Implementasi Pengaturan Perlindungan bagi Anak dari Konten Negatif di Media Sosial

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Made Indra Sukma Adnyana

Pengguna internet Indonesia menjadi sorotan setelah 210 juta pengguna internet dalam negeri yang didominasi oleh pengguna media sosial dan pemain game online. Penggunaan media sosial tersebut tidak hanya berasal dari usia dewasa, tetapi juga terdapat dari usia dini, yaitu usia 5 tahunan.[1] Dalam menggunakan media sosial, anak-anak harus dapat menghindari pengaruh konten-konten negatif yang dapat merusak perkembangan diri mereka, misalnya saja konten negatif yang berisikan ujaran kebencian hingga dari pornografi. Hal ini, karena masih banyak anak usia sekolah belum memahami cybercrime dan Undan-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan melihat dari literasi digital anak-anak Indonesia yang masih rendah. Padahal memperhatikan konten yang diakses oleh anak-anak merupakan hal penting, karena mereka adalah yang paling rentan terkena kasus cyber bullying, sexual image, dan sexual meesages dibandingkan orang-orang dewasa dan belum matang secara mental maupun emosional.[2] Indonesia telah memiliki regulasi yang berkait dengan menggunakan internet terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).

Sementara itu berdasarkan Pasal 4 UU ITE menyatakan bahwa Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik memiliki beberapa tujuan diantaranya, yaitu (1) Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dab bertanggung jawab; dan (2) memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.[3]

UU ITE sebagai Cyber Law dapat menjadi suatu upaya dalam melakukan penanganan tindak pidana maupun pencegahan tindak pidana dengan saranan teknologi digital, terutama konten negatif. Penegakan UU ITE terhadap konten negatif dapat diwujudkan dalam bentuk pengawasan yang dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Teknologi (“Kominfo”). Pengawasan tersebut dilaksanakan untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan yang disebabkan oleh penyalahgunaan informasi elektronik dan transaksi elektronik, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai berikut:

“Pasal 40

(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

            Kominfo dalam melaksanakan pengelolaan penanganan konten negatif akan melakukan klasifikasi, yaitu: (1) Informasi/dokumen elektronik yang melanggar Peraturan Perundang-Undangan; (2) Informasi/dokumen elektronik yang melanggar norma sosial yang berlaku di masyarakat; dan (3) Informasi elektronik/dokumen elektronik tertentu yang membuat dapat diaksesnya konten negatif yang terblokir.[4] Menurut Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (“PPI”), pengawasan yang dilaksanakan oleh Kominfo supaya masyarakat tidak melakukan pelanggaran konten negatif di media digital saat ini, seperti misalnya pornografi, pencemaran nama baik, dan pelanggaran lainnya.[5]  

Berkaitan dengan penggunaan internet adapun peraturan di bawahnya yaitu pada  Pasal 2 Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik (“PM Kominfo Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik”) yang tujuannya sebagai berikut:

“Pasal 2

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mengklasifikasikan Permainan Interaktif Elektronik yang membantu:

  1. Penyelenggara dalam memasarkan produk Permainan Interaktif Elektronik sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia; dan
  2. masyarakat Pengguna, termasuk orang tua dalam memilih Permainan Interaktif Elektronik yang sesuai dengan usia Pengguna”.

Walaupun telah terdapat pengaturan terhadap penggunaan media sosial dan game online di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa masih belum menghilangkan dampak negatif bagi anak-anak selama dilakukan secara berlebihan, misalnya saja media sosial yang dapat mengganggu kesehatan fisik, menimbulkan gangguan mental, terpapar konten negatif dengan unsur SARA, terpapar hoaks, mengganggu relasi di dunia nyata, dan memicu kejahatan.[6]

Adapun sanksi yang berkaitan dengan konten negatif terdapat dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai berikut:

“Pasal 45

  • Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  • Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  • Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
  • Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan delik aduan.

“Pasal 45 A

  • Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  • Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

“Pasal 45 B

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.

Selain terdapat dalam UU ITE yang melindungi hak anak dari kekerasan dan konten negatif lainnya, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan sebagai berikut:

“Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

            Perlindungan terhadap hak anak merupakan kewajiban bagi pemerintah dan tanggung jawab lingkungan dari anak tersebut dengan melakukan pengawasan atas konten yang dapat diakses. Sehingga pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Kominfo terhadap akses anak, harus dapat ditingkatkan lagi dengan menghapus dan/atau memblokir situs-situs maupun konten yang tidak sesuai untuk anak-anak usia dini. Terlebih lagi, Indonesia juga telah memiliki undang-undang yang mengatur terkait Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik sehingga permainan-permainan online tidak akan bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, walaupun dalam praktiknya masih terdapat permainan yang tidak sesuai dengan usia dari pemainnya.  Oleh karena hal itu, pengawasan dari pemerintah juga harus diimbangi dengan keterlibatan orang tua maupun lingkungan dalam mengirimkan aduan kepada Kominfo atau lembaga terkait atas konten-konten negatif yang dapat merusak maupun mempengaruhi anak-anak.

Dasar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
  • Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
  • Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik

Referensi


[1] Tim MNC Portal, “INAYES Goes to School, Kolaborasi INAYES dna Pemprov DKI Jakarta Lawan Kecanduan Social Media dan Game Online,” https://edukasi.sindonews.com/read/866425/212/inayes-goes-to-school-kolaborasi-inayes-dan-pemprov-dki-jakarta-lawan-kecanduan-social-media-dan-game-online-1661418497, diakses pada 27 Agustus 2022.

[2] Pratiwi Agustini, “Yossi: Banyak Anak Belum Paham Cybercrime dan UU ITE,” https://aptika.kominfo.go.id/2020/10/yossi-banyak-anak-belum-paham-cybercrime-dan-uu-ite/, diakses pada 27 Agustus 2022.

[3] Indonesia, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 19 Tahun 2016, LN.2016/No.251, TLN No.5952, Pasal 4.

[4] Kominfo, “Ragam Konten yang Bisa Diadukan Melalui aduankonten.id,” https://www.kominfo.go.id/content/detail/10331/ragam-konten-yang-bisa-diadukan-melalui-aduankontenid/0/videografis, diakses pada 28 Agustus 2022.

[5] Muhammad Agusta Wijaya, “Pengawasan Konten Media Sosial untuk Hindari Kerugian Publik,” https://mmc.kotawaringinbaratkab.go.id/berita/pengawasan-konten-media-sosial-untuk-hindari-kerugian-publik, diakses pada 28 Agustus 2022.

[6] Kompas, “6 Dampak Negatif Media Sosial, Siswa Wajib Hati-Hati,” https://edukasi.kompas.com/read/2021/05/28/060700871/6-dampak-negatif-media-sosial-siswa-wajib-hati-hati?page=all, diakses pada 27 Agustus 2022.

Translate