LEGAL RISK OF UNAUTHORIZED DISTRIBUTION OF FILM FOOTAGE ON SOCIAL MEDIA
Author: Nirma Afianita, Co-Author: Bryan Hope Putra Benedictus
DASAR HUKUM: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta REFERENSI: Dita Shahnaz Saskia, Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Cuplikan Film Bioskop Yang Diunggah Ke Instastory Oleh Pengguna Instagram, Skripsi, (Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara: 2020). “Hak Cipta: Mengenal Lebih Dalam Hak Cipta di Indonesia)? https://bplawyers.co.id/2018/01/30/hak-cipta-di-indonesia/ Ayup Suran Ningsih, Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring, Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019. Dalam perkembangan zaman, Film semakin dinikmati oleh masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Dalam hal penayangan Film, Bioskop merupakan tempat pertama untuk menyaksikan Film dengan menggunakan layar lebar. Setelah itu, ketika film-film telah selesai waktunya untuk tayang di Bioskop, maka film-film tersebut dapat diputar ulang oleh media lain yang memiliki lisensi dari pihak yang bersangkutan. Dalam hal pemutaran film, banyak oknum masyarakat yang melakukan kegiatan pengunggahan cuplikan film ke dalam media sosial mereka. Pengunggah bertujuan untuk memberikan gambaran kepada pengikutnya tentang apa yang telah ia lihat di dalam Bioskop atau semata-mata hanya untuk kesenangannya.[1] Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa: “Pasal 25 Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.” Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan pengertian mengenai ciptaan, yaitu: “Pasal 1 (3) setiap hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.” Sementara pengertian mengenai Film dapat ditemukan pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman yang berbunyi: “Pasal 1 Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.” Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf m Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, yang dimaksud dengan “karya sinematografi” adalah: “Pasal 40 Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi, atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual.” Ada beberapa bentuk kegiatan yang dianggap sebagai pelanggaran hak cipta antara lain mengutip sebagian atau seluruh ciptaan orang lain yang kemudian dimasukkan ke dalam ciptaannya sendiri (tanpa mencantumkan sumber) sehingga membuat kesan seolah-olah karyaannya sendiri (disebut dengan plagiarisme), mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak tanpa mengubah bentuk maupun isi untuk kemudian diumumkan, dan memperbanyak ciptaan orang lain dengan sengaja tanpa izin dan dipergunakan untuk kepentingan komersial.[2] Pelanggaran hak cipta terhadap karya sinematografi sebelumnya adalah pembajakan film melalui cakram optik berupa kepingan CD yang dijual secara ilegal dipasar bebas, seiring berjalannya waktu kini pelanggaran terhadap hak cipta sinemtografi banyak terjadi melalui internet, bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi terhadap sebuah karya cipta sinematografi melalui internet yaitu: Penyebaran konten film melalui website; Pengunduhan film melalui internet tanpa izin; Mengunduh film atau video dan menyiarkan video tersebut tanpa menyertakan nama pencipta.[3] Dampak negatif yang ditimbulkan akibat dari kemajuan teknologi dibidang elektronika dengan tersedianya alat rekam gambar seperti audio dan video yang canggih, yang dapat merekam lagu dan film karya orang lain tanpa izin pencipta atau pemegang Hak Cipta dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan tanpa membayar pajak dan royalti kepada negara dan pencipta sehingga dapat disebut sebagai pelanggaran terhadap Hak Cipta dan terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan maraknya film untuk dibajak antara lain faktor ekonomi yang menurut pembajak sangat menguntungkan baginya serta bagi penonton membandingkan harga menonton bajakan atau bioskop sangat lah jauh harganya, faktor sosial dan budaya dimana masyarakat sendiri pun masih senang untuk membeli CD bajakan yang terjual di pasaran dan bagi mereka lumrah serta sudah membudaya bagi lingkungan masyarakat, dan faktor pendidikan dimana kurangnya sosialisasi dan pengetahuan masyarakat adanya aturan hukum yang mengatur Hak Cipta seseorang serta faktor penegakan hukum bahwa kurangnya kesadaran dari masyarakat berkaitan dengan aspek-aspek hukum terutama penegakan hukum terhadap pembajakan terhadap sinematografi (film/video). Hal ini akan banyak menimbulkan dampak bagi pemerintah, pembuat film, pembajak, serta masyarakat antara lain bagi pemerintah menimbulkan kerugian dengan berkurangnya pendapatan negara terhadap hasil pajak film tersebut dan kas negara pun ikut berkurang, bagi pembuat film dengan melihat penurunan jumlah penonton yang menonton suatu hasil karya mereka yang akan membuat pembuat film dirugikan karena berapa orang yang menonton suatu film tersebut akan menimbulkan dampak besar bagi pendapatan suatu film tersebut, bagi pembajak ialah mendapatkan dampak besar bagi perbuatan membajaknya, hal ini jelas tidaklah adil bagi pembuat film dikarenakan dengan mudahnya seorang pembajak mendapat pendapatan besar hasil bajakan nya yang bermodalkan sangat sedikit dari hasil pendapatanya, serta dampak bagi konsumen ialah mempunyai sifat yang tidak menghargai serta menghormati suatu hasil cipta yang dibuat oleh pencipta yang bertujuan baik untuk menghibur para konsumen.[4] Selanjutnya, untuk menentukan apakah perbuatan yang dilakukan tersebut dapat dijerat pidana atau tidak, perlu dilihat terlebih dahulu apakah perbuatan tersebut bersifat komersial, melanggar hak ekonomi dari pencipta/pemegang hak cipta atau tidak. Jika perbuatan menyebarkan cuplikan film tersebut bersifat komersial dan melanggar hak pencipta/pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, serta dilakukan tanpa izin, maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan ketentuan pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta: “Pasal 113 Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Tapi, jika penyebaran cuplikan film tersebut bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan pencipta atau pihak terkait, atau pencipta menyatakan tidak keberatan atas penyebarluasan tersebut, maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, sebagaimana diatur dalam Pasal 43 huruf d UU Hak Cipta: “Pasal 43 huruf d Perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta meliputi: d. pembuatan dan penyebarluasan konten hak cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluaan tersebut.” Selain itu, dalam hal seseorang memiliki dan menyebarkan suatu cuplikan film yang dilekati hak cipta, terlebih terhadap film yang seharusnya hanya dapat dinikmati bagi pelanggan berbayar di suatu platform streaming digital, patut diduga yang bersangkutan telah melakukan pembajakan sebagaimana dalam pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu: “Pasal 1 23. penggandaan ciptaan dan/atau produk hak terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi”. Jika benar telah terjadi pembajakan, maka pelaku dapat dijerat dengan ketentuan Pasal 113 ayat (4) UU Hak Cipta sebagai berikut: “Pasal 113 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).” Pelanggaran hak cipta pada film atau sinematografi bukan hanya dalam bentuk komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk non-komersial. Tindakan mengunggah cuplikan film ke dalam sosial media dianggap dapat menurunkan antusias masyarakat untuk menonton film di bioskop. Akibatnya, nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh pencipta film tidak sampai kepada masyarakat. Seiring berjalannya waktu, mengunggah cuplikan film di media sosial menjadi trend di masyarakat. Tentunya hal ini tidak dibenarkan oleh Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang ITE. Dan untuk setiap orang yang melakukan hal tersebut, dapat diancam pidana 10 tahun dan/atau denda Rp 4 Miliar. | LEGAL BASIS: Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions Law Number 33 of 2009 concerning FilmLaw Number 28 of 2014 concerning Copyrights REFERENCE: Dita Shahnaz Saskia, Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Cuplikan Film Bioskop Yang Diunggah Ke Instastory Oleh Pengguna Instagram, Skripsi, (Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara: 2020). “Hak Cipta: Mengenal Lebih Dalam Hak Cipta di Indonesia)? https://bplawyers.co.id/2018/01/30/hak-cipta-di-indonesia/ Ayup Suran Ningsih, Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring, Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019. In these days, films are increasingly enjoyed by the public, especially the people of Indonesia. In terms of showing films, the cinema is the first place to watch films using the big screen. After that, when the time for the films has finished to be shown in cinemas, then the films can be replayed by other media that have a license from the party concerned. In terms of film screenings, many people in the community carry out the activities of uploading film footage to their social media. The uploader aims to give his followers an idea of what he has seen in the Cinema or is purely for his enjoyment. Based on Article 25 of Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions states that: “Article 25 Electronic Information and/or Electronic Documents compiled into intellectual works, internet sites, and intellectual works contained in them are protected as Intellectual Property Rights based on the provisions of the legislation.” Article 1 point 3 of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright provides the definition of creation, namely: “Article 1 (3) every work in the fields of science, art, and literature produced on inspiration, ability, thought, imagination, dexterity, skill, or expertise expressed in a tangible form.” Meanwhile, the notion of film can be found in Article 1 paragraph 1 of Law Number 33 of 2009 concerning Film, which reads: “Article 1 Films are works of art and culture which are social institutions and mass communication media that are made based on cinematographic rules with or without sound and can be shown.” Meanwhile, in the Elucidation of Article 40 paragraph (1) letter m of Law Number 28 of 2014, what is meant by “cinematographic works” are: “Article 40 Works in the form of moving images, including documentaries, advertising films, reports or story films made with screenplays, and cartoons. Cinematographic works can be made on celluloid tape, video tape, video disc, optical disc and/or other media that allow it to be shown in cinema, wide screen, television, or other media. Cinematography is an example of an audiovisual form.” There are several forms of activities that are considered as copyright infringement, including quoting part or all of other people’s creations which are then included in their own creations (without including the source) so as to make the impression as if their own work (called plagiarism), taking other people’s creations for reproduced without changing the form or content to be published later, and reproduce the creations of others intentionally without permission and used for commercial purposes. Copyright infringement on previous cinematographic works is piracy of films through optical discs in the form of CDs which are sold illegally in the free market, as time goes by now many violations of cinematographic copyrights occur through the internet, other forms of infringement that occur against a cinematographic copyright through the internet namely: 1) Dissemination of film content through the website; 2) Downloading movies over the internet without permission; 3) Download movies or videos and broadcast those videos without including the name of the creator. The negative impact caused by technological advances in the field of electronics with the availability of image recording equipment such as sophisticated audio and video, which can record songs and films by other people without the permission of the creator or copyright holder and aims to earn profits without paying taxes and royalties to the state and creators so that it can be called a copyright infringement and there are many factors that can cause many films to be pirated, including economic factors which according to pirates are very profitable for them and for viewers comparing the price of watching pirated movies or cinemas is very far in price, social and cultural factors where the people themselves are still happy to buy pirated CDs that are sold on the market and for them it is normal and has become entrenched in the community, and the educational factor where there is a lack of socialization and public knowledge of the existence of legal rules that regulate a person’s copyright and fac law enforcement tor that the lack of awareness from the public is related to legal aspects, especially law enforcement against piracy of cinematography (film/video). This will have a lot of impact on the government, filmmakers, pirates, and the community, among others, for the government, causing losses by reducing state revenues from the tax proceeds of the film and reducing the state treasury. their work that will make filmmakers disadvantaged because how many people watch a film will have a big impact on the income of a film, for pirates is to get a big impact for the act of piracy, this is clearly unfair to filmmakers because it is easy for a pirate to get The large income from pirated products that have very little capital from their income, and the impact on consumers is that they have a nature that does not appreciate and respect a copyright made by a creator with a good aim to entertain consumers. Furthermore, to determine whether the act committed can be criminally charged or not, it is necessary to first see whether the act is commercial in nature, violates the economic rights of the creator/copyright holder or not. If the act of distributing the film footage is commercial in nature and violates the rights of the creator/copyright holder to obtain economic benefits from the work, and is carried out without permission, then the act can be charged with criminal provisions, as regulated in Article 113 paragraph (3) of the Copyright Law: Article 113 Any person who without rights and/or without permission of the Author or Copyright holder violates the economic rights of the Author as referred to in Article 9 paragraph (1) letter a, letter b, letter e, and/or letter g for Commercial Use. Commercial shall be sentenced to a maximum imprisonment of 4 (four) years and/or a maximum fine of Rp. 1,000,000,000.00 (one billion rupiah). However, if the distribution of the film footage is non-commercial and/or benefits the creator or related parties, or the creator expresses no objection to the distribution, then the act is not considered a copyright infringement, as regulated in Article 43 letter d of the Copyright Law: Article 43 letter d Acts that are not considered as copyright infringement include: d. creation and dissemination of copyrighted content through information and communication technology media that are non-commercial and/or beneficial to the creator or related parties, or the creator expresses no objection to the creation and dissemination.” In addition, in the event that someone owns and distributes a film clip with a copyright attached, especially to a film that should only be enjoyed by paid subscribers on a streaming platform, it is reasonable to suspect that the person concerned has committed piracy as stated in Article 1 number 23 of the Law. Number 28 of 2014 concerning Copyright, namely: “Article 1 23. Illegal reproduction of works and/or related rights products and distribution of goods resulting from the reproduction is intended widely to obtain economic benefits”. If it is true that piracy has occurred, then the perpetrator can be charged with the provisions of Article 113 paragraph (4) of the Copyright Law as follows: “Article 113 Everyone who fulfills the elements as referred to in paragraph (3) committed in the form of piracy, shall be punished with imprisonment for a maximum of 10 (ten) years and/or a fine of a maximum of Rp. 4,000,000,000.00 (four billion rupiah).” Copyright infringement on films or cinematography is not only in a commercial form, but can also be in a non-commercial form. The act of uploading film footage into social media is considered to reduce public enthusiasm for watching films in cinemas. As a result, the values that film creators want to convey do not reach the public. Over time, uploading film footage on social media has become a trend in society. Of course, this is not justified by the Copyright Act and the ITE Law. And for every person who does this, can be threatened with 10 years imprisonment and/or a fine of IDR 4 billion. |
[1] Dita Shahnaz Saskia, Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Cuplikan Film Bioskop Yang Diunggah Ke Instastory Oleh Pengguna Instagram, Skripsi, (Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara: 2020), h. 2-3
[2] https://bplawyers.co.id/2018/01/30/hak-cipta-di-indonesia/ diakses pada tanggal 13 Juli 2022 pukul 14.46
[3] Ayup Suran Ningsih, Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring, Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019, hlm. 17
[4] Dita Shahnaz Saskia, Op. Cit, hal. 34-35