Kendala Kekayaan Intelektual sebagai Objek Jaminan Utang

Author: Ilham M. Rajab
Co-author: Made Indra

Pemerintah Indonesia secara resmi menjadikan kekayaan intelektual para pelaku ekonomi kreatif nasional sebagai salah satu jaminan untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan.[1] Dalam pengaturannya pada Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif (“PP Ekonomi Kreatif”) menjelaskan bahwa objek jaminan utang berbasis kekayaan intelektual dapat dilaksanakan dalam bentuk, antara lain (a) jaminan fidusia atas kekayaan intelektual; (b) kontrak dalam kegiatan ekonomi kreatif; dan/atau (c) hak tagih dalam kegiatan ekonomi kreatif. Pelaksanaan atas Peraturan Pemerintah tersebut menyebabkan pelaku usaha untuk dapat menjadikan Kekayaan Intelektualnya sebagai objek jaminan atas utangnya. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 PP ekonomi kreatif yang disebut sebagai Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut:

“Pasal 1

6. Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia melalui daya cipta, rasa, dan karsanya yang dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan sastra”.

Dengan Peraturan Pemerintah tersebut, sekarang Kekayaan Intelektual yang timbul maupun lahir karena kemampuan intelektual manusia, baik di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dapat dijadikan objek jaminan utang. Walaupun dinilai dapat membantu pelaku ekonomi kreatif, masih terdapat banyak tantangan dalam penerapan Kekayaan Intelektual sebagai objek jaminan utang di Indonesia. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tantangan tersebut bagi Usaha Mikro Kecil Menengah berbasis kekayaan intelektual untuk bisa masuk pasar dan mengakses modal dari pihak eksternal, serta Kekayaan Intelektual juga dinilai sebagai sektor dengan produktivitas yang rendah dan memiliki fluktuasi pada return atau value yang tinggi. Sehingga dalam melakukan pembiayaan, bank perlu untuk menyiapkan cadangan yang lebih besar dalam praktiknya. Lebih lanjut, menurutnya belum terdapatnya bentuk perikatan yang dipersyaratkan dan Lembaga penilai khusus untuk menilai Kekayaan Intelektual sebagai acuan bank menyebabkan bank kesulitan untuk mendapatkan pengembalian atas kredit/pembayaran yang telah diberikan.[2]

Dalam pengaturannya, PP Ekonomi Kreatif tersebut memberikan peluang bagi pelaku ekonomi kreatif untuk mengajukan utang dengan memberikan jaminan berupa Kekayaan Intelektualnya. Pengajuan utang tersebut dengan menggunakan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang bagi Lembaga keuangan bank maupun non-bank. Untuk dapat melakukan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, hal tersebut terdapat dalam Pasal 7 PP Ekonomi Kreatif, yang berbunyi:

“Pasal 7

(1)Pembiayaan berbasis kekayaan intelektual diajukan
oleh Pelaku Ekonomi Kreatif kepada lembaga
keuangan bank atau lembaga keuangan non bank.

(2)Persyaratan pengajuan Pembiayaan berbasis
Kekayaan Intelektual paling sedikit terdiri atas:

a. proposal Pembiayaan;

b. memiliki usaha Ekonomi Kreatif;

c. memiliki perikatan terkait Kekayaan Intelektual
produk Ekonomi Kreatif; dan

d. memiliki surat pencatatan atau sertifikat Kekayaan Intelektual”.

Sementara dalam Pasal 10 PP Ekonomi Kreatif, terdapat pengaturan atas Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang dengan dijelaskan sebagai berikut:

“Pasal 10

Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang berupa:

a.Kekayaan Intelektual yang telah tercatat atau terdaftar di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum; dan

b.Kekayaan Intelektual yang sudah dikelola baik secara sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain”.

