Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara dua
pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain
berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran apabila
terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai dengan
perjanjian yang dibuat). [1]
Kemudian pengertian Asuransi juga dijelaskan dalam Pasal 246 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang , yang berbunyi:
“ asuransi
atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seseorang penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa tertentu.”[2]
Kemudian,
hal-hal tentang perasuransian diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian (UU 40/2014) , dimana dalam Pasal 1 Angka 1 UU 40/2014
menjelaskan secara rinci mengenai definisi asuransi itu sendiri, yang
menyatakan bahwa :
“ Pasal 1
Asuransi
adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang
polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi
sebagai imbalan untuk:
- memberikan
penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
- memberikan
pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang
didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah
ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
“ [3]
Asuransi
sudah ada sejak pada ribuan tahun sebelum masehi, spesifiknya tahun 1750 SM,
konsen perasuransian ini ditemukan hukum Kode Hammurabi yang diciptakan oleh
Raja Hammurabi dari Babilonia (sekarang Irak). Salah satu aturan yang diatur
dalam Kode Hammurabi adalah kewajiban bagi para pedagang yang membeli barang
dengan pinjaman dan mengangkutnya dengan kapal perlu membayar sejumlah ekstra
dana sebagai garansi bahwa pinjamannya akan batal jika kapalnya dicuri. Ini
diyakini menjadi cikal bakal asuransi.[4]
Sekitar
600 SM, orang Yunani dan Romawi membuat asuransi jiwa dan kesehatan pertama.
Produk ini memberikan perawatan bagi keluarga yang ditinggalkan jika pencari
nafkah meninggal. Pada abad ke-12 di Anatolia, sejenis asuransi negara
diperkenalkan. Dengan adanya asuransi ini, jika pedagang dirampok di daerah
tersebut, maka kas negara akan mengganti kerugian pedagang. Polis asuransi
mandiri yang tidak terikat kontrak atau pinjaman muncul di Genoa pada abad
ke-14. Polis asuransi untuk pertama kalinya ditemukan di tahun 1347. Pada abad
berikutnya, asuransi maritim mandiri dibentuk. Pemisahan asuransi dari kontrak
dan pinjaman merupakan suatu perubahan besar yang mempengaruhi asuransi di
tahun-tahun berikutnya.[5]
Di
abad ke-17, kebakaran adalah ancaman konstan di Inggris. Pada tahun 1666,
terjadi kebakaran hebat di London yang menghancurkan lebih dari 13.000 rumah
dan puluhan gereja selama lima hari. Dari peristiwa tersebut, seorang dokter,
ekonom, sekaligus kontraktor Nicholas Barbon menciptakan asuransi kebakaran.
Dia mendirikan perusahaan asuransi kebakaran rumah pertama di dunia. Di AS,
perusahaan asuransi pertama berdiri pada 1732 di Carolina Selatan dan
menawarkan perlindungan kebakaran. Pada tahun 1800-an, perusahaan asuransi
kebakaran berevolusi memasukkan asuransi jiwa dan beberapa pertanggungan
lainnya.
Kemudian
sejarah perasuransian di Indonesia, dimana dijelaskan menurut buku History
of Insurance in Indonesia seperti dikutip Historia, Januari 2020,
perusahaan asuransi pertama di Indonesia didirikan oleh warga Belanda bernama
Bataviaasche Zee en Brand-Assurantie Maatschappij yang didirikan pada 18
Januari 1843 di Kali Besar Timur, Jakarta.[6]
Setelah
itu, lahir beberapa perusahaan asuransi lainnya yang menginduk pada perusahaan
asuransi di Belanda, seperti misalnya NV Handel, Industrrie en Landbouw
Maatschappij Tiedeman & van Kerchem and Escompto Bank, dan Nederlansch
Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij (NILLMIJ). Namun, semua
perusahaan asuransi-asuransi di Indonesia pada zaman itu hanya menargetkan
orang Belanda.
RW
Dwidjosewojo, seorang anggota Boedi Ooetomo cabang Yogyakarta, kemudian
mempelajari NILLMIJ. Lalu Dwidjosewojo bersama M Karto Hadi Soebroto dan M
Adimidjojo mendirikan perusahaan asuransi yang menyasar pasar orang Indonesia
bernama Onderlinge Levensverzekering Maatschappij PGHB (OL Mij PGHB) pada 12
Februari 1912. Cermati pada Mei 2017 mencatat OL Mij PGHB ini kemudian beralih
nama menjadi OL Mij Boemi Poetra (1912), dan sekarang dikenal dengan nama
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera.[7]
Beberapa
perusahaan asuransi milik Belanda dinasionalisasikan, termasuk NV Assurantie
Maatschappij de Nederlandern dan Bloom Vander EE menjadi PT Asuransi Bendasraya
dan perusahaan asuransi De Nederlanden Van (1845) menjadi PT Asuransi
Jiwasraya. Di era ini, hadir perusahaan-perusahaan asuransi modern di
Indonesia, seperti Allianz dan perusahaan asuransi nasional maupun joint
venture.[8]
Di dalam perasuransian terdapat
prinsip-prinsip yang menjadi dasar dilaksanakannya asuransi atau pertanggungan
itu sendiri, dimana terdapat 6 prinsip dasar asuransi, yakni sebagai berikut:
- Prinsip
Kepentingan yang dapat diasuransi (Insurable Interest)
Prinsip
kepentingan yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan ini terkandung dalam
ketentuan Pasal 250 KUHD, yang berbunyi:
” Bilamana seseorang yang
mempertanggungkan untuk diri sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa
untuk diadakan pertanggungan oleh orang lain, pada waktu diadakannya
pertanggungan tidak mempunyai kepentingan terhadap benda yang dipertanggungkan,
maka penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian.”[9]
Prinsip
ini menentukan bahwa objek asuransi harus suatu kepentingan bagi tertanggung.
Seorang pemohon asuransi jiwa harus memiliki hubungan dengan orang yang jiwanya
diasuransikan (bisa dirinya sendiri atau orang lain). Selain itu, pemohon juga
memiliki manfaat atas kelangsungan hidup orang yang jiwanya diasuransikan dan
terdapat perkiraan kerugian atas meninggalnya orang tersebut. Dalam hal
asuransi kerugian, pemohon harus memiliki kepentingan terhadap barang yang
diasuransikan dan mengalami kerugian apabila barang yang dimaksud hilang atau
rusak.
- Prinsip
Keterbukaaan (Utmost Good Faith)
Prinsip
keterbukaan terkandung dalam ketentuan Pasal 251 KUHD yang pada intinya
menerangkan bahwa mengharuskan adanya transparansi tentang semua keadaan yang
diketahui oleh tertanggung mengenai objek pertanggungan. Pada saat melakukan
perjanjian, tertanggung tidak boleh menutupi keadaan yang perlu diketahui
penanggung. Misalnya untuk asuransi jiwa, tertanggung tidak boleh menutupi
penyakit yang diderita sebelum dilakukannya perjanjian. Jika terdapat hal yang
ditutupi, penanggung tidak wajib mengganti kerugian yang dialami tertanggung.
- Prinsip
Indemnitas (Indemnity)
Prinsip
Indemnitas terkandung dalam ketentuan Pasal 252 dan Pasal 253 KUHD. Pasal 252
KUHD menerangkan bahwa tidak boleh diadakan pertanggungan kedua untuk waktu
yang sama dan untuk bahaya yang sama atas barang-barang yang telah
dipertanggungkan untuk nilainya secara penuh. [10]
Subrogasi
adalah penggantian kedudukan tertanggung oleh penanggung yang telah membayar
ganti kerugian, dalam melaksanakan hak-hak tertanggung kepada pihak ketiga yang
mungkin menyebabkan terjadinya kerugian. Prinsip subrogasi terkandung dalam
ketentuan pasal 284 KUHD yang menerangkan bahwa apabila tertanggung sudah
mendapatkan penggantian atas dasar prinsip lain dari pihak ketiga yang
bertanggung jawab atas kerugian yang dideritanya, penggantian dari pihak ketiga
tersebut harus diserahkan pada penanggung yang telah memberikan ganti rugi yang
dimaksud.[11]
- Prinsip
Sebab Akibat (Proximate Cause)
Sebelum
penanggung mengganti kerugian yang dialami tertanggung, harus dilakukan
penelaahan terkait penyebab kerugian tersebut terjadi. Penanggung mempunyai
kewajiban mengganti kerugian tertanggung. Namun apabila kerugian tersebut
disebabkan oleh peristiwa yang tidak termasuk penyebab kerugian yang diakui
dalam asuransi, maka penanggung dibebaskan dari kewajibannya.[12]
- Prinsip
Contribution (Gotong Royong)
Prinsip
ini memiliki pengertian bahwa penyelesaian masalah dilakukan secara
bersama-sama. Selain itu, jika suatu perusahaan asuransi tidak mampu
menyelesaiakan masalah konsumennya, maka perusahaan asuransi lain wajib bekerja
sama dalam penyebaran risiko yang disebut reasuransi.[13]
Selanjutnya,
membahas tentang jenis-jenis asuransi dimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian, asuransi terbagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu asuransi jiwa dan asuransi umum (kerugian). Pengertian asuransi umum dan asuransi
jiwa dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 5 dan Pasal 1 Angka 6 UU 40/2014, yang
berbunyi:
“ Pasal 1
- Usaha
Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan
penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
- Usaha
Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko
yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain
yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau
pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak
pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah
ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. “[14]
Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa asuransi jiwa memproteksi jiwa seseorang dari risiko
meninggal atau cacat, sedangkan asuransi kerugian atau asuransi umum memberikan
proteksi dari risiko kerugian, kehilangan, atau kerusakan harta benda.
Sebagaimana telah disebutkan pada
bagian sebelumnya terdapat 2 jenis asuransi yakni asuransi umum dan asuransi
jiwa, pada bagian ini akan membahas lebih lanjut mengenai asuransi jiwa itu
sendiri. Dimana pada asuransi jiwa terdapat beberapa jenis asuransi , yakni
sebagai berikut:
- Asuransi
Jiwa Berjangka (Term Life)
Asuransi
jiwa berjangka merupakan produk asuransi yang hanya memberikan proteksi dalam
janga waktu tertentu sesuai dengan ketentuan polis. Jangka waktu perlindungan
sangat beragam, bisa sesingkat hitungan jam sampai puluhan tahun.
Asuransi jiwa berjangka dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Ekawarsa
Produk
asuransi jiwa yang memberikan santunan kepada penerima manfaat jika dan hanya
jika tertangung meninggal dalam masa asuransi. Masa asuransi produk asuransi
ekawarsa pada umumnya adalah 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setiap ulang
tahun polis.
b. Kematian berjangka
Produk
asuransi jiwa yang memberikan santunan kepada penerima manfaat jika tertangung
meninggal dalam masa asuransi. Dalam hal tertanggung tidak meninggal dalam masa
asuransi tersebut maka tidak ada pembayaran manfaat.
- Asuransi
Jiwa Seumur Hidup (whole life)
Produk
asuransi jiwa seumur hidup akan memberikan santunan kematian apabila
tertanggung meninggal dunia dengan masa asuransi seumur hidup tertanggung. Hal
ini berarti penanggung pasti memberikan santunan kematian kepada setiap
tertanggung yang meninggal dunia di dalam masa asuransi. Penanggung sering
mengasumsikan bahwa tertanggung pasti meninggal dunia pada ulang tahun ke-100.
- Asuransi
Jiwa Dwiguna (endowment)
Produk asuransi
jiwa yang memberikan santunan kepada penerima manfaat jika tertanggung
meninggal dalam masa asuransi, dan jika tertanggung tetap hidup (survive) pada
saat kontrak asuransinya berakhir, maka kepadanya akan dibayarkan benefit
sebesar uang pertanggungan yang diperjanjikan dalam polis.
Produk yang
memberikan pembayaran manfaat yang diberikan secara berkala selama periode
tertentu. Tadserdapat 2 jenis produk anuitas yaitu anuitas umum dan anuitas
dana pensiun.
Produk asuransi
yang menjanjikan perlindungan dan memberikan penggantian atau pembayaran kepada
pemegang polis, tertanggung, atau peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal
terjadi tertanggung mengalami kecelakaan.
Produk
asuransi yang menjanjikan perlindungan terhadap 1 (satu) jenis atau lebih
risiko yang terkait dengan keadaan kesehatan fisik seseorang atau menurunnya
kondisi kesehatan seseorang yang dipertanggungkan.
7. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan
Investasi (PAYDI) (Asuransi Unit link)
Produk
asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian
dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana
yang khusus dibentuk untuk Produk Asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk
unit maupun bukan unit. Produk asuransi ini merupakan produk jangka panjang
dengan premi yang relatif lebih tinggi dibandingkan asuransi jiwa lainnya.
Setelah melihat beberapa jenis-jenis
asuransi jiwa yang terbagi atas 7 jenis diatas, selanjutnya pembahasan akan
mengerucut kepada salah satu jenis asuransi jiwa yakni Produk Asuransi yang
Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) atau yang biasa disebut dengan Asuransi Unit
Link.
Pengertian Produk Asuransi Unit Link
itu sendiri dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 7 Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan
Investasi (SEOJK PAYDI), yang berbunyi:
“Pasal 1
- Produk
Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI adalah
produk asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko
kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan
dana yang khusus dibentuk untuk produk asuransi baik yang dinyatakan dalam
bentuk unit maupun bukan unit.”[15]
PAYDI
/ Asuransi jiwa unit link tersebut tidak diatur oleh SEOJK PAYDI semata,
melainkan juga telah diatur sebelumnya dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-104/BL/2006 tentang Produk Unit
link dan Pearturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang
Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi .
Selanjutnya akan membahas tentang
keuntungan dari kepemilikan produk asuransi jiwa unit link atau PAYDI
tersebut, yakni sebagai berikut:
- Memiliki
manfaat ganda
Asuransi jiwa unit
link sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertiannya dalam Pasal 1 Angka
7 SEOJK PAYDI memiliki dua manfaat sekaligus, yaitu perlindungan investasi dalam
satu polis. Hal ini cukup memudahkan kita sebagai nasabah yang lebih suka tidak
perlu pusing mengurus dana investasi dan dana perlindungan secara terpisah.
- Masa
Pertanggungan Panjang
Produk asuransi unit
link biasanya menawarkan masa pertanggungan yang cukup panjang, biasanya
hingga tertanggung berusia 99 tahun dan informasi tersebut tercantuk dalam
ilustrasi manfaat asuransi dan polis.
- Memudahkan
Proses Investasi
Dengan memiliki 2
manfaat sekaligus sebagaimana yang dijelaskan pada poin nomor 1 diatas, produk
asuransi unit link dapat digunakan sebagai produk investasi jangka panjang,
sehingga dapat membantu nasabahnya dalam memenuhi tujuan keuangan, misalnya
dana pendidikan dan dana pensiun.
Unit link adalah
asuransi yang fleksibel dan memudahkan dalam menambah dana ataupun menarik
dana. Dengan fleksibilitas tersebut, nasabah punya peluang untuk menambah,
menarik dana, ataupun mengalihkan dana dengan mudah.
- Memiliki
Fasilitas Cuti Premi
Produk
perlindungan yang bersifat unit link ini menawarkan fitur cuti premi
yang bisa dimanfaatkan oleh nasabah unit link ketika belum bisa bayar
karena kondisi finansial yang tidak stabil.
Setelah membahas tentang keuntungan
memiliki produk asuransi unit link tersebut, maka selanjutnya akan membahas
tentang kerugian memiliki produk asuransi unit link, yakni:
- Premi
cenderung lebih tinggi
Produk asuransi unit
link memiliki harga premi yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
produk asuransi jiwa lainnya, dimana memiliki premi dengan nilai dua hingga
tiga kali lipat dari harga normal premi asuransi jiwa umumnya.
- Tidak
ada jaminan keuntungan
Sama halnya dengan
prinsip investasi yakni high risk high return, akan tetapi beresiko tinggi
terhadap modal yang mungkin tidak dapat mengalami keuntungan, bahkan justru
mengalami kerugian apabila nilai unit link merosot.
- Manfaat
Investasi Cenderung Kecil
Di tahun pertama, nasabah akan memperoleh nilai dana atau nilai imbal hasil investasi yang kecil, ini dikarenakan di tahun pertama, premi yang kita setor akan digunakan untuk membayar biaya akuisisi yang besar. Porsi investasi akan mulai diambil dari premi yang nasabah setor mulai di tahun kelima. Oleh karena itu, imbal hasil yang dinikmati oleh nasabah dari unit link tidak akan lebih banyak jika dibandingkan dengan investasi reksadana atau saham.
- Nilai
perlindungan lebih kecil
Nilai perlindungan yang diberikan oleh produk perlindungan yang bersifat unit link ini jauh lebih kecil, berbanding terbalik dengan besaran premi yang harus nasabah bayarkan. Sedangkan asuransi jiwa murni menawarkan premi lebih ringan serta manfaat sesuai dengan premi yang dibayarkan.
- Biaya
asuransi terus meningkat
Biaya premi asuransi unit link terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini tercantum pada pemberitahuan di bawah proposal asuransi yang ditawarkan padamu. Nasabah harus terus membayar jika ingin mendapatkan manfaat dalam jangka panjang dengan kualitas manfaat yang sesuai dengan yang ditawarkan. Jika tidak, dalam suatu kejadian, bisa jadi nasabahjustru harus membayar kekurangan yang jumlahnya lebih besar daripada jumlah yang sudah nasabah investasikan.
Perusahaan asuransi pada dasarnya merupakan
badan hukum, dimana bentuk badan hukum tersebut dijelaskan dalam Pasal 2
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 67 /POJK.05/2016 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (POJK 67/2016), yang berbunyi:
“ Pasal 2
Bentuk
badan hukum perusahaan adalah :
- Perseroan
Terbatas;
- Koperasi;
atau
- Usaha
bersama yang telah ada pada saat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian diundangkan. “[16]
Karena
sebuah perusahaan perasuransian pada kenyataan mayoritas bentuknya merupakan
sebuah Perseroan Terbatas, maka Perusahaan Asuransi merupakan sebuah legal
entity yang dapat melakukan perbuatan hukum, seperti contoh menjual saham,
restrukturisasi perusahan dan sebagainya.
