0

KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TERKAIT KEGAGALAN PEMENUHAN KEWAJIBAN BANK

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Robby Malaheksa

Salah satu unsur penting dalam memberikan jaminan adalah kecepatan menyelesaikan klaim nasabah atas simpanannya yang ada pada Bank. Cepat lambatnya penyelesaian simpanan tersebut mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Apabila Bank kehilangan kepercayaan dari masyarakat sehingga kelangsungan usaha Bank dimaksud tidak dapat di lanjutkan, maka bank tersebut menjadi gagal yang berakibat dicabut izin usahanya. Sistem jaminan tidak langsung seringkali mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat karena tidak tegasnya status simpanan mereka apabila suatu bank terpaksa dicabut izin usahanya oleh pemerintah atau bank pailit dan dilikuidasi. Oleh sebab itu, baik pemilik dan pengelola bank maupun berbagai otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan/atau pengawasan bank, harus bekerja sama mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.[1]

Bentuk pemberian jaminan langsung kepada nasabah adalah dengan didirikannya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), tujuan pendirian LPS adalah: pertama, menurunkan kemungkinan terjadinya rush; kedua, melindungi nasabah penyimpan kecil yang secara sosial dan politik tidak dapat menanggung beban kerugian akibat kebangkrutan bank; dan ketiga, menyediakan jalan agar biaya sosial dan politik akibat kebangkrutan bank dapat diminimalkan[2]

Dengan di bentuknya LPS maka setiap Bank di wilayah Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS, sebagaimana disebutkan dalam pasal 8 Undang-Undang No 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang berbunyi ;

“Pasal 8

Setiap Bank yang melakukan kegiatan usahanya di wilayah negara republik indonesia wajib menjadi peserta pinjaman.[3]

LPS mempunyai fungsi, sebagaimana dimaksud dalam pasal  4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, yaitu ;

“Pasal 4

Fungsi LPS adalah ;

  1. Menjamin simpanan nasabah penyimpan
  2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.[4]

Keberadaan LPS terlanjur dipahami hanya sekedar menjalankan fungsi penjaminan simpanan masyarakat yang menabung di bank. Masih banyak yang belum mengetahui bahwa salah satu tugas strategis  LPS diluar penjaminan simpanan adalah penanganan bank gagal dan melaksanakan proses dan penyelesaian likuidasi bank.  Bank gagal yang akan ditangani LPS adalah bank gagal yang berdampak sistemik dan tidak sistemik. Pengertian sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana (rush) maupun  terhadap kelancaran dan kelangsungan roda  perekonomian. Sementara yang tidak sistemik tentunya apabila tidak memenuhi kriteria tersebut diatas.[5]

Tindakan penanganan terhadap suatu Bank gagal berdampak sistemik akan dilakukan oleh LPS setelah adanya penetapan status bank gagal berdampak sistemik dan setelah dilakukannya penyerahan penanganan kepada LPS.[6] Terhadap Bank gagal berdampak sistemik dapat dilakukan dengan memilih satu diantara dua pilihan yakni; 1) tindakan penanganan dengan mengikutsertakan pemegang saham lama (open bank assistance) atau 2) tindakan penanganan tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.[7]

Penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan atau tidak penyelamatan. Berdasarkan ketentuan pasal 24 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, terdapat beberapa persyaratan yang harus di penuhi untuk menyelamatkan Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik, antara lain :

Pasal 24

  1. LPS menetapkan untuk menyelamatkan Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik jika dipenuhi persyaratan sebagai berikut:
  2. perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank dimaksud;
  3. setelah diselamatkan, bank masih menunjukkan prospek usaha yang baik;
  4. ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang- kurangnya memuat kesediaan untuk:
  5. menyerahkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS;
  6. menyerahkan kepengurusan bank kepada LPS; dan
  7. tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila proses penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
  8. bank menyerahkan kepada LPS dokumen mengenai:
  9. penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia;
  10. data keuangan Nasabah Debitur;
  11. struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 (tiga) tahun terakhir; dan
  12. informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban termasuk permodalan bank, yang dibutuhkan oleh LPS.[8]

Dalam menjalankan fungsi turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 menjelaskan bahwa LPS mempunyai tugas sebagai berikut ;

“Pasal 5 ayat (2)

  1. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan;
  2. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan
  3. melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.[9]

Sejak beroperasi tanggal 22 September 2005, LPS telah melakukan fungsi dan tugas pokoknya yaitu melakukan likuidasi beberapa bank, membayar klaim penjaminan, serta melakukan penyelamatan 1 (satu) bank umum.[10] Dalam menyelamatkan Bank gagal, apabila persyaratan penyelematan bank telah terpenuhi, maka RUPS bank menyerahkan segala hak dan wewenangnya kepada LPS. LPS diberikan tugas dan wewenang untuk dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu, yang diatur pada Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/ PLPS/ 2011 tentang Likuidasi Bank, Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai wewenang sebagai berikut:

“Pasal 9

Tim Likuidasi mempunyai tugas sebagai berikut :

  1. menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan pembuburan badan hukum Bank;
  2. menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja, penyelesaian gaji terutang, dan pesangon pegawai Bank;
  3. melakukan pemberesan aset dan kewajiban Bank;
  4. menyampaikan laporan kepada LPS;
  5. melakukan pertanggungjawaban pelaksanaan Likuidasi Bank;
  6.  melakukan penyelesaian atas kewajiban dari pihak-pihak yang melakukan kelalaian dan/atau perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha Bank;
  7. melakukan tugas lainnya yang dianggap perlu untuk pelaksanaan Likuidasi Bank; dan
  8. membantu kelancaran pelaksanaan penjamin simpanan.”

