1

Pembatasan Hak Imunitas Advokat dalam Menjalankan Tugas Profesi

Author: Ilham M. Rajab, Co-Author: Megarini Adila Putri Lubis

Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan mengenai jaminan yang diberikan kepada seluruh warga negara atas pengakuan, keadilan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hal ini juga dikuatkan dengan prinsip atau asas yang berlaku di Indonesia selaku negara hukum, yaitu asas persamaan di hadapan hukum atau dikenal dengan istilah Equality Before the Law. Unsur-unsur asas equality before the law harus adanya persaman di depan hukum seluruh warga Negara Indonesia tanpa adanya prinsip non dikriminasi baik pejabat maupun non pejabat, memberikan jaminan hak asasi manusia guna untuk mendapatkan perlindungan didalam negara berdasarkan Pancasila.[1] Salah satu bentuk persamaan tersebut adalah seluruh warga negara berhak untuk menerima bantuan hukum sebagai bentuk jaminan sama di hadapan hukum atas kepentingan hukum yang sedang dilalui.

Bantuan hukum salah satunya dapat diberikan oleh seorang advokat, yaitu seseorang yang menawarkan jasa dalam bidang hukum dengan persyaratan yang sudah diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Pasal 1 Angka 2 UU Advokat menjelaskan definisi jasa hukum adalah sebagai berikut:

“Pasal 1

2. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”.[2]

            Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak berusaha dengan kapasitas maksimalnya sebagai advokat yang diberikan kuasa untuk membela hak-hak klien. Sehingga dalam proses pembelaan klien tersebut, advokat memiliki dan dilindungi hak imunitas atau kekebalan hukum. Hak imunitas advokat dapat diartikan sebagai hak atas kekebalan yang dimiliki oleh advokat dalam melakukan profesinya dalam membela kepentingan klien.[3] Adanya hak imunitas advokat yang diatur dalam undang-undang karena dalam membela klien tidak dihinggapi rasa takut, merasa aman dan dilindungi negara melalui pemerintah.[4] Hak imunitas advokat ini diatur pada Pasal 16 UU Advokat menjelaskan sebagai berikut:

“Pasal 16

Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan”.[5]

Penjelasan Hak imunitas pada Pasal 16 UU Advokat diatas dikuatkan kembali dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 26/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa hak imunitas ini berlaku baik didalam maupun diluar persidangan. Namun hak imunitas advokat ini hanya berlaku bagi mereka yang menjalankan tugas profesinya saat pembelaan klien dengan itikad baik.[6] Dalam penjelasan Pasal 16 UU Advokat dinyatakan bahwa itikad baik adalah advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan untuk membela kepentingan kliennya harus berdasarkan aturan hukum yang berlaku.[7] Sehingga hak kekebalan hukum atas advokat ini memiliki pengecualian jika seorang advokat dalam profesinya melakukan hal-hal melanggar hukum dengan itikad buruk untuk memenuhi kepentingan klien.

Diketahui bahwa seorang advokat suatu perusahaan swasta menjadi tersangka atas perbuatan Obstruction of Justice yang mana menghalangi, merintangi, mencegah dalam penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Tim Penyidik pada kasus korupsi perusahaan tersebut.[8] Perbuatan Obstruction of Justice ini diatur pada Pasal 221 Ayat (1) angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

“Pasal 221

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat rihu lima ratus rupiah:

2. barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian”.[9]

Komisi Pemberantasan Korupsi juga meyakinkan bahwa seorang advokat yang ditetapkan sebagai seorang tersangka berdasarkan tuduhan Undang-Undang Tindak pidana korupsi sebagai pihak yang melawan karena perbuatan menghalang-halangi dalam penanganan kasus korupsi jelas ada ancaman pidananya.[10] Mengenai perbuatan yang menghalang-halangi proses penangan kasus korupsi, Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menjelaskan sebagai berikut:

“Pasal 21

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi”.[11]

            Berdasarkan perbuatan dengan tidak adanya itikad baik oleh pengacara dalam hal melakukan pembelaan terhadap klien atas tugas profesi inilah yang menggugurkan dan menimbulkan pembatasan atas hak imunitas seorang advokat. Dijelaskan lebih lanjut bahwa hak imunitas bisa hilang manakala advokat yang bersangkutan melakukan perilaku-perilaku sebagai berikut:[12]

  1. Advokat yang bersangkutan mengabaikan atau menelantarkan kepentingan klien, baik disengaja maupun tidak;
  2. Advokat yang bersangkutan berbuat atau bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan,  atau pengadilan;
  3. Advokat yang bersangkutan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesi;
  4. Advokat yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau melakukan perbuatan tercela;
  5. Advokat yang bersangkutan melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.

Dasar Hukum:

  • Undang-Undang Dasar 1945
  • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
  • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Referensi:

  • Atmaja, Ida Wayan Dharma Punia. “Hak Imunitas Advokat dalam Persidangan Tindak Pidana Korupsi.” E-Jurnal Ilmu Hukum Kertha Wicara, vol. 07, no. 05, 2018, p. 9. https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/43617. Diakses 27 Agustus 2022.
  • Sartono, dan Bhekti Suryani. Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Advokat. Jakarta, Dunia Cerdas, 2013. Diakses 28 Agustus 2022.
  • Ramdhan Kasim dan Apriyanto Nusa, Hukum Acara Pidana Teori, Asas dan Perkembangannya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (Malang: Setara Press, 2016)
  • Radityo, Muhammad. “Kejagung Tetapkan Pengacara PT Palma Satu Tersangka Obstruction of Justice.” Liputan6.com, 25 August 2022, https://www.liputan6.com/news/read/5052187/kejagung-tetapkan-pengacara-pt-palma-satu-tersangka-obstruction-of-justice. Diakses 28 August 2022.
  • Yahman, dan Nurin Tarigan. Peran Advokat dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta, Prenada Media, 2019. Diakses 28 August 2022.
  • “Kewenangan Menilai Itikad Baik Advokat Terletak pada Penegak Hukum | Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.” Mahkamah Konstitusi RI, https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=15095. Diakses 28 August 2022.

[1] Ramdhan Kasim dan Apriyanto Nusa, Hukum Acara Pidana Teori, Asas dan Perkembangannya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (Malang: Setara Press, 2016), hal. 27.

[2] Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat

[3] Yahman & Nurin Tarigan, Peran Advokat dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta:Prenada Media, 2019), hlm. 76.

[4] Ibid., hlm. 77

[5] Pasal 16 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat

[6] Ida Wayan Dharma Punia Atmaja, “Hak Imunitas Advokat dalam Persidangan Tindak Pidana Korupsi” E-Jurnal Ilmu Hukum Kertha Wicara, vol. 07, no. 05, 2018, hlm. 9.

[7] Kewenangan Menilai Itikad Baik Advokat Terletak pada Penegak Hukum | Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.” MK RI, https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=15095.(diakses 28 August 2022).

[8] M. Radityo, “Kejagung Tetapkan Pengacara PT Palma Satu Tersangka Obstruction of Justice.” Liputan6.com, 25 August 2022, https://www.liputan6.com/news/read/5052187/kejagung-tetapkan-pengacara-pt-palma-satu-tersangka-obstruction-of-justice. (diakses 28 August 2022)

[9] Pasal 221 Ayat (1) Angka 2 KUHP

[10] Ida Wayan Dharma Punia Atmaja, 2018, hlm. 9

[11] Pasal 221 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

[12] Sartono & Bhekti Suryani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Advokat (Jakarta: Dunia Cerdas, 2013), hlm. 90

Translate