Dan
apabila membicarakan tentang restrukturisasi perusahaan, seperti penggabungan,
pengambilalihan, peleburan dan pemisahan. Perusahaan Asuransi pada dasarnya
tetap tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
akan tetapi terdapat beberapa pengecualian pada Restrukturisasi Perusahaan
Asuransi, yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian, yakni:
- Karena
Perusahaan Perasuransian bergerak di sektor jasa keuangan, oleh sebab itu untuk
melakukan restrukturisasi harus melalui perolehan persetujuan oleh Otoritas
Jasa Keuangan. [17]
- Dalam
hal restrukturisasi perusahaan perasuransian harus dilakukan antara 2
perusahaan yang bergerak di bidang usaha perasuransian yang sejenis. [18]
- Kepemilikan
saham pada Perusahaan asuransi yang melakukan restrukturisasi harus terdapat
pemilik saham minoritas dan mayoritas, hal ini disebabkan oleh hanya terdapat 1
pemegang saham pengendali pada perusahaan asuransi.[19]
Apabila
terjadi permasalahan dalam produk asuransi unit link , karena pada
dasarnya unit link merupakan produk asuransi, maka cara dan tempat yang
tepat untuk menyelesaikan sengketa asuransi adalah dengan mengacu pada klausul
yang telah tertera pada polis. Dalam klausul penyelesaian sengketa polis,
tercantum bahwa setiap sengketa diupayakan penyelesaian secara musyawarah.
Jika tidak berhasil,
maka pemegang polis (nasabah) dapat memilih penyelesaian melalui Mediasi atau
Arbitrase atau pengadilan. Penyelesaian secara Mediasi dan Arbitrase dilakukan
di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK)
sejak Januari 2021 dan pihak nasabah tidak dipungut biaya (gratis) untuk
Mediasi.
Asuransi pada dasarnya
memberikan banyak keuntungan, akan tetapi bukan berarti keikutsertaan dalam
asuransi tidak menimbulkan kerugian sama sekali, oleh sebab itu dalam
perasuransian tetap harus mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku seperti
yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
demi mewujudkan kesejahteraan
Produk
asuransi unit link dapat dikategorikan sebagai produk keuangan yang advance
karena sifatnya yang menggabungkan fitur proteksi (asuransi) dengan fitur
investasi. Sehingga dalam menawarkan dan menjualnya kepada calon nasabah atau
konsumen memerlukan pengetahuan serta cara komunikasi yang tepat. Hal tersebut
perlu diperhatikan oleh perusahaan asuransi dan agen penjualnya agar terhindar
dari risiko mis-selling dan pemberian informasi yang salah (misleading
infromation).
[1] https://kbbi.web.id/asuransi
[2] Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
[3] Pasal 1
Angka 1 UU 40/2014
[4] https://tanyaasuransi.net/mengenal-sejarah-asuransi-di-dunia-dan-indonesia/
, diakses pada tanggal 31 Maret 2022
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang
[10] Pasal 252 dan Pasal 253 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang
[11] Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang
[12] https://panfic.com/id/insurance-knowledge/prinsip-dasar-asuransi
, diakses pada tanggal 31 Maret 2022
[13] Ibid.
[14] Pasal 1 Angka 5 dan Pasal 1
Angka 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
[15] Pasal 1 Angka 7 Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi Yang
Dikaitkan Dengan Investasi
[16] Pasal 2 Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 67 /POJK.05/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan
Perusahaan Reasuransi Syariah
[17] Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
[18] Pasal
40 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
[19] Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
According to the Big Indonesian Dictionary
(KBBI) the definition of insurance is insurance (an agreement between two
parties, one party is obliged to pay contributions and the other party is
obliged to provide full guarantees to the contributors if something happens to
the first party or his property in accordance with the agreement) . Then the
meaning of insurance is also explained in Article 246 of the Commercial Law,
which reads:
“Insurance
or coverage is an agreement in which a person binds himself to the insured by
receiving a premium, to provide compensation to him for a loss, damage, or loss
of expected profits, which he may suffer due to a certain event.”
Then,
matters concerning insurance are regulated in Law Number 40 of 2014 concerning
Insurance (UU 40/2014), which in Article 1 Number 1 of Law 40/2014 explains in
detail the definition of insurance itself, which states that:
“Article 1
Insurance is an agreement between two
parties, namely the insurance company and the policyholder, which forms the
basis for the acceptance of premiums by the insurance company as an imbalance
for:
A. give to the insured or the policy holder
due to loss, damage, costs incurred, loss of profit, or legal liability to
third parties that may be suffered or the policy holder due to an uncertain
event; or
B. payments based on the death of the insured
or payments that depend on his life with the amount of benefits determined
and/or based on the results of fund management. “
Insurance has been around since BC,
specifically in 1750 BC, this insurance concern was found in the Hammurabi Code
law made by King Hammurabi of Babylon (now Iraq). One of the rules regulated in
the Code of Hammurabi is the obligation for merchants who buy goods on credit
and transport them by paying a certain amount of money as a guarantee that the
credit will be canceled if the ship is stolen. This is believed to be the
forerunner of insurance.
Around 600 BC, the Greeks and Romans created
the first life and health insurance. This product provides care for the
bereaved family if the breadwinner dies. In the 12th century in Anatolia, a
type of state insurance was introduced. With this insurance, if a trader is
robbed in the area, the state treasury will compensate the trader.
Self-insurance policies that are not dependent on contracts or loans appeared
in Genoa in the 14th century. Insurance policies were invented for the first
time in the following 1347. In the following century, independent maritime insurance
was formed. The separation of insurance from contracts and credit was a major
change that affected insurance in the following years.
In the 17th century, fire was a constant
threat in England. In 1666, a great fire broke out in London which destroyed
more than 13,000 homes and dozens of churches over five days. From this
incident, a doctor, economist, and contractor Nicholas Barbon created fire
insurance. He’s the world’s first home fire insurance company. In the US, the
first insurance company was founded in 1732 in South Carolina and offered fire
protection. In the 1800s, fire insurance companies became a revolution to
include life insurance and several other coverages.
Then the history of insurance in Indonesia,
which is explained according to the book History of Insurance in Indonesia as
quoted by Historia, January 2020, the first insurance company in Indonesia was
founded by a Dutch citizen named Bataviaasche Zee en Brand-Assurantie
Maatschappij which was founded on January 18, 1843 in Kali Besar Timur,
Jakarta.
After that, several other insurance companies
were born with insurance companies in the Netherlands, such as NV Handel,
Industrrie en Landbouw Maatschappij Tiedeman & van Kerchem and Escompto
Bank, and Nederlansch Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij
(NILLMIJ). However, all insurance companies in Indonesia at that time only
targeted Dutch people.
RW Dwidjosewojo, a member of the Yogyakarta
branch of Boedi Ooetomo, later studied NILLMIJ. Then Dwidjosewojo together with
M Karto Hadi Soebroto and M Adimidjo founded an insurance company targeting the
Indonesian market called Onderlinge Levensverzekering Maatschappij PGHB (OL Mij
PGHB) on February 12, 1912. Observation in May 2017 noted that OL Mij PGHB was
later renamed OL Mij Boemi Poetra ( 1912), and is now known as the Bumiputera
Joint Life Insurance.
Several Dutch-owned insurance companies were
nationalized, including NV Assurantie Maatschappij de Nederlandern and Bloom
Vander EE to become PT Asuransi Bendasraya and insurance company De Nederlanden
Van (1845) became PT Asuransi Jiwasraya. In this era, there are modern
insurance companies in Indonesia, such as Allianz and national and joint
venture insurance companies.
In insurance there are principles that form
the basis for the implementation of insurance or the coverage itself, of which
there are 6 basic principles of insurance, which are as follows:
1. Principle of Insurable Interest
The principle of interest that can be insured
or insured is contained in the provisions of Article 250 of the KUHD, which
reads:
“If a person who insures for himself, or
someone for whose dependents is held by another person, at the time the
insurance is held does not have an interest in the object being insured, then
the insurer is not obliged to compensate for the loss.”
This principle dictates that the object of
insurance must be of interest to the insured. An applicant for life insurance
must have a relationship with the person whose life is insured (it can be
himself or another person). In addition, the applicant also has benefits for
the survival of the person whose life is insured and there is an estimated loss
on the death of the person. In the case of loss insurance, the applicant must
have an interest in the goods being insured and suffer a loss if the goods in
question are lost or damaged.
2. The Principle of Openness (Utmost Good
Faith)
The principle of openness is contained in the
provisions of Article 251 of the KUHD which essentially explains that it
requires transparency about all conditions known to the insured regarding the
object of coverage. At the time of entering into an agreement, the insured may
not cover the circumstances that the insurer needs to know. For example, for
life insurance, the insured may not cover the illness before the agreement is
made. If there are things that are covered, the insurer is not obliged to
compensate for the losses suffered by the insured.
3. The Principle of Indemnity
The principle of indemnity is contained in
the provisions of Article 252 and Article 253 of the KUHD. Article 252 of the
KUHD stipulates that a second insurance may not be held for the same time and
for the same danger of goods that have been insured for their full value.
4. Principle of Subrogation
Subrogation is the replacement of the
position of the insured by the insurer who has paid compensation, in exercising
the rights of the insured to a third party that may cause a loss. The principle
of subrogation is contained in the provisions of Article 284 of the KUHD which
explains that if the insured has received compensation on the basis of another
principle from a third party who is responsible for the loss he has suffered,
the compensation from the third party must be submitted to the insurer who has
provided the compensation in question.
5. Principle of Proximate Cause
Before the insurer compensates for the loss
suffered by the insured, a review must be carried out regarding the cause of
the loss. The insurer has the obligation to indemnify the insured. However, if
the loss is caused by an event that is not included in the cause of the loss
recognized in the insurance, the insurer is released from his obligations.
6. Principle of Contribution (Gotong Royong)
This principle has the understanding that
problem solving is done together. In addition, if an insurance company is
unable to resolve consumer problems, then other insurance companies must
cooperate in spreading the risk which is called reinsurance.
Next,
discuss the types of insurance where based on Law Number 40 of 2014 concerning
Insurance, insurance is divided into two major groups, namely life insurance
and general insurance (losses). The definition of general insurance and life
insurance is explained in Article 1 Number 5 and Article 1 Number 6 of Law
40/2014, which reads:
”
Article 1
(5)
General Insurance Business is a risk insurance service business that provides
compensation to the insured or policy holder due to loss, damage, costs
incurred, loss of profit, or legal liability to third parties that may be
suffered by the insured or policy holder due to an event occurring not sure.
(6)
Life Insurance Business is a business that provides risk management services
that provide payments to policyholders, the insured, or other entitled parties
in the event that the insured dies or remains alive, or other payments to
policyholders, the insured, or other entitled parties. at a certain time as
regulated in the agreement, the amount of which has been determined and/or is
based on the results of fund management. “
So, it
can be concluded that life insurance protects a person’s life from the risk of
death or disability, while life insurance protects a person’s life from the
risk of death or disability or general insurance provides protection from the
risk of loss, loss, or damage to property.
As mentioned
in the previous section, there are 2 types of insurance namely general
insurance and life insurance, in this section we will discuss more about life
insurance itself. Where in life insurance there are several types of insurance,
namely as follows:
1.
Term Life Insurance
Term
life insurance is an insurance product that only provides protection for a
certain period of time in accordance with the provisions of the policy. The
period of protection varies widely, can be as short as a matter of hours to decades.
Term
life insurance is divided into two, namely:
a.
Ecademy
A life
insurance product that provides compensation to the beneficiary if and only if
the insured dies during the insurance period. The general term of insurance for
an insurance product is 1 (one) year and can be extended every policy
anniversary.
b.
Future death
A life
insurance product that provides compensation to the beneficiary if the insured
dies during the insurance period. In the event that the insured does not die
during the insurance period, there will be no payment of benefits.
2.
Life Insurance for Life (whole life)
Life
insurance products will provide death benefits if the insured dies with a
lifetime insurance period for the insured. This means that the insurer must
provide death compensation to every insured who dies during the insurance
period. Insurers often assume that the insured will die on his 100th birthday.
3.
Dwiguna Life Insurance (endowment)
A life insurance product that provides compensation to the beneficiary if the insured dies during the insurance period, and if the insured remains alive at the end of the insurance contract, a benefit amounting to the sum assured in the policy will be paid to the customer
4.
Annuity Insurance
Products
that provide periodic benefit payments over a certain period. There are 2 types
of annuity products, namely general annuities and pension annuities.
5.
Personal Accident Insurance
An
insurance product that promises protection and provides reimbursement or
payment to the policyholder, the insured, or the participant or other entitled
party in the event that the insured experiences an accident.
6.
Health Insurance
An
insurance product that promises protection against 1 (one) type or more risks
related to a person’s physical health condition or the decline in the health
condition of the insured person.
7.
Insurance Products Linked to Investments (PAYDI) (Unit link Insurance)
The
insurance product that provides at least protection against the risk of death
and provides benefits that refer to the investment returns from a pool of funds
specifically formed for Insurance Products, whether stated in the form of units
or not. This insurance product is a long-term product with relatively higher
premiums than other life insurances.
After
looking at several types of life insurance which are divided into 7 types
above, the discussion will then focus on one type of life insurance, namely
Investment-Linked Insurance Products (PAYDI) or commonly referred to as Unit
Link Insurance.
The
definition of Unit Linked Insurance Product itself is explained in Article 1
Number 7 of Circular Letter of the Financial Services Authority Number
5/SEOJK.05/2022 concerning Insurance Products Linked to Investments (SEOJK
PAYDI), which reads:
“Article
1
7. Investment-Linked
Insurance Products, hereinafter referred to as PAYDI, are insurance products
that at least provide protection against the risk of death and provide benefits
that refer to investment returns from a collection of funds specifically formed
for insurance products, whether stated in the form of units or non-units. ”
PAYDI
/ unit link life insurance is not regulated by SEOJK PAYDI alone, but has also
been previously regulated in the Decree of the Chairman of the Capital Market
and Financial Institution Supervisory Agency Number KEP-104/BL/2006 concerning
Unit Linked Products and Regulation of the Financial Services Authority Number
23/POJK .05/2015 concerning Insurance Products and Marketing of Insurance
Products.
Next,
we will discuss the advantages of owning the unit-linked life insurance product
or PAYDI, which are as follows:
1. Has
double benefits
Unit-linked
life insurance as explained in its meaning in Article 1 Number 7 SEOJK PAYDI
has two benefits at once, namely investment protection in one policy. This is
quite easy for us as customers who prefer not to have to worry about managing
investment funds and protection funds separately.
2.
Long Coverage
Unit-linked
insurance products usually offer a fairly long coverage period, usually until
the insured dies
99 years old and the information is included
in the illustration of insurance benefits and policies.
3. Simplify the Investment Process
By having 2 benefits at once as described in
point number 1 above, unit link insurance products can be used as long-term
investment products, so that they can assist customers in meeting financial
goals, such as education funds and pension funds.
4. Funds are more flexible
Unit link is insurance that is flexible and
makes it easy to add funds or withdraw funds. With this flexibility, customers
have the opportunity to add, withdraw funds, or transfer funds easily.
5. Have Premium Leave Facilities
This unit-linked protection product offers a
premium leave feature that unit-linked customers can take advantage of when
they cannot pay due to unstable financial conditions.
After discussing the advantages of having a
unit-linked insurance product, we will discuss the disadvantages of having a
unit-linked insurance product, namely:
1. Premiums tend to be higher
Unit-linked insurance products have premium
prices that tend to be higher than other life insurance products, which have
premiums with a value of two to three times the normal price of general life
insurance premiums.
2. There is no guarantee of profit
It is the same with the investment principle,
namely high risk high return, but has a high risk of capital which may not be
able to make a profit, even if the unit link value declines.
3. Investment Benefits Tend to be Small
In the first year, the customer will get a
small amount of funds or return on investment, this is because in the first
year, the premium we deposit will be used to pay for the large acquisition
cost. The investment portion will start to be taken from the premium you deposited
starting in the fifth year. Therefore, the returns enjoyed by customers from
unit links will not be higher than those of mutual funds or stocks.
4. Less protection value
The protection value provided by this
unit-linked protection product is much smaller, inversely proportional to the
amount of premium you have to pay. While pure life insurance offers lighter
premiums and benefits according to the premium paid.
5. Insurance costs continue to rise
The cost of unit link insurance premiums continues
to increase every year. This is stated on the notice below the insurance
proposal offered to you. You have to keep paying if you want to get long-term
benefits with the quality of benefits that are offered. If not, in an event,
you may actually have to pay a shortage that is greater than the amount you
have invested.
Insurance companies are basically legal
entities, where the form of legal entity is described in Article 2 of the
Financial Services Authority Regulation Number 67 /POJK.05/2016 concerning
Business Licensing and Institutional Insurance Companies, Sharia Insurance
Companies, Reinsurance Companies, and Sharia Reinsurance Companies (POJK).
67/2016), which reads:
” Section 2
The form of the company’s legal entity is:
a. Limited company;
b. Cooperative; or
c. A joint venture that existed at the time
Law Number 40 of 2014 concerning Insurance was enacted. “
Because an insurance company is in fact a
majority of its form is a Limited Liability Company, then an Insurance Company
is a legal entity that can carry out legal actions, such as selling shares,
company restructuring and so on.
And when talking about corporate
restructuring, such as mergers, takeovers, consolidations and separations.
Insurance Companies are basically still subject to Law Number 40 of 2007
concerning Limited Liability Companies, however, there are some exceptions to
the Restructuring of Insurance Companies, which are as regulated in Law Number
40 of 2014 concerning Insurance, namely:
1. Since Insurance Companies are engaged in
the financial services sector, therefore to carry out restructuring, they must
obtain approval from the Financial Services Authority.
2. In the event that the restructuring of the
insurance company must be carried out between 2 companies operating in the
insurance business of the same type.
3. Share ownership in the restructuring
insurance company must have minority and majority shareholders, this is because
there is only 1 controlling shareholder in the insurance company.
If there is a problem with the unit link
insurance product, because basically the unit link is an insurance product, the
right way and place to resolve the insurance dispute is by referring to the
clause that has been stated on the policy. In the policy dispute settlement
clause, it is stated that each dispute no attempt is made to resolve it
amicably.
If it is not successful, then the policy
holder (customer) can choose a settlement through Mediation or Arbitration or
court. Mediation and Arbitration Settlement have been carried out at the
Financial Services Sector Alternative Dispute Resolution Institution (LAPS SJK)
since January 2021 and the customer is free of charge (free) for Mediation.
Insurance basically provides many advantages,
but that does not mean that participation in insurance does not cause any loss
at all, therefore insurance must still follow the applicable terms and
conditions as stipulated in Law Number 40 of 2014 concerning Insurance in order
to realize prosperity.Unit-linked insurance
products can be categorized as advanced financial products because they combine
protection (insurance) features with investment features. So that in offering
and selling it to potential customers or consumers requires knowledge and the
right way of communication. This needs to be considered by insurance companies
and their selling agents in order to avoid the risk of mis-selling and
misleading information.