Berdasarkan Pasal tersebut, maka untuk dapat menjadi objek jaminan utang harus terlebih dahulu tercatat atau terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kekayaan Intelektual sudah dikelola oleh sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain, setelah melakukan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, maka Lembaga keuangan bank maupun Lembaga keuangan non-bank akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:[3]

  1. Verifikasi terhadap usaha ekonomi kreatif;
  2. Verifikasi surat pencatatan atau sertifikat Kekayaan Intelektual;
  3. Penilaian Kekayaan Intelektual yang dijadikan agunan;
  4. Pencairan dana kepada pelaku ekonomi kreatif; dan
  5. Penerimaan pengembalian biaya dari pelaku usaha kreatif sesuai perjanjian

Terhadap nilai kekayaan intelektual yang bersifat fluktuatif, maka perlu adanya dukungan peran Lembaga penilai aset. Dibutuhkannya Lembaga tersebut juga karena perbankan dan non-bank tidak memiliki pengalaman untuk menilai aset kekayaan intelektual. Sehingga Lembaga negara, seperti BI, OJK, Menteri Keuangan, Badan pariwisata dan Ekonomi Kreatif, DJKI, Lembaga Litbang, Universitas, serta Lembaga swasta perlu membentuk Lembaga penilai aset kekayaan intelektual. Lembaga Penilai Aset tersebut, juga harus disertifikasi dan diakreditasi oleh kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan terdaftar juga di Bank Indonesia jika melakukan valuasi Kekayaan Intelektual atas efek atau surat utang berjangka kurang dari 1 (satu) tahun.[4]

Mengenai kekayaan intelektual, dapat disimpulkan bahwa penerapan aturan atas kekayaan intelektual menjadi objek jaminan masih memiliki banyak tantangan dalam pelaksanaannya. Hal ini dilihat dari masih banyaknya aturan yang belum diatur ataupun diperjelas, misalnya terkait kepada metode penilaian Kekayaan Intelektual dan teknik pelaksanaan eksekusi. Permasalahan tersebut dapat menyebabkan kebingungan atau bahkan sengketa bagi pihak bank dan/atau non-bank yang memberikan pinjaman dengan pelaku usaha ekonomi kreatif di Indonesia. Memang terkait adanya sengketa telah diatur dalam Pasal 40 PP Ekonomi Kreatif dijelaskan sebagai berikut:

“Pasal 40

(1)Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan.

(2)Penyelesaian sengketa pada lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank di luar pengadilan dilakukan oleh lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.”

Adanya suatu sengketa terkait kepada ekonomi kreatif dapat diselesaikan melalui pengadilan ataupun di luar pengadilan dengan sengketa pada lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank dilakukan oleh lembaga alternatif yang mendapatkan persetujuan dari OJK. Walaupun begitu, masih kurangnya kejelasan terkait skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual menyebabkan perlunya untuk OJK mengeluarkan aturan pelaksana yang lebih jelas lagi. OJK tengah menyusun kerangka regulasi yang mengatur kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang di sektor perbankan. Melalui aturan yang sedang disusun oleh tim pengaturan, diharapkan dapat mendukung implementasi kekayaan intelektual sebagai salah satu obyek jaminan utang dan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian serta manajemen risiko yang baik.[5]

Dasar Hukum:

  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif

Referensi


[1] https://www.cnbcindonesia.com/news/20220719081748-4-356605/aturan-jokowi-kekayaan-intelektual-bisa-jadi-jaminan-utang, diakses pada 11 September 2022.

[2] Novina Putri Bestari, “OJK Ungkap Banyak Tantangan KEKAYAAN INTELEKTUAL Jadi Jaminan Utang,” https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220902110306-37-368746/ojk-ungkap-banyak-tantangan-Kekayaan Intelektual-jadi-jaminan-utang, diakses pada 11 September 2022.

[3] Dian Cahyaningrum, “Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Utang Pelaku Ekonomi Kreatif,” Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI (Agustus 2022), hlm 4.

[4] Koran Sindo, “Sudah Siapkah Kekayaan Intelektual sebagai Jaminan Utang,” https://nasional.sindonews.com/read/837191/16/sudah-siapkah-kekayaan-intelektual-sebagai-jaminan-utang-1658812035?showpage=all, diakses pada 11 September 2022.

[5] Ferrika Sari, “OJK Susun Aturan Agar Hak Kekayaan Intelektual Menjadi Jaminan Kredit di Perbankan,” https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-susun-aturan-agar-hak-kekayaan-intelektual-menjadi-jaminan-kredit-di-perbankan, diakses pada 19 September 2022.

Translate