0

Kebijakan Moneter Bank Indonesia terkait Peningkatan Suku Bunga

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Atala Dewi Safitri & Shafa Atthiyyah Raihana

Kebijakan moneter adalah keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka menunjang aktivitas ekonomi melalui berbagai hal yang berkaitan dengan penetapan jumlah peredaran uang di masyarakat. Kebijakan moneter mulai dinormalisasikan oleh Bank Indonesia sebagai upaya antisipasi menekan inflasi di tengah kenaikan harga. Salah satu Bank swasta menyebutkan langkah Bank Indonesia yaitu menetapkan kenaikan bertahap rasio Giro Wajib Minimum untuk mulai memperketat likuiditas. Selain itu, inflasi dipengaruhi oleh meningkatnya Input Cost dan harga-harga komoditas secara eksternal. Bank Indonesia sudah menunjukkan indikasi untuk melakukan normalisasi kebijakan moneter. Sejak bulan Maret sampai September, Bank Indonesia sudah mulai menaikkan Giro Wajib Minimum secara perlahan. Selain itu, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator, Kementerian Keuangan, dan melakukan pemantauan harga di pasar yang diikuti dengan langkah antisipasi.[1]

Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan dana atau simpanan minimum yang wajib dijaga oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro yang ditempatkan di Bank Indonesia. Penetapan besarnya GWM ditentukan oleh Bank Indonesia berdasarkan persentase dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan. GWM merupakan instrumen moneter atau makroprudensial sebagai pengatur uang yang beredar di masyarakat yang memberikan pengaruh secara langsung terhadap indeks inflasi. Kebijakan GWM dibuat sebagai tujuan mempengaruhi likuiditas agar dapat mempengaruhi suku bunga maupun kapasitas penyaluran kredit bank.[2]

Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan inflasi yang rendah dan stabil ialah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi agar mengacu kepada sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Komitmen Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mewujudkan upaya tersebut telah ditetapkan melalui koordinasi kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi tersebut. Sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia sebelum adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Setelah adanya Undang-Undang tersebut, sebagai upaya meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia, maka sasaran inflasi mulai ditetapkan oleh Pemerintah.[3]

Untuk mengatasi inflasi tindakan yang harus diambil oleh Bank Indonesia adalah mengurangi penawaran uang dan menaikkan suku bunga, yang kemudian kebijakan moneter akan mengurangi investasi dan pengeluaran rumah tangga.[4] Tujuan kebijakan moneter Bank Indonesia ialah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 7

  • Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
  • Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian”

Tugas dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia ialah antara lain mengendalikan jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaannya diperlukan adanya dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal, yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur dan mengawasi Bank. Kemudian, sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter dilakukan melalui sistem perbankan.[5]

Penetapan target atau sasaran inflasi merupakan hal yang harus Bank Indonesia capai, yang berkoordinasi dengan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10

  •  Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a Bank Indonesia berwenang:
  • Menetapkan sasaran-sasaran dan moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;
  • Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
  • Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
  • Penetapan tingkat diskonto;
  • Penetapan cadangan wajib minimum;
  • Pengaturan kredit atau pembiayaan”.[6]

Sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan dijamin melalui Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK/2021 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2022, Tahun 2023, dan Tahun 2024 yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 2

  • tingkat dan periode Sasaran Inflasi IHK ditetapkan sebagai berikut :
  • 3,0% (tiga persen) untuk Tahun 2022;
  • 3,0% (tiga persen) untuk Tahun 2023;
  • dan 2,5% (dua koma lima persen) untuk Tahun 2024, dengan deviasi sebesar 1,0%.”

