Dukungan Pemerintah terhadap Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia
Author: Nirma Afianita
Co author: Bryan Hope Putra Benedictus
Salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk meningkatkan branding usaha. Hal ini dilakukan melalui kegiatan pemberian Nomor Induk Berusaha (NIB) pelaku UMKM bersama Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Menteri BUMN mengatakan, UMKM membutuhkan pendampingan dan dukungan untuk dapat naik kelas. Pelaku UMKM dan ultra mikro disebut memiliki multiplier effect yang kuat. Basis dari pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah ekonomi kerakyatan sehingga UMKM harus dipastikan bisa go global dan menjadi rantai pasok yang berkesinambungan. Sebanyak 125 nasabah salah satu BUMN mengikuti acara pemberian NIB yang sekaligus merupakan sosialisasi pendaftaran izin usaha melalui sistem Online Single Submission (OSS). Tingkat risiko suatu usaha dibagi menjadi risiko rendah, risiko menengah rendah, risiko menengah tinggi, dan risiko tinggi. Usaha dengan tingkat risiko rendah cukup memiliki NIB sebagai perizinan tunggal. Perizinan tunggal berarti NIB berlaku sebagai legalitas, Standar Nasional Indonesia (SNI), serta Sertifikat Jaminan Produk Halal (SJPH) bagi pelaku usaha yang produk atau jasanya wajib SNI dan halal. Adapun OSS menjadi sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikelola dan diselenggarakan oleh Kementerian Investasi/BKPM. Penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko melalui sistem OSS merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sampai saat ini, terdapat lebih dari 50.000 pelaku UMKM yang terdaftar NIB. Kegiatan sosialisasi NIB juga telah dilaksanakan di dua kota, yakni Bandung dan Surabaya. Peserta yang hadir di kedua kota tersebut mencapai sebanyak 2.000 pelaku usaha.[1]
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, pengertian UMKM sendiri dijabarkan secara terpisah antara Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjelaskan pengertian usaha mikro adalah:
“Pasal 1
- Usaha Mikro adalah adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”[2]
Selanjutnya pengertian dari usaha kecil terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berbunyi:
“Pasal 1
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.”[3]
Sementara itu dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, pengertian dari usaha menengah yaitu adalah:
“Pasal 1
3.Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”[4]
Adapun kriteria yang dimaksud berdasarkan pasal-pasal diatas tersebut dapat dilihat pada pasal 87 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah mengubah Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pasal tersebut berbunyi:
“Pasal 87
- Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1)Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat memuat modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dalam Peraturan Pemerintah.”[5]
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dalam Peraturan Pemerintah.”[5]
Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pemerintah memberi kemudahan berusaha, perlindungan dan pemberdayaan dalam UMKM, dan terdapat 8 (Delapan) kemudahan yang akan diberikan (UU Cipta Kerja), yaitu:
- Izin tunggal bagi UMKM. Sehingga pelaku UMKM kini hanya cukup mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB). NIB berlaku untuk semua kegiatan usaha (UMKM) mulai izin usaha, izin edar, Standar Nasional Indonesia (SNI), hingga sertifikasi produk halal;
- Ketentuan insentif oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagi perusahaan besar yang bermitra dengan UMKM. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya persaingan bisnis;
- Pengelolaan terpadu UMKM melalui sinergi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan stakeholders terkait pendampingan berupa dukungan manajemen, Sumber Daya Manusia (SDM), anggaran dan penyediaan prasarana dan sarana;
- Kemudahan pembiayaan dan intensif secara fiskal. Di antaranya penyederhanaan administrasi perpajakan, pengajuan izin usaha tanpa biaya, insentif pajak penghasilan, dan insentif kepabeanan bagi UMKM ekspor;
- Adanya Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah untuk pengembangan UMKM;
- Bantuan dan perlindungan hukum untuk menjaga kelangsungan bisnis UMKM;
- Prioritas produk UMKM dalam kegiatan belanja barang dan pengadaan jasa pemerintah. Ketentuannya minimal menyerap 40 persen produk UMKM;
- Pola kemitraan UMKM. Rest area, stasiun, terminal, pelabuhan, hingga bandara wajib menyediakan tempat promosi dan penjualan bagi UMKM melalui pola kemitraan. Alokasi lahan pada infrastruktur publik paling sedikit 30 persen dari luas total lahan area komersial.[6]
Peraturan Pemerintah 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah disusun sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal lain yang mendasari dan mendorong perlunya pengaturan yang lebih jelas terkait Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah antara lain bahwa pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan hukum untuk percepatan cipta kerja dan belum terintegrasi sehingga perlu dilakukan perubahan.[7]
Salah satu prioritas Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia yang akan dilakukan melalui Peraturan Pemerintah 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah penyusunan basis data tunggal usaha mikro, kecil, dan menengah yang akurat. Penyusunan data tunggal ini akan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan sensus, tidak untuk menghitung jumlah tapi untuk mendapatkan data UMKM berdasarkan by name by address. Kemudahan lain bagi UMK yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini adalah perizinan berusaha. UMKM nantinya diberikan kemudahan dalam proses perijinan dimana untuk UMKM yang memiliki risiko rendah terhadap kesehatan, keselamatan, dan lingkungan akan diproses dalam perijinan tunggal yang terdiri dari perijinan berusaha, sertifikat jaminan halal dan sertifikat nasional Indonesia.[8]
Pengklasifikasian suatu usaha dapat dikatakan menjadi Usaha Mikro, Kecil atau Menengah sendiri diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pengklasifikasian terhadap UMKM didasarkan pada kriteria modal usaha atau hasil penjualan tahunan.[9] Kriteria modal usaha tersebut secara rinci diatur dalam pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang berbunyi:
“Pasal 35
(3)Kriteria modal usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a.Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
b.Usaha Kecil memiliki modal usaha lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan
c.Usaha Menengah merniliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.”[10]
Sementara pengklasifikasian usaha berdasarkan hasil penjualan tahunan diatur dalam Pasal 35 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pasal tersebut mengatur:
“Pasal 35
(5) Kriteria hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
a.Usaha Mikro memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
b.Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah); dan
c.Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).[11]
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tertib, dan dinamis dalam lingkungan yang merdeka, bersahabat, dan damai.[12] Adapun Ciri-ciri Usaha Mikro Kecil dan Menengah, sebagai berikut:
- Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;
- Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;
- Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
- Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;
- Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;
- Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non-bank;
- Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).[13]
Mengenai ciri-ciri usaha mikro kecil dan menengah dalam poin 7 di atas, bahwa disini terkait izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya, dimana masih banyak usaha mikro kecil dan menengah yang tidak memiliki izin usaha, padahal itu adalah syarat penting dalam pendirian suatu kegiatan usaha dalam bidang perindustrian, hal itu berimplikasi dengan suatu perizinan lingkungan oleh kegiatan usaha mikro kecil dan menengah tersebut. Dimana apabila izin usaha tidak dilakukan, maka kemungkinan besar izin lingkungan pun tidak akan dimiliki oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah.[14]
Kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, serta berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi usaha mikro, kecil, dan menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.[15] Berkembangnya kegiatan usaha usaha mikro kecil menengah, berarti juga mendorong perekonomian bagi masyarakat dengan meningkatnya pendapatan sehingga kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup juga semakin terbuka pula, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, sehingga sangat diperlukan dan ditingkatkan guna meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan untuk menjaga serta mengelola lingkungan hidup disekitar lingkungannnya.[16]
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, pemerintah dan pemerintah daerah menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:
“Pasal 7
a.Pendanaan;
b.Sarana dan prasarana;
c.Informasi usaha;
d.Kemitraan;
e.Perizinan usaha;
f.Kesempatan berusaha;
g.Promosi dagang; dan dukungan kelembagaan.”[17]
Bentuk peraturan dari produk usaha mikro kecil dan menengah salah satunya yaitu legalitas usaha, dengan adanya legalitas bagi UMKM ini nantinya akan bermanfaat bagi usaha mikro kecil dan menengah itu sendiri, contohnya adalah untuk mengakses permodalan dari pemerintah/swasta. Selain permodalan, satu hal lain yang tidak kalah penting dalam menjalankan usaha adalah legalitas. Sebab, legalitas usaha merupakan bukti kepatuhan terhadap aturan hukum yang mana mampu memberikan perlindungan terhadap usaha manakala terjadi masalah. Legalitas diperlukan bukan hanya sebagai bantuan modal usaha melainkan juga sebagai syarat mengajukan permodalan.[18] Untuk mempermudah perizinan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan keringanan persyaratan agar mudah dipenuhi oleh usaha mikro kecil dan menengah, khususnya yang dimiliki oleh orang perorangan. Perizinan itu dilaksanakan dengan menyelenggarakan pelayanan terpadu satu pintu yang pelaksanaannya wajib dilakukan dengan prinsip penyerderhanaan tata cara pelayanan dan jenis perizinan.[19]
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ini dapat memberikan dukungan bagi pelaku koperasi dan UMKM dalam rangka menjalankan kegiatan berusahanya. Hal ini tentunya merupakan upaya pemerintah dalam rangka mendukung pengembangan UMKM untuk naik kelas, serta mewujudkan UMKM Indonesia yang maju, mandiri, dan berdaya saing serta berkontribusi dalam perekonomian nasional.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Referensi:
cnbcindonesia, https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20220712095546-25-354862/makin-naik-kelas-umkm-dimudahkan-dapat-sertifikasi-nib , diakses pada 8 Agustus 2022.
Ifrani & Nurmaya Safitri, Perizinan Terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Yang Melakukan Pencemaran Lingkungan, dalam Jurnal Al’Adl Vol. XII, No. 2, Juli 2020.
Munsharif Abdul Chalim, Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Koperasi Modern Dan UMKM Berdasarkan PP No. 7 Tahun 2021, dalam Jurnal Penelitian Hukum Vol.1, Nomor 1 Tahun 2022.
Edwar
James Sinaga, Upaya Pemerintah dalam Merealisasikan Kemudahan Berusaha di
Indonesia, Jurnal Rechtsvinding, Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol, 6 No,
3, Desember 2017.
Dadang
Sukandar, (2017), Panduan Membuat Kontrak Bisnis, Jakarta: Visimedia.
[1] cnbcindonesia, https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20220712095546-25-354862/makin-naik-kelas-umkm-dimudahkan-dapat-sertifikasi-nib, diakses pada 8 Agustus 2022.
[2] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
[3] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
[4] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
[5] Pasal 87 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
[6] Munsharif Abdul Chalim, Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Koperasi Modern Dan UMKM Berdasarkan PP No. 7 Tahun 2021, dalam Jurnal Penelitian Hukum Vol.1, Nomor 1 Tahun 2022, hal. 26
[7] Munsharif Abdul Chalim, Ibid, hal. 23
[8] Munsharif Abdul Chalim, Ibid, hal. 24
[9] Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
[10] Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
[11] Pasal 35 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
[12] Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
[13] Ifrani & Nurmaya Safitri, Perizinan Terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Yang Melakukan Pencemaran Lingkungan, dalam Jurnal Al’Adl Vol. XII, No. 2, Juli 2020, hal. 149
[14] Loc. cit
[15] Edwar James Sinaga, Upaya Pemerintah dalam Merealisasikan Kemudahan Berusaha di Indonesia, dalam Jurnal Rechtvinding, Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 6, No. 3, Desember 2017, hal. 329-348
[16] Ifrani & Nurmaya Safitri, Op. Cit, hal. 150
[17] Pasal 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
[18] Ifrani & Nurmaya Safitri, Op. Cit, hal. 151
[19] Dadang Sukandar, 2017, Panduan Membuat Kontrak Bisnis, Jakarta: Visimedia, hal. 10