan ini.[2] Padahal, pelanggan mengatakan bahwa posisi meteran listrik yang diletakkan di luar rumah berarti orang lain mempunyai akses terhadap meteran tersebut, termasuk apabila ada “oknum” yang sengaja merusak segel meteran. Akibatnya, tidak hanya sanksi berupa pembayaran uang, PLN juga melakukan pemutusan aliran listrik ke rumah pelanggan ini serta penyitaan meteran listrik. Kini kondisi listrik pelanggan telah dinyalakan kembali dengan menggunakan sistem token sementara, dan meteran akan diperiksa oleh PLN untuk mencari penyebab kerusakan segelnya. Namun kenyataannya, kejadian ini tidak hanya terjadi pada satu pelanggan, melainkan ada banyak orang lain yang mengalami hal serupa.

Jumlah sanksi yang dikenakan bisa dibilang cukup bombastis, hingga membuat masyarakat bertanya-tanya dasar hukum dari pengenaan sanksi yang begitu merugikan. Secara umum, pencurian listrik masuk dalam tindak pidana pencurian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana[3], Pasal 362 yang berbunyi:

Pasal 362

barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Kini sudah berlaku peraturan perundang-undangan yang mengatur pencurian listrik secara lebih spesifik, seperti tercantum dalam salah satu foto yang diunggah oleh pelanggan tersebut[3]. Pelanggaran yang dikenakan oleh PLN adalah Pelanggaran II, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Direksi PLN (Persero) Nomor: 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) (“Perdir PLN 88/2016”). Definisi P2TL adalah sebagai berikut:[4]

Pasal 1

6.rangkaian kegiatan meliputi perencanaan, pemeriksaan, tindakan teknis dan/atau hukum dan penyelesaian yang dilakukan oleh PLN terhadap lnstalasi PLN dan/atau lnstalasi Pemakai Tenaga Listrik dari PLN”.

Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direksi PLN (Persero) Nomor: 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) menjelaskan wewenang dari pertugas pelaksana lapangan P2TL yang berbunyi:

“Pasal 5

(2) Petugas pelaksana lapangan P2TL, berwenang:

a. melakukan pemutusan sementara atas sambungan tenaga listrik dan/atau alat pembatas dan pengukur pada pelanggan yang harus dikenakan tindakan pemutusan sementara;

b. melakukan pembongkaran rampung atas sambungan tenaga listrik pada pelanggan dan bukan pelanggan;

c. melakukan pengambilan barang bukti berupa alat pembatas dan pengukur atau peralatan lainnya”.

Ada beberapa golongan pelanggaran yang diatur dalam P2TL, dan yang dikenakan terhadap pelanggan ini adalah pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi tetapi tidak mempengaruhi batas daya.[5] D Dapat disimpulkan bahwa PLN menganggap pelanggan telah melakukan sebuah pelanggaran yang mengakibatkan pengukuran energi listrik yang terpakai termanipulasi dan tidak sesuai jumlahnya dengan yang tercantum pada meteran listrik, sehingga tagihan listrik yang harus dibayar menjadi lebih sedikit daripada yang seharusnya. Pemakaian listrik yang tidak terukur inilah yang dikenakan denda oleh PLN karena pelanggan tidak berhak menggunakan listrik tanpa membayar. Adapun golongan pelanggaran pemakaian tenaga listrik diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik yang berbunyi:

Pasal 13

(1) Terdapat 4 golongan pelanggaran pemakaian tenaga listrik, yaitu:

a. Pelanggaran Golongan I merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya tetapi tidak mempengaruhi pengukuran energi;

b. Pelanggaran Golongan ll merupakan pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi tetapi tidak mempengaruhi batas daya;

c. Pelanggaran Golongan lll merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan mempengaruhi pengukuran energi;

d. Pelanggaran Golongan lV merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh bukan pelanggan yang menggunakan tenaga listrik tanpa alas hak yang sah”.

Terhadap pelanggar ketentuan tersebut, Pasal 14 ayat (1) Perdir PLN 88/2016 mengatur pula mengenai sanksi yang berlaku yaitu:

“Pasal 14

(1) Pelanggan yang melakukan Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dikenakan sanksi berupa:

a.Pemutusan Sementara;

b.Pembongkaran Rampung;

c.Pembayaran Tagihan Susulan;

d.Pembayaran Biaya P2TL Lainnya”.

Sesungguhnya, hukuman yang diberikan terhadap pelanggan tersebut adalah hukuman yang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi yang dikenakan bukanlah denda, melainkan pembayaran tagihan yang selama ini tertunggak; seakan-akan untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban dengan membayar tenaga listrik yang selama ini tidak dibayarkan. Permasalahannya terletak pada kebenaran mengenai kerusakan segel meteran tersebut; apakah benar pelanggan dalam kasus ini merusaknya untuk melakukan pencurian listrik, atau benar ada oknum lain yang berusaha merugikan pelanggan? Hal ini berarti PLN harus memperbaiki caranya menindaklanjuti temuan-temuan yang mencurigakan, karena alih-alih menangkap pencuri listrik, pengenaan sanksi pembayaran “tagihan” yang jumlahnya sangat besar serta pengenaan sanksi lainnya seperti pemutusan listrik dan penyitaan meteran justru menyebabkan kerugian bagi pelanggan dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap PLN.

Dasar Hukum:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  • Peraturan Direksi PLN (Persero) Nomor 088/Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL)

Referensi:

CNN Indonesia, “Pelanggan PLN Kena Denda Rp41 Juta Akibat Segel Meteran Putus”, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220826075542-85-839338/pelanggan-pln-kena-denda-rp41-juta-akibat-segel-meteran-putus , diakses 26 Agustus 2022.

Anisa Indraini, “Viral Pelanggan PLN Didenda Rp 41 Juta Akibat Dituding Curi Listrik”, https://finance.detik.com/energi/d-6255929/viral-pelanggan-pln-didenda-rp-41-juta-akibat-dituding-curi-listrik , diakses 26 Agustus 2022.



[1] Ibid., Pasal 13 ayat (1).

[2] Perdir PLN 88/2016, Pasal 14 ayat (1).


[1] CNN Indonesia, “Pelanggan PLN Kena Denda Rp41 Juta”, diakses 26 Agustus 2022.

[2] Indonesia, Peraturan Direksi PLN (Persero) Nomor 088/Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL), Perdir PLN 88/2016, Pasal 1 angka 6.


[3]  CNN Indonesia, “Pelanggan PLN Kena Denda Rp41 Juta Akibat Segel Meteran Putus”, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220826075542-85-839338/pelanggan-pln-kena-denda-rp41-juta-akibat-segel-meteran-putus, diakses 26 Agustus 2022.

[2] Anisa Indraini, “Viral Pelanggan PLN Didenda Rp 41 Juta Akibat Dituding Curi Listrik”, https://finance.detik.com/energi/d-6255929/viral-pelanggan-pln-didenda-rp-41-juta-akibat-dituding-curi-listrik, diakses 26 Agustus 2022.

[3] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 362.

Translate