Kenaikan suku bunga merupakan salah satu upaya untuk menekan inflasi sebab apabila suku bunga naik, maka perilaku konsumtif akan berkurang, begitu juga dengan investasi. Melemahnya konsumsi dan investasi akan memberikan dampak pada pengurangan permintaan agregat. Namun di sisi lain, dengan suku bunga yang tinggi, Bank Indonesia ingin menghimpun dana masyarakat dan memperkuat likuiditas dollar AS sebab akan banyak pemilik dollar AS yang melakukan konversi ke rupiah yang kemudian akan menguatkan kembali nilai tukar rupiah. Selain itu, berdasarkan sejarah, Bank Indonesia kerap menggunakan suku bunga tinggi untuk menyurutkan krisis ekonomi.[7] Kenaikan suku bunga memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah uang beredar di Bank begitu pun sebaliknya penurunan suku bunga bank akan mendorong peningkatan jumlah uang beredar.[8]

Instrumen Kebijakan Moneter

  1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Bank Indonesia dapat memengaruhi sasaran operasionalnya dengan Operasi Pasar Terbuka, yaitu suku bunga atau jumlah uang beredar secara lebih efektif sebab arah kebijakan moneter dapat disampaikan dari pasar terbuka dan membentuk suku bunga berdasarkan mekanisme pasar. Selain itu, Operasi Pasar Terbuka juga dapat dilakukan berdasarkan inisiatif Bank Indonesia sesuai dengan frekuensi dan kuantitas yang diinginkan. Bentuk kegiatan Operasi Pasar Terbuka antara lain, kegiatan jual beli surat berharga (Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang) oleh Bank Indonesia di pasar primer maupun pasar sekunder.

  • Fasilitas Diskonto (Discount Policy)

Fasilitas Diskonto merupakan fasilitas kredit yang diberikan kepada bank dengan jaminan surat berharga dan tingkat diskonto sesuai dengan arah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia menaikkan tingkat diskonto fasilitas, maka disitu Bank Indonesia menginginkan terjadinya kenaikan suku bunga. Fasilitas Diskonto berguna untuk alat pengaman dalam menjaga stabilitas di pasar uang, sehingga bank diharapkan untuk tidak sering menggunakan fasilitas ini.

  • Cadangan Wajib Minimum (Reserve Requirement)

Cadangan Wajib Minimum dibagi menjadi 2 yang sebagai berikut:

  1. Cadangan Primer

Cadangan primer merupakan ketentuan Bank Indonesia yang memberikan kewajiban kepada bank-bank memelihara sejumlah likuid sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya alat likuid tersebut yang berupa rekening gito dan uang kas di bank sentral.

  • Cadangan Sekunder

Cadangan sekunder merupakan fasilitas kredit yang diberikan kepada bank-bank dengan jaminan surat berharga dan tingkat diskonto yang diberikan dan ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan arah kebijakan moneter.

  • Imbauan (Moral Suasion)

Imbauan untuk melakukan kebijakan tertentu kepada bank-bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Imbauan tersebut tidak bersifat mengikat tetapi memiliki dampak yang efektif dalam kebijakan moneter.[9]

Dalam hal ini Bank Indonesia juga melakukan upaya optimalisasi strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan pemulihan ekonomi dengan langkah-langkah berikut:

  1. Memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah;
  2. Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK);
  3. Memastikan kecukupan dalam kebutuhan uang, layanan kas, dan distribusi uang dalam rangka menyambut bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2022;
  4. Mendorong kesiapan Penyedia Jasa Pembayaran dalam mengimplementasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP);
  5. Memperkuat kebijakan internasional dengan melakukan perluasan kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya.[10]

Wewenang Bank Indonesia juga sebagai upaya menanggulangi krisis ekonomi dalam waktu yang singkat dengan sasaran terkendalinya nilai kurs rupiah pada tingkat yang wajar. Hal ini sesuai sebagaimana diatur dalam BAB IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter ditanggungkan keharusan untuk membangun sistem kelembagaan yang kuat dan independen dalam mengelola dan mendayagunakan devisa. Dalam hal pengelolaan keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia harus mandiri dalam artian bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lain, yang kinerjanya juga perlu diawasi dan dipertanggungjawabkan.[11]

Sebab pada hakikatnya, tujuan kebijakan moneter adalah menjaga kestabilan jumlah uang yang beredar, sementara jumlah uang yang beredar tersebut berkaitan dengan tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan menaiknya tingkat suku bunga, jumlah uang beredar akan menurun begitu juga sebaliknya, sementara itu peningkatan harga-harga umum juga akan menaikan jumlah uang beredar, demikian juga kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional yang akan memberi dampak pada kenaikan jumlah uang yang beredar, sedangkan krisis finansial, politik, dan militer merupakan gangguan terhadap kinerja ekonomi nasional yang memberi dampak kepada kenaikan jumlah uang yang beredar.[12]

Kesimpulan

Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satu caranya dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Kestabilan nilai rupiah berkaitan dengan jumlah uang beredar, sementara jumlah uang beredar tersebut berkaitan dengan tingkat suku bunga. Dengan melakukan penaikan suku bunga, maka perilaku konsumtif akan berkurang, sehingga memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah uang beredar. Hal ini akan mewujudkan kestabilan dan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga kemudian menguatkan nilai tukar rupiah.

Dasar Hukum

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998;

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK/2021 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2022, Tahun 2023, dan Tahun 2024.

Referensi

Bank Indonesia. (2022). Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2022.

CNBC Indonesia, Harga & Inflasi Mulai Menanjak, Kapan BI Naikkan Suku Bunga?, retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/market/20220411142542-19-330618/harga-inflasi-mulai-menanjak-kapan-bi-naikkan-suku-bunga.

Maria, J. A., Sedana, I B. P., dan Artini, L. G. S. (2017). Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi dan Pertumbuhan Gross Domestic Product terhadap Jumlah Uang Beredar di Timor-Leste, E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana No. 10(6).

Sikapi Uangmu OJK, Giro Wajib Minimum: Instrumen Moneter untuk Atur Uang Beredar, retrieved from https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/333

Safuridar. (2018). Peranan Instrumen Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Aceh, Jurnal Samudra Ekonomika No. 1(2).

Silangit, P. K. H., Kebijakan Penaikan Suku Bunga Bank Indonesia, retrieved from https://bem.feb.ugm.ac.id/analisis-kebijakan-penaikan-suku-bunga-bank-indonesia/

Triwahyuni. (2021). Pengendalian Inflasi, Moneter, dan Fiskal dalam Perspektif Ekonomi Makro Islam, Ekonomica Sharia No. 2(6).


[1] CNBC Indonesia, Harga & Inflasi Mulai Menanjak, Kapan BI Naikkan Suku Bunga?, retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/market/20220411142542-19-330618/harga-inflasi-mulai-menanjak-kapan-bi-naikkan-suku-bunga

[2] Sikapi Uangmu OJK, Giro Wajib Minimum: Instrumen Moneter untuk Atur Uang Beredar, retrieved from https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/333

[3] Triwahyuni, Pengendalian Inflasi, Moneter, dan Fiskal dalam Perspektif Ekonomi Makro Islam, Ekonomica Sharia No. 2(6). 2021. page 202

[4] Triwahyuni, Pengendalian Inflasi, Moneter, dan Fiskal dalam Perspektif Ekonomi Makro Islam, Ekonomica Sharia No. 2(6). 2021. page 203

[5] Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

[6] Pasal 10 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

[7] Patrick Kuntara Harpranata Silangit, Analisis Kebijakan Penaikan Suku Bunga Bank Indonesia, retrieved from https://bem.feb.ugm.ac.id/analisis-kebijakan-penaikan-suku-bunga-bank-indonesia/

[8] José Augusto Maria, I B. Panji Sedana, dan Luh Gede Sri Artini, Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi dan Pertumbuhan Gross Domestic Product terhadap Jumlah Uang Beredar di Timor-Leste, E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana No. 10(6). 2017. page 3490

[9] Safuridar, Peranan Instrumen Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Aceh, Jurnal Samudra Ekonomika No. 1(2). 2018. page 45

[10] Bank Indonesia, Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2022. 2022. page 5

[11] Penjelasan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

[12] José Augusto Maria, I B. Panji Sedana, dan Luh Gede Sri Artini, Op. Cit., page 3494

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate