DASAR HUKUM:
- Undang-Undang Dasar 1945
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja
REFERENSI:
- Lis Julianti, Standar Perlindungan Hukum Kegaiatan Investasi PadaBisnis Jasa Pariwisata di Indonesia, KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 2, 2018.
- IGN Parikesit Widiatedja, 2010, Liberalisasi Jasa Dan Masa Depan Pariwisata Kita, Udayana University Press, Bali, (Selanjutnya disebut IGN Parikesit Widiatedja II.
- Ida Bagus Wyasa Putra, dkk, 2001, Hukum Bisnis Pariwisata, Refika Aditama, Bandung.
- H. Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Divisi Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.
- Kusnowibowo, 2013, Hukum Investasi Internasional, Pustaka Reka Cipta, Bandung.
- Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan Karangan (Jakarta: Pembangunan, 1965), hal 28-41 & 4996; Pengantar Tata Hukum di Indonesia (Jakarta: Pembangunan & Ghalia Indonesia, 1987), hal 25-32, Beberapa pikiran Sekitar Pancasila (Bandung: Alumni,1983).
- Grandnaldo Yohanes Tindangen, Perlindungan Hukum Terhadap Investor Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Jurnal Lex Administratum, Volume 4 Nomor 2 Tahun 2016.
- Lovienna Renisitoresmi, Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata Indonesia, Lentera Hukum, Volume 3 Issue 1.
Pariwisata adalah
sektor dengan relevansi ekonomi yang
signifikan di beberapa negara.[1] Kegiatan
pariwisata yang beragam menimbulkan
pergerakan bisnis di berbagai daerah dan berbagai bidang, termasuk
investasi. Hal tersebut
sebagaimana terdapat pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
yang berbunyi:
“Pasal 4
Kepariwisataan bertujuan:
a.meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b.meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c.menghapus kemiskinan;
d.mengatasi pengangguran;
e.melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;
f.memajukan kebudayaan;
g.mengangkat citra bangsa;
h.memupuk rasa cinta tanah air;
i.memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
j.mempererat persahabatan antar bangsa”.
Kegiatan investasi
di bidang pariwisata merupakan kegiatan yang berorientasi untuk memberikan pengembalian investasi yang
cepat dan aman.[2]
Bahwa kontribusi
sektor pariwisata memberikan
peningkatan kontribusi untuk roda perekonomian nasional, sektor
pariwisata memiliki potensi yang bernilai ekonomi dengan daya saing yang
tinggi, bahwa bahan baku pariwisata tidak akan habis-habis, sedangkan bahan
baku usaha–usaha lainnya sangatlah
terbatas jumlahnya.[3]
Pada
konstitusional, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan:
“Pasal 33
(1)Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.
Berkaitan dengan
mencapai sasaran tersebut, pemerintah
memberikan prioritas dan arah kebijakan pembangunan salah satunya adalah peningkatan
investasi dan ekspor nonmigas, arah kebijakan investasi selayaknya
mendasari ekonomi kerakyatan
berdasarkan asas kekeluargaan dan
berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat sebagaimana ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Tujuan investasi tersebut ialah
mempercepat laju pembangunan di negara tersebut.[4]
Dalam kaitannya
dengan penyelenggaraan penanaman modal, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal, sistem
hukum investasi secara garis besar
terdiri dari bidang hukum mengenai perizinan, permodalan, bentuk
usaha, status pelakunya (investor),
lokasi, lingkungan obyek, dan lain sebagainya.[5] Izin investasi
bukanlah merupakan sesuatu yang dapat
diberikan secara cuma-cuma, namun
haruslah didasarkan pada adanya pertimbangan penilaian. Aspek perizinan
dalam hukum investasi
merupakan kewenangan untuk memberikan atau
menolak.[6]
Indonesia
merupakan negara yang sedang membangun. Untuk membangun diperlukan adanya modal atau
investasi yang besar. Kegiatan penanaman modal sudah dimulai sejak tahun 1967, yaitu sejak
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing dan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Keberadaan kedua
instrumen hukum itu, diharapkan agar
investor, baik investor asing maupun investor domestik untuk dapat menanamkan
investasinya di Indonesia.[7]
Dengan adanya kedua
peraturan tersebut maka menjamin dan menciptakan
keamanan berinvestasi,
memberikan perlindungan hukum terhadap investasi yang ditanamkan oleh investor atau
penanaman modal.[8]
Mengenai perlindungan
hukum sangat erat kaitannya dengan aspek keadilan. Orang sebagai subjek hukum
merupakan pendukung atau pembawa hak sejak ia
dilahirkan hidup sampai ia mati walaupun ada pengecualian bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya dianggap
telah menjadi sebagai subjek hukum sepanjang
kepentingannya mendukung untuk itu.[9]
Menurut Philipus
M. Hadjon berkaitan dengan perlindungan hukum terdapat perlindungan hukum
preventif, perlindungan hukum preventif
yakni subyek hukum mempunyai kesempatan untuk mengajukan keberatan dan pendapatnya sebelum pemerintah
memberikan hasil keputusan akhir. Perlindungan hukum
ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berisi rambu-rambu dan batasan-batasan dalam
melakukan sesuatu. Artinya bahwa perlindungan hukum
preventif mencegah terjadinya timbul sengketa.[10]
Bentuk
perlindungan preventif dalam pelaksanaan penanaman investasi di indonesia yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Adapun dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, menyatakan:
“Pasal 1
1.Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan
menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri
maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha
di wilayah negara Republik Indonesia”.
Dalam Pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga mengatur
bentuk usaha dari penanaman modal, yang berbunyi:
“Pasal 5
(1) Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam
bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak
berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Berkaitan dengan investasi sendiri, maka
dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
menyatakan kewajiban penanam modal, yang berbunyi:
“Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban:
- menerapkan prinsip tata kelola perusahaan
yang baik;melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan;membuat laporan tentang kegiatan penanaman
modal
dan
menyampaikannya kepada Badan Koordinasi
Penanaman Modal;menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar
lokasi
kegiatan usaha
penanaman modal; danmematuhi semua ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
Dalam kegiatan penanaman modal, investor harus mematuhi aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah, terutama mengenai jenis pendirian usaha. Meskipun pemerintah membuka seluas-luasnya bagi investor untuk masuk ke Indonesia, masih ada bisnis tertentu yang tidak diperbolehkan. Usaha yang dibatasi tersebut tercantum dalam daftar negatif penanaman modal yang diatur dalam Pasal 77 Nomor 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menyatakan:
“Pasal 12”
(1) Semua bidang usaha terbuka untuk kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dilakukan oleh Pemerintah;
(2) Bidang-bidang usaha yang ditutup untuk penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
sebuah. budidaya dan industri narkotika golongan I;
b. segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau kasino;
c. Jenis penangkapan ikan sebagaimana tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES);
d. pemanfaatan atau ekstraksi karang dan pemanfaatan atau ekstraksi karang dari alam yang digunakan untuk bahan bangunan kalsium kapur, akuarium, dan cinderamata/perhiasan, serta karang hidup atau mati dari alam;
e. industri pembuatan senjata kimia; dan
f. industri kimia dan industri bahan perusak lapisan ozon”.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tidak hanya menjamin dan memberikan perlindungan hukum bagi para penanam modal melainkan juga memberikan sanksi, hal ini terdapat dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang berbunyi:
“Pasal 34
- Badan usaha atau usaha perseorangan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai
sanksi
administratif berupa: - peringatan
tertulis;
- pembatasan
kegiatan usaha;
- pembekuan kegiatan
usaha dan/atau fasilitas
penanaman modal;
atau - pencabutan
kegiatan usaha dan/atau fasilitas
penanaman modal”. - Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
diberikan oleh
instansi atau lembaga yang berwenang
sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan. - Selain dikenai sanksi administratif, badan
usaha atau
usaha perseorangan
dapat dikenai sanksi lainnya sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
Selain memiliki
sanksi yang tegas pemerintah akan menjamin kepastian hukum,
berusaha, dan keamanan berusaha bagi
penanaman modal sejak proses
pengurusan perizinan hingga berakhirnya kegiatan penanaman
modal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, serta membuka kesempatan-kesempatan bagi perkembangan dan
memberikan perlindungan kepada usaha mikro,kecil,menengah
dan koperasi.[11]
Dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah berusaha agar dalam praktek tidak ada lagi
perlakuan perbedaan antara penanaman modal dalam negeri
dan luar negeri. Agar orang atau badan mau menanamkan modalnya maka bermacam cara yang dilakukan pemerintah
agar penanaman modalnya membuahkan hasil
atau margin yang diinginkannya.[12]
Pengaturan mengenai investasi pada bidang bisnis jasa
pariwisata berbentuk perlindungan
bagi investor di sektor pariwisata tidak jauh berbeda dengan perlindungan hukum bagi investor yang lain,
yaitu terdapat pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, karena dalam Undang-Undang Kepariwisataan tidak terdapat
aturan yang khusus mengenai investasi.
[1]
Lis Julianti, Standar Perlindungan Hukum Kegaiatan Investasi PadaBisnis Jasa Pariwisata
di Indonesia, KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 2, 2018, hal 157.
[2] Ibid
[3] IGN Parikesit Widiatedja, 2010, Liberalisasi Jasa
Dan Masa Depan Pariwisata Kita, Udayana University Press, Bali, (Selanjutnya
disebut
IGN
Parikesit Widiatedja II), hal. 69
[4]
Lis Julianti, Standar Perlindungan Hukum Kegaiatan Investasi PadaBisnis Jasa
Pariwisata di Indonesia, KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 2, 2018, hal 158
[5] Ida Bagus Wyasa Putra, dkk, 2001, Hukum Bisnis
Pariwisata, Refika Aditama, Bandung, hal. 3-4.
[6] Ibid
[7] H. Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di
Indonesia, Divisi Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014,
hal 1.
[8] Kusnowibowo, 2013, Hukum Investasi Internasional,
Pustaka Reka Cipta, Bandung, hal. 2
[9] Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan
Karangan (Jakarta: Pembangunan, 1965), hal 28-41 & 4996;
Pengantar
Tata Hukum di Indonesia (Jakarta:
Pembangunan & Ghalia Indonesia, 1987), hal 25-32, Beberapa
pikiran Sekitar Pancasila (Bandung:
Alumni,1983), hal 47-64
[10] Ibid
[11] Grandnaldo Yohanes Tindangen, Perlindungan Hukum
Terhadap Investor Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, Jurnal Lex Administratum, Volume 4 Nomor 2 Tahun 2016, Universitas Sam
Ratulangi, hal. 18
[12] Lovienna Renisitoresmi, Perlindungan
Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata Indonesia, Lentera Hukum, Volume 3 Issue 1, hal 4.
LEGAL
BASIS:
- The 1945 State
Constitution of the Republic of Indonesia
- Law Number 25 of 2007
concerning investment capital;
- Law Number 10 of 2009
concerning Tourism;
- Law Number 11 of 2020
concerning Capital Invesment
REFERENCE:
- Lis Julianti, Standar Perlindungan Hukum Kegaiatan Investasi PadaBisnis Jasa Pariwisata di Indonesia, KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 2, 2018.
- IGN Parikesit Widiatedja, 2010, Liberalisasi Jasa Dan Masa Depan Pariwisata Kita, Udayana University Press, Bali, (Selanjutnya disebut IGN Parikesit Widiatedja II.
- Ida Bagus Wyasa Putra, dkk, 2001, Hukum Bisnis Pariwisata, Refika Aditama, Bandung.
- H. Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Divisi Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.
- Kusnowibowo, 2013, Hukum Investasi Internasional, Pustaka Reka Cipta, Bandung.
- Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan Karangan (Jakarta: Pembangunan, 1965), hal 28-41 & 4996; Pengantar Tata Hukum di Indonesia (Jakarta: Pembangunan & Ghalia Indonesia, 1987), hal 25-32, Beberapa pikiran Sekitar Pancasila (Bandung: Alumni,1983).
- Grandnaldo Yohanes Tindangen, Perlindungan Hukum Terhadap Investor Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Jurnal Lex Administratum, Volume 4 Nomor 2 Tahun 2016.
- Lovienna Renisitoresmi, Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata Indonesia, Lentera Hukum, Volume 3 Issue 1.
Tourism
is a sector with significant economic relevance in several countries. Diverse
tourism activities lead to business movements in various regions and various
fields, including investment. This is as contained in Article 4 of Law Number
10 of 2009 concerning Tourism, which reads:
“Article 4
Tourism aims to:
a.increase economic growth;
b.improve people’s welfare;
c.eradicating poverty;
d.overcoming unemployment;
e.conserving nature, environment, and resources;
f.promote culture;
g.raise the image of the nation;
h.fostering a sense of love for the homeland;
i.strengthen national identity and unity; and
j.strengthen the friendship between nations.
Investment
activities in the tourism sector are activities that are oriented toward
providing a fast and safe return on investment.
That
the contribution of the tourism sector provides an increasing contribution to
the national economy, the tourism sector has potential economic value with high
competitiveness, that tourism raw materials will not run out, while the raw materials
for other businesses are very limited in number.
In
the constitution, Article 33 of the 1945 Constitution, states:
“Article 33
(1)
The economy is structured as a joint effort based on the principle of
kinship”.
In
relation to achieving these targets, the government gives priorities and
directions for development policies, one of which is increasing investment and
non-oil and gas exports, the direction of investment policies should be to base
a people’s economy based on the principle of kinship and based on economic
democracy to achieve prosperity and welfare of the people as stipulated in
Article 33 paragraph (1) the 1945 Constitution with the principles of
togetherness, efficiency, justice, sustainability, environmental insight,
independence, and maintaining a balance of progress and national economic
unity. The purpose of the investment is to accelerate the pace of development
in the country.
In
relation to the implementation of investment, based on Law Number 25 of 2007
concerning Investment, the investment legal system broadly
Consists
of the legal fields regarding licensing, capital, a form of business, the status
of the perpetrator (investor), location, object environment, and others. etc. permit investment that can be given free of charge but must be based on an appraisal consideration. The aspect of licensing in investment is the authority to grant or refuse.
Indonesia
is a developing country. To build requires a large capital or investment. Investment
activities have been started since 1967, namely since the issuance of Law
Number 1 of 1967 concerning Foreign Investment and Law Number 6 of 1968
concerning Domestic Investment. With the existence of these two legal
instruments, it is hoped that investors, both foreign and domestic investors,
can invest in Indonesia.
The
existence of these two regulations, it guarantees and creates investment
security and provides legal protection for investments made by investors or
investment.
Legal
protection is closely related to the aspect of justice. People as legal
subjects are supporters or bearers of rights since they are born alive until
they die, although there are exceptions that babies who are still in their
mother’s womb are considered to have become legal subjects as long as their
interests support it.
According
to Philipus M. Hadjon related legal protection, there is preventive legal
protection, preventive legal protection, namely legal subjects have the
opportunity to file objections and opinions before the government gives the
final decision. This legal protection is contained in laws and regulations that
contain signs and limitations in doing something. This means that preventive
legal protection prevents disputes from arising.
The
form of preventive protection in the implementation of investment in Indonesia
is regulated in Law Number 25 of 2007 concerning Investment. Article 1 number 1
of Law Number 25 of 2007 concerning Investment, states:
“Article
1
- Investment is
all forms of investment activities, both by domestic
investors and foreign investors to conduct business in the territory
of the Republic of Indonesia”.
Article
5 paragraph (1) of Law Number 5 of 2007 concerning Investment also regulates
the form of business of investment, which reads:
“Article 5
(1) Domestic investment can be carried out in the form of a business entity in the form of a legal entity, not a legal entity or individual business, in accordance with the provisions of the legislation”.
With
regard to own investment, Article 15 of Law Number 25 of 2007 concerning
Investment states the obligations of investors, which reads:
“Article
15
Every investor is obliged to:
a.
apply the principles of good corporate governance;
b.
carry out corporate social responsibility;
c.
make a report on investment activities
Coordinating
Investment
d.
respecting the cultural traditions of the community around the location
of
investment business activities; and
e.
comply with all statutory provisions”.
In the invesment activity, investors must comply with rules made by the government, especially regarding the type of business establishment. Although the government is open to many investors as possible to Indonesia, there are still specific businesses in particular which are not allowed. The restricted businesses are listed on the negative list of investment which is regulated in Article 77 Number 2 of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation, which states:
“Article 12
(1) All business sectors are open for investment activities, except for business sectors which are stated as closed for investment or activities that only be carried out by Government;
(2) The business sectors are closed for investment as refer to paragraph (1) as follow:
a. cultivation and the narcotics industry of class I;
b. all forms of gambling and/or casino activities;
c. Fish catching species as listed in Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES);
d. utilization or extraction of corals and utilization or extraction of corals from nature which are used for building calcium lime materials, aquariums, and souvenirs/jewelry, as well as live or death corals from nature;
e. chemical weapons manufacturing industry; and
f. chemical industry and ozone layer depleting material industry”.
In Law Number 25 of 2007 concerning Investment, not only guarantees and provides legal protection for investors but also provides sanctions, this is contained in Article 34 of Law Number 25 of 2007 concerning Investment, which reads:
“Article 34
(1)The business entity or individual business as referred to in Article 5 which does not fulfill the obligations as stipulated in Article 15 may be subject to administrative sanctions in the form of:
a.written warning;
b.limitation of business activities;
c. suspension of business activities and/or investment facilities; or
d.
revocation of business
activities and/or investment facilities”.
(2) The administrative sanctions as referred
to in paragraph (1) shall be imposed
by the competent agency or institution in accordance with the provisions
of the legislation.
(3) In addition to being subject to administrative
sanctions, business entities or individual
businesses may be subject to other sanctions in accordance with the
provisions of laws and regulations”.
Having
strict sanctions, the government will guarantee legal certainty, business, and business
security for investment from the licensing process until the end of activities investment the provisions of laws and regulations, as well as opening opportunities for
development and providing
protection to micro-enterprises. small, medium, and cooperative.
In
Law Number 25 of 2007 concerning Investment, it has been attempted so that in
practice there is no longer any difference in treatment between domestic and
foreign investments. For people or entities to invest their capital, the
government uses various methods so that their investment produces the desired
results or margins.
The regulation regarding investment in the
tourism service business sector in the form of protection for investors in the
tourism sector is not much different from the legal protection for other
investors, which is contained in Law Number 25 of 2007 concerning Investment,
because in the Tourism Law there are no rules that especially regarding
investment.