“Pasal 10

Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, tim Likuidasi berwenang:

  1. melakukan perundingan dan tindakan lainnya dalam rangka penjualan asset dan/atau penagihan piutang terhadap para Debitur termasuk pemberian Potongan Hutang sesuai dengan kewenangan yang diberikam oleh RUPS dan peraturan yang berlaku;
  2. mempekerjakan Tenaga Pendukung Tim Likuidasi;
  3. menunjuk pihak lain untuk membantu pelaksanaan Likuidasi Bank, antara lain perusahaan penilai, konsultan hukum, dan atau/ advokat;
  4. melakukan pemanggilan kepada para Kreditur;
  5. melakukan perundingan dan pembayaran kewajiban kepada Kreditur;
  6. melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Likuidasi Bank;
  7. mewakili Bank dalam likuidasi dalam segala hal yang berkaitan dengan penyelesaian hak dan kewajiban Bank tersebut baik di dalam maupun di luar pengadilan;
  8. meminta pembatalan kepada pengadilan niaga atas segala perbuatan hukum Bank yang mengakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban Bank, yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha Bank kecuali perbuatan hukum Bank yang wajib dilakukan berdasarkan Undang-Undang.”

Sepanjang Tahun 2021 LPS telah menutup 8 (delapan) Bank Perkreditan Rakyat/Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR/BPRS). Terkait dengan penutupan itu, LPS juga telah membayarkan klaim pinjaman simpanan kepada 16.730 rekening dengan total nominal sebesar Rp. 71,46 miliar. Dengan penutupan itu, sejak berdiri, LPS telah melikuidasi 116 BPR/BPRS, dan menyelamatkan satu bank umum. Hingga 2021 nominal simpanan layak bayar yang di lunasi oleh LPS sebanyak Rp 1,7 triliun atau setara dengan 82,06 persen dari total simpanan pada bank yang di likuidasi.  Di sisi lain, LPS telah menjamin sebanyak 99,9 persen dari rekening simpanan di perbankan nasional atau setara dengan 399.866.365 rekening.[11]

Untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan kewenangannya LPS bersama dengan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) menjadi anggota Komite Koordinasi, dalam kerangka mekanisme kerja terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahan sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net (IFSN).[12]

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang No 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
  2. Peraturan LPS Nomor 5/PLPS/2006 tentang Penanganan Bank Gagal yang berdampak Sistemik
  3. Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/ PLPS/ 2011 tentang Likuidasi Bank

REFRENSI

  1. Zulkarnain Sitompul, 2005, Problematika Perbankan, Books Terrace & Library, Bandung
  2. Penanganan Bank Gagal, https://lps.go.id/artikel/-/asset_publisher/0S8e/content/penanganan-bank-gagal, diakses tanggal 29 April 2022
  3. Halim Alamsyah, “Transformasi Organisasi LPS”, http://lps.go.id/news/-/asset_publisher/Ec5A/content/latar-belakang , diakses tanggal 29 April 2022
  4. LPS tutup 8 BPR dan BPRS sepanjang 2021, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220426191320-78-790036/lps-tutup-8-bpr-dan-bprs-sepanjang-2021, diakses tanggal 29 April 2022

[1] Zulkarnain Sitompul, 2005, Problematika Perbankan, Books Terrace & Library, Bandung, hlm. 312

[2] Ibid.,

[3] Pasal 8 Undang- Undang No 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

[4] pasal  4 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS

[5] Penanganan Bank Gagal, https://lps.go.id/artikel/-/asset_publisher/0S8e/content/penanganan-bank-gagal, diakses tanggal 29 April 2022

[6] Pasal 3 Peraturan LPS Nomor 5/PLPS/2006 tentang Penanganan Bank Gagal yang berdampak Sistemik

[7] Ibid., pasal 4

[8] pasal 24 UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS

[9] pasal 5 ayat (2) UU 24 Tahun 2004 tentang LPS

[10] Halim Alamsyah, “Transformasi Organisasi LPS”, http://lps.go.id/news/-/asset_publisher/Ec5A/content/latar-belakang, diakses tanggal 29 April 2022

[11] LPS tutup 8 BPR dan BPRS sepanjang 2021, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220426191320-78-790036/lps-tutup-8-bpr-dan-bprs-sepanjang-2021, diakses tanggal 29 April 2022

[12] Penjelasan Umum atas UU 24/2004 Tentang LPS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate