0

Inventor Creation Patent in Construction Activities

Author: Rizki Haryo Kusumo; Co-Author: Ananta Mahatyanto

Dalam proyek konstruksi, dikenal Teknologi Konstruksi yang merupakan berbagai macam perkembangan yang ada di bidang konstruksi baik itu dari material, komponen konstruksi, dan juga metode konstruksi. Teknologi Konstruksi memiliki peran penting dalam dunia proyek konstruksi, yaitu agar tercapainya target proyek konstruksi dengan waktu dan biaya yang minimal, dan mutu yang maksimal. Teknologi Konstruksi itu sendiri adalah produk dari arsitektur yang merupakan Inventor dalam proyek konstruksi tersebut dimana dapat dipatenkan oleh arsitektur konstruksi dengan melihat ketentuan-ketentuan tentang paten itu sendiri.

Paten

Sebelumnya, perlu dipahami apa itu paten. Paten diatur Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UUP) disebutkan bahwa paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses (Pasal 1 butir 2 UUP). Inventor adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi (Pasal 1 butir 3). Rumusan di atas dapat menjelaskan bahwa paten merupakan hasil kreativitas seseorang dalam bidang teknologi. Istilah invensi seseorang dalam bidang teknologi, selain membawa dampak pengembangan dalam ilmu pengetahuan juga ada nilai ekonomisnya.

Ruang lingkup paten dan sederhana (Pasal 2 UUP). Maksud dari paten dan sederhana, dijabarkan dalam Pasal 107 UU cipta kerja perubahan terhadap pasal 3 UUP sebagai berikut:

  1. Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri.
  2. Paten sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, memiliki kegunaan praktis, serta dapat diterapkan dalam industri.
  3.  Pengembangan dari produk atau proses yang telah ada sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
    1. produk sederhana;
    2. proses sederhana; atau
    3. metode sederhana.

Pada Pasal 10 UUP disebutkan yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau jika invensi ditemukan secara bersama maka disebut para inventor, dan yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan. Pada Pasal 24 UUP disebutkan paten diberikan atas dasar permohonan. Namun perlu diperhatikan, bahwa tidak setiap invensi dapat diberikan Paten. Pasal 9 UUP bahwa Paten tidak diberikan untuk invensi tentang:

  1. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
  2. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;
  3. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
  4. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;
  5. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.

Berdasarkan ketentuan di atas, paten tidak begitu saja diberikan, melainkan inventor harus mengajukan permohonan kepada negara. Jika suatu invensi hendak diajukan ke Kantor Paten, agar permohonan atau tepatnya pendaftaran dikabulkan, harus memenuhi syarat-syarat sesuai pasal 3 ayat 1 UUP yaitu berikut:

  1. Invensi itu harus baru (Novelty)
  2. Mengandung langkah inventif (Inventive step)
  3. Dapat diterapkan dalam industri (Industrial applicability)

Apabila segala persyaratan yang ditentukan sudah dipenuhi, maka kepada pihak yang melakukan pendaftaran paten akan diberikan hak eksklusif. Hak eksklusif tersebut adalah hak kepada pemegang paten untuk merealisasikan penemuan barunya, baik dalam bentuk suatu produk atau mempergunakan suatu proses tertentu. Hak eksklusif yang diberikan paten adalah bersifat teknis, tetapi dampak dari hak eksklusif tersebut merupakan permasalahan hukum.

Masalah tersebut berkaitan dengan apa yang di dalam hukum paten disebut sebagai non obviousness, yaitu disamping persyaratan tentang barunya suatu penemuan (novelty), sebelum paten diberikan ingin diketahui terlebih dahulu, apakah penemuan baru tersebut sudah cukup canggih di dalam bidang bersangkutan sehingga kepada penemu dapat diberikan hak eksklusif selama berlakunya paten bersangkutan. Sebagai upaya untuk membantu mengadakan evaluasi dari diberikan atau tidaknya paten untuk penemuan, hukum paten mengembangkan teori subtest of invention.

Perlindungan Karya Arsitektur

Karya arsitektur mengandung bagian-bagian Kekayaan Intelektual yang dapat dilindungi hukum. Adapun Kekayaan Intelektual yang terkait yaitu Hak Cipta, Desain Industri dan Paten. Hak Cipta karena karya arsitektur merupakan ide dan gagasan yang berasal dari pemikiran (intelektual) seorang arsitek yang mempunyai unsur seni, teknologi, nilai guna. Desain Industri karena karya arsitektur mengandung unsur pola, kesan estetis, dan dapat diproduksi dalam bentuk produk industri secara masal. Paten karena karya arsitektur merupakan invensi yang dihasilkan oleh inventor di bidang teknologi yang memenuhi tiga syarat, yaitu novelty, inventive step dan industrial applicability.

Dalam perlindungan hasil karya arsitektur, apabila disambungkan oleh paten, sistem perlindungan yang diterapkan adalah konstitutif, yaitu setiap hak kekayaan intelektual wajib didaftarkan. Pendaftaran yang memenuhi persyaratan undang-undang merupakan pengakuan dan pembenaran atas hak kekayaan intelektual seseorang yang dibuktikan dengan Sertifikat Pendaftaran sehingga memperoleh perlindungan hukum dan menimbulkan kepastian hukum. Sistem konstitutif dianut oleh Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten.

Secara teoritis, sebenarnya tidak ada masalah apabila hasil invensi tersebut tidak didaftarkan inventor, karena inventor tersebut tetap dapat memiliki hasil invensinya. Inventor berhak menggunakan dan mempertahankannya. Akan tetapi, dilihat dari sudut pandang yuridis, tidak ada perlindungan hukum terhadap inventor tersebut dan tidak ada jaminan hukum bahwa orang lain tidak akan ikut serta menggunakannya. Apabila invensi tersebut digunakan oleh orang lain, maka bagi inventor akan sulit membuktikan kebenaran haknya.

Klausul Kepemilikan Paten Yang Belum Didaftarkan Dalam Kontrak

Dalam pembahasan kontrak pastinya mengacu kepada Kitab Undang-Undang perdata. Menurut terjemahan dari Black’s Law Dictionary, definisi kontrak adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), kontrak melahirkan suatu perikatan antara pihak yang mengikatkan dirinya. Sehingga dari kontrak inilah lahir suatu perikatan di mana para pihak yang mengikatkan diri memiliki kewajibannya masing-masing sesuai yang ditentukan dalam kontrak.

Kontrak memiliki beberapa syarat sah yang harus di penuhi. Syarat sah tersebut di atur pada pasal 1320 KUHper, ada 4 syarat yaitu:

  1. Kecakapan para pihak
  2. Kesepakatan antara pihak
  3. Adanya suatu hal atau objek tertentu
  4. Suatu sebab yang halal ( tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum )

Dalam pembuatan kontrak tersebut ada asa yang dinamakan asas kepatutan dimana di atur pada pasal 1339 KUHper yang berbunyi:

            “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas       dinyatakan       di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat   perjanjian,       diharuskan oleh (1) kepatutan, (2) kebiasaan, (3) undang-undang.”

Atas hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kontrak harus dibuat dengan memperhatikan kepatutan dan keadilan menurut undang-undang yang berlaku.

Dalam hal ini Inventor melakukan perjanjian kontrak bersama pihak kedua. Dalam kontrak tersebut adanya klausul tentang kepemilikan hak atas objek paten yang dimana merupakan ciptaan inventor. Hal tersebut di perbolehkan dengan adanya kebebasan berkontrak namun perlu di lihat kembali apakah ciptaan inventor tersebut telah didaftarkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten. Apabila ciptaan inventor tersebut belum didaftarkan maka tidak bisa dikatan dalam kontrak tersebut bahwa objek ciptaan merupakan milik inventor.

Hal tersebut dapat dilihat nya bedasarkan dari 1339 KUHper yang dimana pembuatan kontrak harus dibuat dengan memperhatikan kepatutan undang-undang yang berlaku. Terhadap hal tersebut mengacu kepada UU 13/2016 tentang paten. Karena ciptaan tersebut belum didaftarkan oleh inventor maka untuk ciptaan tersebut dapat digunakan oleh masyarakat umum.

Mitigasi Penyalahgunaan atau Pelanggaran Hak Paten

Menurut Edmon Makarim, langkah untuk mencegah timbulnya sengketa penyalahgunaan atau pelanggaran hak paten adalah semua pihak yang berkepentingan dapat secara aktif atau memiliki sumber daya untuk memantau informasi dan mencermati publikasi paten yang bisa menimbulkan resiko pada masa yang akan datang. Serta bagi Pemerintah untuk memperbaiki sistem, terkait dengan proses pemeriksaan substantif yang lebih ketat dalam menentukan kelayakan suatu invensi untuk mendapatkan perlindungan paten.

Perbaikan hal-hal tersebut akan berjalan lebih baik apabila disertai dengan pengawasan yang lebih ketat, terutama pada komunikasi antara petugas penerima paten dan pemohon paten, terkait dengan mencegah lolosnya paten yang tidak memenuhi syarat invensi.

