Gugatan Terhadap Restoran Dengan Sistem Waralaba Karena Kelalaian Penyedia Jasa Waralaba
Author: Ananta Mahatyanto; Co-Author: Alfredo Joshua Bernando
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
- Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 11 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Restoran
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Restoran adalah Rumah Makan,[1] .” dimana restoran itu sendiri terbagi dalam beberapa jenis yaitu Fast Casual Dining, Cafe, Casual Style Dining, Fine Dining maupun Restoran Cepat Saji (Fast Food).[2] Usaha Restoran atau rumah makan ini bertujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 2 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 11 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Restoran (Permenparekraf 11/2014), yang menyatakan bahwa:
“ Usaha Restoran adalah usaha penyediaan jasa makanan dan minuman dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penyajian di suatu tempat tetap yang tidak berpindah-pindah dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba”
Pasal 1 Angka 2 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 11 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Restoran
Jenis-Jenis Restoran tersebut memiliki perbedaan pada jenis hidangan, desain, serta pelayanan dengan menyesuaikan kebutuhan target atau lingkup konsumen tertentu yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan melalui penjualan makanan dan minuman serta pelayanan kepada konsumen. Sehingga, sebagai pelaku usaha yang memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang lebih banyak, opsi untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah membuka cabang (outlet) yang baru, dengan demikian semakin banyak cabang dari restoran tersebut maka akan semakin banyak potensi keuntungan yang akan didapat. Hal ini dalam prakteknya sering diaplikasikan pada jenis Restoran Cepat Saji (Fast Food) dan Fast Casual Dining terkait dengan pelayanan yang cepat dan dengan harga yang relatif terjangkau.
Pembukaan cabang baru dari Restoran dapat dilakukan oleh pihak pemilik restoran, baik secara langsung oleh pemilik restoran tersebut maupun melalui sistem waralaba (franchise) dimana dalam sistem waralaba tersebut dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 1dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (selanjutnya disebut sebagai PP 42/2007), yang menyebutkan bahwa:
“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba“
Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
Di dalam pengertian waralaba tersebut menjelaskan bahwa pemanfaatan dan/atau penggunaan oleh pihak lain terkait waralaba didasari oleh Perjanjian Waralaba, dimana di dalam perjanjian tersebut terdapat 2 pihak yakni Pihak Pemberi Waralaba (Franchisor) dan Pihak Penerima Waralab (Franchisee). Adapun kriteria yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan waralaba diatur dalam Pasal 3 PP 42/2007, yaitu:
“Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Memiliki ciri khas usaha;
- Terbukti sudah memberikan keuntungan;
- Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;
- Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
- Adanya dukungan yang berkesinambungan; dan
- Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar”
[Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba]
Selain pemenuhan kriteria waralaba, terdapat pengaturan mengenai klausula-klausula yang paling sedikit harus dimuat dalam Perjanjian Waralaba, hal ini dimuat di dalam Lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba (selanjutnya disebut Permendag 71/2019), yakni:
- Nama dan alamat para pihak
- Jenis Hak Kekayaan Intelektual yang diwaralabakan
- Kegiatan usaha
- Hak dan kewajiban Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dan Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan, yaitu hak dan kewajiban yang meliputi: Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan – hak untuk menerima fee atau royalty dari Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; dan kewajiban untuk memberikan pembinaan secara berkesinambungan kepada Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan; Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan – hak untuk menggunakan Hak Kekayaan Intelektual atau Ciri Khas Usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba; dan kewajiban untuk menjaga kode etik/kerahasiaan Hak Kekayaan Intelektual atau Ciri Khas Usaha yang diberikan Pemberi Waralaba.
- Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan oleh Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan, seperti bantuan fasilitas berupa penyediaan dan pemeliharaan komputer dan program IT pengelolaan kegiatan usaha.
- Wilayah usaha
- Jangka Waktu Perjanjian Waralaba
- Tata cara pembayaran imbalan
- Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris
- Penyelesaian sengketa, yaitu penetapan forum penyelesaian sengketa, dengan menggunakan pilihan hukum Indonesia.
- Tata cara perpanjangan dan pengakhiran Perjanjian Waralaba
- Jaminan dari Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan untuk tetap menjalankan kewajibannya kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan sesuai dengan isi Perjanjian Waralaba hingga jangka waktu Perjanjian Waralaba berakhir.
- Jumlah gerai/tempat usaha yang akan dikelola oleh Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan dalam jangka waktu Perjanjian Waralaba
[Lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaran Waralaba]
Dalam klausula ke- 4 huruf a angka 2 yang telah dijelaskan dalam Lampiran II Permendag 71/2019 diatas sejalan dengan Pasal 8 PP 42/2007 yang mengatur tentang kewajiban pembinaan oleh Franchisor kepada Franchisee, yang berbunyi:
“Pemberi Waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima Waralaba secara berkesinambungan”
Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
Franchisor mempunyai kewajiban untuk memberikan pembinaan kepada franchisee mengenai SOP (Standard Operation Procedure) atau dukungan yang berkesinambungan, dimana mengacu pada Penjelasan Pasal 3 huruf e PP 42/2007 dijelaskan mengenai pengertian “dukungan yang berkesinambungan” yang artinya adalah dukungan yang diberikan secara terus menerus, salah satu hal teknis yang masuk ke dalam bentuk dukungan tersebut adalah Quality Control.
Hubungan kausalitas tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 24 Peraturan Menteri Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba, yang berbunyi:
Pasal 24
- Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan wajib memberikan pembinaan kepada Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan.
- Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain:
- pendidikan dan pelatihan mengenai sistem manajemen pengelolaan Waralaba yang dikerjasamakan, sehingga Penerima Waralaba dapat menjalankan kegiatan usaha Waralaba dengan baik dan menguntungkan;
- secara rutin memberikan bimbingan operasional manajemen, sehingga apabila ditemukan kesalahan operasional dapat diatasi dengan segera;
- membantu pengembangan pasar melalui promosi, seperti melalui iklan, leaflet/ katalog/ brosur atau pameran; dan
- penelitian dan pengembangan pasar dan produk yang dipasarkan, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan dapat diterima pasar dengan baik.” [3]
Dalam kegiatan usaha, kelalaian bisa saja terjadi terutama pada pihak restoran selaku pelaku usaha, sebagai contoh terkait dengan kualitas bahan makanan atau minuman yang disajikan kepada pihak konsumen, hal ini dapat disebabkan oleh tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak Franchisee maupun pihak Franchisor seperti yang dijelaskan pada klausula perjanjian waralaba diatas, yaitu dalam bentuk tidak diberikannya pembinaan secara berkesinambungan oleh pihak franchisor maupun tidak terpenuhinya kewajiban franchisee yang tidak menjaga standard operational procedure dalam penyelenggaraan waralaba tersebut.
Pada dasarnya, apabila terjadi kerugian terhadap konsumen yang di sebabkan oleh kelalaian tersebut, konsumen dapat meminta ganti rugi kepada pelaku usaha yakni pihak restoran, dimana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU PK) memberikan hak bagi konsumen untuk menuntut pihak restoran atas kerugian yang dialami terkait dengan kelalaian yang disebabkan oleh pihak restoran. Adapun hak penerimaan penggantian kerugian yang dimiliki oleh pihak konsumen yang tercantum dalam Pasal 4 huruf e UUPK, yang berbunyi:
“Hak Konsumen adalah”
e. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
Pasal 4 huruf e UU Nomor 8 Tahhun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Sehingga, apabila Penerima Waralaba (Franchisee) melakukan kelalaian terhadap pihak konsumen yang disebabkan oleh tidak dilakukannya Pembinaan mengenai SOP (Standard Operational Procedure) serta Quality Control secara berkesinambunganyang dilakukan oleh pihak Pemberi Waralaba (Franchisor), maka selain pihak franchisee , pihak franchisor juga bertanggung jawab dalam penggantian kerugian yang dialami oleh Pihak Konsumen.
Oleh karena itu, pihak konsumen berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap kerugian yang dialami tersebut, hal ini mengacu pada hak yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam hal pelaku usaha merupakan pihak yang menyelenggarakan waralaba, maka selain pihak franchisee yang wajib memberikan ganti rugi, pihak franchisor jugadapat turut bertanggung jawab atas penggantian ganti rugi terhadap pihak konsumen sebagaimana perjanjian antar franchisee dan franchisor yang telah disepakati bersama dan/atau apabila tidak dilakukannya pembinaan secara rutin sebagaimana telah diatur pada Pasal 24 Permendag 71/2019.
[1] Restoran (Def.1) (n.d) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Online). Diakses melalui https://kbbi.web.id/restoran , diakses pada tanggal 24 Januari 2022
[2] Restomart , “5 Macam Jenis Restoran Yang Harus Kalian Tahu” , (https://restomart.com/5-macam-jenis-restoran-yang-harus-kalian-tahu/ , diakses pada tanggal 24 Januari 2022)
[3] Pasal 24 Peraturan Menteri Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba
REFERENSI :
- Restoran (Def.1) (n.d) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Online). Diakses melalui https://kbbi.web.id/restoran , diakses pada tanggal 24 Januari 2022
- Restomart , “5 Macam Jenis Restoran Yang Harus Kalian Tahu” , (https://restomart.com/5-macam-jenis-restoran-yang-harus-kalian-tahu/ , diakses pada tanggal 24 Januari 2022)