0

UTILIZATION OF INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGY IN TOURISM DEVELOPMENT

Author: Ilham M. Rajab

DASAR HUKUM:

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 2025

REFERENSI: 

  1. Rifki Rahmanda Putra, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Penerapan Konsep Smart Tourism Di Kabupaten Pangandaran, JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020.
  2. Christia Putra, Perancangan dan Implementasi E-Tourism pada SistemInformasi Pariwisata Salatiga, Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, Vol. 8. No.1, Februari 2011: 1 – 100.
  3. Diana Sari Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi Untuk Pengembangan Kepariwisataan Di Kota Cirebon, Jurnal Pikom Vol. 20 No. 1 Juni 2019.
  4. Budyanto, Endy Arif, Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia: Menata Ulang Peran Pemerintah dan Dunia Usaha Swasta dalam Pembangunan dan Pengelolaan Infrastuktur, Jurnal Konstruksia Vol 2 No 1 November 2010, 25.
  5. Ratna Medi, Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Potensi
    Pariwisata Buntu Burake Di Kabupaten Tana Toraja, Jurnal TIN.
  6. Liga suryadana, vanny, 2015, Pengantar Pemasaran Pariwisata, Cetakan ke 1, Bandung: Alvabeta.

Pada saat ini Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) telah mengubah pariwisata secara global khususnya pada era 4.0. Rekayasa ulang yang didorong oleh TIK telah secara bertahap menghasilkan pergeseran paradigma baru, mengubah struktur industri dan mengembangkan berbagai peluang dan ancaman. TIK memberdayakan konsumen untuk mengidentifikasi, menyesuaikan dan membeli produk-produk pariwisata dan mendukung globalisasi industri dengan menyediakan alat untuk mengembangkan, mengelola, dan mendistribusikan penawaran di seluruh dunia.[1]

Pengembangan dan promosi pariwisata merupakan salah satu bidang yang sedang gencar digalakkan oleh pemerintah, penggunaan website sebagai alat mempromosikan pariwisata semakin marak digunakan, dapat dilihat dengan maraknya situs-situs pariwisata di Internet.[2]

Pariwisata menjadi daya tarik suatu wilayah dengan objek unggulan lokasi wisata, seni, budaya, kuliner, sejarah serta kegiatan-kegiatan historis (pagelaran adat, upacara adat) di sebuah wilayah. Kegiatan kepariwisataan menjadikan banyak negara menempatkan pariwisata sebagai aspek penting dan integral dalam strategi pengembangan negara, di antaranya dari aspek pendapatan pemerintah, stimulus pengembangan regional dan penciptaan tenaga kerja serta peningkatan pendapatan nasional hingga hubungan internasional.[3]

Konsep pariwisata yang memanfaatkan TIK dapat juga didefinisikan sebagai e-tourism atau smart tourism. Smart Tourism adalah pemanfaatan segala potensi dan sumber daya yang ada untuk meningkatkan pengalaman di bidang Pariwisata sebagai media promosi.[4] Sebuah destinasi dapat dikatakan smart apabila destinasi tersebut memanfaatkan infrastruktur teknologi secara intensif untuk:[5]

  1. Meningkatkan pengalaman berwisata bagi pengunjung pengunjung dengan mempersonalisasikan dan membuat mereka sadar akan layanan dan produk lokal dan pariwisata yang tersedia untuk mereka di tempat tujuan dan;
  2. Dengan memberdayakan organisasi manajemen destinasi, lembaga lokal dan perusahaan pariwisata untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan berdasarkan data yang dihasilkan di dalam tujuan, dikumpulkan, dikelola dan diproses melalui infrastruktur teknologi.

Mengenai pariwisata sendiri pemerintah telah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pengertian dari pariwisata terdapat dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yaitu:

“Pasal 1

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,pengusaha,pemerintah, dan pemerintah daerah”.

Adapun pengertian dari pariwisata menurut Organisasi pariwisata dunia, mendefenisikan pariwisata sebagai aktivitas perjalanan dan tinggal seorang di luar tempat tinggal dan lingkungannya selama tidak lebih dari satu tahun berurutan untuk berwisata, bisnis atau tujuan lain dengan tidak untuk bekerja ditempat yang dikunjungi tersebut.[1] Selain menyatakan apa yang dimaksud dengan pariwisata dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 mengatur mengenai pembangunan dari pariwisata itu sendiri, hal ini tercantum dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, yang berbunyi:

“Pasal 6

Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata”.

Adapun unsur-unsur yang meliputi pembangunan dalam pariwisata, sebagaimana terdapat dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang berbunyi:

“Pasal 7

Pembangunan pariwisata meliputi:

a. industri pariwisata;

b. destinasi pariwisata;

c.pemasaran; dan

d. kelembagaan kepariwisataan”.

Selain dalam undang-undang, mengenai pembangunan pariswisata juga terdapat dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 –2025, yang berbunyi:

“Pasal 5

Untuk mensinergikan penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah Daerah dapat melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri”.

Peran pemerintah dalam
mengembangkan dan mengelolah pariwisata secara garis besarnya adalah menyediakan infrastruktur (tidak hanya dalam bentuk fisik), mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata dan bertanggung jawab dalam menentukan arah yang dituju perjalanan pariwisata.[1] Sementara itu dalam Peraturan Perundang-undangan terdapat dalam Pasal 10 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang berbunyi:

“Pasal 10

pemerintah dan pemerintah daerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota”.

Dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang berbunyi:

“Pasal 17

pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:

a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; dan

b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar”.

Pemerintah selain memiliki peran memeberi perlindungan, mengembangkan dan memfasilitasi untuk para pelaku usaha pariwisata sebagaimana Pasal 63 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, akan memberikan sanksi hal tersebut terdapat dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang berbunyi:

“Pasal 63

(1) Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan/atau Pasal 26 dikenai sanksi administratif;

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a.teguran tertulis;

b.pembatasan kegiatan usaha; dan

c.pembekuan sementara kegiatan usaha”.

(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan kepada pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali.

(4) Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)”.

Penggunaan teknologi yang berkaitan dengan sektor kepariwisataan harusnya dapat diimplementasikan secara optimal sehingga promosi dari pariwisata di daerah bisa diketahui secara umum secara maksimal. Pemerintah juga telah memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembangunan, peran pemerintah dan sanksi yang tegas di sektor pariwisata.


[1] Ratna Medi, Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Potensi
Pariwisata Buntu Burake Di Kabupaten Tana Toraja, Jurnal TIN hlm 2.


[1] Liga suryadana, vanny, 2015, Pengantar Pemasaran Pariwisata, Cetakan ke 1, Bandung: Alvabeta. hal 30


[1] Rifki Rahmanda Putra, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Penerapan Konsep Smart Tourism Di Kabupaten Pangandaran, JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 hal 258.

[2] Christia Putra, Perancangan dan Implementasi E-Tourism pada SistemInformasi Pariwisata Salatiga, Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, Vol. 8. No.1, Februari 2011: 1 – 100 74, hal. 74.

[3] Diana Sari Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi Untuk Pengembangan Kepariwisataan Di Kota Cirebon, Jurnal Pikom Vol. 20 No. 1 Juni 2019, hal 14.

[4] Rifki Rahmanda Putra, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Penerapan Konsep Smart Tourism Di Kabupaten Pangandaran, JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020 hal 261

[5] Ibid

LEGAL BASIS:

  1. Law Number 10 of 2009 concerning Tourism;
  2. Government Regulation Number 50 of 2011 concerning National Tourism Development Master Plan 2010 2025.

REFERENCE:

  1. Rifki Rahmanda Putra, Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Penerapan Konsep Smart Tourism Di Kabupaten Pangandaran, JUMPA Volume 7, Nomor 1, Juli 2020.
  2. Christia Putra, Perancangan dan Implementasi E-Tourism pada SistemInformasi Pariwisata Salatiga, Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, Vol. 8. No.1, Februari 2011: 1 – 100.
  3. Diana Sari Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi Untuk Pengembangan Kepariwisataan Di Kota Cirebon, Jurnal Pikom Vol. 20 No. 1 Juni 2019.
  4. Budyanto, Endy Arif, Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia: Menata Ulang Peran Pemerintah dan Dunia Usaha Swasta dalam Pembangunan dan Pengelolaan Infrastuktur, Jurnal Konstruksia Vol 2 No 1 November 2010, 25.
  5. Ratna Medi, Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Potensi
    Pariwisata Buntu Burake Di Kabupaten Tana Toraja, Jurnal TIN.
  6. Liga suryadana, vanny, 2015, Pengantar Pemasaran Pariwisata, Cetakan ke 1, Bandung: Alvabeta.

At this time Information and Communication Technology (ICT) has changed tourism globally, especially in the 4.0 era. ICT-driven reengineering has gradually resulted in new paradigm shifts, changing industry structures and developing opportunities and threats. ICTs empower consumers to identify, customize and purchase tourism products and support the globalization of the industry by providing tools to develop, manage and distribute offerings worldwide.

The development and promotion of tourism is one area that is being intensively promoted by the government, the use of websites as a tool to promote tourism is increasingly being used, it can be seen by the rise of tourism sites on the Internet.

Tourism is the attraction of an area with superior tourist sites, arts, culture, culinary, history and historical activities (traditional performances, traditional ceremonies) in an area. Tourism activities have made many countries place tourism as an important and integral aspect of the country’s development strategy, including from the aspect of government revenue, regional development stimulus and job creation as well as increasing national income to international relations.

The concept of tourism that utilizes Information and Communication Technology (ICT) can also be defined as e-tourism or smart tourism. Smart Tourism is the utilization of all existing potential and resources to improve experience in the tourism sector as a promotional medium. A destination can be classified to be smart if it makes intensive use of its technological infrastructure to:

  1. Improve the travel experience for visitors by personalizing and making the awareness of the local and tourism services and products available to them at their destination and;
  2. By empowering destination management organizations, local agencies and tourism companies to make decisions and take action based on the data generated within the destination, collected, managed and processed through the technological infrastructure.

By empowering destination management organizations, local agencies, and tourism companies to make decisions and take action based on the generated data within the destination, collected, managed, and processed through the technology infrastructure.
The development and promotion of those places where are being intensively promoted by the government by one of the way is using websites as a tool to promote tourism. It can be seen by the rise of tourism sites on the internet.

Regarding tourism, the government has regulated in Law Number 10 of 2009 concerning Tourism, the meaning of tourism is contained in Article 1 number 3 of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism, namely:

“Article 1

3.Tourism is a variety of tourism activities and is supported by various facilities and services provided by the community, entrepreneurs, government, and local governments.

The definition of tourism according to the World Tourism Organization, defines tourism as a travel activity and the occupy of a person out of their origin residence and environment for no more than one continuous year for the purposes of travel, business, or others with no work activity at the visited place. Tourism activities have made many tourism countries as an important and integral aspect of the country’s development strategy, including from the aspect of government revenue, regional development, and job creation as well as increasing national income to international relation.

In addition to stating what is meant by tourism in Law Number 10 of 2009 regulating the development of tourism itself, this is stated in Article 6 of Law Number 10 of 2009, which reads:

“Article 6

Tourism development is carried out based on the principles as referred to in Article 2 which is realized through the implementation of tourism development plans by taking into account the diversity, uniqueness, and uniqueness of culture and nature, as well as human needs for tourism.

Component of tourism development in tourism, as contained in Article 7 of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism, are stated as follow:

“Article 7

Tourism development includes:
a. tourism industry;
b. tourism destinations;
c. marketing; and
d. tourism institutions”.

In addition to the law, regarding tourism development is also contained in Article 5 of Government Regulation Number 50 of 2011 concerning the National Tourism Development Master Plan 2010-2025, which reads:

“Article 5

To synergize the preparation of the Provincial Tourism Development Master Plan and the Regency/City Tourism Development Master Plan, as referred to in Article 4, the Regional Government may conduct consultations and coordination with the Minister”.

The role of government in general, developing and managing tourism is to provide infrastructure (not only in physical form), to have authority in the regulation, provision, and allocation of various infrastructures related to tourism needs and to be responsible for determining the direction of tourism travel. Meanwhile in the legislation contained in Article 10 and Article 17 of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism, which reads:

“Article 10”

The government and regional governments encourage domestic investment and foreign investment in the tourism sector in accordance with the national, provincial and district/city tourism development master plans”.

In Article 17 of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism, which reads:

“Article 17”

The government and local governments are required to develop and protect micro, small, medium and cooperative businesses in the tourism business sector by:

a. made a policy for the provision of tourism business for micro, small, medium enterprises and cooperatives; and

b. facilitates partnerships of micro, small, medium and cooperative enterprises with large scale enterprises”.

The government in addition to having the role of protecting, developing and facilitating tourism business actors as stated in Article 63 of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism, will provide sanctions for this matter contained in Article 63 of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism, which reads:

“Article 63”

(1) Every tourism entrepreneur who does not comply with the provisions as referred to in Article 15 and/or Article 26 shall be subject to administrative sanctions;

(2) The administrative sanctions as referred to in paragraph (1) are in the form of:

a. written warning;

b. limitation of business activities; and

c. temporary suspension of business activities”.

(3) The written warning as referred to in paragraph (2) letter a shall be imposed on the entrepreneur at most 3 (three) times.

(4) Sanctions for limiting business activities are imposed on entrepreneurs who do not comply with the warning as referred to in paragraph (3).

(5) The sanction of temporary suspension of business activities is imposed on entrepreneurs who do not meet the provisions as referred to in paragraph (3) and paragraph (4)”.

The use of technology related to the tourism sector should be implemented optimally so that the promotion of tourism in the region can be known in general to the maximum. The government also has laws and regulations governing development, the role of the government and strict sanctions in the tourism sector.

Translate