Dalam proyek konstruksi, dikenal Teknologi Konstruksi yang merupakan berbagai macam
perkembangan yang ada di bidang konstruksi baik itu dari material,
komponen konstruksi, dan juga metode konstruksi.
Teknologi Konstruksi memiliki peran penting dalam dunia proyek konstruksi, yaitu
agar tercapainya target proyek konstruksi dengan waktu dan biaya yang minimal,
dan mutu yang maksimal. Teknologi Konstruksi itu sendiri adalah produk dari arsitektur
yang merupakan Inventor dalam proyek konstruksi tersebut dimana dapat dipatenkan oleh arsitektur
konstruksi dengan melihat ketentuan-ketentuan tentang paten itu sendiri.
Paten
Sebelumnya, perlu dipahami apa itu paten. Paten
diatur Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UUP) disebutkan
bahwa paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor
atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada
pihak lain untuk melaksanakannya.
Invensi adalah ide inventor yang
dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang
teknologi, dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses (Pasal 1 butir 2 UUP). Inventor adalah seorang atau beberapa
orang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan
yang menghasilkan invensi (Pasal 1 butir 3). Rumusan di atas dapat menjelaskan
bahwa paten merupakan hasil kreativitas seseorang dalam bidang teknologi.
Istilah invensi seseorang dalam bidang teknologi, selain membawa dampak
pengembangan dalam ilmu pengetahuan juga ada nilai ekonomisnya.
Ruang lingkup paten dan sederhana (Pasal
2 UUP). Maksud dari paten dan sederhana, dijabarkan dalam Pasal 107 UU cipta
kerja perubahan terhadap pasal 3 UUP sebagai berikut:
- Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri.
- Paten sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, memiliki kegunaan praktis, serta dapat diterapkan dalam industri.
- Pengembangan dari produk atau proses yang telah ada sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
- produk sederhana;
- proses sederhana; atau
- metode sederhana.
Pada Pasal 10 UUP disebutkan yang
berhak memperoleh paten adalah inventor atau jika invensi ditemukan secara bersama maka disebut para inventor, dan yang menerima lebih
lanjut hak inventor yang bersangkutan. Pada Pasal 24 UUP disebutkan paten
diberikan atas dasar permohonan. Namun perlu diperhatikan, bahwa tidak setiap
invensi dapat diberikan Paten. Pasal 9 UUP bahwa Paten tidak diberikan untuk
invensi tentang:
- Proses atau produk yang pengumuman dan
penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
- Metode pemeriksaan, perawatan,
pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;
- Teori dan metode di bidang ilmu
pengetahuan dan matematika; atau
- semua makhluk hidup, kecuali jasad
renik;
- proses biologis yang esensial untuk
memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses
mikrobiologis.
Berdasarkan ketentuan di atas, paten tidak begitu saja
diberikan, melainkan inventor harus mengajukan permohonan kepada negara. Jika
suatu invensi hendak diajukan ke Kantor Paten, agar permohonan atau tepatnya
pendaftaran dikabulkan, harus memenuhi syarat-syarat sesuai pasal 3 ayat 1 UUP
yaitu berikut:
- Invensi itu harus baru (Novelty)
- Mengandung langkah inventif (Inventive
step)
- Dapat diterapkan dalam industri (Industrial
applicability)
Apabila segala persyaratan yang
ditentukan sudah dipenuhi, maka kepada pihak yang melakukan pendaftaran paten
akan diberikan hak eksklusif. Hak eksklusif tersebut adalah hak kepada pemegang paten untuk merealisasikan penemuan barunya, baik dalam bentuk
suatu produk atau mempergunakan suatu proses tertentu. Hak eksklusif yang
diberikan paten adalah bersifat teknis, tetapi dampak dari hak eksklusif
tersebut merupakan permasalahan hukum.
Masalah tersebut berkaitan dengan apa
yang di dalam hukum paten disebut sebagai non obviousness, yaitu
disamping persyaratan tentang barunya suatu penemuan (novelty), sebelum paten
diberikan ingin diketahui terlebih dahulu, apakah penemuan baru tersebut sudah
cukup canggih di dalam bidang bersangkutan sehingga kepada penemu dapat
diberikan hak eksklusif selama berlakunya paten bersangkutan. Sebagai upaya
untuk membantu mengadakan evaluasi dari diberikan atau tidaknya paten untuk
penemuan, hukum paten mengembangkan teori subtest of invention.
Perlindungan Karya Arsitektur
Karya arsitektur mengandung bagian-bagian Kekayaan Intelektual yang dapat
dilindungi hukum. Adapun Kekayaan Intelektual yang terkait yaitu Hak Cipta, Desain Industri dan
Paten. Hak Cipta karena karya arsitektur merupakan ide dan gagasan yang berasal
dari pemikiran (intelektual) seorang arsitek yang mempunyai unsur seni, teknologi,
nilai guna. Desain Industri karena karya arsitektur mengandung unsur pola,
kesan estetis, dan dapat diproduksi dalam bentuk produk industri secara masal.
Paten karena karya arsitektur merupakan invensi yang dihasilkan oleh inventor
di bidang teknologi yang memenuhi tiga syarat, yaitu novelty, inventive step
dan industrial applicability.
Dalam perlindungan hasil karya
arsitektur,
apabila disambungkan oleh paten, sistem perlindungan yang diterapkan adalah konstitutif, yaitu setiap hak kekayaan intelektual wajib
didaftarkan. Pendaftaran yang memenuhi persyaratan undang-undang merupakan
pengakuan dan pembenaran atas hak kekayaan intelektual seseorang yang
dibuktikan dengan Sertifikat Pendaftaran sehingga memperoleh perlindungan hukum
dan menimbulkan kepastian hukum. Sistem
konstitutif dianut oleh Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten.
Secara teoritis, sebenarnya tidak ada masalah apabila hasil invensi tersebut tidak
didaftarkan
inventor, karena inventor tersebut tetap dapat memiliki hasil invensinya.
Inventor berhak menggunakan dan mempertahankannya. Akan tetapi, dilihat dari
sudut pandang yuridis, tidak ada perlindungan hukum terhadap inventor tersebut
dan tidak ada jaminan hukum bahwa orang lain tidak akan ikut serta
menggunakannya. Apabila invensi tersebut digunakan oleh orang lain, maka bagi
inventor akan sulit membuktikan kebenaran haknya.
Klausul Kepemilikan Paten Yang Belum
Didaftarkan Dalam Kontrak
Dalam
pembahasan kontrak pastinya mengacu kepada Kitab Undang-Undang perdata. Menurut
terjemahan dari Black’s Law Dictionary, definisi kontrak adalah suatu
perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus. Berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), kontrak melahirkan suatu perikatan antara
pihak yang mengikatkan dirinya. Sehingga dari kontrak inilah lahir suatu perikatan
di mana para pihak yang mengikatkan diri memiliki kewajibannya masing-masing
sesuai yang ditentukan dalam kontrak.
Kontrak
memiliki beberapa syarat sah yang harus di penuhi. Syarat sah tersebut di atur
pada pasal 1320 KUHper, ada 4 syarat yaitu:
- Kecakapan
para pihak
- Kesepakatan
antara pihak
- Adanya
suatu hal atau objek tertentu
- Suatu
sebab yang halal ( tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan dan
ketertiban umum )
Dalam pembuatan
kontrak tersebut ada asa yang dinamakan asas kepatutan dimana di atur pada
pasal 1339 KUHper yang berbunyi:
“Suatu perjanjian tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan
di dalamnya, tetapi juga untuk
segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian,
diharuskan oleh (1) kepatutan, (2)
kebiasaan, (3) undang-undang.”
Atas hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa kontrak harus dibuat dengan memperhatikan kepatutan dan
keadilan menurut undang-undang yang berlaku.
Dalam hal ini
Inventor melakukan perjanjian kontrak bersama pihak kedua. Dalam kontrak
tersebut adanya klausul tentang kepemilikan hak atas objek paten yang dimana
merupakan ciptaan inventor. Hal tersebut di perbolehkan dengan adanya kebebasan
berkontrak namun perlu di lihat kembali apakah ciptaan inventor tersebut telah
didaftarkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten.
Apabila ciptaan inventor tersebut belum didaftarkan maka tidak bisa dikatan
dalam kontrak tersebut bahwa objek ciptaan merupakan milik inventor.
Hal tersebut dapat
dilihat nya bedasarkan dari 1339 KUHper yang dimana pembuatan kontrak harus
dibuat dengan memperhatikan kepatutan undang-undang yang berlaku. Terhadap hal
tersebut mengacu kepada UU 13/2016 tentang paten. Karena ciptaan tersebut belum
didaftarkan oleh inventor maka untuk ciptaan tersebut dapat digunakan oleh
masyarakat umum.
Mitigasi
Penyalahgunaan atau Pelanggaran Hak Paten
Menurut
Edmon Makarim, langkah untuk mencegah timbulnya sengketa penyalahgunaan atau
pelanggaran hak paten adalah semua pihak yang berkepentingan dapat secara aktif
atau memiliki sumber daya untuk memantau informasi dan mencermati publikasi
paten yang bisa menimbulkan resiko pada masa yang akan datang. Serta bagi
Pemerintah untuk memperbaiki sistem, terkait dengan proses pemeriksaan substantif
yang lebih ketat dalam menentukan kelayakan suatu invensi untuk mendapatkan
perlindungan paten.
Perbaikan
hal-hal tersebut akan berjalan lebih baik apabila disertai dengan pengawasan
yang lebih ketat, terutama pada komunikasi antara petugas penerima paten dan
pemohon paten, terkait dengan mencegah lolosnya paten yang tidak memenuhi
syarat invensi.
Upaya
Hukum yang dapat dilakukan apabila
terjadi penyalahgunaan atau pelanggaran hak paten yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Paten:
Pasal
19 jo. Pasal 160 jo. Pasal 161 jo. Pasal 162 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2016 tentang Paten, yang menjelaskan bahwa:
“ Pasal 19″
- Pemegang
Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimiliknya dan untuk
melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
- Dalam hal
paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan
produk yang diberi Paten;
- Dalam hal
paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat
barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
- Larangan
menggunakan proses produksi yang diberi Paten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan
dari penggunaan proses yang diberi perlindungan Paten.
- Dalam
hal untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis,
larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikecualikan
sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten dan tidak
bersifat komersial.
Pasal 160
Setiap Orang tanpa persetujuan Pemegang Paten
dilarang:
- Dalam hal
paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan
produk yang diberi Paten;
- Dalam hal
paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat
barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Pasal 161
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 162
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten sederhana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Construction Technology is known for a variety of developments in the construction sector, both in terms of materials, construction components, and construction methods. Construction technology has an important role in the world of construction projects, namely in order to achieve project targets with minimum time and cost, and with maximum quality. Construction technology itself is a product of architecture which is an investor in the construction project and can be patented by construction architecture by looking at the provisions of the patent itself.
Patent
First, it is necessary to understand what a patent is. Patents are regulated in Law Number 13 of 2016 concerning Patents (UUP) it is stated that patents are exclusive rights granted by the State to inventors for their inventions in the field of technology, which for a certain period of time carry out the invention themselves or give approval to other parties to carry it out.
The invention is an inventor’s idea that is poured into a specific problem-solving activity in the field of technology, it can be in the form of a product or process or product or process improvement and development (Article 1 point 2 of the UUP). An inventor is a person or several people who jointly implement ideas that are poured into activities that produce inventions (Article 1 point 3). The above formula can explain that patents are the result of someone’s creativity in the field of technology. The term someone’s invention in the field of technology, in addition to having an impact on the development of science, also has economic value.
The scope of the patent and simple (Article 2 UUP). The meaning of patent and simple is described in Article 107 of the Copyright Act, amendments to Article 3 of the UUP as follows:
1. The patent as referred to in Article 2 letter a is granted for an invention that is new, contains inventive steps, and can be applied in industry.
2. A simple patent as referred to in Article 2 letter b is granted for every new invention, development of an existing product, or process that has practical uses, and can be applied in industry.
3. Development of existing products or
processes as referred to in paragraph (2) includes:
a. simple product;
b. simple
process; or
c. Simple method.
Article 10 of the UUUP states that those who are entitled to a patent are inventors or if the inventions are found together, they are called inventors, and those who further receive the rights of the investor concerned. Article 24 of the UUUP states that patents are granted on the basis of an application. However, it should be noted that not every invention can be granted a patent. Article 9 UUUP that Patents are not granted for inventions concerning:
a.
Process or product whose announcement and use or implementation is
contrary to applicable laws and regulations, religious morality, public order,
or decency;
b. Methods of examination, treatment, treatment, and/or surgery applied to humans and/or animals;
c.
Theories and methods in the fields of science and mathematics; or
d. all
living things, except micro-organisms;
e.
biological processes that are essential for the production of plants or
animals, except for non-biological processes or microbiological processes.
Based on the above provisions, patents are not
simply granted, but the inventor must submit an application to the state. If an invention is to be submitted to the
Patent Office, in order for the application or to be precise the registration
to be granted, it must meet the requirements in accordance with Article 3
paragraph 1 of the UUP, namely the following:
1. The invention must be new (Novelty)
2. Contains inventive steps
3. Can be applied in the industry (Industrial applicability)
If all the specified requirements have been
met, then the party who registers the patent will be granted exclusive
rights. The exclusive right is the right
of the patent holder to realize his new invention, either in the form of a
product or using a certain process. The
exclusive rights granted by patents are technical in nature, but the impact of
these exclusive rights is a legal matter.
This problem is related to what is referred to
in patent law as non-obviousness, namely in addition to the requirements
regarding the newness of an invention (novelty), before the patent is granted,
it is necessary to know in advance whether the new invention is sophisticated
enough in the relevant field so that the inventor can be given it. exclusive rights during the validity of the
relevant patent. In an effort to help
conduct an evaluation of whether or not a patent is granted for an invention,
patent law develops the theory of the subtest of invention.
Architectural Protection
Architectural works contain IP parts that can
be protected by law. The related
Intellectual Property are Copyrights, Industrial Designs and Patents. Copyright because architectural works are
ideas and ideas that come from the (intellectual) thoughts of an architect who
have elements of art, technology, use value.
Industrial Design because architectural works contain elements of
patterns, aesthetic impressions, and can be mass produced in the form of
industrial products. Patents because
architectural works are inventions produced by inventors in the field of
technology meet three requirements, namely novelty, inventive step and
industrial applicability.
In the protection of architectural works, if
connected by a patent, the protection system applied is constitutive, i.e.
every intellectual property right must be registered. Registration that meets the requirements of
the law is an acknowledgment and justification of a person’s intellectual
property rights as evidenced by a Registration Certificate so as to obtain
legal protection and create legal certainty.
The constitutive system is adopted by Law Number 13 of 2016 concerning
Patents.
Theoretically, there is actually no problem if
the invention is not registered by the inventor, because the inventor can still
own the invention. Inventor has the
right to use and maintain it. However,
from a juridical point of view, there is no legal protection for the inventor
and there is no legal guarantee that other people will not participate in using
it. If the invention is used by other
people, it will be difficult for the inventor to prove the truth of his rights.
Unregistered Patent Ownership Clause in the
Contract
In the discussion of the contract, of course,
it refers to the Civil Code. According
to the translation of the Black’s Law Dictionary, the definition of a contract
is an agreement between two or more people that creates an obligation to do or
not to do something specific. Based on
the Civil Code (KUHPer), a contract creates an agreement between the parties
who bind themselves. So that from this
contract an engagement was born in which the parties who bind themselves have
their respective obligations as specified in the contract.
The contract has several legal conditions that
must be met. The legal requirements are
regulated in Article 1320 of the Criminal Code, there are 4 conditions, namely:
1. Skills of the parties
2. Agreement between parties
3. There is a certain thing or object
4. A lawful cause (not contrary to applicable
law, decency and public order)
In making the contract there is a principle
called the principle of propriety which is regulated in Article 1339 of the
Criminal Code which reads:
“An agreement is not only binding for things
that are expressly stated in it, but also for everything which according to the
nature of the agreement, is required by (1) propriety, (2) custom, (3) law .”
Based on this, it can be concluded that the
contract must be made with due regard to propriety and fairness according to
the applicable law.
In this case the Inventor enters into a
contract agreement with the second party.
In the contract there is a clause regarding the ownership of rights to
the patent object which is the inventor’s creation. This is allowed with the freedom of contract
but it is necessary to review whether the inventor’s creation has been
registered in accordance with Law Number 13 of 2016 concerning Patents. If the inventor’s creation has not been
registered, it cannot be stated in the contract that the object of creation is
the property of the inventor.
This can be seen based on the 1339 KUHper in
which the making of a contract must be made with due regard to the
appropriateness of the applicable law.
This refers to Law 13/2016 on patents.
Because the work has not been registered by the inventor, the creation
can be used by the general public.
Mitigation of Patent Abuse or Infringement
According to Edmon Makarim, the step to
prevent disputes over misuse or infringement of patent rights is that all
interested parties can actively or have resources to monitor information and
observe patent publications that may pose risks in the future. As well as for the Government to improve the
system, related to a more stringent substantive examination process in
determining the feasibility of an invention to obtain patent protection.
Improvements in these matters will run better
if accompanied by stricter supervision, especially on communication between
patent recipients and patent applicants, related to preventing the passage of
patents that do not meet the invention requirements.
Legal
remedies that can be taken in the event of misuse or infringement of patent
rights as regulated in Law Number 3 of 2016 concerning Patents:
Article 19 jo. Article 160 jo. Article 161 jo. Article 162 of Law Number 3 of 2016 concerning Patents, which explains that:
“Article 19”
(1) A Patent Holder has the exclusive right to
exercise his/her patent and to prohibit other parties who without his/her
consent:
a. In
the case of a product-patent: making, using, selling, importing, renting,
delivering, or providing for sale or rental or delivery of the product for
which the Patent is granted;
b. In
the case of process-patent: using a production process that is granted a Patent
to make goods or other actions as referred to in letter a.
(2) The prohibition on using a production
process that is granted a Patent as referred to in paragraph (1) letter b
applies only to imports of products that are solely produced from the use of a
process that is protected by a Patent.
(3) In the case of educational, research,
experimental, or analytical purposes, the prohibitions as referred to in
paragraphs (1) and (2) may be excluded as long as they do not harm the
legitimate interests of the Patent Holder and are not commercial in nature.
Article 160
Any person without the approval of the Patent
Holder is prohibited from:
a. In
the case of a product-patent: making, using, selling, importing, renting,
delivering, or providing for sale or rental or delivery of the product for
which the Patent is granted;
b. In
the case of process-patent: using a production process that is granted a Patent
to make goods or other actions as referred to in letter a.
Article 161
Any person who intentionally and without
rights commits an act as referred to in Article 160 for a Patent, shall be
sentenced to a maximum imprisonment of 4 (four) years and/or a maximum fine of
Rp. 1,000,000,000.00 (one billion rupiah).
Article 162
Any person who intentionally and without
rights commits the act as referred to in Article 160 for a simple Patent, shall
be sentenced to a maximum imprisonment of 2 (two) years and/or a maximum fine
of Rp. 500,000,000.00 (five hundred million rupiah).”