Upaya Hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi penyalahgunaan atau pelanggaran hak paten yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Paten:

Pasal 19 jo. Pasal 160 jo. Pasal 161 jo. Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Paten, yang menjelaskan bahwa:

“ Pasal 19″

  • Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimiliknya dan untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
  • Dalam hal paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;
  • Dalam hal paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
  • Larangan menggunakan proses produksi yang diberi Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan proses yang diberi perlindungan Paten.
  • Dalam hal untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis, larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikecualikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten dan tidak bersifat komersial.

Pasal 160

Setiap Orang tanpa persetujuan Pemegang Paten dilarang:

  1. Dalam hal paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;
  2. Dalam hal paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Pasal 161

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 162

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten sederhana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Construction Technology is known for a variety of developments in the construction sector, both in terms of materials, construction components, and construction methods.  Construction technology has an important role in the world of construction projects, namely in order to achieve project targets with minimum time and cost, and with maximum quality.  Construction technology itself is a product of architecture which is an investor in the construction project and can be patented by construction architecture by looking at the provisions of the patent itself.

 Patent

 First, it is necessary to understand what a patent is.  Patents are regulated in Law Number 13 of 2016 concerning Patents (UUP) it is stated that patents are exclusive rights granted by the State to inventors for their inventions in the field of technology, which for a certain period of time carry out the invention themselves or give approval to other parties to carry it out.

 The invention is an inventor’s idea that is poured into a specific problem-solving activity in the field of technology, it can be in the form of a product or process or product or process improvement and development (Article 1 point 2 of the UUP).  An inventor is a person or several people who jointly implement ideas that are poured into activities that produce inventions (Article 1 point 3).  The above formula can explain that patents are the result of someone’s creativity in the field of technology.  The term someone’s invention in the field of technology, in addition to having an impact on the development of science, also has economic value.

The scope of the patent and simple (Article 2 UUP).  The meaning of patent and simple is described in Article 107 of the Copyright Act, amendments to Article 3 of the UUP as follows:

 1. The patent as referred to in Article 2 letter a is granted for an invention that is new, contains inventive steps, and can be applied in industry.

 2. A simple patent as referred to in Article 2 letter b is granted for every new invention, development of an existing product, or process that has practical uses, and can be applied in industry.

 3. Development of existing products or processes as referred to in paragraph (2) includes:

a. simple product;

b. simple process;  or

c. Simple method.

 Article 10 of the UUUP states that those who are entitled to a patent are inventors or if the inventions are found together, they are called inventors, and those who further receive the rights of the investor concerned.  Article 24 of the UUUP states that patents are granted on the basis of an application.  However, it should be noted that not every invention can be granted a patent.  Article 9 UUUP that Patents are not granted for inventions concerning:

 a.  Process or product whose announcement and use or implementation is contrary to applicable laws and regulations, religious morality, public order, or decency;

 b.  Methods of examination, treatment, treatment, and/or surgery applied to humans and/or animals;

 c.  Theories and methods in the fields of science and mathematics;  or

 d.  all living things, except micro-organisms;

 e.  biological processes that are essential for the production of plants or animals, except for non-biological processes or microbiological processes.

 Based on the above provisions, patents are not simply granted, but the inventor must submit an application to the state.  If an invention is to be submitted to the Patent Office, in order for the application or to be precise the registration to be granted, it must meet the requirements in accordance with Article 3 paragraph 1 of the UUP, namely the following:

 1. The invention must be new (Novelty)

 2. Contains inventive steps

 3. Can be applied in the industry (Industrial applicability)

 If all the specified requirements have been met, then the party who registers the patent will be granted exclusive rights.  The exclusive right is the right of the patent holder to realize his new invention, either in the form of a product or using a certain process.  The exclusive rights granted by patents are technical in nature, but the impact of these exclusive rights is a legal matter.

 This problem is related to what is referred to in patent law as non-obviousness, namely in addition to the requirements regarding the newness of an invention (novelty), before the patent is granted, it is necessary to know in advance whether the new invention is sophisticated enough in the relevant field so that the inventor can be given it.  exclusive rights during the validity of the relevant patent.  In an effort to help conduct an evaluation of whether or not a patent is granted for an invention, patent law develops the theory of the subtest of invention.

 Architectural Protection

 Architectural works contain IP parts that can be protected by law.  The related Intellectual Property are Copyrights, Industrial Designs and Patents.  Copyright because architectural works are ideas and ideas that come from the (intellectual) thoughts of an architect who have elements of art, technology, use value.  Industrial Design because architectural works contain elements of patterns, aesthetic impressions, and can be mass produced in the form of industrial products.  Patents because architectural works are inventions produced by inventors in the field of technology meet three requirements, namely novelty, inventive step and industrial applicability.

 In the protection of architectural works, if connected by a patent, the protection system applied is constitutive, i.e. every intellectual property right must be registered.  Registration that meets the requirements of the law is an acknowledgment and justification of a person’s intellectual property rights as evidenced by a Registration Certificate so as to obtain legal protection and create legal certainty.  The constitutive system is adopted by Law Number 13 of 2016 concerning Patents.

 Theoretically, there is actually no problem if the invention is not registered by the inventor, because the inventor can still own the invention.  Inventor has the right to use and maintain it.  However, from a juridical point of view, there is no legal protection for the inventor and there is no legal guarantee that other people will not participate in using it.  If the invention is used by other people, it will be difficult for the inventor to prove the truth of his rights.

 Unregistered Patent Ownership Clause in the Contract

 In the discussion of the contract, of course, it refers to the Civil Code.  According to the translation of the Black’s Law Dictionary, the definition of a contract is an agreement between two or more people that creates an obligation to do or not to do something specific.  Based on the Civil Code (KUHPer), a contract creates an agreement between the parties who bind themselves.  So that from this contract an engagement was born in which the parties who bind themselves have their respective obligations as specified in the contract.

 The contract has several legal conditions that must be met.  The legal requirements are regulated in Article 1320 of the Criminal Code, there are 4 conditions, namely:

 1. Skills of the parties

 2. Agreement between parties

 3. There is a certain thing or object

 4. A lawful cause (not contrary to applicable law, decency and public order)

 In making the contract there is a principle called the principle of propriety which is regulated in Article 1339 of the Criminal Code which reads:

 “An agreement is not only binding for things that are expressly stated in it, but also for everything which according to the nature of the agreement, is required by (1) propriety, (2) custom, (3) law  .”

 Based on this, it can be concluded that the contract must be made with due regard to propriety and fairness according to the applicable law.

 In this case the Inventor enters into a contract agreement with the second party.  In the contract there is a clause regarding the ownership of rights to the patent object which is the inventor’s creation.  This is allowed with the freedom of contract but it is necessary to review whether the inventor’s creation has been registered in accordance with Law Number 13 of 2016 concerning Patents.  If the inventor’s creation has not been registered, it cannot be stated in the contract that the object of creation is the property of the inventor.

 This can be seen based on the 1339 KUHper in which the making of a contract must be made with due regard to the appropriateness of the applicable law.  This refers to Law 13/2016 on patents.  Because the work has not been registered by the inventor, the creation can be used by the general public.

 Mitigation of Patent Abuse or Infringement

 According to Edmon Makarim, the step to prevent disputes over misuse or infringement of patent rights is that all interested parties can actively or have resources to monitor information and observe patent publications that may pose risks in the future.  As well as for the Government to improve the system, related to a more stringent substantive examination process in determining the feasibility of an invention to obtain patent protection.

 Improvements in these matters will run better if accompanied by stricter supervision, especially on communication between patent recipients and patent applicants, related to preventing the passage of patents that do not meet the invention requirements.

Legal remedies that can be taken in the event of misuse or infringement of patent rights as regulated in Law Number 3 of 2016 concerning Patents:

Article 19 jo.  Article 160 jo.  Article 161 jo.  Article 162 of Law Number 3 of 2016 concerning Patents, which explains that:

 “Article 19”

 (1) A Patent Holder has the exclusive right to exercise his/her patent and to prohibit other parties who without his/her consent:

 a.  In the case of a product-patent: making, using, selling, importing, renting, delivering, or providing for sale or rental or delivery of the product for which the Patent is granted;

 b.  In the case of process-patent: using a production process that is granted a Patent to make goods or other actions as referred to in letter a.

 (2) The prohibition on using a production process that is granted a Patent as referred to in paragraph (1) letter b applies only to imports of products that are solely produced from the use of a process that is protected by a Patent.

 (3) In the case of educational, research, experimental, or analytical purposes, the prohibitions as referred to in paragraphs (1) and (2) may be excluded as long as they do not harm the legitimate interests of the Patent Holder and are not commercial in nature.

 Article 160

 Any person without the approval of the Patent Holder is prohibited from:

 a.  In the case of a product-patent: making, using, selling, importing, renting, delivering, or providing for sale or rental or delivery of the product for which the Patent is granted;

 b.  In the case of process-patent: using a production process that is granted a Patent to make goods or other actions as referred to in letter a.

 Article 161

 Any person who intentionally and without rights commits an act as referred to in Article 160 for a Patent, shall be sentenced to a maximum imprisonment of 4 (four) years and/or a maximum fine of Rp. 1,000,000,000.00 (one billion rupiah).

 Article 162

 Any person who intentionally and without rights commits the act as referred to in Article 160 for a simple Patent, shall be sentenced to a maximum imprisonment of 2 (two) years and/or a maximum fine of Rp. 500,000,000.00 (five hundred million rupiah).”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate